analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

11
ANALISA KEKERINGAN MENGGUNAKAN METODE PALMER DROUGHT SEVERITY INDEX (PDSI) DI SUB DAS BABAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Rini Febriyanti 1 , Donny Harisuseno 2 , Ussy Andawayanti 2 1 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1 [email protected] ABSTRAK Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan, berlangsung lama sampai musim hujan tiba. Kekeringan akan semakin parah jika terjadi peristiwa El Nino karena pada fenomena ini musim kemarau menjadi panjang dan musim hujan menjadi pendek. Oleh karena itu perlu dilakukan studi tentang kekeringan agar dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk mengestimasi adanya kekeringan. Metode yang digunakan untuk menghitung indeks kekeringan pada studi ini adalah metode Palmer Drought Severity Index. Metode ini menggunakan prinsip neraca air Thornthwaite Mather dan menekankan faktor evapotranspirasi potensial selain curah hujan sebagai faktor iklim dan memasukan parameter lengas tanah. Hasil studi menunjukan bahwa kekeringan terjadi pada bulan Juli sampai Oktober (4 bulan). Tahun paling kering terjadi pada tahun 2002, 2006 dan 2009. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian hubungan antara indeks kekeringan (X) terhadap kejadian El Nino memiliki kesesuaian yang baik dengan porsentase kesesuaian sebesar 75%. Hubungan antara indeks kekeringan (X) terhadap debit air (Q) juga memiliki porsentase kesesuaian yang baik sebesar 60,833%. Dari Hasil studi menunjukan bahwa indeks kekeringan Palmer dapat diterapkan untuk mengestimasi adanya kekeringan di lokasi studi. Kata kunci: Indeks kekeringan, Palmer Drought Severity Index, Thornthwaite Mather, Neraca Air. ABSTRACT Drought is one of many natural disaster types that simultaneously occurs in both slow and prolonged way. Drought will be more severe if the El Nino event occurs because for this phenomenon dry season will be a long and the rainy season becomes shorter. Therefore it is necessary to do a study on the drought to serves a reference for estimating the emergence of drought disaster. The method used to calculate the index of drought in this study is Palmer Drought Severity Index method. This method is based on principle of water balance of Thornthwaite Mather and potential evapotranspiration values besides using rainfall as a climate factors also the soil moisture parameter. The result of the study showed that, the longest drought occured in July October (4 month). The driest years occured in 2002, 2006 and 2009. Based of relationship analysis between drought index (X) with occurrence of El Nino had a good agreement with porsentase value of 75%. The comparation between drought index (X) with discharge (Q) has porsentase value of 60,833%. The results of study showed that the Palmer drought index can be applied to estimate the drought in the study area. Keywords: Drought Index, Palmer Drought Severity Index, Thornthwaite Mather, Water Balance.

Upload: trandan

Post on 25-Jan-2017

235 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

ANALISA KEKERINGAN MENGGUNAKAN METODE PALMER DROUGHT

SEVERITY INDEX (PDSI) DI SUB DAS BABAK KABUPATEN LOMBOK

TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Rini Febriyanti1, Donny Harisuseno2, Ussy Andawayanti2 1Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya

2Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya [email protected]

ABSTRAK

Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan,

berlangsung lama sampai musim hujan tiba. Kekeringan akan semakin parah jika terjadi

peristiwa El Nino karena pada fenomena ini musim kemarau menjadi panjang dan musim

hujan menjadi pendek. Oleh karena itu perlu dilakukan studi tentang kekeringan agar

dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk mengestimasi adanya kekeringan.

Metode yang digunakan untuk menghitung indeks kekeringan pada studi ini adalah

metode Palmer Drought Severity Index. Metode ini menggunakan prinsip neraca air

Thornthwaite Mather dan menekankan faktor evapotranspirasi potensial selain curah

hujan sebagai faktor iklim dan memasukan parameter lengas tanah.

Hasil studi menunjukan bahwa kekeringan terjadi pada bulan Juli sampai Oktober (4

bulan). Tahun paling kering terjadi pada tahun 2002, 2006 dan 2009. Berdasarkan hasil

analisa kesesuaian hubungan antara indeks kekeringan (X) terhadap kejadian El Nino

memiliki kesesuaian yang baik dengan porsentase kesesuaian sebesar 75%. Hubungan

antara indeks kekeringan (X) terhadap debit air (Q) juga memiliki porsentase kesesuaian

yang baik sebesar 60,833%. Dari Hasil studi menunjukan bahwa indeks kekeringan Palmer

dapat diterapkan untuk mengestimasi adanya kekeringan di lokasi studi.

Kata kunci: Indeks kekeringan, Palmer Drought Severity Index, Thornthwaite Mather,

Neraca Air.

ABSTRACT

Drought is one of many natural disaster types that simultaneously occurs in both slow

and prolonged way. Drought will be more severe if the El Nino event occurs because for

this phenomenon dry season will be a long and the rainy season becomes shorter.

Therefore it is necessary to do a study on the drought to serves a reference for estimating

the emergence of drought disaster.

The method used to calculate the index of drought in this study is Palmer Drought

Severity Index method. This method is based on principle of water balance of Thornthwaite

Mather and potential evapotranspiration values besides using rainfall as a climate factors

also the soil moisture parameter.

The result of the study showed that, the longest drought occured in July – October (4

month). The driest years occured in 2002, 2006 and 2009. Based of relationship analysis

between drought index (X) with occurrence of El Nino had a good agreement with

porsentase value of 75%. The comparation between drought index (X) with discharge (Q)

has porsentase value of 60,833%. The results of study showed that the Palmer drought

index can be applied to estimate the drought in the study area.

Keywords: Drought Index, Palmer Drought Severity Index, Thornthwaite Mather,

Water Balance.

Page 2: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

1. PENDAHULUAN

Kekeringan merupakan suatu

kejadian alam yang sangat berpengaruh

terhadap ketersediaan cadangan air dalam

tanah, baik yang diperlukan untuk

kepentingan pertanian maupun kebutuhan

manusia (Suryanti, 2008). Masalah

kekeringan pada saat musim kemarau

panjang menjadi hal rutin yang terjadi di

Indonesia, tetapi penanganan untuk

penanggulangan serta pencegahan sangat

lamban sehingga menjadi masalah yang

berkepanjangan yang tidak terselesaikan

(Pratama, 2014). Kekeringan mempunyai

hubungan dengan keseimbangan antara

kebutuhan dan pasokan air untuk

berbagai keperluan.

Kekeringan merupakan salah satu

jenis bencana alam yang terjadi secara

perlahan, berlangsung lama sampai

musim hujan tiba. Pada umumnya,

pengaruh kekeringan terakumulasi secara

perlahan-lahan dalam suatu periode

waktu yang cukup lama dan

berkepanjangan sampai tahunan,

sehingga awal dan akhir kekeringan sukar

ditentukan. Kekeringan akan semakin

parah jika terjadi peristiwa El Nino

karena pada fenomena ini musim

kemarau menjadi panjang dan musim

hujan menjadi pendek.

Salah satu fenomena bencana

kekeringan terjadi di Provinsi Nusa

Tenggara Barat yaitu pada tahun 2015,

menurut Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Nusa Tenggara Barat menyatakan

kekeringan tersebar di 378 desa, 75

kecamatan dan 9 kabupaten/kota di

wilayah NTB. Menurut Kasie Data dan

Informasi BMKG Selaparang BIL,

kekeringan yang melanda wilayah NTB

disebabkan adanya pengaruh El Nino.

Dimana rata-rata penduduk desa yang

terkena dampak kekeringan tersebut

mengalami kekurangan air bersih.

Tujuan dari studi ini adalah untuk

mengetahui analisa indeks kekeringan

menggunakan metode Palmer Drought

Severity Index dan mengetahui sebaran

kekeringan yang terjadi pada Sub DAS

Babak agar masyarakat dapat melakukan

tindakan preventif lebih awal.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Metode Palmer Drought Severity

Indeks

Indeks kekeringan metode Palmer

menggunakan konsep neraca air. Dalam

analisa ini menggunakan model dua

lapisan tanah yaitu lapisan tanah atas dan

lapisan tanah bawah. masing-masing

mempuyai kapasitas lapisan yang tersedia

yaitu AWCs (ketersediaan air lapisan

pertama) dan AWCu (ketersediaan air

lapisan kedua) (Jannah, 2015)

Cara yang dilakukan untuk menduga

air tanah tersedia adalah dengan

menghitung luas vegetasi penutup di

setiap luasan poligon tertentu, dimana

kedalaman profil tanah yang dihitung

dalam metode palmer dibagi menjadi dua

bagian. Lapisan atas merupakan lapisan

yang biasa diusahakan untuk pertanian

diperkirakan mempunyai kedalaman rata-

rata sekitar 20 cm, sedangkan lapisan

kedua ditentukan berdasarkan zona

perakarnya. Namun untuk tanaman

semusim kedalaman zona perakarnya

diperkirakan tidak lebih satu meter

(Ihwan; 2011).

Input data dalam metode ini adalah

curah hujan, evapotranspirasi potensial

dan kapasitas air tanah. Evapotranspirasi

potensial diduga dari suhu rata-rata

dengan menggunakan metode Thornwaite

Mather. Kelebihan dari metode ini

menghasilkan nilai indeks, juga koefisien

parameter iklim, yaitu koefisien

evapotranspirasi koefisien imbuhan,

koefisien limpasan (run off) dan koefisien

kehilangan lengas tanah. Dari koefisien

tersebut dapat dilakukan perhitungan

curah hujan yang terjadi selama bulan

tertentu untuk mendukung

evapotranspirasi, limpasan dan cadangan

lengas yang dipertimbangkan sebagai

keadaan normal (Jannah; 2015).

Dalam analisa metode palmer

klasifikasi indeks kekeringan dibagi

menjadi 11 kelas dengan indeks nol

sebagai keadaan normal.

Page 3: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

Tabel 1. Kelas Indeks Kekeringan dan

Klaifikasi Indeks

kekeringan Klasifikasi

≥4,00 Ekstrim Basah

3,00 - 3,99 Sangat Bsah

2,00 - 2,99 Agak Basah

1,00 - 1,99 Sedikit Basah

0,50 - 0,99 Awal selang Basah

0,49 - (-0,49) Mendekati Keadaan Normal

(-0,50) - (-0,99) Awal selang Kering

(-1,00) - (-1,99) Sedikit Kering

(-2,00) - (-2,99) Agak Kering

(-3,00) - (-3,99) Sangat Kering

≥(-4,00) Ekstrim Kering

Sumber: National Drought Mitigation

Center, 2006.

3. METODELOGI STUDI

3.1 Lokasi Peneilitian

Lokasi daerah studi yang akan

digunakan adalah Sub DAS Babak yang

terletak di Kabupaten Lombok Tengah,

Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan

luas sebesar 258,41 km2.

Secara astronomi Kabupaten Lombok

Tengah terletak diantara 8207’- 8030’ LS

dan diantara 116010’ – 116030’ Bujur

Timur.

Adapun batas wilayah administrasi

Sub DAS Babak adalah sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan

Gunung Rinjani (Kabupaten Lombok

Tengah dan Kabupaten Lombok

Timur)

Sebelah Selatan berbatasan dengan

samudera Indonesia

Sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Lombok Barat

Sebelah Timur berbatasan dengan

Lombok Timur

Pemilihan daerah studi ini didasari

oleh keadaan Sub DAS Babak yang

memiliki ketersediaan data hujan

yang cukup lengkap.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Page 4: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

3.2 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam

studi ini berupa data-data sekunder yang

mengambarkan karakteristik Sub DAS

Babak. Data-data yang diperlukan adalah

sebagai berikut:

Data hujan selama 20 Tahun (1994-

2013) ada 5 stasiun yang diperoleh

dari Balai Wilayah Sungai Nusa

Tenggara 1.

Data klimatologi yaitu data suhu

selama 20 tahun pada stasiun

Kopang, yang diperoleh dari Balai

Wilayah Nusa Tenggara 1.

Data tata guna lahan di lokasi sudi

pada tahun 2011, yang diperoleh dari

Balai Wilayah Nusa Tenggara 1.

Peta Batas DAS dan peta lokasi

stasiun hujan yang diperoleh dari

Balai Wilayah Sungai Nusa

Tenggara 1.

Data debit yang nantinya akan

digunakan sebagai pembanding hasil

perhitungan indeks kekeringan, yang

diperoleh dari Balai Informasi

Sumber Daya Air.

3.3 Tahapan Penyelesaian Studi

Tahapan-tahapan yang dilakukan

dalam penyelesaian studi adalah sebagai

berikut:

Pengumpulan data skunder

Analisa Hidrologi a. Uji konsistensi menggunakan

kurva massa ganda

b. Uji Stasioneritas menggunakan

Uji F dan Uji T

Perhitungan Kekeringan

menggunakan metode Palmer

a. Analisa Data Suhu

Perhitungan suhu udara mengunakan

cara Mock pada persamaan (1). Pos

klimatologi Kopang dijadikan sebagai

acuan karena 5 stasiun hujan yang

digunakan dalam perhitungan tidak

memiliki data suhu udara. Cara Mock

menggunakan ketinggian (elevasi)

sebagai koreksi untuk menghitung selisih

suhu antara masing-masing stasiun.

∆t = 0,006 (Z1 – Z2) oC (1)

Dimana:

∆t = selisih temperature udara masing

masing stasiun (oC)

Z1 = ketinggian stasiun acuan (m)

Z2 = ketinggian stasiun hujan yang

Diperhitungkan (m)

b. Evapotranspirasi Potensial

Perhitungan evapotranspirasi

potensial dihitung dengan menggunakan

metode Thornthwaite Mather.

Evapotranspirasi potensial tersebut

didasarkan pada suhu udara rerata

bulanan dengan standar 1 bulan 30 hari,

dan lama penyinaran matahari 12 jam

sehari. Adapun persamaannya adalah

sebagai berikut:

ETX = 16 x (10 𝑇𝑚

𝐼)a (2)

ET = f x ETX (3)

I = ∑ (𝑇

5)

1,51412𝑚=1 (4)

a = (6,75.10-7).I3 – (7,71.10-5).I2

+ (1,792.10-2).I + 0,49239 (5)

Dimana:

ETX = evapotranspirasi potensial yang

belum disesuaikan dengan f

(mm/bulan)

ET = Evapotranspirasi Potensial

(mm/bulan)

I = indeks panas tahunan

i = Indeks panas bulanan

Tm = suhu udara rata-rata bulanan (0C)

f = koefisien koreksi (tabel koefisien

penyesuaian menurut bujur dan

bulan

c. Kapasitas Penyimpanan Air

(Water Holding Capacity)

Kapasitas tanah dalam menyimpan

air atau WHC adalah tebal air maksimum

(mm) yang dapat tersimpan dalam setiap

lapisan tanah (Jauhari, 2016).

Kapasitas simpanan air (Water

Holding Capacity) sangat dipengaruhi

faktor tanah (tekstur tanah) dan vegetasi

(dalam hal ini zona perakaran yang

menentukan). Dalam melakukan analisa

WHC dilakukan dengan menggunakan

bantuan software ArcGIS 10.2 dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penggambaran peta Poligon Thiessen

berdasarkan peta lokasi pos hujan.

Page 5: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

2. Penggambaran peta tata guna lahan

dan peta tekstur tanah

3. Penggabungan peta poligon

Thiessen, peta tata guna lahan dan

peta tekstur tanah.

Dari data spasial hasil penggabungan

peta dilakukan perhitungan kapasitas

penyimpanan air (WHC) dengan

mengalikan prosentase luas penggunaan

lahan dengan nilai air tersedia dan nilai

kedalaman zona perakaran yang terdapat

pada tabel pendugaan kapasitas air

tersedia berdasarkan jenis vegetasi dan

jenis tanahnya. Maka didapatkan nilai

kapasitas penyimpanan air (WHC) atau

Sto pada tiap daerah jangkauan stasiun

hujan yang terlah dihitung menggunakan

poligon Thiessen.

d. Menghitung selisih P dan ET

Menghitung selisih nilai P dan ET

bertujuan untuk mengetahui apakah bulan

tersebut termasuk dalam bulan basah atau

bulan kering.

(P-ET) > 0, terjadi surplus curah

hujan (periode bulan basah)

(P-ET) < 0, terjadi defisit curah

hujan (periode bulan kering)

e. Menghitung jumlah kumulatif dari

defisit curah hujan (Accumulated

potential water loss)

Nilai akumulasi jumlah kumulatif

dari defisit curah hujan merupakan nilai

akumulasi bulanan dari selisih presipitasi

dan nilai evapotranspirasi potensial. Cara

menghitung nilai APWL adalah sebagai

berikut:

Pada bulan kering dilakukan dengan

cara menjumlahkan nilai selisih (P-

ET) pada bulan yang bersangkutan

dengan nilai (P-ET) pada bulan

sebelumnya selama bulan kering

yang berurutan.

Pada bulan-bulan basah (P>ET),

maka APWL terputus sehinggan nilai

APWL = 0

f. Menentukan kelengasan Tanah

Dalam menentukan kelengasan tanah

dapat dilakukan dengan cara:

Pada bulan-bulan basah (P > ET),

maka nilai ST sama dengan nilai ST0

Pada bulan-bulan kering (P < ET),

maka nilai ST untuk tiap bulannya

dihitung dengan cara sebagai berikut:

ST = ST0 x 𝑒−(𝐴𝑃𝑊𝐿/𝑆𝑇𝑜) (6)

dimana:

ST = kandungan lengas tanah

dalam daerah perakaran

(mm)

STo = kandungan lengas tanah

dalam kapasitas lapang

(mm)

Sto yang dimaksud dalam

rumus ini nilainya = WHC

APWL = jumlah kumulatif dari

defisit curah hujan

(mm/bulan)

e = bilangan navier (e= 2,718)

g. Perubahan kelengasan Tanah

Perubahan kelengasan tanah (∆ST)

dilakukan dengan cara mengurangi nilai

ST pada bulan yang bersangkutan dengan

nilai ST pada bulan sebelumnya.

h. Evapotranspirasi aktual

Nilai evapotranspirasi aktual yaitu

didapat dengan cara menentukan bulan

basah dan bulan kering terlebih dahulu

dimana,

Pada bulan-bulan basah (P>ET) nilai

evapotranspirasi aktual (AE) = ET

Pada bulan-bulan kering (P<ET)

nilai evapotranspirasi aktual (AE) =

P-∆ST

i. Kekurangan Lengas (Defisit)

Dalam menentukan nilai defisit yang

terjadi pada bulan-bulan kering (P<ET)

yaitu diperoleh dari selisih

evapotranspirasi potensial dengan

evapotranspirasi aktual

D = ET - EA (7)

dimana:

D = defisiti (mm/bulan)

ET = evapotranspirasi potensial

EA = evapotranspirasi aktual (mm/bulan)

j. Kelebihan Lengas (Surplus)

Kelebihan lengas terjadi pada bulan-

bulan basah (P>ET) yang diperoleh dari:

S = (P-ET) - ∆ST (8)

dimana:

S = Surplus

P = Curah Hujan (mm/bulan)

Page 6: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

ET = evapotranspirasi potensial

(mm/bulan)

∆ST = perubahan lengas tanah (mm)

k. Pengisian Lengas Tanah Potensial

Pengisian lengas tanah potensial

didapat dari WHC dikurangi dengan nilai

ST pada bulan tersebut.

PR = WHC – ST (9)

dimana:

PR = Pengisian lengas tanah potensial

WHC = kapasitas penyimpanan air

ST = kandungan lengas tanah dalam

perakaran bulan tersebut

l. Pengisian Lengas Tanah

Pengisian lengas tanah terjadi jika

nilai ST pada bulan sebelumnya lebih

kecil dari ST pada bulan bersangkutan,

penambahan nilai ST tersebut menjadi

pengisian lengas tanah.

R = ST – STj-i (10)

dimana:

R = pengisian lengas tanah

ST = kandungan lengas tanah dalam

perakaran bulan tersebut

STj-i = kandungan lengas tanah dalam

perakaran bulan sebelumnya

m. Kehilangan Lengas Tanah

potensial

Dilakukan dengan cara pengurangan

nilai evapotranspirasi Potensial dengan

perubahan kelengasan Tanah (∆ST).

PL = ET - ∆ST (11)

dimana:

PL = kehilangan lengas tanah potensial

ET = evapotranspirasi potensial

(mm/bulan)

∆ST = perubahan lengas tanah (mm)

n. Kehilangan Lengas Tanah

Dilakukan dengan cara mengurangi

nilai ST pada bulan sebelumnya dengan

nilai ST pada bulan bersangkutan.

L = STj-i – ST (12)

dimana:

L = kehilangan lengas tanah

STj-i = kandungan lengas tanah dalam

perakaran bulan sebelumnya

ST = kandungan lengas tanah dalam

perakaran bulan tersebut

o. Debit Limpasan

Menunjukan besarnya air yang

mengalir dipermukaan tanah.

Menghitungnya dngan cara nilai 50%

dikalikan dengan nilai surplus.

p. Indeks Kekeringan Metode Palmer

Analisa Parameter Iklim

1. Penentuan Konstanta

Konstanta yang ditentukan

dimaksudkan untuk menentukan nilai

“CAFEC” (Climatically Appropriate for

Existing Conditions). Konstanta tersebut

ditentukan dengan rumus (Aziz, 2013) :

a) Menentukan koefisien evapotrans-

pirasi (α)

α = 𝐴𝐸̅̅ ̅̅ / 𝐸𝑇̅̅ ̅̅ (13)

dengan:

α = koefisien evapotranspirasi

𝐴𝐸̅̅ ̅̅ = rerata evapotranspirasi aktual

𝐸𝑇̅̅ ̅̅̅̅ ̅̅ = rerata evapotranspirasi potensial

b) Menentukan koefisien pengisian

lengas ke dalam tanah (β)

β = �̅� / 𝑃𝑅̅̅ ̅̅ (14)

dengan:

β = koefisien pengisian lengas tanah

(mm)

�̅� = rerata pengisian lengas tanah (mm)

𝑃𝑅̅̅ ̅̅ = rerata pengisian lengas tanah

potensial (mm)

c) Menentukan koefisien lmpasan (γ)

𝛾 = 𝑅𝑂̅̅̅̅ / 𝑆𝑢𝑟𝑝𝑙𝑢𝑠̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅ (15)

dengan:

𝛾 = koefisien limpasan

𝑅𝑂̅̅̅̅ = rerata limpasan permukaan (mm)

𝑆̅ = rerata surplus (mm)

d) Menentukan koefisien kehilangan

air (δ)

𝛿 = �̅� / 𝑃𝐿̅̅̅̅ (16)

dimana:

𝛿 = koefisien kehilangan air

�̅� = rerata kehilangan lengas tanah

(mm)

𝑃𝐿̅̅̅̅ = rerata kehilangan lengas tanah

potensial (mm)

e) Menentukan pendekatan terhadap

pembobot “iklim” (K)

K = (𝐸𝑇̅̅ ̅̅ + �̅�) / (�̅� + �̅� ) (17)

dengan:

K = pendekatan terhadap pembobot

“iklim”

Page 7: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

𝐸𝑇̅̅ ̅̅ = rerata evapotranspirasi potensial

(mm/hari)

�̅� = rerata pengisian lengas tanah (mm)

�̅� = rerata hujan (mm)

�̅� = rerata kehilangan lengas tanah (mm)

2. Penentuan Nilai CAFEC

Nilai ini adalah parameter-parameter

evapotranspirasi, runoff, recharge,

presipitasi, dan loss, dimana secara

klimatologis sesuai dengan kondisi waktu

dan tempat yang diuji. Rumus yang

digunakan untuk masing-masing

parameter tersebut adalah:

a) Menentukan nilai evapotransirasi

CAFEC

𝐸�̂� = α * ET (18)

dengan:

𝐸�̂� = nilai evapotranspirasi CAFEC

α = koefisien evapotranspirasi

ET = evapotranspirasi potensial

(mm/bulan)

b) Menentukan nilai pengisian lengas

ke dalam tanah CAFEC

�̂� = β * PR (19)

dengan:

�̂� = nilai evapotranspirasi CAFEC

β = koefisien pengisian lengas ke

dalam tanah

PR = pengisian lengas potensial (mm)

c) Menentukan nilai limpasan

CAFEC

𝑅�̂� = 𝛾 * Ro (20)

dengan:

𝑅�̂� = nilai limpasam CAFEC

𝛾 = koefisien limpasan

Ro = limpasan permukaan (mm)

d) Menentukan nilai kehilangan

lengas Tanah CAFEC

�̂� = 𝛿 * PL (21)

dengan:

�̂� = nilai kehilagan lengas tanah

CAFEC

𝛿 = koefisien kehilangan air

𝑃𝐿 = kehilangan lengas tanah potensial

(mm)

e) Menentukan nilai presipitasi

CAFEC

�̂� = 𝐸�̂� + �̂� + 𝑅�̂� - �̂� (22)

dengan:

�̂� = nilai rerata presipitasi CAFEC

𝐸�̂� = nilai evapotranspirasi CAFEC

�̂� = nilai evapotranspirasi CAFEC

𝑅�̂� = nilai limpasan CAFEC

�̂� = nilai kehilagan lengas tanah

CAFEC

3. Penentuan periode kehilangan

atau kekurangan hujan (d)

untuk menentukan periode kelebihan

(surplus) atau kekurangan (defisit) hujan,

digunakan rumus:

d = P - �̂� (23)

dengan:

P = hujan bulanan (m)

�̂� = nilai rerata presipitasi CAFEC

4. Rataan nilai mutlak (�̅�)

�̅� = rataan nilai d

5. Pendekatan kedua terhadap nilai

faktor K (K’), digunakan rumus:

K’ = 1,5 log 10 ((PE+R+Ro

P+L+ 2,80):

25,4

D̅)

+0,5 (24)

DK’ = �̅� * K’ (25)

6. Karakter iklim sebagai faktor

pembobot (K)

Untuk menggunakan nilai K ini

digunakan rumus:

K = �̅�∗𝑲′

∑ �̅�𝟏𝟐𝟏 ∗𝑲′

K’ (26)

7. Indeks penyimpangan (Anomali)

lengas (Z)

Untuk menentukan indeks

penyimpangan (anomali) lengas,

digunakan rumus:

Z = d * K (27)

dengan:

d = nilai yang menunjukan periode

kelbihan atau kekurangan hujan

K = karakteristik iklim atau sebagai

faktor bobot.

8. Indeks kekeringan

Indeks kekeringan metode palmer

didapat dengan cara sebagai berikut:

X = (Z/3)j-1 + ∆x (28)

∆x = (Z/3)j – 0,103 (Z/3)j-1 (29)

dengan:

X = indeks kekeringan Palmer

Z = indeks penyimpangan (anomali)

lengas

Page 8: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

Setelah mendapatkan nilai indeks

kekeringan selanjutnya nilai indeks

kekeringan tersebut ditampilkan dalam

peta sebaran kekeringan. Klasifikasi

indeks kekeringan dapat dilihat

berdasarkan Tabel 1.

Pemetaan Indeks kekeringan

Penggambaran peta sebara

kekeringan menggunakan software

ArcGIS 10.2 dengan metode interpolasi

IDW.

Membandingkan Hasil

Perhitungan Indeks Kekeringan

dengan Fenomena ENSO dan

Debit Air Hasil perhitungan indeks kekeringan

metode Palmer dibandingkan dengan

kejadian El Nino dan debit air yang

ditampilkan dalam bentuk porsentase

kesesuaian.

4. HASIL PEMBAHASAN

4.1 Analisa Hidrologi

Uji Konsistensi Data

Berdasarkan hasil uji konsistensi data

hujan yang menggunakan kurva massa

ganda pada sub DAS Babak tidak

ditemukan adanya penyimpangan

sehingga data hujan bulanan dianggap

konsisten dan dapat digunakan untuk

perhitungan indeks kekeringan dengan

menggunakan metode Palmer.

Uji Stasioneritas Data (Uji F dan

Uji T)

Dalam Sub DAS Babak yang terdiri

dari 5 stasiun hujan yaitu stasiun Lingkok

Lime, Keru, Jurang Sate, Kuripan, dan

Perian menunjukan nilai varian yang

homogen atau stabil serta deret berkala

data-data pada stasiun hujan tersebut

menunujukan nilai yang stasioner.

Analisa Kapasitas Penyimpanan

Air (Water Holding Capacity)

Nilai kelebihan tanah yang tertahan

atau kelembapan tanah pada kapasitas

lapang (STo) sama dengan kapasitas

penyimpanan air atau Water Holding

Capacity (WHC) (Jannah, 2015)

Berikut merupakan nilai rekapitulasi

nilai Sto pada masing-masing stasiun.

Tabel 2 Nilai Rekapitulasi Penyimpanan

Air di Setiap Stasiun Hujan No. Stasiun Hujan Nilai STo (mm)

1 Lingkok Lime 269,632

2 Keru 197,457

3 Jurang Sate 166,589

4 Kuripan 181,268

5 Perian 259,309

Sumber: Hasil Perhitungan

Analisa Sebaran Kekeringan pada

Sub DAS Babak

Setelah mendapatkan nilai kapasitas

penyimpanan air disetiap stasiun hujan

selanjutnya dilakukan perhitungan indeks

kekeringan, dimana kekeringan terjadi

pada bulan Juli sampai dengan bulan

Oktober dengan nilai indeks kekeringan

Palmer (X) -6,243 sampai -13,177.

Hasil dari nilai indeks kekeringan

kemudian dilakukan penggambaran peta

sebaran kekeringan. Berdasarkan hasil

penggambaran peta sebaran kekeringan

dengan bantuan ArcGIS 10.2 dengan

metode interpoasi IDW tahun yang paling

kering rata-rata terjadi ada bulan Juli

sampai dengan bulan Oktober.

Kekeringan dengan kategori durasi

terpanjang dan kekeringan tertinggi

terjadi pada tahun 2002, 2006 dan 2009.

Gambar 2. Peta Sebaran Kekeringan pada

Sub DAS Babak Tahun 2002

Page 9: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

Gambar 3. Peta Sebaran Kekeringan pada

Sub DAS Babak Tahun 2006

Gambar 4. Peta Sebaran Kekeringan pada

Sub DAS Babak Tahun 2009

Dari gambar 2 dan gambar 3 diatas

dapat dilihat bahwa kekeringan dengan

klasifikasi sangat kering sampai ekstrim

kering terjadi pada bulan Juli sampai

November, sedangkan pada gambar 4

dapat dilihat bahwa kekeringan terjadi

pada bulan Mei sampai Oktober.

Berdasarkan peta sebaran

kekeringandi sub DAS Babak desa yang

mengalami kekeringan terbanyak adalah

desa Kebon Ayu, Parampuan, Bagik

Polak, Gapuk, Banyu Mulek,

Telagawaru, Montong Are, Bengkel,

Rumak, Sembung, Kediri, Tanak Bea,

Lembuak, Peresak, Selat, Murbaya,

Sepakek, Sedau, Sesaot, Pemepek,

Teratak, Aik Bukaq dan Waja Geseng.

Perbandingan Hasil Nilai Indeks

Kekeringan Terhadap Fenomena

ENSO

Perbandingan dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan antara hasil nilai indeks

kekeringan Palmer Drought Severity

Indeks terhadap fenomena ENSO yang

dapat diprediksi dengan menggunakan

nilai SOI (Indeks Osilasi Selatan)

Tabel 3. Rekapitulasi Prediksi kecocokan

El Nino dengan Indeks Kekeringan pada

Sub DAS Babak

Sumber: Hasil Perhitungan

Tahun Status El Nino Status Indeks Kekeringan Status Kecocokan

1994 El Nino Kuat Ekstrim Kering Cocok

1995 Normal Ekstrim Basah Cocok

1996 Normal Ekstrim Basah Cocok

1997 El Nino Kuat Ekstrim Kering Cocok

1998 Normal Sedikit Basah Cocok

1999 Normal Ekstrim Basah Cocok

2000 Normal Ekstrim Basah Cocok

2001 Normal Sangat Basah Cocok

2002 El Nino Sedang Ekstrim Kering Cocok

2003 Normal Ekstrim Kering Tidak

2004 Normal Ekstrim Kering Tidak

2005 Normal Ekstrim Basah Cocok

2006 Normal Ekstrim Basah Cocok

2007 Normal Ekstrim Basah Cocok

2008 Normal Ekstrim Basah Cocok

2009 Normal Ekstrim Kering Tidak

2010 Normal Ekstrim Basah Cocok

2011 Normal Ekstrim Kering Tidak

2012 Normal Ekstrim Basah Cocok

2013 Normal Ekstrim Kering Tidak

Page 10: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

Dari tabel diatas dapat disimpulkan

bahwa antara indeks kekeringan Palmer

terhadap kejadian El Nino memiliki

kesesuaian yang baik dengan kecocokan

status sebesar 75% dapat diketahui

dengan cara sebagai berikut:

Nilai Kecocokan = 15

20 x 100% = 75%

Keterangan:

El Nino Sedang/Kuat = Indeks

kekeringan awal selang kering sampai

ekstrim kering.

El Nino Normal = Indeks Kekeringan

yang mendekati keadaan Normal sampai

Ekstrim Basah.

Perbandingan Hasil Nilai Indeks

Kekeringan Terhadap Debit Air

Perbandingan ini juga memiliki

tujuan untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan antara indeks kekeringan

terhadap debit air dilokasi studi. Nilai

debit air didapat dari hasil pencatatan pos

duga air Lantan Daya. Perbandingan

dilakukan hanya dengan membandingkan

debit air dengan 1 stasiun hujan yaitu

stasiun Lingkok Lime. Hal tersebut

dikarenakan jarak antara lokasi pos duga

air lantan daya dengan stasiun hujan

Lingkok Lime mempunyai jarak yang

dekat. Semakin jauh jarak pos duga air

Lantan Daya dengan satsiun hujan yang

lain dapat mempengaruhi porsentase

kecocokan perbandingan. Hal tersebut

terjadi karena adanya proses transformasi

hujan menjadi debit yang tidak

sederhana. Perbandingan tersebut dapat

dilihat pada grafik berikut ini.

Gambar 5. Perbandingan antara indeks

kekeringan bulanan di stasiun Lingkok

Lime terhadap debit air bulanan tahun

1994

Dari gambar 5 dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang cukup

baik antara nilai indeks kekeringan

terhadap debit air. Dimana hubungan

tersebut terjadi ketika nilai kekeringan

defisit maka pada debit mengalami

penurunan begitu juga sebaliknya ketika

nilai kekeringan surplus maka pada debit

mengalami peningkatan.

Porsentase kesesuaian antara hasil

perhitungan indeks kekeringan terhadap

debit air memiliki kesesuaian yang baik

yaitu 60,833%. Rendahya prosentasi

kesesuaian disebabkan karena adanya

beberapa faktor, yaitu: faktor hujan,

intensitas hujan dan lamanya hujan yang

mempengaruhi besarnya infiltrasi, aliran

air tanah, dan aliran permukaan tanah,

adanya faktor topografi, faktor geologi

dimana jenis dan struktur tanah

mempengaruhi kepadatan drainase.

Keadaan vegetasi, makin banyak pohon

menyebabkan makin banyak air yang

lenyap karena evapotranspirasi maupun

infiltrasi sehingga akan mengurangi run

off yang dapat mempengaruhi debit

sungai.

5. PENUTUP

Berdasarkan hasil perhitungan serta

hasil analisa yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Besaran indeks kekeringan Metode

Palmer Drought Severity Index (X)

dari 5 stasiun hujan Sub DAS

kekeringan dengan klasifikasi

ekstrim kering sering terjadi pada

bulan Juli sampai bulan Oktober

dengan nilai indeks kekeringan

Palmer (X) -6,243 sampai -13,177.

2. Berdasarkan hasil pembuatan peta

sebaran kekeringan pada Sub DAS

Babak dengan menggunakan

interpolasi metode IDW pada

software ArcGIS 10.2 dapat

diketahui bahwa rata-rata durasi

kekeringan terjadi selama 4 bulan

pada bulan Juli sampai dengan bulan

Oktober. Dari peta sebaran

kekeringan berdasarkan daerah

administrasi, desa yang mengalami

Page 11: analisa kekeringan menggunakan metode palmer drought severity

kekeringan terbanyak adalah Kebon

Ayu, Parampuan, Bagik Polak,

Gapuk, Banyu Mulek, Telagawaru,

Montong Are, Bengkel, Rumak,

Sembung, Kediri, Tanak Bea,

Lembuak, Peresak, Selat, Murbaya,

Sepakek, Sedau, Sesaot, Pemepek,

Teratak, Aik Bukaq dan Waja

Geseng.

Perbandingan antara hasil

analisa kekeringan metode Palmer

terhadap kejadian El Nino

mengidentifikasi adanya keterkaitan

karena adanya kemiripan tren

kejadian El Nino. Kejadian El Nino

Kuat terjadi pada tahun 1997 dan

2002 serta pada tahun yang sama

dilokasi studi mengalami ekstrim

kering. Dari hasil perbandingan

kejadian El Nino tahun 1994-2013

dengan kejadian kekeringan lokasi

studi tahun 1994-2013 memiliki

kesesuaian yang baik dengan

prosentase kesesuaian sebesar 75%.

Hasil indeks kekeringan juga

dibandingkan dengan debit air

Lantan Daya tahun 1994-2013 dapat

disimpulkan bahwa bahwa

perbandingan antara debit air dengan

indeks kekeringan di stasiun Lingkok

Lime memiliki kesesuaian yang baik

yaitu sebesar 60,833%. Hasil

perhitungan nilai kekeringan dengan

menggunakan metode Palmer

Drought Severity Index dapat

diterapkan untuk mengestimasi

adanya kekeringan.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Goverment. 2015. S.O.I.

(Southern Oscillation Index)

Archives - 1876 to present.

http://www.bom.gov.au/climate/curr

ent/soihtm1.shtml. (diakses 17

Oktober 2015)

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Gajah Mada University Press :

Yogyakarta.

Aziz, A. 2013. Indeks Kekeringan di

Kabupaten Nganjuk. Skripsi tidak

dipublikasikan, Surabaya. Institut

Teknologi Sepuluh November

Surabaya.

Hadisusanto, N. 2011. Aplikasi

Hidrologi. Jogja Mediautama :

Malang.

Ihwan, Andi. 2011. Estimasi

Kekeringan Lahan Untuk Beberapa

Wilayah Di Kalimantan Barat

Berdasarkan Indeks Palmer. Skripsi

tidak dipublikasikan. Kalimantan

Barat. Universitas Tanjungpura.

Jannah, Nur. 2015. Penerapan Metode

Palmer Drought Severity Index

(PDSI) Untuk Analisa Kekeringan

Pada Sub-Sub DAS Slahung

Kabupaten Ponorogo. Skripsi tidak

dipublikasikan. Malang. Universitas

Brawijaya.

Jauhari, M. 2016. Penerapan Metode

Thornthwaite Mather Dalam Analisa

Kekeringan di DAS Dododkan

Kabupaten Lombok Tengah Nusa

Tenggara Barat. Skripsi tidak

dipublikasikan. Malang. Universitas

Brawijaya.

Montarcih, L. & Soetopo, W. 2009.

Statistika Hidrologi Dasar. Malang:

Citra.

Pratama, Adyansah. 2014. Analisa

Kekeringan Menggunakan Metode

Theory of Run Pada Sub DAS

Ngrowo. Skripsi tidak

dipublikasikan. Malang. Universitas

Brawijaya.

Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik.

Surabaya: Usaha Nasional.

Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi

Metode Statistika Untuk Analisa

Data Jilid 1. Bandung: Nova.

Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi

Metode Statistika Untuk Analisa

Data Jilid 2. Bandung: Nova.

Suryanti, Ika. 2008. Analisa Hubungan

Antara Sebaran Kekeringan

Menggunakan Indeks Palmer

Dengan Karakteristik Kekeringan.

Skripsi tidak dipublikasikan. Bogor.

Institut Pertanian Bogor.