analisis potensi penggunaan integrated tug...

27
i ANALISIS POTENSI PENGGUNAAN INTEGRATED TUG BARGE UNTUK SHORT SEA SHIPPING STUDI KASUS : PANTURA *Iksan Ade **Dr. Ing. Setyo Nugroho. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan **Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Transportasi Laut – Teknik Perkapalan – Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya 60111 ABSTRACT North Java Corridor experiences undergoing a heavy burden. This main road is a vital pathway for the distribution of goods on the island of Java. Heavy-laden vehicle is the main user of this path. Congestion, natural disaster, and local activities occur frequently slow down the flow of the goods, causing cargo owner have to wait longer to receieve the goods. Integrated Tug Barge (ITB) in coastal shipping or short sea shipping could be an alternative option compare to conventional vessel in the similar size. ITB has more payload and less draft. This enable to easily berth at any port in the North Java Corridor. This Final Project aims to determine the potential use of ITB in North Java Corridor and find out modes of transportation suitable for use in this pathway. To overcome these circumtances, a comparative analysis method is used to compare selected possible modes, that is truck, train, vessel and ITB in the North Java Corridor and then look for possible use as an alternative to transporting cargo on the North Java Corridor. Results show that ITB give less amount of total transportation cost, That is: 15.9% lower than truck, 15.6% lower than train, and 10.5% less expensive than vessel. This proofs that ITB can be use as an alternative mode to transport goods in the Corridor of Surabaya - Jakarta. Suitable ITB carrying capacity for this corridor is that of 450 TEUs carrying capacity and has drop and swap operation mechanism. Key Word: North Java Corridor, Integrated Tug Barge, Distribution Pattern

Upload: buihanh

Post on 22-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

ANALISIS POTENSI PENGGUNAAN INTEGRATED TUG BARGE UNTUK SHORT SEA SHIPPING STUDI KASUS : PANTURA

*Iksan Ade **Dr. Ing. Setyo Nugroho. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan

**Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Transportasi Laut – Teknik Perkapalan – Fakultas Teknologi Kelautan,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya 60111 ABSTRACT

North Java Corridor experiences undergoing a heavy burden. This main road is a vital pathway for the distribution of goods on the island of Java. Heavy-laden vehicle is the main user of this path. Congestion, natural disaster, and local activities occur frequently slow down the flow of the goods, causing cargo owner have to wait longer to receieve the goods. Integrated Tug Barge (ITB) in coastal shipping or short sea shipping could be an alternative option compare to conventional vessel in the similar size. ITB has more payload and less draft. This enable to easily berth at any port in the North Java Corridor.

This Final Project aims to determine the potential use of ITB in North Java Corridor and find out modes of transportation suitable for use in this pathway. To overcome these circumtances, a comparative analysis method is used to compare selected possible modes, that is truck, train, vessel and ITB in the North Java Corridor and then look for possible use as an alternative to transporting cargo on the North Java Corridor.

Results show that ITB give less amount of total transportation cost, That is: 15.9% lower than truck, 15.6% lower than train, and 10.5% less expensive than vessel. This proofs that ITB can be use as an alternative mode to transport goods in the Corridor of Surabaya - Jakarta. Suitable ITB carrying capacity for this corridor is that of 450 TEUs carrying capacity and has drop and swap operation mechanism.

Key Word: North Java Corridor, Integrated Tug Barge, Distribution Pattern

ii

ABSTRAK

Jalur jalan raya Pantai Utara (Pantura) adalah jalur vital bagi distribusi barang di Pulau Jawa. Kendaraan bermuatan berat menjadi penguna utama dalam jalur ini. Sering terjadinya kemacetan, kejadian alam, dan kegiatan lokal yang memperlambat arus barang yang sehingga menyebabkan pemilik barang harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan barang tersebut. Penggunaan Integrated Tug Barge (ITB) dalam pelayaran coastal atau short sea shipping bisa menjadi pilihan alternatif melihat sibuknya jalur pantura. Dengan keunggulan pada payloadnya yang besar dan draft yang rendah maka ITB bisa sandar di pelabuhan manapun di Pantai Utara Pulau Jawa.

Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui potensi penggunaan ITB pada jalur pantura dan mengetahui moda transportasi yang cocok untuk digunakan dalam jalur ini. Untuk mencari moda tersebut digunakan metode komparasi tiap tiap moda yang menjadi pelaku dalam jalur Pantura dan dibandingkan dengan moda ITB untuk kemudian dicari kemungkinan penggunaan ITB sebagai alternatif pengangkutan muatan barang di jalur Pantura

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa potensi penggunaan ITB sebagai sarana alternatif pengangkutan barang efektif di jalur pantura untuk koridor Surabaya - Jakarta. ITB mampu untuk melayani potensi muatan tersebut dengan biaya angkut yang lebih murah dibandingkan dengan moda lain, yaitu: 15,9% lebih murah dari moda truk, 15,6% lebih murah dari moda kereta api, dan 10,5% lebih murah dari moda kapal. Kapasitas angkut ITB yang sesuai untuk koridor ini adalah yang berkapasitas 450 TEU menggunakan mekanisme operasi drop and swap

Kata kunci: Pantura, Integrated Tug Barge, Pola Distribusi

3

1.PENDAHULUAN 

Trend pengangkutan barang telah berubah dari single moda menuju ke arah multi moda transportasi. Dimana barang tidak lagi diangkut dengan menggunakan satu moda transportasi, namun diangkut dengan menggunakan gabungan beberapa moda transportasi. Hal ini erat kaitannya dengan trend pengiriman barang ”door to door”, dimana barang kiriman dikirim hingga ke pintu tujuan pengiriman. Maka pengiriman barang domestik pun juga menunjukkan tren yang sama. Arus jalur pantura adalah salah satu jalur tersibuk yang ada di Pulau Jawa. Jalur ini sudah menjadi jalur yang vital bagi distribusi barang di Pulau Jawa. Berbagai macam sembako dan barang kebutuhan primer serta sekunder selalu melewati jalur tersebut. Sehubungan dengan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam Tugas Akhir ini adalah Apakah ITB lebih kompetitif dalam short sea shipping jalur pantura . Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui potensi penggunaan ITB pada jalur Pantura dan mengetahui moda transportasi apa yang cocok untuk digunakan saat ini, sehingga dapat diketahui seberapa besar peningkatan/penurunan biaya dan efektivitas pengangkutan komoditas barang dengan penggunaan ITB sebagai sarana alternatif pengangkutan komoditas barang dilihat dari sisi ekonomisnya. Dengan menggunakan operasi drop and swap maka barang yang dibutuhkan tiap pelabuhan dapat terspesialisasi dan dapat terangkut dalam jumlah yang banyak karena payload pada barge besar dan barge dapat sandar di pelabuhan di jalur pantura karena memiliki draft yang rendah sehingga biaya pengangkutan juga akan murah

2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Integrated Tug Barge

Sebuah kapal yang dirancang khusus yang mengunci bersama dalam suatu metode yang kaku dan kuat untuk kemudian dilakukan sertifikasi oleh pihak berwenang (klasifikasi Kapal) seperti American Bureau of Shipping, Lloyd's Register of Shipping, Indian Register of Shipping, Det Norske Veritas atau beberapa klasifikasi lain. Unit ini berupa penggabungan kapal tunda dan tongkang. Unit ini mampu berlayar dalam hampir semua kondisi laut dan kapal tundanya biasanya memiliki desain dan navigasi untuk menjaga dari laut yang buruk . Kapal dalam kategori ini secara hukum dianggap bukan sebagai kapal tunda dan tongkang namun kapal konvensional sehingga harus dikelola secara memadai. Kapal ini harus mampu menunjukkan bahwa lampu navigasi yang dibawa harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh kapal konvensional daripada yang dibutuhkan dari sebuah kapal tunda dan tongkang. Sistem artikulasi kapal tunda dan unit tongkang juga menggunakan cara mekanis untuk terhubung ke tongkang mereka.

4

Unit ini umumnya memanfaatkan Intercon dan sistem koneksi Bludworth. Sistem yang tersedia lainnya termasuk Articouple, Hydraconn dan Beacon Jak. ITB yang umumnya dikelola sebagai kapal tunda besar, dengan jumlah kru kapal antara tujuh hingga sembilan anggota . Amerika menggunakan ATB di pantai timur, dengan menggunakan lampu navigasi kapal pada umunya, seperti yang dijelaskan dalam COLREGS '72.

Gambar 0.1 Konsep Integrated Tug Barge

2.2 Drop and Swap Operation Mechanism

Seperti dijelaskan pada awal pembahasan, bahwa salah satu keunggulan dari penggunaan ITB adalah kemampuan untuk melakukan operasi Drop and Swap. Perhitungan yang dilakukan oleh Ir. W.A. Van Leeuwen, operasi ini dapat mengurangi biaya hingga 30% dibandingkan dengan kapal konvensional. Keunggulan operasi ini adalah tingginya rasio port time terhadap sea time, (setidak – tidaknya rasio 1). Batasan jumlah pelabuhan antara 2 hingga 3 pelabuhan, juga gudang dalam jangka pendek bisa menjadi faktor yang sangat menentukan. Keuntungan lainnya dari I.T.B adalah mengurangi manning cost, atau biaya kru, karena Gross Tonnage dari Tug yang kecil, pengurangan 1 hingga 7 orang kru dapat dilakukan menurut Lloyd Register, yang berpatokan pada GT untuk perhitungan jumlah Kru. Apalagi bila dilakukan dengan komputerisasi dan otomatisasi di beberapa bagian, misalnya di ruang navigasi, maka penghematan semakin besar, karena kru dapat lebih ditekan jumlahnya.

5

Tinggi sarat I.T.B yang cukup toleran terhadap perairan dangkal dan mampu beroperasi di perairan terbuka, jelas memberikan keunggulan dibandingkan kapal konvensional, penggunaan I.T.B tersebut terbukti handal di Sungai Rhine dan Selat Inggris

2.3 Short Sea Shipping Short Sea Shipping dapat didefinisikan sebagai angkutan komersial dengan kapal yang tidak melintasi lautan lepas. Short Sea Shipping merupakan pola angkutan komersial yang memanfaatkan aliran sungai dan perairan pesisir pantai untuk memindahkan barang komersial dari pelabuhan utama ke tujuan dimana pelabuhan-pelabuhan yang dilayani oleh Short Sea Shipping adalah pelabuhan domestik. Konsep Short Sea Shipping telah diterapkan di Eropa khususnya Eropa Utara Amerika Serikat serta beberapa negara Asia. Di Eropa dan Amerika Serikat, penerapan konsep Short Sea Shipping, telah berhasil mengatasi beberapa permasalahan yang disebabkan oleh penyelenggaraan angkutan barang. Short Sea Shipping menjadikan distribusi barang menjadi lebih efektif dan efisien. Disamping itu penerapan Short Sea Shipping telah berhasil meningkatkan pergerakan barang, menurunkan tingkat polusi udara, menurunkan biaya pengiriman barang dan menurunkan biaya infrastruktur yang harus dikeluarkan Pemerintah Konsep pelayanan short sea shipping:

• Transportasi multi moda jalan, kereta api dan laut dengan pendekatan maksimasi angkutan laut, peti Kemas menjadi bentuk utama disamping itu masih dimungkinkan juga pengembangan truk trailer (low bed untuk memaksimalkan ruang kapal) roll on-roll off tanpa head tractor, pelayanan teratur. • Pemanfaatan peti kemas lebih diarahkan untuk mempercepat bongkar muat barang sehingga mengurangi peran gudang. • Jaringan jalan atau kereta api diarahkan berpola radial ke pelabuhan • Optimasi semua jalan air yang dimungkinkan berupa sungai, kanal ataupun pelayaran pantai.

Gambar 0.2 Contoh Penerapan Short Sea Shipping di Indonesia

3.ME

4. GA

4.1 B

didomindibandiadalah bahkan tambahini ten

TODOLO

AMBARA

Pola Transerdasarkan nasi oleh aningkan dengpeningkatamelebihi ban untuk mtu saja m

OGI PEN

AN UMU

sportasi dadata seku

ngkutan jalagan moda laan kerusakabatas yang temempertahan

engurangi

NELITIA

an Logistik under, dikean (truk). Hain. Dampakan jalan raelah dijinkankan kualitaalokasi da

AN 

Eksistingetahui bahw

Hal ini terjadk dari bany

aya akibat ban. Akibat das jalan sesuari biaya l

wa 80%-9di karena leaknya pengbeban trukdari kerusakuai yang dilain yang

0% penganebih murah gangkutan dk yang melkan ini makharapkan. Btelah disia

ngkutan mdan lebih c

dengan modlebihi kapaka muncul bBiaya tambaapkan sehin

6

masih cepat da ini asitas biaya ahan ngga

7

mengganggu stabilitas keuangan sebuah daerah atau pemerintah pusat. Kerugian paling besar dirasakan oleh pengguna jalan selain truk dimana akan meningkatkan waktu tempuh akibat adanya kerusakan jalan karena penurunan kecepatan ataupun perlambatan akibat adanya perbaikan jalan.

4.2 Transportasi Darat Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa jalan pada Pulau Jawa khususnya

jalur pantura adalah merupakan jalur yang paling padat. Pola distribusi barang masih sangat didominasi oleh moda angkutan jalan raya. Diperkirakan moda ini mencapai 80% - 90% dari total transportasi. Penyediaan jalan pun di daerah pantura menjadi prioritas bagi pemerintah pusat pada khususnya. Secara aksesbilitas menunjukkan pembangunan jaringan jalan di Pulau Jawa telah melayani sebagian besar luas wilayahnya namun pembangunan jalan masih belum dapat melayani seluruh penduduk Pulau Jawa. Hal ini terlihat dari nilai mobilitas kecil dibandingkan dengan wilayah lainya. Namun demikian, nilai mobilitas yang besar di wilayah diluar Jawa tidak menunjukkan besarnya nilai mobilitas namun lebih karena jumlah penduduk yang sedikit.

Pola Operasi truk menggunakan prinsip Door to Door. Dari daerah asal menuju daerah tujuan langsung diangkut dengan menggunakan moda truk. Proses bongkar dilakukan di tempat shipper atau bisa juga dilakukan di perusahaan penyedia jasa truking sebagai freight forwarder atau ekspedisi. Sedangkan proses bongkar dilakukan di tempat kosignee atau di freight forwarder yang nantinya akan dikirim ke penerima dengan jasa kurir (Lihat Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Pola Operasi Moda Truk secara Door to Door

penggunaa pola operasi door to door sangat membantu moda truk dalam hal waktu tempuh yang semakin dekat, selain itu juga menjadikan moda ini menjadi fleksibel dalam artian bisa di sewa kemana saja sesuai dengan kebutuhan penyewa dan kemampuan truk itu sendiri.

4.3 Transportasi Kereta Api Secara umum kereta api masih sulit untuk berkembang dikarenakan masih memiliki

fungsi sebagai bentuk pelayanan umum transportasi massal yang murah untuk rakyat, dan penugasan dari pemerintah yang ditandai dengan adanya kompensasi berupa subsidi oleh pemerintah.namun secara global kereta api sudah mulai nenanjak dalam pelayanan angkutan barang (Departemen Perhubungan, 2007).

Pola operasi kereta api saat ini masih dibantu oleh moda truk sebagai pengumpan kepada stasiun terdekat seperti terlihat pada Gambar 4.2 Sampai saat ini hanya ada tiga

8

stasiun besar yang mampu melakukan kegiatan bongkar muat barang dan peti Kemas yaitu Stasiun Pasar Turi, Stasiun Sungai Lagoa dan Stasiun Semarang Poncol.

Gambar 4.2 Pola Operasi Moda Kereta Api secara Door to door

4.4 Transportasi Laut Peranan moda laut dalam perekenomian nasional dalam PDRB hanyalah mendapat

porsi sebesar 1%. Namun dalam 1% ini moda laut melancarkan kegiatan ekspor dan impor. Mungkin yang menjadi penyebab mengapa moda laut adalah seakan-akan moda laut tidak mendapat perhatian oleh pemerintah. Padahal jika digarap dengan serius maka pendapatan pemerintah dari segi devisa akan semakin menumpuk.

Pola Operasi dari Moda Laut memiliki prinsip port to port. Untuk konsep door to door moda laut untuk kapal kontainer dan ITB memiliki kesamaan dalam dibantunya moda Laut oleh moda truk untuk mengumpan muatan dari Door kepada Port (lihat Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Pola Operasi Moda Laut

5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 

5.1 Muatan Eksisting Berikut ini adalah data yang penulis dapatkan berupa data sekunder yang penulis

dapatkan dari Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Jalan Raya di Kabupaten Lamongan, tertampil dalam Tabel 5.1.

9

Tabel 5.1 Muatan dan Cargo Flow Kabupaten Lamongan

sumber : (Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas dan Jalan Raya Kabupaten Lamongan, 2009)

5.2 Data Bangkitan dan Tarikan Data bangkitan dan tarikan yg penulis dapat disajikan dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2 Data Bangkitan dan Tarikan yang telah diolah

Sumber : (Pradhana, 2011)

5.3 Proyeksi Muatan Proyeksi muatan kali ini dimaksukan jika ada perkembangan muatan bagaimanakah

perkembangan muatan dan dari proyeksi muatan tersebut manakah yang memadai dari beberapa moda nantinya yang memiliki kapasitas angkut yang paling memadai.

Operasional LLAJ lamongan 2009JT lamongan JT baureno JT widang

total kendaraan 870714 kendaraan total kendaraan 437837 kendaraan total kendaraan 445339 kendaraantotal muatan 7129113 ton total muatan 664534.7 ton total muatan 664534.7 ton

jumlah 9 on/kendaraanaran jenis muatan sebaran jenis muatan sebaran jenis muatan

muatan M/Kjumlah

muatan M/Kjumlah

muatan M/Kjumlah

kendaraan muatan kendaraan muatan kendaraan muatan

lain lainM 196909 1339489

lain lainM ‐ 172195.6

semenM ‐ 769610.8

K 286299 1973272 K ‐ 177718.2 K ‐ ‐

Bahan bangunanM 89846 1047989

BerasM ‐ 82804.4

bahan bangunanM ‐ 469632.6

K 61331 597861 K ‐ 30565.7 K ‐ ‐

semenM 68228 743906

Bahan BangunanM ‐ 36230.5

lain lainM ‐ 184.635.3

K 14409 155065 K ‐ 19812.1 K ‐ ‐

Operasional LLAJ lamongan 2010JT lamongan JT baureno JT widang

total kendaraan 677886 kendaraan total kendaraan 353423 kendaraan total kendaraan 445339 kendaraantotal muatan 5012782 ton total muatan 1481536 ton total muatan 664534.7 ton

sebaran jenis muatan sebaran jenis muatan sebaran jenis muatan

muatan M/Kjumlah

muatan M/Kjumlah

muatan M/Kjumlah

kendaraan muatan kendaraan muatan kendaraan muatan

Bahan bangunanM ‐ 731269

lain lainM ‐ 227488.4

semenM ‐ 769610.8

K ‐ 434200 K ‐ 233636.4 K ‐ ‐

Lain LainM ‐ 488624

Bahan BangunanM ‐ 91775.6

bahan bangunanM ‐ 469632.6

K ‐ 477877 K ‐ 124598.3 K ‐ ‐

No Kabupaten/KotaBangkitan & Tarikan

PDRB per KapitaTOTAL Penumpang Bangkitan Prosentase terhadap total Tarikan Prosentase terhadap total

A Banten 50% 50%1 Serang 88,784,190 6,399,423 44,392,095 4% 44,392,095 4% 1,048 6,265,9722 Tangerang 283,341,345 141,670,673 13% 141,670,673 13% 10,825 26,154,9293 Cilegon 17,231,730 1,441,382 8,615,865 1% 8,615,865 1% 1,890 48,357,790B DKI Jakarta 55% 45%

Jakarta 620,203,235 341,111,779 30% 279,091,456 26% 69,467 208,652,576C Jawa Barat 50% 50%1 Karawang 111,220,858 15,258,573 55,610,429 5% 55,610,429 5% 1,324 12,107,1552 Bogor 264,124,733 132,062,367 12% 132,062,367 12% 9,738 14,331,8573 Bandung 437,517,224 218,758,612 19% 218,758,612 21% 15,866 22,175,4225 Bekasi 257,334,226 128,667,113 11% 128,667,113 12% 11,605 36,798,3846 Depok 103,088,129 16,327,718 51,544,065 5% 51,544,065 5% 6,566 5,397,364

TOTAL ZONA 1 1,122,432,997 1,060,412,673D. Jawa Tengah 45% 55%1 Pati 78,815,004 1,549,133 35,466,752 26% 43,348,252 26% 786 4,510,5812 Kudus 53,160,079 1,024,853 23,922,036 18% 29,238,043 18% 1,688 22,775,2263 Semarang 171,127,989 77,007,595 56% 94,120,394 56% 4,580 33,383,772

TOTAL ZONA 2 136,396,382 166,706,690F. Jawa Timur 55% 45%1 Sidoarjo 112,415,457 1,038,516 61,828,501 18% 50,586,956 18% 2,820 13,408,5932 Gresik 66,930,183 292,937 36,811,601 10% 30,118,582 10% 924 8,257,6913 Malang 98,220,142 54,021,078 15% 44,199,064 15% 7,886 23,797,7584 Pasuruan 119,693,445 65,831,395 19% 53,862,050 19% 6,474 12,348,0545 Mojokerto 87,249,838 47,987,411 14% 39,262,427 14% 8,732 8,438,6186 Surabaya 156,939,433 17,661,216 86,316,688 24% 70,622,745 24% 8,279 20,242,758

TOTAL ZONA 3 352,796,674 288,651,824

Kepadatan Penduduk

10

Gambar 5.1 Proyeksi Muatan dalam bentuk Moderate dengan beberapa Konversi

5.4 Biaya Ekonomi Total Moda Truk

Gambar 5.2 Biaya Ekonomi Total untuk per satuan Muatan Moda Truk

Dari Gambar 5.2 diatas terlihat garis regresi linear yang semakin naik keatas yang menandakan bahwa semakin jauh jarak yang diantar maka akan semakin mahal tarif per ton barang tersebut sedangkan dari survey hanya didapat biaya angkut saja. Namun untuk penghitungan sudah dimasukkan biaya inplisit juga.

2000 2010 2020 2030 2040 2050 2060 20700

50,000100,000150,000200,000250,000300,000350,000400,000450,000500,000

Proyeksi muatan moderate

10.00% 30.00% 50.00% 75.00% 100.00%

Tahun

Teus

0 200 400 600 800 1000 12000

100000200000300000400000500000600000700000800000

trukLinear Regression for truksurveyLinear Regression for survey

km

RP

/ton

11

Gambar 5.3 Biaya Ekonomi Total untuk per satuan Jarak Moda Truk

Gambar 5.4 Komposisi Biaya Truk

0 200 400 600 800 1000 12000

1000

2000

3000

4000

5000

trukLinear Regression for truksurveyExponential Regression for survey

km

rp/to

n.km

74.41%

25.59%

Komposisi Biaya Truk

eksplisitinplisit

12

Gambar 5.5 Komposisi Biaya Inplisit Truk

5.5 Biaya Ekonomi Total Moda Kereta Api

Gambar 5.6 Biaya Ekonomi Total per satuan Muatan

64.56%0.89%

3.73%

30.82%

Komposisi Biaya Inplisit TrukSubsidi Bahan BakarBiaya Infrastruktur Perbaikan JalanBiaya Kemacetan JalanBiaya Waktu Perjalanan

200 400 600 800 1,000 1,2000

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

Biaya ekonomi total per muatan Kereta Api

KeretaLinear Regression for KeretaS2SLinear Regression for S2SD2SLinear Regression for D2S

Jarak ( km )

Rp/

ton

13

Gambar 5.7 Biaya Ekonomi Total per satuan Jarak

Dari Gambar 5.6 dan Gambar 5.7 terlihat bahwa pada kereta api tidak terlihat bahwa terjadi penurunan biaya angkut pada jarak tertentu dikarenakan pada kereta api seperti terdapat batas biaya angkut minimal selain itu juga kereta api dibantu oleh moda truk sehingga antara kereta api dan truk menjadi penambahan biaya.

Gambar 5.8 Komposisi Biaya Kereta Api

200 400 600 800 1,000 1,2000

500

1,000

1,500

2,000

Biaya ekonomi total per muatan jarak kereta Api

KeretaExponential Regression for Kereta

km

Rp/

ton.

km

91.74%

8.26%

Komposisi Biaya Kereta Api

eksplisitinplisit

14

Gambar 5.9 Komposisi Biaya Inplisit Kereta Api

Komponen biaya inplisit terbesar adalah lama waktu penjalanan dari kereta api. lamanya waktu menjadi perhatian pagi pengirim dan penerima barang. sedangkan komponen kedua adalah subsidi bahan bakar. naik turunnya harga bahan bakar tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung perubahan biaya angkut moda kereta api.

5.6 Biaya Ekonomi Total Moda Laut

Kapal Kontainer

Gambar 5.10 Biaya Ekonomi Total per satuan Muatan untuk Kapal Kontainer

Untuk berbagai variasi ukuran TEUS yang penulis ambil terlihat beberapa sebaran biaya angkut per satuan mautan yang terjadi. Beberapa garis yg hilang dalam garis biaya adalah diakibatkan adanya perbedaan zona pelayaran dan perbedaan pelabuhan asal tujuan.

36.11%

0.10%

63.79%

Komposisi Biaya Inplisit Kereta Api

Subsidi Bahan BakarBiaya Infrastruktur Perbaikan JalanBiaya Kemacetan JalanBiaya Waktu Perjalanan

300 400 500 600 700 800 900 1000 1100400,000

450,000

500,000

550,000

600,000

650,000

Biaya Ekonomi Total per Muatan Kapal Kontainer100Linear Regression for 100150Linear Regression for 150200Linear Regression for 200250Linear Regression for 250300Linear Regression for 300350Linear Regression for 350400Linear Regression for 400450Linear Regression for 450500Linear Regression for 500550Linear Regression for 550600Linear Regression for 600

Jarak (km)

Rp/

ton

15

Gambar 5.11 Biaya Ekonomi Total per satuan Jarak untuk Kapal Kontainer

Pada grafik diatas terlihat penurunan yang sangat tajam dan semakin besar ukuran kapal kontainer maka biaya yang diangkut juga semakin murah dikarenakan dengan dengan sekali berlayar kapal tersebut mamapu membawa dengan jumlah yang banyak sehingga unit cost yang ada semakin murah. Perpotongan yang terjadi juga dikarenakan adanya perbedaan pelabuhan asal tujuan dan perbedaan zona pelayaran yang dituju..

Gambar 5.12 Komposisi Biaya Moda Kapal Kontanier

300 400 500 600 700 800 900 1000 1100400

600

800

1,000

1,200

1,400

Biaya Ekonomi Total per satuan Jarak Kapal Kontainer100150200250300350400450500550600

Jarak (km)

Rp/

ton

97.37%

2.63%

Komposisi Biaya Kapal Kontainer

eksplisitinplisit

16

Gambar 5.13 Komposisi Biaya Inplisit Moda Kapal Kontainer

biaya eksplisit lebih berpengaruh dalam faktor pembiayaan biaya angkut muatan. naik turunnya biaya angkut disesuaikan dengan kondisi pada saat transaksi. sedangkan pada komposisi biaya inplisit yang paling besar memgang pernan adalah lama waktu perjalanan yang mejadi perhatian dalam moda ini.

Integrated Tug Barge

Gambar 5.14 Biaya Ekonomi Total per satuan Muatan ITB

0.26%

99.74%

Komposisi Biaya Inplisit Moda Laut (Kapal Kontainer)

Subsidi Bahan BakarBiaya Infrastruktur Perbaikan JalanBiaya Kemacetan JalanBiaya Waktu Perjalanan

300 400 500 600 700 800 900 1000 1100200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

500,000

550,000

600,000

Biaya ekonomi total per muatan ITB TCH100Linear Regression for 100150Linear Regression for 150200Linear Regression for 200250Linear Regression for 250300Linear Regression for 300350Linear Regression for 350400Linear Regression for 400450Linear Regression for 450500Linear Regression for 500550600Linear Regression for 600

Jarak (km)

Rp/

ton

17

Gambar 5.15 Biaya Ekonomi Total per satuan Jarak untuk ITB

Hampir sama dengan kapal kontainer yaitu adanya pecahan dalam dimaksudkan bahwa adanya perbedaan pelabuhan dan perbedaan rute.

Komposisi biaya dalam moda ini dijabarkan dalam Gambar 5.16 dan Gambar 5.17:

Gambar 5.16 Komposisi Biaya Moda ITB

300 400 500 600 700 800 900 1000 11000

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

Biaya ekonomi total per satuan jarak ITB TCH

100150200250300350400450500550600

Jarak (km)

Rp/

ton

97.03%

2.97%

Komposisi Biaya ITB

eksplisitinplisit

18

Gambar 5.17 Komposisi Biaya Inplisit Moda ITB

Hampir sama dengan moda kapal konvensional, komposisi biaya untuk moda ITB biaya eksplisitlah yang paling besar. Komposisi biaya inplisit juga sama dengan moda kapal karena keduanya memiliki bentuk yang sama. faktor biaya perjalanan memgang peranan yang paling besar dalam komposisi ini.

5.7 Komparasi Antar Moda

Dari beberapa hal diatas dapat dikomparasikan mengenai biaya ekonomi antar moda. Pengkomparasian terbebut dimaksudkan untuk mencari biaya ekonomi yang paling murah dalam jarak tertentu sesuai keinginan pemilik barang ataupun pihak perusahaan pelayran.

Gambar 5.18 Perbandingan Biaya Ekonomi Total per satuan Muatan

Untuk moda darat pada jarak yang dekat mampu memberikan biaya angkut yang lebih murah sedangkan untuk jarak yang tengah dan jauh moda laut menjadi pilihan yang pas untuk pengangkutan. .

0.26%

99.74%

Komposisi Biaya Inplisit Moda Laut (ITB)

Subsidi Bahan BakarBiaya Infrastruktur Perbaikan JalanBiaya Kemacetan JalanBiaya Waktu Perjalanan

100 200 300 400 500 600 700 800 900 1,000 1,1000

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

Perbandingan Rp/ton antar moda

trukLinear Regression for trukKeretaLinear Regression for Keretakapal tchLinear Regression for kapal tchITB THCLinear Regression for ITB THC

jarak (km)

Rp/

ton

19

Untuk kereta api terlihat memiliki biaya yang mahal jika dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dikarenakan bahwa untuk moda kereta api biaya pengirimannya terkendala dengan kapastias angkut kereta api yang masih rendah sehingga untuk biaya pengangkutan per unit jatuhnya lebih mahal jika dibandingkan dengan moda lain.

Untuk moda laut dalam hal ini adalah kapal konvensional dan ITB memiliki biaya keekonomian yang rendah. Hal ini dikarenakan pada moda ini memiliki biaya eksplisit yang lebih murah dan juga kapasitas angkut yang lebih besar. sehingga jatuhnya pada setiap barang memiliki biaya angkut yang lebih murah.. Jika dibandingkan dengan moda darat yang memiliki biaya inplisit yang besar dan sangat berpengaruh pada komposisi biaya angkut totalnya..

Sehingga pada jarak menengah moda laut masih bisa kompetitif. Namun untuk perbandingan moda kapal dan moda ITB moda kapal ITB bisa menawarkan biaya yang lebih murah per satuan muatan.

Gambar 5.19 Perbandingan Biaya Ekonomi Total per satuan Jarak

Untuk biaya ekonomi per satuan jarak ini moda laut memberikan posisi tawar yang lebih baik dibandingkan dengan moda darat lainnya baik itu truk ataupun kereta api (lihat Gambar 5.19). Posisi tawar tersebut ada pada jarak menengah dan jarak yang jauh sedangkan pada jarak yang dekat moda truk menawarakan biaya yang lebih rendah.

Perbandingan antara volume muatan dengan total biaya dijabarkan dalam Gambar 5.20 dan Gambar 5.21. Diambil pada koridor jakarta dan surabaya dimana ITB mampu memberikan biaya angkut yanglebih murah dibandingkan dengan moda lainnya. Hal ini dimaksudkan karena volume muatan akan semakin meningkat namun jarak itu tetap. sehingga terlihat moda manakah yang kompetitif dalam memberikan biaya angkut.

100 200 300 400 500 600 700 800 900 1,000 1,1000

200

400

600

800

1,000

1,200

1,4001,600

Perbandingan Rp/ton.km antar moda

trukLinear Regression for trukKeretaLinear Regression for Keretakapal tchLinear Regression for kapal tchITB THCLinear Regression for ITB THC

jarak (km)

Rp/

ton.

km

20

Gambar 5.20 Perbandingan Rp/ton tiap Moda dalam berbagai Volume Muatan

pada koridor Surabaya – Jakarta

Gambar 5.21 Perbandingan Rp/ton.km tiap Moda dalam Volume Muatan pada koridor

Surabaya – Jakarta Dari beberapa grafik tersebut dapat diketahui secara pasti bahwa untuk koridor

Surabaya-Jakarta moda laut khusunya ITB lebih unggul daripada moda lain. Sedangkan untuk koridor lain moda darat masih lebih baik.

Setelah itu dalam selanjutanya akan dibahas kapal kontainer dan ITB manakah yang cocok untuk short sea shipping ini.

5.8 Potensi Muatan dan Kapasitas Angkut

Dari data bangkitan dan tarikan diatas didapatkan pergerakan barang dari daerah tersebut sesuai persentasenya, berikut adalah pergerakan muatan dari dan ke Jakarta yang

0 50000 100000 150000 2000000

20,000,000,000

40,000,000,000

60,000,000,000

80,000,000,000

100,000,000,000

120,000,000,000

Perbandingan voume muatan dengan Rp/ton

trukKAKapal kontainerITB

volume muatan (teus)

Rp/

ton

0 50000 100000 150000 2000000

20,000,000

40,000,000

60,000,000

80,000,000

100,000,000

120,000,000

140,000,000

Perbandingan voume muatan dengan Rp/ton.km

trukKAKapal kontainerITB

volume muatan (teus)

Rp/

ton.

km

21

telah penulis olah dan penulis bagi berdasarkan kawasan industrinya dan tujuan pengiriman dari kawasan industri tersebut.

Tabel 5.3 Pergerakan Muatan Surabaya ke Jakarta

Tabel 5.4 Pergerakan Muatan dari Jakarta ke Surabaya

dari Muatan diasumsikan memiliki cargo shifting 100% sehingga jumlah muatan

yang melewati jalur pantura adalah sebanyak 70.256 TEUS dengan harapan dicari moda laut manakah yang bisa mengangkut muatan tersebut.

Setelah mendapatkan pergerakan muatan dari penghitungan bangkitan dan tarikan, didapatkan penghitungan produktivitas kapal kontainer dan ITB untuk mencari moda manakah yang bisa mengangkut muatan tersebut tanpa kurang satu pun.

3,621,851 

Surabaya 24.47% 886,137  3.95% 76,722 10.43% 377,912  Jakarta 30.39% 589,538 18.66% 675,833  11.77% 228,241 

4.59% 89,083 Total  Origin 1939882

TOTAL 983,584 

Koridor Surabaya ‐ JakartaJumlah muatan awal ton/tahun

Asal Prosentase Muatan Tujuan Prosentase Muatan (tn)Serang

GresikPasuruan Bogor

Depok

3,507,262 

3.95% 76,722  Surabaya 24.47% 296,774 30.39% 589,538  17.53% 212,579 4.95% 96,111  15.31% 185,735 11.77% 228,241  18.66% 226,341 11.46% 222,373  Total  Origin 921429

Koridor Jakarta ‐ SurabayaJumlah muatan awal ton/tahun

Asal Prosentase Muatan Tujuan Prosentase Muatanserangjakarta sidoarjokarawang malangbogor pasuruanbekasi

22

Gambar 5.22 Produktivitas Kapal dan ITB dalam masing masing Ukuran

Gambar 5.23 Kelebihan Kapasitas Angkut dalam masing masing Ukuran untuk cargo

shifting 100% Dari grafik diatas daengan menggunakan Integrated tug barge pada ukuran 400 teus

sudah mampu untuk memenuhi potensi muatan pada koridor Surabaya-Jakarta. Hanya saja pemenuhan tersebut titpis sekali dalam variasi kecepatan. Maksudnya apabila nantinya ITB dengan ukuran 400 teus digunakan dan dalam operasinya memiliki kecepatan yang dibawah yang telah dihitung maka akan tidak mampu untuk melayani potensi muatan tersebut.

Oleh karena itu dari hasil perhitungan, untuk memenuhi potensi muatan tersebut dipilih integrated tug barge dengan variasi ukuran dari 450 teus hingga 600.

0 100 200 300 400 500 600 7000

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

Kapasitas Angkut Moda Laut

Kapal sby-jktITB sby – jkt

Ukuran Moda laut (teus)

Kap

asita

s An

gkut

(teu

s)

0 100 200 300 400 500 600 700

(80,000)

(60,000)

(40,000)

(20,000)

0

20,000

40,000

60,000

kelebihan kapasitas angkut

kapasitas angkut - potensi muatan

Kapal sby-jktITB sby – jkt

ukuran moda (teus)

kele

biha

n ka

pasi

tas

angk

ut (t

eus)

23

5.9 Perencaaan Operasi dan Penjadwalan Integrated Tug barge

Pada Gambar 5.24 dan Gambar 5.25, untuk memenuhi proyeksi muatan tersebut ternayta satu ITB tidak cukup untuk memenuhi tahun ke sekian dalam proyeksi sehingga harus dilakukan penambahan set dari ITB. Penambahan itu dimaksudkan untuk memenuhi proyeksi muatan itu.

Gambar 5.24 Proyeksi Muatan dan Kapasitas Angkut ITB (100% cargo shifting)

Gambar 5.25 Proyeksi Penambahan Jumlah Set ITB

Jumlah ITB yg diperlukan untuk memenuhi proyeksi potensi muatan di jalur pantura dijabarkan dalam Gambar 5.24 dan Gambar 5.25. Jumlah tersebut akan semakin berkembang sesuai dengan model growth moderate dan persentase growth.

2000 2010 2020 2030 2040 2050 2060 20700

100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000

Proyeksi Muatan dan kapasitas angkut

muatan (teus)450500550600

tahun

Kapa

sita

s an

gkut

dan

mua

tan

( teu

s )

12

34

56

78

910

1112

1314

1516

1718

1920

2122

2324

2526

2728

2930

3132

3334

3536

3738

3940

4142

4344

4546

4748

49

0

2

4

6

8

Proyeksi jumlah Set ITB untuk memenuhi proyeksi potensi muatan

Set 450Set 500Set 550Set 600

tahun

jum

lah

set I

TB (s

et)

24

Gambar 5.26 Kelebihan Kapasitas Angkut dalam Tahun

Dari sini dicari penjadwalan ITB untuk ukuran 450 – 600 Teus penjadwalan ini dimaksudkan untuk dicari ITB mana yang menemuni konsep dari ITB yaitu drop and swap. Konsep ini berlaku jika ITB yang telah melakukan roundtrip , barge yang ditinggal di pelabuhan telah siap untuk di bawa sehingga tidak ada waktu tunggu untuk tug menunggu muatan dari barge yang ditinggal di pelabuhan. Faktor yang berperngaruh dalam konsep ini adalah kapasitas Barge, kecepatan bongkar muat di pelabuhan dan lamanya waktu perjalanan ITB dalam melakukan roundtrip (lihat Tabel 5.5).

Waktu perjalanan dalam koridor Surabaya - Jakarta diambil dari jarak antar pelabuhan dibagi dengan kecepatan paling rendah dalam penghitungan. Dimaksudkan bahwa dalam koridor ini ITB berjalan dalam kecepatan yang lambat agar sesuai dengan kecepatan ITB dalam kondisi economy speed. Diketahui bahwa moda laut jika berjalan pada kecepatan rendah maka konsumsi bahan bakar juga dalam kondisi minimal.

2000 2010 2020 2030 2040 2050 2060 20700

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

Kelebihan kapasitas angkut dalam tahun

450500550600

tahun

kele

biha

n ka

pasi

tas

angk

ut (t

eus)

25

Tabel 5.5 Penjadwalan ITB set 1 Tug 3 Barge untuk ukuran 450-600 Teus

450 TEUS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

loadingunloadingwaiting

sea

loadingunloadingwaiting

500 TEUS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

loadingunloadingwaiting

sea

loadingunloadingwaiting

550 TEUS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

loadingunloadingwaiting

sea

loadingunloadingwaiting

600 TEUS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

loadingunloadingwaiting

sea

loadingunloadingwaiting

Pelabuhan Tanjung Perak

Pelabuhan Tanjung Priok

Pelabuhan Tanjung Perak

Pelabuhan Tanjung Priok

Pelabuhan Tanjung Perak

Pelabuhan Tanjung Priok

Pelabuhan Tanjung Perak

Pelabuhan Tanjung Priok

26

Dari penjadwalan diatas dapat dilihat bahwa untuk hanya ITB 500-600 Teus tidak mampu memenuhi kriteria operasi drop and swap. Hal ini disebabkan tug masih harus menunggu barge yang ada di pelabuhan untuk menyelesaikan pemuatan. Jeda dari masing masing ukuran tersebut bervariasi. Yang paling rendah waktu tunggunya adalah ukuran 500 teus dengan 11,6 jam. Sedang kan untuk ukuran yang lebih besar tentu saja memiliki waktu yang lebih lama.

Berdasarkan tabel diatas, ukuran 450 Teus mampu memenuhi kriteria operasi drop and swap. Antara kecepatan bongkar muat dan kapasita ukuran Barge sebanding dengan lama perjalanan ITB melakukan roundtrip ditambah waktu tunggu 6 jam masing masing pelabuhan. Saat ITB sudah datang maka barge telah siap untuk dibawa kembali untuk melakukan pelayaran dan ke pelabuhan tujuan. Dengan demikian untuk memenuhi potensi muatan jalur pantura koridor Surabaya-Jakarta dan mampu untuk memenuhi proyeksi potensi muatan jalur pantura digunakan ITB dengan ukuran 450 teus.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 

6.2 Kesimpulan

Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah : Pada moda darat dapat memberikan biaya ekonomi total per satuan muatan dan

biaya ekonomi total persatuan jarak yang kompetitif pada jarak dekat sampai dengan 492 km dan moda laut memberikan biaya ekonomi total per satuan jarak dan persatuan muatan lebih kompetitif pada jarak diatas 492 km. Dalam hal ini jika melayani koridor surabaya-jakarta maka akan sangat cocok. Namun untuk Moda kereta sampai saat tulisan ini dibuat masih belum bisa mengimbangi moda lainnya karena miliki biaya yang tidak kompetitif dengan moda lainnya. Moda laut pada kapal kontainer tidak kompetitif dikarenakan kapasitas angkutnya tidak memenuhi potensi muatan sedangkan moda ITB mampu memenuhi potensi muatan koridor Surabaya-Jakarta untuk ukuran tongkang 450-600 Teus sesuai dengan kapasitas angkutnya. ITB mampu untuk melayani potensi muatan tersebut dengan biaya angkut yang lebih murah dibandingkan dengan moda lain, yaitu: 15,9% lebih murah dari moda truk, 15,6% lebih murah dari moda kereta api, dan 10,5% lebih murah dari moda kapal. Ukuran moda ITB yang cocok untuk digunakan adalah ukuran 450 Teus karena mampu memenuhi potensi muatan dan sesuai dengan kriteria drop and swap ITB.

6.3 Saran

Saran pada penelitian ini mencakup dua hal, yaitu saran untuk pihak operator migas dan saran pada hasil studi.

1. Bagi penyedia jasa bisa menggunakan ITB untuk koridor 450 teus jika telah potensi muatan yang tetap

27

2. Muatan yang diangkut oleh ITB sebaiknya memiliki nilai keekonomian rendah dikarenakan pengiriman dengan moda laut memiliki waktu trempuh yang lebih lama jika dibandingan kengan moda lainnya

3. Bagi pemilik barang, ITB dapat dijadikan alternatif pengiriman untuk muatan barang yang nilai keekonomiannya rendah dan memiliki biaya angkut ekonomi total yang lebih murah

7. DAFTAR PUSTAKA Aulia Sakti International PT. (2009). Analisa Kinerja Jasa Transportasi Darat di

Pulau Jawa. jakarta: Departemen Perhubungan. Departemen Perhubungan. (2007). Studi Angkutan Petikemas Antar Moda Koridor

Jawa – Sumatera. Jakarta: Departemen Perhubungan. Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas dan Jalan Raya Kabupaten Lamongan. (2009).

Laporan Tahunan. Lamongan: Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas dan Jalan Raya Kabupaten Lamongan.

Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas dan Jalan Raya Kabupaten Lamongan. (2010). Laporan Tahunan. Lamongan: Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas dan Jalan Raya Kabupaten Lamongan.

Direktorat Jendral Perhubungan Darat. (2005). Master Plan Tranasportasi Darat. Jakarta: Departemen Perhubungan.

Oses, X. M.-l. (2006). Selection of Short Sea Shipping Transport Alternatives in SW Europe. Catalonia: Technical University of Catalonia .

Pradhana, A. Y. (2011). Desain konseptual Alat Transportasi untuk Penerapan Short Sea Shipping di Pulau Jawa. Surabaya: ITS.

Satuan Kerja Standarisasi Perencanaan Jaringan Transportasi Jalan. (2007). SID Implementasi Penanganan Muatan Lebih berbasis Perfomance Base Contrak di Pulau Jawa. Jakarta: Departemen Perhubungan.

Van Leeuwen, I. W. (2012, April 8). Swz Maritime. Retrieved Mei 8, 2012, from Swz Maritime: http://www.swzonline.nl/swz-archief/S&W%20archief/Tug%20Barge%20Systems.pdf

Ven, J. V. (2009). Potensi Pasar Kereta Api di Indonesia. Jakarta: AusAID.