tinjauan pasal 42 atat (l) convention on thjs …repository.unair.ac.id/11381/2/kkb kk-2 tat 78-85...
Post on 19-Mar-2019
212 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN PASAL 42 ATAT (l) CONVENTION ON THJS SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTE BETWKKN STATES AUD NATIONALS OF
OTHER STATES. DALAM KAITANNXA DENGAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA
SKRIPSI
oleh
SOESILO HADI RIJANTO
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AlfiLANGGA
S U R A B A I A
1985
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
m - yTrt ,^8/K
_ *■’ i
ICL^
TINJAUAN PASAL 42 AlAT. (l> CONVENTION ON THE SETTLEMENT OF
INVESTMENT DISPUTES BETWEEN STATES AND NATIONALS OF
OTHER STATES DALAM KAITANNXA DJKNOAN
PENANAMAN MODAL ASINd DI. INDONESIA
DIAJUKAN UNTUK HKLKNQKAPI TUGAS
DAN MBMENUHI STARAT-STARAT UNTUK
MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM
OLESi
SOESILO HADI, RIJANTO
038111167
. 7
MOCH« ISNAENI, S.H., M.S.
FAKULTAS. HUKUM UNIVERSITAS AIRLANOQA
S U R A B . A I A
1985
SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
I am oontent to think of law as a social institution to satisfy social wants — the olaims and demands and expectations involved in the existence of civilised sooiety — by giving effeot to as much as we may with the least saorifioe so far as suoh wants may be satisfied or such olaims given effeot by ordering of human oonduot through politically organised sooiety.
ROSCOE POUHD.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
&ATA Pi^C^mE
Saya memanjatkan puji-syukur kepada Allah, Tuhan pemelihara
arasi yang maha agung, atas kesempatan daa kekuatan yang diberi- Uya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis
ini.
Dalam hal ini, saya menguoapkaa terima kasih daa penghargaan
kepada Bapak Mooh. Isnaeni, S..H*, tt«S. — seorang pembimbing
humanis —- atas bimbingan beliau kepada saya* Di samping itu,
saya pun menguoapkan terima kasih kepada Bapak Haraono Tjokroeoe- warno, S.H. dan Bapak Djasadin flaragih, S.H. , LL.M yang telah
memberikan saran-saran berharga kepada saya, dan Adil Paramarta,
rekan. saya sefakultas, yang telah meminjamkan literatur*
Pembahasan Convention on the Settlement of Investment
Disputes between States and Nationals of Other States dalam
kaitannya dengan penanaman modal asing di Indonesia menoakup
materi amat luas* Dalam arti, pemhahasannya menoakup aspek-aepek
hukum perdata Internasional Indonesia, hukum internasional, hukum perdata, hukum dagang, hukum administrasi negara dan ekonomi* Meayadari hal itu dan kemampuan saya sebagai manusia, tentu, skripsi ini tidak luput dari oacat-oela. Kekhilafan dan kekurangan dalam skripsi ini| bila ada, merupakan tanggung jawab aaya*
Semoga akripsi ini bermanfaat, bagi kalangan akademisi khususnya, dan easyarakat umumnya.
Surabaya, awal (October 1985*
SOESILO HADI RIJANTO
iv.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
daftaa isi
HalamanKATa PENOANTAR ...................................... ir
DAFTAR 131 .......................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................1
1« Permaaalahant Latar Belafcang. dan Rumusannya 1
2* Penjelaaaa Judul .............. *......... . 7
3. Alas cm pemilihan Judul *♦**.... *......... . 7
4« Tuj)ian Penulisam... ......... ............. 8
5« Metodologi ................................ 6
6* Pertanggungjawabaa Sisteoatika 9
BAB II PENAN AMAH MODAL ASIN& DX INDONESIA............. 11
1« Latar Belakang Kebijaka» Penanaman Modal Asing** 11
2. Pengertian Penanaman Modal Asing *..... ...... 14
3* Pengaturan Penanaman Modal Asing........ ..... 21BAB III INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT.
DISPUTES (ICSID) ..................... ....... . 27
X. Turisdiksi ICSID ......... *................ 28
2. Dewan Arbitrase. ICSID....... ............. . 38
BAB IV. HUKUM IANG DIPAKAT DEWAN ARBITRASE INTERNATIONALCENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES .... 42
1* Ketentuan Pertama Pasal 42 ayat. (l) ........ 43
2. Ketentuan Kedua Pasal 42 ayat, (l) ............ 46
BAB V P E N U TU P ................................ ^
1. Kesimpulan ................... ........... ....... 58
2. S a r a .................................. 61
DAFTAR BACAAN..... .................................. &
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
BAB X
PENDAHULUAN
1. Permasalahans Latar Belakang dan Humuaannya
Dalaa rangka mewujudkaa oita-oita politik, mentis!
kemerdekaaa dan menjalankaa kedaulatannya, Republlk Indonesia
melakflaaakaa pembangunaa multidimensional. Pembangunan teraebut
dilakukan seoara bertahap melalui peaiagkataa raaafaat s\finber-
euraber alsuu di Indonesia* Oleh. karena itur Republik Indonesia
memerlukaa modal saagat besar, teknologi caaggih, skill, dan
maaajemea modern* Hal-hal terakhir ini belum dapat dipenuhi
sepenuhnya oleh sumber-sumber dalam negeri, maka Indonesia
menguadaag, penanam modal asing untuk ikut-serta menggali daa
memaafaatkaa sumber-sumber daa kekayaaa alam di Indonesia*
Orientaei daa atrategi Indonesia nenitikberatkaa pada peaaafaataa
penanaman nodal asing seoara selektif meaurut relevaasi kepentingan peabaaguaaa nasional dan peraturan peruadaag-uadaagaa*
Kegiatan operasional penanaman modal asing harus memenuhi pelbagai persyarataa daa prosedur yang ditetapkaa Pemerintah
Indonesia* Persyarataa daa prosedur tersebut dibedakaa antara
penanaman modal asing dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun
19^7 dengaa peaaaamaa modal asing di luar Uadaag-uadang nomor 1 tahua 1967* Penanaman modal asing di luar Undang-undang nomor 1
tahun 1967i dirlnci eebagai berikut t bidaag, miayak daa gas buui
diatur oleh Uadaag-undaag aomor 44 P?P« tahun 19 0| bidaag
X
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
2
perbankan asing dan lembaga keuaagan bukan bank diatur oleh
Undang-undang nomor 14 tahun 1967 serta beberapa peraturan.
pelakeanaannya* bidang perasuransian diatur oleh Keputusan Presiden
nomor 65 tahun 19&9 serta beberapa peraturan perundang-undanganIlainnya. Masing-masing bidang penanaman nodal asing tersebut
mempunyai ruang-lingkup amat luas* Oleh sebab itu, saya hanya
membahas penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun
1967i yang aplikasinya tertuang dalam formulir eebagaimana
ditetapkan Surat, Keputusan ketua Badan. Koordinasi Penanaman Modal
nomor 15 tahun 1984*Sal ah satu persyarataa terpenting, bagi calon. penanam modal
yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 196 7
adalah kebijakan Pemerintah 22 Januari 1974* Kebijakan pemerintah
22 Januari 1974 tidak tertuang; dalam peraturan perundang-undangan.
Kebijakan tersebut mensyaratkaa pembentukaa pamitcan patungan,dalam arti joint, venture, bagi penanaman modal dalam rangka
2Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Joiint venture dalam hal ini merupakan ker ja-sama antara pemilik modal asinf dan petailik modal
dalam negeri. Li segi lain, penanaman modal dalao rangka Undang-
undang nomor 1 tahun 1967 harus. tertuang ke dalaa wadah perseroan
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Inventarieagj Peraturan Perundang-undangan Dalam Rangka Pengolahan Bahan Rencana Xlmiah Bidang enanaaaa Modal, tanpa penerbit« 1981, passim.
2Tbid., h. 85.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
3
terbatas*^ Oleh karena itu, joint venture tersebut barua tertuang
dalam wadah pereeroan terbatas. Dapat disimpulkan, joint venture
yang dimaksud oleh kebijakan Pemerintah 22 Januari lt974 adalah. joint venture company.
Prosedur aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-
undang nomor 1 tahun 19^7 diatur oleh Keputusan Presiden nomor 34
tahun 1977 tentang Ketentuan Pokok Tatacara Penanaman Nodal.
Menurut pasal 2 ayat (l) dan ayat. (2) Keputusan Presiden nomor 34
tahun 1977, oalon penanam modal yang, aengadak&n us aha dalam rangka
Undang-undang nomor 1 tahun 19^7 jo* Undang-undang nomor 11 tahun
1970 mengajukan permohonan penanaman modal kepada ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (selanjutnya disingkat BKPM). Permohonan
tersebut mempergunakan formulir aplikasi yang ditetapkao, BKPM.
Pasal 2 Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977i adalah. sebagai. berikuts
(1) Calon penanam modal yang akan. mengadakan usaha dalam. rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 19 7 jo* Undang^ undang nomor 11 tahun 1970 mempelajari lebih dulu Daftar Skala prioritas Penanaman Modal (DSE) yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat. (l), dan apabila diperlukaa penjelasan lebih laajut dapat menghubungi BKPM.
(2) Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, lokasi proyek, tingkat prioritas, dan. ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan permohonan penanaman modal kepada Ketua BKPM dengan mempergunakan formulir permohonan yang ditetapkan BKPM.
Rudhi Praeetya, "Kedudukan Mandiri dan P©rtanggungjawabaa Terbatas dari Perseroaa Terbatas” Disertasi Fakultas Hukum Univereitaa Airlanggay 1983* h. 53.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
4
Aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1
tahun 1967 tertuang dalam formulir model I/PMA dan model XX/PMA,
berdasarkan Surat, Keputusan ketua BKPM nomor 15 tahun 19 4: tentang
Penyederhanaan Tataoara Permohonan Persetujuan dan Fasilitas
Penanaman Ro&al Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing,. Dalam formulir aplikasi penanaman. modal dalam rangka Undang-undang nomor 1
tahun 1967 terdapat klausula arbitrase International Centre for
Settlement of Investment Disputes (selanjutnya disingkat ICSID)«
Part VIIf sub D, pada formulir model i/PttA dan part VIII, sub D,
pada formulir' model Il/PKA menyatakant
ARBITRATION.With the explicit preclusion of disputes concerning tax matters, it is requested that in all disputes arising between the Joint Venture Company and Government of the Republic of Indonesia regarding the interpretation of the implementation of this investment application (projeot proposal) approved by the Government, of the Republic of Indonesia, which oan not be settled amicably, shall be settled under the Rule of the Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States, to which the Republic of Indonesia is a member.
Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States (selanjutnya disingkat Konvensi
Washington) terbuka untuk ditandatangani pada tanggal 18 Karet
1965* Dalaci rangka memnciptakan iklim kondusif bagi penanaman modal asing. Indonesia menandatangani Konvensi Washington pada
tanggal 16 Pebruari 1968. Selanjutnya, ratifikasi Konvensi itu
melalui Undang-undang nomor 5 tahun 1968 tentang Persetujuan
atas Konvensi tentang Peoyelesaian Perselisihan antara negara
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
5
dan warga negara asing* penyimpanan 'instrument of ratification1'
yang ditandatangani Presiden Soeharto kepada International Bank
for fteoonstruotion and Development (World Bank) dilakukan pada
tanggal 18 September 1968*
Pasal 1 Konvensi Washington menentukan:(1) There is hereby established the International Centre
for Settlement of Investment disputes (hereinafter called the Centre)
(2) The purpose of the Centre shall be to provide facilities for conciliation and arbitration of invettment disputes between Contracting States and nationals of other Contracting States in accordance with the provisions of the Convention.
Dari ketentuan pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington dapat
disimpulkan bahwa Konvensi tersebut bermaksud raendirikan. ICSID*
Menurut pasal 1 ayat. (£) Konvensi Washington, ICSID menyediakan.
sarana arbitrase dan konsiliasi bagi penyelesaian sengketa
penanaman modal antara negara peserta Konvensi. Washington dan
warga negara peserta lain Konvensi. Washington*
Timbulnya sengketa penanaman modal di negara pesertaKonvensi Washington, khususnya di Indonesia, bukanlah hal yang
tidak mungkin* Hal ini disebabkam masing-masing pihak mempunyaiorientasi dan strategi berbeda. Indonesia mempunyai orientasi
dan strategi pemanfaatan penanaman modal asing sesuai relevansikepentingan pembangunan nasional dan peraturan. perundang-undangan*
Penanam modal mempunyai orientasi dan strategi pada poncapaian
kepntungan sebesar-besarnya.Di segi lain, sampai saat ini Indonesia masih s an gat
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
6
memerlukan modal asing untuk menunjang daa mengakselerasi
pembangunan nasional* Sedangkaa bagi penanam modal asing, penanaman
modal di luar aegaraaya merupakan earana memperluas bidang usaha,
produksi, dan pemasaraanya serta menembus larangan. irapor barangr
barang tertentu di Indonesia.
Oleh karena itu, manakala ter jadi sengketa, altematif
pemeoahaanya' diupayakan agar dapat diterima Indonesia daa penanam
modal asing* Hal tersebut mempunyai kaitaa, antara lain, dengan
hukum yang, dipak&i dewaa arbitrase ICSID untuk menyelesaikan
sengketa para pihak, Pasal 42 Konvensi Washington menentukan:
(l) The tribunal shall decide g, dispute in accordance with 8uoh rules of law as may be agreed by tfee parties. In the absenoe of such agreement, the Tribunal shall apply; the law of the Contracting State party to the dispute (including its rules on .the oonfliot of laws) and suoh rules of international law as may be applicable.
Dari uraian-uraian di atas timbul pertaayaan-pertanyaani1. apakah pengertian penanaman modal asing dalam konteks Undaag-
uadaag nomor 1 tahun 19 7* Uadaa^-uadaag nomor 6 tahua 196&, daa beberapa perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia
daa negara lain;2. seberapa jauh yuriediksi ICSID terhadap sengketa peaaaamaa
modal dalam raagka Undang-undang nomor 1 tahua 19 7}
3* bagaimaaa penerapan hukum 'applicable* terhadap sengketa
penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7*
Pertanyaaa-pertanya*a; di atas merupakan rumusaa permasalahaa* dalaa
skripsi ini.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
7
2* Penjelasan Judul
Pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington menyatakan, hukum
yang dipakai dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman
nodal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara *
peserta lain Konvensi itu adalah hukum yang dipilih para pihak.
Dalam hal tiada pilihan hukum| dewan arbitrase ICSID memakai hukum
negara tempat penanaman modal dilakukan, termasuk kaidah-kaidah
hukum perdata internasionalnya, dan hukum intemasional yang
sewajaraya diterapkan*
Jadi, hukum yang diterapkan dewan arbitrase ICSID untuk
memutus sengketa penanaman modal asing mempunyai kaitan dengan ada
tidakaya pilihan hukum para pihak yang bersengketa* Dalam hal
sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun
1967* ada tidaknya pilihan hukum dapat dilihat pada formulir
aplikasi yang ditetapkan oleh Surat Keputusan ketua BKPH nomor 1
tahun 1984*3* Alasan Pemillhan Judul
iSksistensi dan esensi penanaman modal dalam rangka Undang- undang nomor 1 tahun 1967 tidak dapat dielakkan lagi* Di segi lainf pemanfaatan penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1
tahun 1967 tidaklah begitu mudah dan sederhana* Hal ini disebabkan oleh perbedaan orientasi dan strategi antara Indonesia dan penanam
modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang nomor 1
tahun 1967* sehingga perbedaan kepentingan di antara mereka dapat
muncul* Oleh sebab itu, sengheta dapat munoul di antara mereka*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
8
Manakala timbul sengketa, yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum yang, 'applicable'.
Hal itu disebabkan penanaman modal dalam rangka Undang-undang
nomor 1 tahun. 1967/ mempunyai kaitan dengan hukum Indonesia dan
hukum dari penanam modal asing* Terlebih-lebih, sarana penyelesai
sengketanya adalah dewan arbitrase ICSID*
Pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington, menentukan hukum. yang
dipakai oleh dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman
modal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara peserta lain Konvensi tersebut* Kenghadapi sengketa penanaman modal
dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967, hukumi yang, dipakai,
dewan arbitrase ICSID didasarkan pada pasal 42 ayat (l), Konvensi
Washington, dalam kaitannya dengan ketentuan-ketentuan pada formulir
aplikasi penanaman modal dalam rangjca Undang-undang, nomor 1 tahun
1967.4« Tujuan. Pennlisaa
Sesuai Judul skripsi, tujuan penulisan adalah. menguraikan
dan mengkaji hukum yang, dipakai dewaa arbitrase ICSID dan bagaimana
penerapannya untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka
Undangrundang, nomor 1 tahun 19 7* Di eamping, itu, karya tulis ini
dibuA*t untuk memenuhi persyarataa akademik sebelum mengakhiri. studi di Fakultas. Hukum Universitas Airlangga*5* Metodologi
a* Pendekatan Masalah.
Sesuai judul daa. materi skripsi ini, sa®a memakal metode
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
9
deekriptif analitis* pendekatan ini menitikberatkan pada masalah
aktual* Di samping itu, data yang ada dieusun, dijelaskan, dan
dianalisa* b* Sumber Data*
Bah&n peayusunan tulisan ini terdiri dari buku-buku, jurnal
hukum, surat kabar, dan peraturan: perundang-undangan berkaitan
dengan masalah yang, dibahas •
c« Prosedur pengumpulan dan pengolahani data*
Data dikumpulkan sebagai hasil pendalaman buku-buku, jurnal
hukujn, surat kabar dan peraturan perundang-undangan. yang, berkaitan
dengan masalah yang dibahas, Data yang telah dikumpulkan. tersebut.
dioleh untuk dikelompok-kelompokkan* sesuai. bidang, pembahasaanjja*
d* Analists Data*
Semua data yang ada diuraikan, disusun, dan. dijelaskan
seoara eietematis serta menganalisanya secara cermat, sehingga diperoleh data selektif seBuai masalah yang, dibahas*
6* Pertaaggung.iawaban Sistematika
Sebagai pengantar. sebelum memasuki bab-bab. pembahasaa
materi, dalam bab pertama diberikan gambaran umum dan sedikit
tinjauan tentang. hal-hal di aeputan pokok. masalah yang menjadi
pembahasan*Guna memberikan gambaran seberapa jauh esensi dan ruang-
linkup penanaman modal asing, bah kedua membahas landasan
fundamental kebijakan Pemerintah dan pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19 7* Pemanfaatan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
10
peaaaamaa modal d&lam rangka Undang-undaag nomor 1 tahua 19 7
diaesuaikan deagaa kepentiagaa pembangunan aasioaal dan peraturaa
peruadaag-undangan. Oleh kareaa itu, bab kodua membahas pula
persyarataa yang ditetapkan Pemeriatah untuk meaaagaai peaaaamaa
modal dalam rangka Undaag-uadaag nomor 1 tahua 19 7. Salah satu
persyarataa tersebut adalah penyelesaian seagketa peaaaamaa modal
dalam rangka Uadaag-undang nomor 1 tahua 1967, melalui arbitrase
ICSID.
Koaveasi Washiagtoa menentukan haaya Bengketa terteatu yang dapat dibawa ke ICSID. Demikiaa pula tldak semua oraag atau. badaa
hukum dapat meagajukan. seagketa peaaaamaa modal ke ICSID, ICSID
seadiri tidak oelakukan aktiritas arbitrase* Sebab itu, weweaang
ICSID, pembeatukaa. dan tempat kedudukan dewaa arbitrase ICSID
dibahas. Pembahasaa hal-hal tersebut saya letakkaa pada bab ketiga.
Peaaaamaa modal dal am raagka Uadaag-uadang nomor 1 tahua
19^7 nelibatkan warga negara asiag, maka terdapat titik pertalian aatara hukum Indonesia dan hukum aaiag. Sebab itu, timbul pertaayaan
bagaimana dewaa arbitrase ICSID menerapkaa hukum *applicable*
untuk memutus eengketa peaaaamaa modal dalam raagka Uadaag-uadang
nomor 1 tahua 19&7* Untuk itu, pasal-42 ayat (1) Konrftnei Washington
dibahaa dal am kaitaanya deagaa formulir aplikasi peaaaamaa modal
dal cub raagka Undang-undang no, 1 th. 19 7* Hal tersebut dibahas
pada bab keempat* Akhiraya, dari pcmbahasan bab-bab terdahulu
ditar ik kesimpulan, sebagai analisa permaealahan, dan ear an pada
bab kelima.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
BaB II
PijNAUAMAA MODAL ASING Cl INDONESIA
I. Latar Belakang Kebijakan Penanaman Modal Asing
Indonesia dalaa rangka mewujudkan cita-cita politiknyamelaksanakan pemb&agunan multi dimensional* pembangunan multidimensional
mempunyai Bifat kompleks, Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan
eeoara bertahap eesuai prioritas pembangunan. dan sumber dana yang
ada. Sumber dana digali dari dal am dan luar negeri* Sumber dana
luar negeri berupa, antara lain, penanaman modal asing*
Landasan fundamental daa konsepsional kebijakan Pemerintah
mengundang penanaman modal asing adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
Landasan Kkonomi, Keuangan dan Pembangunan. Ketentuan-ketentuan di
dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara NomorXXIlX/ttPRS/1966 mempunyai kaitan dengan kebijakan penanaman modal
asing* antara lain, dalam pasal 9 ditetapkani
Pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensiil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peniagkatan ketrampilan, penambahan kemaapuan dan manajemen,4
Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor
XUII/MPR3/I966 menyatakan:
Penanggulangan kemerosotan ekonomi eerta pembangunan lebih
\etetapan-ketetapan Majelia Permuayawaratan Rakyat Sementara, Pradnya Paramita, Jakarta, iy8o# h. I4 1.
11
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
12
lanjut dari potensi ekonomi harus didaaarkan kepada kemampuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri. Akan tetapi azae Ini tidak boleh menimbulka»i keaeganan untuk memanfaatkan potensi-potensi modal, teknologi dan skill yang tersedia di luar negeri, selama segala bantuan itu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.5
Landaaan fundamental dan konsepsional kebijakan Pemerintah
mengundang penanaman modal asing di dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Seraeatara Nomor XXlIl/ttPRS/1966, dijabarkan
oleh landaaan operasional. Landaaan operasional dalam hal ini
adalah Undang-undang no. 1 th. I967 tentang Penanaman KocLal Aeing.
Konsideran Undang-undang no. 1 th. 1967 menyebutkan bahwa kebijakan
penanaman modal aging dibarengi aaaa penyelenggaraan pembangunan berdasarkan kemampuan sendiri. Meski demikian, aaas tersebut tidak
boleh sampai melahirkan keseganan mengundang penanaman modal,
teknologi, dan skill dari luar negeri. pun penggunaanya harus
ditujukan untuk mengabdi kepentingan nasional dan tidak mengakibatkan
ketergaatuagan kepada luar negeri.Kebijakan dan strategi Pemerintah mengundang penanaman modal
asing dapat .pula dilihat pada pidato pejabat preslden Soeharto.
Pidato itu diuoapkan pada konferensi investasi Indonesia di Jenewa,
pada tahun 1967, menyatakan antara laintThe Government of Indonesia sees the solution to its present eoonomio problems . . . But first of all we have to rebuild our society . . . We realize that this effort will require time, years of time, the willpower and determination of the
Xbld.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
13
politioal leadership, the support of the publio, and the goodwill and assistanoe of the outside world • . .We realize that foreign aid, foreign teohnioal assistanoe and foreign private investment by themselves can never make a country a viable economy, but their role in a reoovery period can be oruioial • . • He are enoouraged indeed by the serious interest private international capital has shown in Indonesia, as demoaatrated again by this illustrious conference • • • From our part we are working hard to oreate neoessary climate of eoonomio and politioal stability.**
Pada tahap selanjutnya, penanaman modal asing merupakan
bagian pentlng pada pembangunan lima tahun (selanjutnya disingkat
Pelita) tahap pertatna, kedua, ketiga dan renoana pembangunan lima
tahun (selanjutnya disingkat Repelita) tahap keempat. Hal ituteroyata pada landasan tiap Pelita. Landasan tersebut memberikan
pengarahan kepada peranan penanaman modal asing. Adapun landasan
pelita tahap pertama adalah Ketetapan Hajelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Nomor XJCIIl/HPRS/1966. Landasan Pelita tahap
kedua dan ketiga adalah Ketetapan Kajelis Permusyawaratan Rakyat
Honor IV/MPR/1973 dan Ketetapan Majelie Permusyawaratan Rakyat
Nomor IV/MPR/1978-Repelita tahap keempat merupakan penjabaran Ketatapan Kajelis
Permuayawaratan Rakyat Nomor II/MPR/19&3* Dalam hal ini, pengarahanperanan penanaman modal asing disesuaikan dengan perkembangan dan
prioritas pembangunan dalam Repelita tahap keempat. Ketatapan
Majelia permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/I983 menyatakant
penanaman modal asing dimungklnkan di sektor-sektor tertentu yang menghaeilkan barang-baraag yang sangat kita perlukan
^Badan Pembinaan Uukum Nasional, op. oit.« h. 143-
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
14
dapat memperluas ekspor, memerlukan modal investasi yang besar dan teknologi yang oukup tinggi, Berta tidak akan metnbahayakan kepentingan ekonomi dan keamanan nasional dan tidak akan meaghambat perkembangan perusahaan nasional* penanaman modal asing dilaksanakan dalam; bentuk usaha patungan <ian disertai dengan syarat-syarat untuk membuka kesempatan kerja yang oukup beaar, memungkinkan pengalihan ketrampilan dan teknologi kepada bangsa Indonesia dalam waktu seoepatnya dan memelihara keseimbangan mutu dan tata lingkungan* Penanaman modal asing juga diarabkan untuk memperkuat tumbuhnya ekonomi nasional dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pembangunan*‘
Kebijakan penanaman modal asing dalam fiepelita tahap keempat
mempunyai kaitan dengan keadaan yang hondak diwujudkan dalam pola
pembangunan jangka panjang dan pola Repelita tahap keempat, Keadaan
yang hendak diwujudkan adalah tercapainya landasan kuat untuk tumbuh
dan berkembang di atae kekuatan sendiri* Dengan demikian, kebijakan
Pemerintah mengundang penanaman modal asing tidak berubah* Kebijakan
tersebut, seperti disebut di ataa, menfchendaki kegiatan operasional
penananan modal asing ditujukan untuk mengabdi kepada kepentingan
nasional* Di samping itu, dihindarkan ketergantungan kepada luar
negeri *
2* pengertian Penanaman Modal AsingKebijakan Pemerintah. mengundang calon penanam modal asing
yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19^7 >
oenjadikaa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 sebagai salah satu sumber pembangunan nasional* Oleh karena itu,, pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19^7
'Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Apollo, Surabaya, 1983, h. 71• '
7
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
15
perlu diketahui. pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-
undang no* 1 th. 1967 dari segi yuridis mempunyai kaitan dengan
ruang-lingkup dan pengaturannya. Ini dapat diamati dari pasal 1
Undang-undang no* 1 th* 19*>7 yang menetapkan:Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal aeing seoara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuaa Undang- undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Xndone8iaf dalam arti bahwa pemilik modal secara langaung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.
Berdasarkan pasal 1 Undang-undang no* 1 th* 19 7f pengertian
penanaman modal aeing dibatasi hanya pada penanaman modal secara
langsung* Penjelaean resmi pasal 1 Undang-undang no* 1 th. 1967
menentukan bahwa penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka
Undang-undang no. 1 th. 19^7 hanya diperbolehkan mamakai modal saja.
Pasal 2 Undang-undang no. 1 th. 1967 acnentukaa pengertian
modal asing sebagai berikuts
Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialahsa. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian
dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia*
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, sel&ma alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia*
o* bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang- undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
Sesuai memori penjelaean pasal 2 Undang-undang no* 1 th. 1967,
modal asing di atas harus diartikan sebagai modal asing milik
orang / badan asing dan berasal dari luar negeri.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
16
Undang-undang nomor 1 tahun 1967 menghendaki hanya modal
saja yang dipakai pada penanaman modal dalam rangka Undang-undang
nomor 1 tahun 1967* Di lain pihak, pemerintah mengizinkan kredit
luar negeri sebagai bagian penanaman modal dalam rangka Undang-
undang nomor 1 tahun 19 7i* Hal itu. ditentukan oleh Keputusan
presiden nomor 59 tahun 1972# Paeal 6 Kepwtusan Presiden nomor 59
tahun 1972 menyatakan:
(l) Jika dalam rangka pelaksanaan penanaman modal, balk asin& maupun. dalam negeri, sebagaimana mas ing-m asing diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 196X j°- Undang-undang Nomor 11 Tahun 197P dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1966 jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, direnoanakan. juga menggunakan kredlt luar negeri tersebut harus dicantumkan dalam dokumen yang, berhuhungan dengan permohonani persetujuan atas rencana penanaman modal termaksud.
Diizinkannya kredit luar negeri sebagai bagian penanaman modal
dalam rangka Undang-undang. nomor 1 tahun 1967. telah mengubah.
pengertian modal asing yang tercantum pada pasal 2 Undang-undang
nomor 1 tahun 19&7* Jadi, Keputusan Presiden nomor 59 tahun 1972,
seoara tidak langsung, telah. menguhah pasal 2 Undang-undang nomor 1
tahun 1967•Di samping itu, penanaman modal seoara langsung — sebagainana
dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1967
dimodifikasi oleh beberapa perjanjian jaminan penanaman modal
antara Indonesia dan beberapa negara lain. Hal itu terbukti,
nisalnya, dalaa perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia
dan Belgia, Jernan Barat, Korea Selatan, Swiss.
Pasal 1 Agreement between the Federal Republio of Germany
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
17
and the Republio of Indonesia concerning the finoouragoment and
Reoiprooal Protection of Investment, dapat diaoati beberapa aspek cukup penting ant ora lains
For the purpose of this Agreementt(1) The term "investment" shall comprise every kind of
assets and acre particularly, though not exclusively!a) movable and immovable property as well as any;
other rights in rem, such as mortgage, lien, pledge, uaufrucht and similar rights;
b) shares of oompaaies or other kinds of interest;c) olaims to money or to any performance having an
eoonomio value;d) oopyrights, industrial property rights, technical
prooesses, trade-names, and goodwill; ande) business concessions under public law, including
concessions regarding the prospecting for, or the extraction or winning of, natural resources*
Pengertian penanaman modal pada perjanjian jaainan penanaman modal
antara Indonesia dan Jeroan Barat tersebut teroantum pula pada
perjanjiaa j ami nan penanaman modal antara Indonesia daa Swias,
Korea Selatan* Pasal 3 Agreement between the Republio of Indonesia
and the Kingdom of Belgium on the Encouragement and Reciprocal
Protection of Investment, maksud serupa tercermin dalam sal ahsatu bagiannya yang menyatakaa*
The term "investment" shall comprise every direct or indirect contribution of capital and any other kind of assets, invested or reinvested in enterprises in in the field of agriculture, industry, mining, fprestry, communications and tourism* • • •
Pasal 3 perjanjian, jaminan penanaman modal antara Indonesia daa
Belgia meliputi kategori yang tercaatum pada paeal 1 perjaajian
jamlnan penanaman modal antara Indonesia daa Jerqyaa Barat*
Tak pelak lagi, Keputusaa Preaiden nomor 59 tahun 1972
daa beberapa perjanjian j ami nan penanaman modal di at as —
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
18
kesemuanya disahkan melalui keputusan presiden — memodifikasi
pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 19 7« Hal Itu mengundang
permasalahan manakala ditinjau dari hirarki peraturan perundang-
undangan sesuai Ketetapan Hajelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Nomor XX/kPRS/1966» Bukankah suatu peraturan perundang-undangan
hanya dapat diubah oleh peraturan perundang-undangan sederajad•
Perubahan pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 19$7 seharusnya dituangkan dalam; undang-undang* Atau, meningkatkan keputusan
presiden tersebut menjadi undangrtmdang*
Kemang, pada asaanya Undang-undang nomor 1 tahun 19 7 hanya
mengizinkan penanaman modal secara langsung* Namun, pasal 23 dan
27 Undang-undang nomor 1 tahun 1967 memungkinkan pamitran patungan
antara modal dalam negeri dan modal asing* Pada tahap selanjutnya,
kebijakan Pemerintah 22 Januari 1974 — tanpa tertuang dalam peraturan perundang-undangan — mensyaratkan joint venture pada
penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967f«
Joint venture merupakan bentuk pamitran patungan dua pihak
atau lebih melalui pembentukan perusahaan baru* Perusahaan tersebut merupakan milik para £ihak melalui penggabungan modal, skill, dan
hak milik lainnya* Pamitran patungan para pihak ini mempunyai sifat permanen* Perusahaan para pihak yang semula ada, tidak
dibubarkan*
QHardjo Cunawan, "Apa itu Joint Venture-Csaha Patungan",
Surabaya Post* 6 Januari 1979* k. 6*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
19
Sesuai pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahua 19 7» joint venture sebagai syarat terhadap penanaman modal dal<un
rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 dilakukan oleh pemilik
modal dalam negeri dan pemilik modal asing* Pengortian modal asing
daa pocailik modal asing telah diuraikan di atas* Pengertian modal
dalam negeri dan pemilik modal dalam negeri dirumuskan oleh pasal
1 Undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Kodal Dalam
Negeri yaag menyatakan;(1) Tang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan "modal
dalam negeri" ialah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan bedan-benda baik yang dimiliki oleh Negara, maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang dieisihkan / disediskan, guna menjalankan sesuatu usaha sepaajang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Sahun 19*7 tentang Penanaman Kodal Asing*
(2) Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat terdiri atas perorangan dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia*
Dalam memori penjelasan pasal 1 Undang-undang nomor 6 tahun 1968 ,
yang dimaksud swasta nasional adalah warga negara Indonesia yang
aeliputi perorangan dan badan hukum* Swasta asing adalah warganegara asing yang meliputi perorangan dan badan hukum*
Sementara itu, memori penjelasan Undang-undang nomor 6tahun 1968 nenyatakan, modal yang tidak memenuhi pasal 2 Undang-
undang nomor 1 tahun 1967 adalah modal dalam negeri* Dari pasal 2
Undang-undang nomor 1 tahun 1967 dapat ditarik kesimpulaa, unsur
modal asing dalam struktur modal merupakan karakteristik modal
asing* Jadif yang tidak termasuk pengertian modal asing adalah
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
20
modal dalam negeri. Di segi lain, Undang-undang nomor 6 tahun 1968
memuaglcinkan eksistensi unsur modal asing, sebesar 49 dari seluruh saham, dalam struktur modal perusahaan dalam rangka Undang-
undang nomor 6 tahun 1968* l>i samping itu, pasal 6 Keputusan
Presiden nomor 59 tahun 1972 memberi izin penggunaan kredit luar
negeri sebagai bagian penanaman modal dalam rangka Undang-undang
nomor 6 tahun 1968* Dari uraian-uraian tersebut dapat ditarik
kesimpulan, terdapat kekaburaa pembedaan pengertian modal asing9dan modal dalam negeri.
Dilihat dari Undang-undang nomor 1 tahun 19^71 suatu modal
dianggap sebagai modal asing manakala modal tercebut berasal dari
luar negeri, dieertai anggapan, dimiliki oleh orang / badan hukum
asing. Namun, manakala dilihat dari perumusaa pasal 1 Undang-undang nomor 6 tahun 1968, semua modal untuk produksi dalam negeri
merupakan modal dalam negeri, kecuali yang dianggap Undang-undang
nomor 1 tahun 19^7 sebagai modal asing* Konsekuensinya, suatu modal dianggap sebagai modal asing atan modal dalam negeri eemata-mata tirletak pada "cap" modal asing menurut Undang-undang nomor 1
tahun 1967 atau modal dalam negeri menurut Undang-undang nomor 6
tahun 19<8 . 10
"*Cf. Badaa Pembinaan Hokum Haaional, op. oit., b. 83 dan 84*
10IblA.. h. 75.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
21
3. pengaturaa penanaman Modal AeinfKegiatan penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1
tahun 1967 mengundang penanganan interdepartemen* Oleh sebab itu, Pemerintah telah raenunjuk suatu lembaga koordinatif, yaitu BKPK.
BKPK dibentuk oleh Keputusan President nomor 53 tahun 1977 junoties
Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1961 dan Keputusan Presiden
nomor 7& tahun 1982. Henurut pasal 3 sub 0 Keputusan Presiden
nomor 54 tahun 1977 juncto pasal 3 sub i Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1931? BKPK mengajukan hasil penelitian dan penilaian
atas penanaman modal asing kepada Presiden untuk meraperoleh
keputusan. Kontrak antara Pemerintah dan penanam modal yang
raengadakan us aha dalam rangka Undang-undang, nomor 1 tahun 19&7
terbentuk pada saat Presiden memberi keputusannya*
Lahircya Keputusan Presiden nomor 53 tahun 1977 dibarengi
oleh Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977* Menurut pasal 2 ayat
(1) dan ayat (2) Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977» calon penanam modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang
nomor 1 tahun 1967 mengajukan aplikasi kepada ketua BKPM. dengan mempergunakan formulir yang ditetapkan BKPK. Kebijakan Pemerintah
22 Januari I974 measyara&kan joint venture bagi penanaman modal
dalam> rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Sesuai pasal 23
dan 27 Undang-undang nomor 1 tahun 19 7» joint venture dilakukan antara pemilik modal asing dan pemilik modal dalam negeri* Oleh
sebab itu, calon penanam modal dalam hal ini adalah pemilik modal
dalaa negeri dan pemilik modal asing. Sedangkaa formulir yang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
22
dimaksud adalah formulir model i/PKA dan model Il/pMA, sebagaimana
ditetapkan oleh Surat Keputusan ketua BKPM nomor 15 tahua 19&4*
Sebagaimana telah diuraikan di muka, joint venture antara
pemilik modal dalam negeri dan pemilik modal asing harus tertuang
dalam wadah perseroan terbatas* Dengan demikian, joint venture yang
dimaksud oleh pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahun 19*>7
aorta kebijakan Pemerintah 22 Januari. 1974? adalah joint venture
company - Pada joint venture company tersebut, mitra-usaha pemilik
modal asing adalah pemilik modal dalam. negeri yang berwujud badan
hukum9 perseroan terbatas dan kop.orasi, dan perorangan* Pemilik
modal dalam negeri dan pemilik modal asing mendirikan perusahaan
baru melalui penggabungan modal? know-how, dan pemilikan saham
bereajna. Kelalui joint venture companyv Pemerintah, eecara implisit,
oemberi kesempatan kepada pemilik modal dalam negeri untuk memanfaatkan teknologi, manajemen, dan good-will pemilik modal
asing*
Kontrak paoitran patungan antara pemilik modal asing dan
pemilik modal dal an negeri tertuang di dalam 'master agreement
on joint venture*• 'Master agreement on joint venture* mencakup,
antara lain? struktur peroodalan? manajeaen, penggunaan tenaga ahli? pembagian laba, penyediaan peralatan dan bahan baku. 'Master agreement On joint venture' dirinci oleh berbagai kontrak, * 'patent licensing', ftechnical service agreement', 'management contract'*^
**5umantorot Kerjasama Patungan dengan Modal Asing* Alumni? Bandung, 1984? h. 25*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
23
Para mitra-uaaha mengikutsertftkaa faster agreement onjoint venture' manakala mereka mengajukan aplikasi penanaman
oodal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Sampai kini,12belum terdapat standardisasi 'master agreement on joint venture*•
pembuatan dan pelaksanaan 'master agreement on joint venture'
bertumpu pada hukum perdata intemasional Indonesia*
Pada asasnya, orientasi dan strategi kebijakaa Pemerintah
mengundang penanaman modal asing, didasarkan pada kepentingan
pembangunan nasional* Sarana menoobawujudkan hal itu adalah
peraturan perundang-undaagaa* Berlandaskan pada pasal 3 Undang-
undang nomor 1 tahun 19 7* kegiatan operasional penanaman modal
asing harua dituangkan dalam wadah badaa hukum yang didirikaa
nenurut hukum Indonesia dan berkedudukaa di Indonesia* Dalam
kaita&nya dengan ketentuan tersebut, Moch* Isnaeni mengemukakan,
ketentuan itu dimakaudkaa untuk menjaga akselerasi pembangunan
nasional. Dalam arti, dihindarkan pemanfaatan hukum Indonesia
eemata-mata hanya untuk mendirikan badan hukum, terlebih-lebih bermodal asing* Unsur asing, unsur modal penanam modal, sengaja
didomestikkaa. Tanpa mendomost ikkannya, hubungan hukum dengan
pihak Indonesia tetap merupakan peristiwa perdata intemasionalr sehingga perlu oar a penyelesaian yang panjang*^ Ketentuan
*?Hooh. Isnaeni, "Haeionalitas Badaa Hukum Dalam Kerangka pe&aaamaa Modal Asing di Indonesia", Tesis Fakultas Hukum Universitas Airlaagga, 1981, h. 62*
I2Ibld.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
24
pasal 3 Undang-undang no,. 1 th* 1967 wajar dan dlperlukan oleh
Indonesia yang berupaya melaksanakan pembangunan multidimensional*
Tanpa ketentuan pasal 3 Undang-undang no* 1 th* 1967 akan lahir
beberapa kondala terhadap upaya Pemerintah memanfaatkan seoara
optimal dan maksimal penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 bagi kepentingan pembangunan national.
Formulir model i/PMA dan model Il/pMA tidak mencantumkan
ketentuan-ketentuan yang merupakan persyaratan berdasarkan peraturan
perundang-undangan* Hal itu mengundang pertanyaan mengenai peraturan
perundang-undangan yang mengikat kegiatan operasional penanaman
modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th. 1967* Part X pada
formulir model i/PHA d&n -part XI pada formulir model Il/PHA:
2. It is understood that the applicants will fulfill all laws and regulations concerning the foreign investment in appropriate way, including company's obligation to take preventive measures against pollution caused by the operation of the joint venture company at its own expenses9 in conformity with the applicable rules and regulations.
Dalam Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977 pun tidakdioantumkan peraturan perundang-undangan yang mengikat kegiatan
operasional penanaman modali dalam rangka Undang-undang no* 1 th*1967« Pada asasnya, penanam modal yan£ mengadakan us aha dalam.
rangka Undang-undang no* 1 th. 1967 wajib raemenuhi semua peraturanperundang-undangan. Pasal 6 K-eputusan Presiden no. 54 th* 1977
menyatakant.
(l) Dalam hal pelakaanaan sesuatu penanaman modal tidak sesuai dengan persetujuan dan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah dan atau penanam nodal tidak
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
25
memenuhi kewajiban menyampadkan laporan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4i maka kepada penanam modal dapat dikenakan Banks! sesoai dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk dioabutnya lain us aha dan atau fasilitas / keringanan fiskal yang telah diberikan.
Peraturan perundang-undangan merupakan manifestasi kebijakanpemerintah mengarahkan kegiatan operational penanaman modal dalam
rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* agar sesuai dengan
kepentingan pembangunan nasional* tiengan kalimat lain, peraturan
perundang-undangan tersebut merupakan landasan. yuridis Pemerintah
mengatur kegiatan operational penanaman modal dalam< rangka Undang-
undang nomor 1 tahun 19$7 * Di segi lain, peraturan perundang-undangan
member! kepastian hukum bag! penanam modal yang mengadakan us aha
dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967*
Penelitian peraturan perundang-undangan penanaman modal
asing yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional,
menunjukkan terdapat pengaturan duplikatif hingga timbul peraturan-peraturan kontradiktif* Di samping itu, efektiritas suatu peraturan
dioabut oleh perubahan kebijakan yang belum tertuang dalam
peraturan, dan suatu kebijakan efektif meski tanpa landasan 14yuridis* Situasi tersebut dapat melahirkan ketidakpastian hukum
bag! penanam mi) dal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang
nomor 1 tahun 1967* Dengan kalimat lain, situasi tersebut kurang memberikan iklim kondusif bag! penanam modal yang mengadakan us aha
^^Badan Pembinaan Hukum Nasional, op, oit*f passim*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
26
dal an rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19$7* Di samping itu,
dapat melahirkan silang-sengketa antara Indonesia dan penanam
modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19 7* Silang-sengketa tersebut dapat diiajukan ke pentas
ICSID untuk mendapat penyelesaian*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
INTJilRffATIQNAL CENTRE FOR smuailiWT OF
INVESTMENT DISPUTES (ICSID)
Dalam rangka menciptakan ikllm kondusif bag! penanaman
modal asing, Indonesia menadatangani Konvensi Washington pada
tanggal 16 Pebruari 1968, Ratifikasi Konvensi tersebut melalui
Undang-undang nomor 5 tahun 1968 tentang Persetujuan atas
Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara negara dan
warganegara asing* Pasal 1 Undang-undang nomor 5 tahun 1968
monyatakan: "Henyetujui Konvensi tentang Penyelesaian antara
Negara dan Warganegara Asing mengenai Penanaman Modal* • • •” Lebih lanjut pasal 2 Undang-undang tersebut memberikan kepada
Pemerintah:
• • • wewenang untuk memberikan persetujuan bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan Warganegara Asing diputuskan menurut Konvensi termaksud dan untuk mewakili Republik Indonesia dalam perselisihan tersebut dengan hak subtitusi*
penyimpanan piagam ratifikasl 'instrument of ratification1 yang
dltandatftngani Presiden Soeharto ke ICSID dilakukan pada tanggal
16 September 1968.pasal 1 Konvensi Washington menyatakani
(1) There is hereby established the International Centre for Settlement of Investment Disputes (hereinafter oalled the Centre)*
(2) The purpose of the Centre shall be to provide facilities for conciliation and arbitration of Investment disputes between Contracting States and nationals of other Contracting States in accordance with the provision of the Convention* *
BAB III
27
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
26
Dari ketentuan pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington dapatdisimpulkan, Konvensi tersebut bermaksud mendirikan ICSID. Sesuai
pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington, ICSID menyediakaa saranaarbitrase dan konsiliasi bagi penyelesaian sengketa penanaman
modal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara
peserta lain Konvensi itu. Dengan demikian, ICSID sendiri tidakmelakukan aktivitas arbitrase, atau konsiliasi.
1. Yurisdiksl ICSID
Jieratifikasi Konvensi Washington tidak berarti serta-merta
Indonesia menundukkan diri ke yurisdiksi ICSID. Dengan kalimat lain,
ratifikasi Konvensi Washington tidak menelurkan kewajiban bagiIndonesia untuk aemakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID.
Kukadimah Konvensi Washington, antara lain, menyatakan*
Declaring that no Contracting State shall by the mere faot of its ratification, acceptance or approval of this Convention and without its consent be deemed to be under any obligation to submit any particular dispute to conciliation or arbitration.
Xurisdiksi ICSID berlaku, manakala pasal 25 ayat (l)
Konvensi Washington dipenuhi. Pasal 25 Konvensi Washington
menyatakan*(1) The jurisdiction of the Centre shall extend to any
legal dispute arising directly out of an investment, between a Contracting State (or any constituent subdivision or agenoy of a Contracting State designated to the Centre by the State) and a national of another Contracting State, which the parties to the dispute oonsent in writing to submit to the Centre. When the parties have given their consent, no party may withdraw its consent unilaterally.
Herujuk kepada pasal 25 ayat (1) Konvensi Washington, terdapat
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
29
tiga syarat berlakunya yuriediksi ICSID terhadap sengketa penanaman
modal dalam rangka Undang-uadang no* 1 th. i9 7-
1* adanya persetujuan arbitrase ICSID seoara tertulis antara
Indonesia, peserta Konvensi Washington, dan penanam modal
asing, warga negara peserta lain Konvensi tersebut;2. eengketa terjadi antara Indonesia, peserta Konvensi Washington,
dan penanam modal asing, warga negara peserta lain Konvensi itu|
3. perkara yang diajukan ke ICSID merupakan sengketa hukum langsung
timbul dari penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1
tahun 1967*
Manakala ketiga syarat tersebut dipenuhi, ICSID mempunyai yurisdiksi
terhadap sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1
th. 1967.Ad. I Beranjak dari Surat Keputusan ketua BKPM no. 15 th. 1984*
aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19 7
tartuang dalam formulir model i/PMA dan model Il/PMA. Merujuk ke
pasal 3 sub d Keputusan Presiden no. 54 th. 1977 jo« pasal 3 eub; j
Keputusan Presiden no. 33 th. 19 1, BKPH mengajukan hasil penelitian dan penilaian atas penanaman modal asing kepada Presiden untuk memperoleh keputusan. Manakala telah terbit keputusan Presiden ataa aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th.
1967> berarti Presiden telah menyetujui ketentuan-ketentuan dalam
formulir aplikasinya. Salah satu ketentuan dalam formulir aplikasi
penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 adalah klausula arbitrase ICSID. Part VII, sub D, formulir model
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
30
i/PMA dan part VIII, sub D, formulir model Il/PKAi
ARBITRATION.With the explioit preclusion of disputes oonoeming tax matters, it iB requested that in all disputes arising between the Joint Venture Company and the Government of the Hepublio of Indonesia regarding the interpretation or the implementation of this investment application (projeot proposal) approved by the Government of the Republic of Indonesia, which oan not be settled amicably, shall be settled under the Rule of the Convention- on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States, to which the Republic of Indonesia is a member*
Jadi, Presiden secara langsung menyetujui, penyelesaian sengketa
penanaman modal dalam raagka Undang-undang nomor 1 tahua 19 7melalui arbitrase ICSID. Dapat saya tegaskan, BKPH.tidak memberi
persetujuaa atas penyelesaian sengketa penanaman modal dalamraagka Undang-undang, no. 1 th. 19 7 melalui arbitrase ICSID
Konsekuensinya, pasal 25 ayat (3) Konvensi Washington tidak
berlaku. Pasal 25 ayat (3) Konvensi Washington menyatakaa: "Consentby a constituent subdivision or agency of a Contracting State shall
require the approval of that State unless that State notifies the
Centre that no such approval is required,nDi eamping itu, penerimaan yurisdiksi ICSID terdapat pada
perjanjian international bilateral antara Indonesia dan Belgia,
Peraaois, Korea Selataa. Pasal 10 Agreement Regarding Eoonomio
and Technical Cooperation and Trade Promotion between the Republic
Cf. Sudargo Gautama, Soal-aoal Aktual Hukum Perdata Internaslonal. Alumni, Bandung, 19 1, k*
15
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
31
of Indonesia and the Republio of Korea menyatakani
The Contracting party in the territory of which a national or a company of the other oountry made or is in the prosess of making an investment , shall assent to any demand on the part of suoh national or company and any such national or company shall comply with any request of the former Contracting Party, to submit, for conciliatipn or arbitration, to the Centre established by the Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and National of other States of March 16th 1965, any dispute that may arise in connection with the investment*
Ketentuan senada juga dituangkan dalam pasal 10 Agreement between
the Republic of Indonesia and the Kingdom of Belgium on the
Encouragement and Reciprocal Protection of Investments dan pasal 3
Agreement between the Republic of Indonesia and the Frenoh Republio
on the i&couragement and proteotion of French Capital in Indonesia*
Sebagairaana diuraikan di muka, meratifikasi Konvensi
Washington tidak berarti serta-merta Indonesia menundukkan diri ke
yuriediksi ICSID* Di segi lain, ketentuan-ketentuan dalam perjanjianr*
perjanjian jaminan penanaman modal di atae menclurkan kewajiban
bagi Indonesia memakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID* Ditlllk
dari perj&njian-perjanjian jaminan penanaman modal di atas, manakalaIndonesia tidak memakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID, raaka
Indonesia dianggap melakukan wanprestasi dalam pentafi hukum
intemasional*Ad. 2 pengertian warga negara peserta lain Konvensi Washington,
dalam hal ini natuurlijk persoon, dijabarkan oleh. pasal 25 ayat (2)
Konvensi tersebutt
(a) any natural person who had the nationality of a Contracting..State other than State party to the dispute on the date
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
M 1 L I Kp e r f u s t a k a a n _
XJM1VERSITAS A l R L A N -
| S U R A B A Y A ____
on whioh the parties consented to submit such dispute to* * • arbitration as well as on the date on whioh the request was registered pursuant to paragraph • • . (3) of Artiole 36, but does not inolude any person who on* either date also had the nationality, of the Contracting State party to the dispute; and . * * *
Hanakala ketentuan itu dikaitkan dengan penan a/nan. nodal d&latn rangka
Undang-undang no. 1 th. 1967, aatuurlijk persoon warga Indonesia,
mitra-usaha pada joint venture oompany dalam. rangka Undang-undang
no* 1 th* 1967* tidak dapat tampil di pentaa ICSID, meski Indonesia
menyetttjuinya* Sedangkan pengertian warga aegara peserta lainKonvensi Washington, dal an hal ini recht persoon, dijabarkan oleh
pasal 25 ayat (2) Konvensi Washingtons
(b) any juridioal person which had the' nationality of a Contracting State other than the State party to the dispute oa the date on which ..the parties oonseated to submit such dispute to conciliation or arbitratioa and any juridical person which had the nationality of the Contracting State party to the dispute oa that date and .which, because of foreign control, the parties have agreed. should be treated aa a national of another Contracting States for the purposes of this Convention*Telah diuraikan pada bab sebelumnya, kegiatan operasional
penananaa nodal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 harus
dituangkan dalam wadah perseroan terbatas* Timbul pertanyaant apakah naaionalitas perseroan terbatas dalam rangka Undang-undang no* 1 th. I967 ? Selanjutnya, apakah perseroan terbatas tersebut
memenuhi ketentuan pasal 25 ayat (2) sub b Konvensi Washington* perluaya penetapaa nasionalitas badan hukum dinyatakaa J.G. stark#:
"It is necessary to determine the nationality of such corporations,
for the purpose of applying the 'nationality of olaims' principle
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
33
in a oase before an international tribunal, or for giving effeot16to a treaty applying to nationals of a State * . . ."
Undang-undang. no. 62 th. I958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia, hanya mengatur nasionalitas natuurlljk persoon.
Ditopang penafsiran historis terhadap Undang-undang no. 62 th. 1958,
te ray at a Undang-undang no. 3 th. 194$ tentang Kewarganegaraandan Fenduduk Republik Indonesia junoto Undang-undang no. 6 th. 1947
diberlakukan terhadap nasionalitas badan hukum. Pasal 1 sub j
Undang-undang no. 3 th. 194<», pasal tersebut ditambahkan oleh
Undang-undang no. 6 th. 1947# menentukan, badan hukum yang didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia mempunyai17nasionalitas Indonesia.
Perseroan terbatas, badan hukum yang dimaksud oleh pasal 3
Undang-undang no. 1 th. 19 7i harus didirikan menurut hukum Indonesia, dan berkedudukan di Indonesia. Oleh karena itu, perseroan
terbatas dalaai rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 meraentihi ketentuan
pasal 1 sub j Undang-undang no. 3 th. 1946 jo* Undang-undang no* 6 th. 1947* Dengan kalimat lain, perseroan terbatas dalam rangka
18Undang-undang no. 1 th. 19^7 mempunyai nasionalitas Indonesia.
16J.G. Starke, An Introduction to International Law. Butterworths, London, 1972, h. 345*
17Koch. Ienaeni, op. oit.. h. 5 .lQIbid., h. 57 dan 64*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
34
Dengan demikian, perseroan terbatas dalam rangka Undang-
undang no* X th* 1967 tidak memenuhi ketentuaa pasal 25 ayat (2)
sub b Konvensi Washington* Konsekuensinya, perseroan terbatas
dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7 tidak dapat tampil di
pentad ICSID* {Sal tersebut memungkinkan penanam modal aBing, warga
negara peserta lain Konvensi Washington, untuk tampil di pentae
ICSID* Penanam modal asing tersebut bertindak untuk dan atas nama
dirftnya, bukan untuk dan atas nama perseroan terbatas dalam rangka
Undang-undang no* 1 th* 1967*
Tampilnya penanam modal asing untuk dan atas nama dirinya
di pentaa ICSID mengundang permasalahan, manakala ditinjau semata-
mata dari kedudukaa perseroan terbatas aebagai badaa hukum* Ketboek vaa Koophaadel memberi status'badaa hukum kepada perseroan terbatas*
Dengaa demikian, tampilaya penanam modal asing di ICSID memang oenerobos status perseroan terbatas sebagai badaa hukum* Hamun,
hal itu merupakaa konsekuensi dari eksietensi daa eseasi pasal 3
Undang-undang no* 1 th* 1967 jo* pasal 1 sub j Undang-undang
no. 3 th* 1946, dalam kaitannya dengan formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967*
Mitra-usaha pada joint venture company dalam raagka Undang- undang ao* 1 th* 19 7/, di antaranya, adalah perseroaa terbatas dalam rangka Undang-undang no* 6 th* 1968* Herujuk ke pasal 1 eub
j Undang-undang no. 3 th* 194$, perseroan terbatas tersebut
bornasionalitas Indonesia* Koasekuensinya, perseroaa terbatas
dalam rangka Undang-undang no* 6 th* 1968 tidak memenuhi paaal 25
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
35
ayat (2} sub b Konvensi Washington* Dengan kalimat lain, perseroan
terbatas dalam rangka Undang-undang no. 6 th* 1?68 tidak d&pat
tampil di pentas ICSID*
Dari urai&n-uraian di atas, dapat dieimpulkan, klausula
arbitrase ICSID pada formulir aplikasi model i/PMA dan model Il/PMA
hanya memberi persetujuan kep&da pemilik modal asing, warga negara
peserta lain Konvensi Washington, tampil di pentas ICSID*
Ad. 3 Paragraf 26 Report of the Executive Direotors mengenai
Konvensi Washington menyatakanj "The dispute must conoem the
existence or soope of a legal right or obligation, or the nature
or extent of the reparation to be made for a breach of a legal obligation." Menurut ketentuan klausula arbitrase ICSID pada
formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1
th. 1967* perkara yang dapat diajukan ke ICSID adalah "With the
explicit preclusion of disputes oonoeming tax matters, « . . all
disputes . * . regarding the interpretation or the implementation
of this investment application. • . ." Dari uraian di atasy dapat
disiopulkan, perkara yang dapat diajukan ke ICSID adalah sengketa
hak dan kewajiban penanam modal ataupun Pemerintah Indonesia, yang teroantum pada formulir aplikaeiaya dan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, pasal 26 Konvensi Washington menentukanj
• .A Contracting State may require the exhaustion of looal
administrative or judioial remedies as oondition of its consent to
arbitration under this Convention.* Menurut J.G. Starke, beberapa
asas *looal remedies rule1 dalam pentas hukum intemasional adalahs
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
36
- a local remedy is not to be regarded as adequate and need not be resorted to if the municipal Courts are not. in a position to award compensation or damages;
- a claimant is not required to exhaust justice if there is no justioe to exhaust; for example, where the supremo judicial tribunal is under the control of the executive organ responsible for the illegal act, or where an act of the legislative organ has caused tho injury suffered;
- where the injury is due to an executive act of the government as suoh, which is clearly not subjectto the jurisdiction, of the municipal Courts, semble the injured foreign citizens are not required to exhaust local remedies.19
Pada bagian lain J«G. Starke, merujuk ke the Ambatielos Arbitration,
meuyimpulkantlocal remedies are not exhausted if an appeal to a higher Court is not definitely pressed or proceed with, or if essential evidenoe has not been adduced, or if there has been a significant failure to take some step necessary to succeed in the action.
Di segi lain, dari the Ambatielos Arbitration, dapat disimpulkan,
negara yang menuntut pemakaian upaya-upaya setempat harus dapat
membuktikaa eksietensi dan kemampuan hukumnjia untuk menyelesaikan 21sengketa. Dalam kasus Panevesys-Saldutiskis Railway, mahkamah
permanen menyatakan bahwa pengadilan negara yang menuntut pemakaian
upaya setempat berwenang menentukan yurisdiksinya aebelum yurisdiksi
19J.G. Starke, op. oit.« h. 308.20Ibid., h. 309.
2Vr. O'Connell, International Law, Y<ol* XL, Stevens & Some, London, 1970, h. 1054*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
s
37.
intemasional muncul*
Dengan demikian, penanam modal a s i n g , warga negara peserta
lain Konvensi Washington, tidak dapat sertar-merta mengajukan
sengketanya ke ICSID, manakala ia merasa dirugikan Pemerintah
Indonesia* Sebagaimana d ik e m u k a k a n d i muka, penelitian peraturan
perundang-undangan penanaman modal a B i n g yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum ifasional menunjukkan, terdapat, banyak
pengaturan duplikatif* Hal tersebut monimbulkan peraturan-peraturan
k o n t r a d i k t i f• Bahkan, e f e k t i v i t a a suatu p e r a t u r a n dicabut oleh
perubahan kebijakan yang belum tertuang dalam p e r a t u r a n * Di
s a m p in g itu, suatu kebijakan e f e k t i f meski t a n p a landasan yuridis*
Situasi tersebut, tentu, kurang memberikan iklim kondusif bagi
penanam modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang
nomor 1 tahun 1?67/* Bahkan, hal tersebut d a p a t melahirkan s e n g k e t a
a n t a r a Indonesia dan penanam modal yang, mengadakan usaha dalam
rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19 7«Paragraf 32 Report, of the Executive Directors mengenai
Konvenai Washington mempertegas, Konvensi itu tidak memodifikasiketentuan hukum intemasional mengenai * exhaustion of looal remedies*Di segi lain, pasal 3 perjanjian jaminan penanaman modal antaraIndonesia dan Belgia men^takant "This oonsent, implies renunciation
of the requirement that the Internal administrative or judicial
resorts should be exhausted*"
22
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
38
2* Dewan Arbitrase ICSID
Dalam sub bab pertama dari bab ketiga, telah diuraikan
bahwa ICSID sendiri tidak melakukan aktivitas arbitrase, atau
konsiliasi. Sesuai ketentuan pada Konvensi Washington, arbitrase
dilakukan oleh dewan arbitrase* Pasal 3 Konvensi Washington
raenghendaki ICSID menyediakan panel arbitrator* Salah satu syarat
menjadi anggota panel arbitrator, atau konsiliator, adalah sebagaimana
ditentukan pasal 14 Konvensi Washingtons
(1) Persons designated to serve on the Panels shall be persons of high moral character and recognized competence in the field of law, commerce, industry or finance, who may be relied upon the exercise independent judgement* Competence in the field of law shall be of particular importance in the oase of persons on the Panel of Arbitrators*
Merujuk kepada gasal 14 ayat (l) Konvensi Washington, syarat-syarat
menjadi anggota panel arbitrator, atau konsiliator, adalah:
1* mempunyai watak moral luhur;
2* berkompeten di bidang hukum, perdagangan, industri dan keuangan;
3* dapat member! keputusan tidak memihak*
Dewan arbitrase dibentuk sesegera mungkin, setelah pendaftaran
permohon&n arbitrase* Dewan arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau lebih, asalkan ganjil, yang do.tunjuk sesuai persetujuan para
pihak* Hal. itu ditentukan pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) sub a Konvensi Washington* Manakala tidak ada persetujuan pihak-pihak yang bersengketa,
mengenai jumlah dan cara pengangkatan arbitrator-arbitrator, dewan
arbitrase terdiri dari tiga orang, Masing-masing pihak yang bersen^ceta
memilih seorang arbitrator* Ketua dewan arbitrage ditunjuk berdasar
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
39
persetujuan para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dapat diamati
dari pasal 37 ayat (2) sub b Konvensi Washington.
Manakala dewan arbitrase belum terbentuk daliam waktu sembilan
puluh hari setelah pemberitahuan pendaftaran permohonan arbitrase,
atau setelah lampau waktu yang ditetapkan para pihak, ketua dewan
administratif ICSID mengangkat arbitrator yang belum diangkat.
Pengangkatan itu dilakukan, 8 e dap at mungkin, setelah rembukan dengan
para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dinyatakan oleh pasal
38 Konvensi Washington. Merujuk kepada paragraf 35 Report of the
Executive Directors mengenai Konvensi Washington, pengangkatan tersebut
dimaksudkan untuk menghilangkan kemacetan pembentukan dewan arbitrase
ICSID, manakala para pihak tidak sepakat mengenai pengangkatan para
arbitrator atau salah satu pihak tidak bersedia mengangkat arbitratornya
Henurut pasal 38 Konvensi Washington, arbitrator-arbitrator.yang..
ditunjuk oleh ketua dewan adrainistratif ICSID, bukan warga negara
peserta Konvensi Washington yang bersengketa di. ICSID, dan bukan
warga negara peserta lain Konvensi ■ Washington yang, warganya bersehgketa di ICSID.
hayoritas arbitrator haruslah warga negara-negara lain daripada
negara peserta Konvensi Washington yang bersengketa di ICSID dan
negara peserta Konvensi Washington yang warganya bersengketa di
ICSID. Naarnn, syarat. kewarganegaraan tersebut tidak berlaku, jika
arbitrator tunggal atau anggota dewan arbitrase ICSID telah
ditunjuk melalui persetujuan para pihak yang bersengketa. Hal
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
40
tersebut diatur oleh pasal 39 Konvensi Washington*
Dewaa arbitrase ICSID mempunyai wewenang menetapkan kompetensinya
atas sengketa yang diajukan kepadanya. Hal tersebut diatur pasal
41 ayat (l) Konvensi Washington t "The tribunal shall be the judge
of its own competence." Merujuk kepada pasal 41 ayat (2), manakala
salah satu yang bersengketa mengajukan keberataa atas koepeteasi
ICSID, dewan arbitrase ICSID menentukan kompetensinya sebelum
memeriksa pokok perkara, atau pada saa& memberi keputusan atas pokok perkara* Turisdiksi arbitrase ICSID hanya meliputi perkara-
perkara tertentu* perkara tersebut harus merupakan sengketa hukun,
sebagaimana ditentukan pasal 25 ayat (l) Konvensi Washington* Di
samping itu, perkara tersebut diajukaa oleh pihak-pihak yang
memenuhi pasal 25 eyat (l) dan ayat (2) Konvensi Washington,berdasarkan persetujuan pihak-pihak mengenai arbitrase ICSID sebagaimana
ditentukaa pasal 25 ayat (1) dan ayat (3) Konvensi Washington*
Sebagaimana diuraikan pada sub bab pertama dari bab ketiga, sengketa
penanaman modal dalaa rangka Undang-undang no* 1 th. 1967 dapat diajukaa ke pentas ICSID, manakala terpenuhi tiga syarat yang
ditetapkan pasal 25 ayat (l) Konvensi Washington* Oleh sebab itu,
dewan arbitrase ICSID akan menetapkan kompetensinya, manakala sengketa penaaaaaa modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 diajukan kepadanya*
Sesuai pasal 62 Konvensi Washington, arbitrase dilakukan
di tempat kedudukan ICSID, di Washington* Selanjutnya, menurut pasal 63 sub a Konvensi Washington, pihak-pihak yang bersengketa
dapat pula menentukan tempat lain, misalnya tempat kedudukan
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
41
permanen Court of Arbitration, atau lembaga-lembaga arbitrase Iain yang telah nembuat persetujuan dengan ICSID untuk itu.
Dalam kaitannya dengan pasal 63 sub a Konvensi Washington, ICSID
telah mengadakan persetujuan dengan Asian-African. Legal Consultative
Committee, yaitu s agreement•among the Asian-Afrioan Legal
Consultative Committeef the regional centre for commercial
arbitration (Kuala Lumpur) and the International Cantre for
Settlement of Investment Disputes. Persetujuan tersebut memungkinkan
arbitrase di bawah arahan ICSID diadakan di pusat arbitrase Asian- Afrioan Legal Consultative Committee, di Kuala Lumpur atau di
Kairo.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
HUKUM IaWG DIPAKAl DKWAK ARBITRaSK INTitflNATIGNAL
CJfiNTftK FOR SE!EPLJ!lU!)llT OP INVESTMENT DISPUTES Dalam rangka menciptakan iklim kondusif bag! penanaman modal
asing, Indonesia meratifikaei Konvensi Washington. Di samping itu,V
klausula arbitrase ICSID dicantumkan pula pada part VII, sub D,
formulir model I/PMA dan part VIII, sub D, formulir model Il/PMA.
Eksistensi d&n esensi klausula arbitrase ICSID tersebut,
menegaskan pengakuan Indonesia dan pihak penanam modal asing mengenai
yurisdiksi ICSID. Tang menjadi masalah adalah hukum apakah yang
dipakai oleh dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman
modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7* Untuk memutus
6engketa penanaman modal asing, menurut Joy Cherian, dewan arbitrase
akan memilih seoara sfclektif hukum yang diterapkannya. Hal inidisebabkan oleh karakteristik transnational kontrak penanaman modal
21asing dan pihak-pihak yang mengadakan kontrak. 1
Pasal 42 Konvensi Washington menentukans(1) The Tribunal shall decide a dispute in accordance with such
rules of law as may be agreed by the parties. In the absence of such agreement, the Tribunal shall apply the law of the Contracting States party to. the dispute (including its rules on the conflict of laws) and such rules of international law as may be applioable.
Ada dua ketentuan yang dapat dipetik dari pasal 42 ayat (1) KonvensiWashington. Ketentuan pertama pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington
menentukan, dewan arbitrase ICSID memutus sengketa berdasarkan hukum
23Joy Cherian, Investment Contracts and Arbitration— The World Bank Convention on the Settlement'of Investment Disputes, A.W. Si$thoff, Leyden, 1975i h. 19*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
43
yang dipilih para pihak. Ketentuan kedua pasal 42 ayat (1) Konvensi
Washington menentukan, dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum negara
peserta Konvensi Washington yang menjadi pihak dalam sengketa,
termasuk kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasionalnya, dan Hukum
Internasional yang sew&jarnya diterapkan, manakala para pihak tidak
melakukan pilihan hukum*
1, Ketentuan Pertama Pasal 42 ayat (l)
Ketentuan pertama pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington
menentukan : "The Tribunal shall deoide a dispute in accordance wi1h euoh rules of law as may be agreed by the parties • " Dari ketentuan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Konvensi Washington mengakui eksistensi
dan esensi salah satu ajaran pada teori umum Hukum Perdata Internasional,' i. -
yakni pilihan hukum* Di segi lain, ketentuan tersebut secara implicit
menolak pandangan, kontrak penanaman modal asing antara negara dan
penanam modal serta-merta hanya dikuasai hukum negara pengimpor modal (host state)*
Konvensi Washington tidak mengatur hukum yang dapat dipilih
negara peserta Konvensi Washington dan warga negara peserta lain
Konvensi tersebut* Menurut Ssass, negara peserta Konvensi Washington daji warga negara peserta lain Konvensi itu dapat memilih hukum negara
pengimpor modal, hukum negara ketiga, hukum negara pengekspor modal
(home state), dan Hukum Internasional.^
24Ibid., h. 75
^Ibid.. dikutip dari Szasss, "The Investment Disputes Convention Opportunities and Pitfalls", The Journal of Law and floonomio Development Vol. I, 1970, h* 39.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
44
i/a was a ini, iuynpir eemua negara berupaya mewujudkaa dirinya
sebagai negara kesejahteraan (welfare state)* Konsekuensinya,
rentangan kendali negara seoara global telah coerasuki kehldupan
ekonomi* Sal ah satu aspek kehidupan ekonomi di bawah rentangan
kendali negara adalah penanaman modal asing* "Modem States exercise
wide control over the economy, including such aspects of privateZieconomic enterprise as * * * internal and external investment * » * *n,
demikionlah Starke mengulas rentangan kendali negara di bidang
kehidupan ekonomi, khususnya penanaman modal asing* Hal senada
mengenai wewenang negara mengendalikan kehidupan ekonomi, khususnya
penanaman modal asing juga ditekankan oleh Charter of Economic Rights
and irnties of states. Menurut pasal 2 sub a Charter tersebut, setiap
negara mempunyai hak mengatur dan menjalankan kekuasaannya mengenai
penanaman modal asing, sesuai dengan hukum dan kepentingan nasionalnya*
Di samping itu, tidak ada negara yang dapat dipaksa memberi perlaku&n
preferensial kepada penanaman modal asing. 7
Negarar-negara pengimpor modal yang berupaya melakukan pembangunan
nasional, tentu amat mengharapkan penanam modal asing berkiprah dalam
rangka menunjang dan mengakselerasi pembangunan nasionalnya*
Indonesia misalnya, mengundang penanaman modal asing secara selektif
sesuai relevansi kepentingan pembangunan nasional dan peraturan
'Starke, op* oit*« h* 365*
^Tfeume H* Weston, "The Charter of Koonomic Rights and Duties of States, and .the Deprivation of Foreign - Qwaed Wealth", Aaerioam Journal of International-Law, No* 3f Juli I98I, h. 436*
26
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
MILIK. IPERPUSTAKAAN '
•UN1VERS1TAS AIRLANOO*'___ S U R A B A Y A
perundang-undangan. Oleh sebab itu, Indonesia tidak mungkin memilih
hukum negara-negara pengekspor modal, sebagai sarana penyelesai
sengketa antara Indonesia dan penanam-penaaam modal asing. rtealitanya,Indonesia tidak mencantumkan pilihan hukum negara pengekspor modal,
pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang
no. 1 th. 1967*Di segi lain, Indonesia dapat mencantumkan pilihan Hukum
Intemasional, pada formulir aplikasi penanaman modal rangka Undang-
undang no. 1 th. 1967* Di dalam kontrak yang mengandung unsur publik
dan perdataf eeperti halnya kontrak penanaman modal asing, negara
dan wargazi&siog dapat.memilih Hukum.Intemasional. O'Connell
mengemukahan antara lain : "When a state contract with foreign
national . . . The parties to a contract of mixed public and private
elements are as much at liberty to select the proper law as are28private contractors, and they may choose international law."
Meskipun negara dan warga asing dapat memilih hukum Intemasional
di dalam kontrak mereka, namun realitanya jarang terjadi mereka
memilih Hukum Intemasional itu. "Altough it is theoritically possible, therefore, for a State to agree to subject its contracts with
foreign national to the regime of international law* this has rarely if ever occured.", aemikianlah O'Connell mengulas realita kejarangan
negara dan warga asing memilih Hukum Intemasional di dalam kontrak
pQDJP. O'Connell, op. oit.. h. 979*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
mereka. Indonesia misalnya, secara tegas tidak mencantumkan
pilihan Hukum Internasional, pada formulir aplikasi penanaman
modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967* 'i'iadanya ketentuan
pilihan Hukum Internasional, pada formulir aplikasi penanaman
modal dalam tangka Ondang-undang no. 1 th. 1967, tidak menutup
kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Internasional.
penerapan hukum Internasional diuraikan lebih lanjut pada sub bab
kedua dari bab ini.
Jika kita telusuri ketentuan-ketentuan di dalam formulir
aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19 7,
tidak terdapat ketentuan mengenai pilihan hukum. Artinya tidak
terdapat. ketentuan di dalam formulir tersebut yang menunjuk
hukum tertentu, termasuk Hukum Indonesia, untuk diterapkan manakala
timbul sengketa antara Indonesia dan penanam modal asing*
Pemilihan hukum negara pengimpor modal, dalam hal ini hukum
Indonesia, mempunyai dampak tertentu* Sebagai konsekuensi ketentuan
pertama pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington, dewan arbitrase ICSID
akan menerapkan hukum intern Indonesia, tidak termasuk kaidah-kaidah
Hukum perdata nternasional Indonesia. Hal ini berarti menutup kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum negara ketiga*
2. Ketentuan Keaua Pasal 42 ayat (1)'findak Indonesia .tidak mencantumkan pilihan Hukum Indonesia,
pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang
no* 1 th* 1967, mempunyai motivaei tertentu. Pilihan Hukum Indonesia
dapat melahirkan kendala terhadap upaya pemerintah mengundang modal
asing ke Indonesia* Terlebih-lebih kini tidakl&h mudah mengundang
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
47
modal asing ke Indonesia* Hal ini disebabkan oleh adanya suaeana
kompetitif di antara negara-negara, baik negara maju maupua negara
sedang berkembang, untuk mengundang modal asing ke dalam wilayahnya.
Sebagairaana telah diuraikan, di dalam formulir aplikasi
penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th. 19^7 tidak
terdapat ketentuan mengenai pilihan hukum. Ketentuan kedua pasal
42 ayat (l) Konvensi Washington menentukan : 11 . . . In the absence of euch agreement, the Tribunal shall apply the law of the Contracting
State party to the dispute (including its rules on the conflict of
laws) and such rules of international law as may be applicable."
Beranjak dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum Indonesia, kaidah-kaidah Hukum
perdata Intemasional Indonesia, dan Hukum Intemasional yang sewajarnya
diterapkan, manakala terjadi sengketa penanaman modal dalam rangka
Undang-undang no. 1 th. 19 7* Dewan arbitrase ICSID pertama-tama
menerapkan Hukum Indonesia, meskipun tidak terdapat ketentuan pilihan
hukum di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-
undang no. 1 th. 1967.*Sementara itu, penerapan Hukum Indonesia sebagai negara pengimpor
modal, ditopang oleh dua alasan:
1) teori the most substantial connection dan lex loci solutionis;
2) pendapat para pakar &ukum negara sedang berkembang.
Ad. 1 Bertopang pada teori the most substantial connection,
kaitan paling substansial antara kontrak penanaman modal asing dan
negara pengimpor modal, didasarkan pada dua alasan. hertwna, penanaman
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
modal asing dilakukan di wilayah territorial negara pengimpor modal.
Kedua, penanaman modal asing mempunyai kaitan dengan proses pembangunan
ekonomi negara pengimpor modal1 0 Hal tersebut juga tarjadi di Indonesia,
penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 dilakukan
di wilayah Indonesia* Di samping itu, penanaman modal dalam rangka
Undang-undang no* 1 th* 1967 berkaitan dengan proses pembangunan nasional.Sesuai lex looi solutionis, hukum tempat kontrak dilakukan
merupakan hukum yang sewajarnya diterapkan. Wilayah teritorial Indonesia
merupakan tempat kontrak penanaman modal dalam rangka Undang-undang
no* 1 th* 1967 dilaksanakan* Dengan demikian, Hukum Indonesia merupakan
hukum yang sewajarnya diterapkan untuk memutus sengketa penanaman
modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7*
Ad. 2 Menurut beberapa pakar hukum negara sedang berkembang, kegiatan operasional penanam modal asing di negara pengimpor modal,
mempunyai maJcna bahwa penanam modal menyetujui yurisdiksi dan hukum
negara pengimpor modal* Di dalam pertemuan konsultatif para pakar hukum, disponsori oleh World Bank, seorang wakil suatu negara
menyatakani
When a foreign investor made an investment it seemed obvious to assume that the act of making, ah investment in the host country would imply that the investors had consented to the jurisdiction and application of the law of the host state in all respects, unless there was a written and explicit declaration to the contrary.
Senada dengan pernyataan itu, O’Connell mengungkapkan antara lain:
^°Joy Cherian, op* oit., h, 22-1 *5LIbid., h. 132 dikutip dari International Centre for Settlement
of Investment Disputes, History of the Convention, Vol. II, ICSID, Washington, 1 68, h, 5*3*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
"When a State oontraot with foreign national it ordinarily eaters
a relationship governed by its own municipal law .♦ • * .«32 pend.apa't
para pakar hukum tersebut memberi keabsahan mengenai penerapan
Hukum Indonesia sebagai negara pengimpor modal, meskipun tidak terdapat
pilihan hukum pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka
Undang-u&dang no* 1 th* 1967*Selain menerapkan Hukum Indonesia, dewan arbitrase ICSID juga
menerapkan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia*
Penerapan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia, ditopang
oleh ketentuan kedua pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington* Penerapan
kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia membuka kemungkinan
kepada dewan arbitrase ICSID menerapkan hukug negara ketiga*
Di samping menerapkan Hukum Indonesia dan kaidah-kaidah Hukum
Perdata Intemasional Indonesia, dewan arbitrase ICSID juga berwenang
menerapkan Hukum Intemasional yang sewajarnya diterapkan* Sesu&i paragraf 40 Report of the Executive Directors, istilah Hukum Intemasional
harus diartikan seperti ketentuan pasal 36 ayat (1) Statute of
International Court of Justioe*Penyelesaian sengketa antara penanam modal asing dan pemerintah
suatu negara melalui penerapan Hukum Intemasional, bukan merupakan persoalan. Hal ini dimungkinkan setelah ditolaknya pandangan bahwa Uukum Intemasional tidak dapat diterapkan terhadap. hubungan kontraktual antara pemerintah dan orang-perorangan.^ Berkenaan dengan
49
O 'C o n a e l l f QP* o i t . , h * 9 7 8
^Jjoy Cherian, op* oit*, h* 31«
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
50
kewenangan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Intemasional,
Aron Brpohes mengemukahani
The History of the provision leaves no doubt, in my opinion, that the tribunal may apply international law (i) where national law calls for its application, (ii) where the subject matter is directly regulated by international law ( a case which may not be easily distinguishable in practioe from (i)j, and (iii) where national law or action taken thereunder violates international law.^4
Beranjak dari pendapat Aron Broches, dapat disimpulkan ada tiga
kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Intemasional
bilamana:
1). hukum negara peserta Konvensi Washington, yang menjadi pihak
dalam sengketa, mengundang penerapan Hukum Intemasional;
2). masalah yang disengketakan, seoara langsung diatur oleh Hukum Intemasional)
3) • hukum negara peserta Konvensi Washington, yang menjadi pihak
dalam sengketa, melanggar Hukum Intemasional.
Uraian berikut ini meraaparkan terjadinya tiga kemungkinan dewan arbitrase
ICSID menerapkan Hukum Intemasional, untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7*
Ad. 1 Jika ketentuan-ketentuan di dalam Undang-undang no. 1 th. 1967 ditelusuri, ternyata terdapat ketentuan yang menyangkut
Hukum Intemasional. Merujuk kepada pasal 21 Undang-undang no. 1
th. 19<>7» pemerintah tidak akan aelakukan naeionalisasi perusahaan
h. 84 dikutip dari Aron Broohes, "The Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States 1 Applicable Law and Default-yrocedure",. dalam , Pieter Sanders (ed.), International Arbitration Liber Amioorum for Hartin Domke, Martinus ITijhoff, Hague, 1967, h.-15*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
51
perusahaan modal asing, kecuali Undang-undang menyatakan bahwa
kepentingan negara menghendaki demikian* Manakala nasionalieasi
dilakukan| Pemerintah wajib memberi ganti rugi sesuai dengan asas-asas hukum internasional* Hal tersebut dapat diamati dari pasal 22
ayat (l) Undang-undang no* 1 th. 19*>7*
Setelah perang-dunia kedua, bermunculan negara -negara baru,
terutaaa di kawasan Asia-Afrika. Kemerdekaan politik. negara-negara
tersebut temyata tidak sertar-merta meningcatkan harkat kehidupan
eosial-ekonomi mereka* Salah satu upaya memperbaiki kehidupan
sosial-ekonomi adalah nasionalisasi, atau ekspropriasi* Nasionalieasi
merupakan maaifestasi dari eksistensi dan esensi kedaulatan negara*
Di segi lain| dalaa pentas hukum internasional, negara wajibmemberi ganti-rugi secara ‘proapt, adequate, dan effektive1, jika
ia melakukan nasionalieasi, atau ekspropriasi* Ketentuan tersebut
tentu amat memberatkan perekonomian negara-negara baru merdeka.
Apakah ketentuan itu tetap mempunyai eksistensi dan implementasi ?Oliver J« Lisaitzyn mengemukakan bahwat
In traditional international law there has been an "international standard11 governing state responsibility for the treatment of aliens both as regards their person and their property. Thus, in case of expropriation or nationalization) the "international standard" has sequired the payment of what has often been described as "pronpt, adequate and. effective" compensation*Adequate compensation has been generally defined as payment of the full value of the property, whioh is normally determined by the market priced?
^Oliver J. Lisaitzyn, International Law Today and Tomnprowt Ooeana Publications, New Torkt.1965, h, 76 dan 71*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
52
Di segi lain, Oliver J. Lissitzyn akhirnya menyimpulkan bahwa"The norm of 'prompt, adequate and effective* compensation has been
further weakened since World War II by expropriations without
payment of what was considered adequate compensation in countries36of Eastern Europe; in Iran, Egypt, Cuba, and elsewhere."
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, kini telah tiba
lonceng kematian bagi aturan hukum intemasional yang mewajibkan
negara pengekspropriasi, atau penasionalisasi, memberi ganti-rugi
seoara "prompt, adequate dan effective1• Meski demikian, pemberian
ganti-rugi, sebagai kotnpea*asi, tetap harus dilakukaa. Hal tersebut,
menurut Oliver J. Lissitzyn, dapat diamati dari tindak Mexico,
pada 1917 Mexico mengekspropriasi milik orang-orang asing. Mexico
menyatakaa, tidak ada aturan hukum intemasional yang mewajibkan
negara pengekspropriasi untuk memberi ganti-rugi, Namun, Mexico17tetap memberi ganti-rugi, 1 Jadi, dalam pentas hukum intemasional,
negara wajib memberi ganti-rugi — meski tidak harus 'prompt, adequate
dan effective* — manakala ia melakukan ekspropriasi, atau
nasionalisasi•Dengan demikian* dapat disimpulkan, pasal 22 ayat (1) Undang-
undang no. 1 th. 1967 mewajibkan Pemerintah memberi kompensasi, sesuai ketentuan hukum intemasional, manakala ia melakukan
36Ibid., h. 78.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
53
nasionalieasi, atau ekspropriasi*
Ad* 2 Adanya perjanjian internasional bilateral mengenai
penanaman modal asing yang dibuat antara Indonesia daa beberapa
negara lainnya* Tang tergolong dalam perjanjian internasional tersebut adalah perjanjian mengenai jaminan penanaman modal
investment guarantee agreement** 'Investment guarantee agreement* merupakan perjanjian internasional mengandung, anitara lain,
ketentuaa-ketentuan mengenai hak dan kewajiban. para penanam, modal
asing dalam melakukan kegiatan operasionalnya di Indonesia* Dalam
artiy perjanjian internasional tersebut memberi jaminan kepada
penanam modal asing mengen&i hal-hal seperti misalnya:
1* kebebasan memindahkan hasil laba dari kegiatan operasionalnya
di Indonesia;2* terjaminnya kegiatan operasional penanaman modalnya dari
nasionalisasi^ ekspropriasi, dan konfiskasi* Dalam arti, nasionalisasif ekspropriasi) dan konfiskasi harus diimbangi pembayaran ganti-rugi secara ’just, prompt, adequate, effective*|
3* terjaminnya kegiatan operasional penanaman modalnya dari perang, revolusi, keadaan darurat, dan pemberontakani di Indonesia*
Jadi) Indonesia memberi ganti-rugi jika penanam modal asing rugi
akibat perang, revolusi) keadaan darurat) dan pemberontakan*
Sampai saat ini, Indonesia telah mengadakan * investment
guarantee agreement* dengan Axnerika Serikat, Nederland, German,
Norway) Belgium) Korea Selatan, Canada) Switzerland) Franoe, United
Kingdom. Menurut laporaa tahunaa ICSID, negars^negara terakhir itu
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
54
merupakan negara peserta Konvensi Washington* Dengan demikian,
dewan arbitrase ICSID akan menerapkan perjanjian jaminan penanaman
modal antara Indonesia dan negara peserta lain Konvensi Washington
yang warganya bersengketa di ICSID.
iInvestment guarantee agreement' antara Indonesia dan negara
lain tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Hal tersebut merupakan
konsekuensi as as umum dalam pentas hukum intemasional , yaitu:
'pacta tertiis nec nocent neo prosunt'. Meski demikian, dapat pula
dewan arbitrase ICSID menerapkan. ketentuan* mengenai hak, dalam
perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara
ketiga. Jadi, dewan arbitrase ICSID tidak hanya menerapkan perjanjian
jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara yang warganya
bersengketa di ICSID. Hal itu dimungkinkan jika ketentuan yang
mengandung. 'most favoured nation clause* dicantumkan pada perjanjianjaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara yang warganya
bersengketa di ICSID. Ketentuan 'most favoured nation olause'mempunyai makna bahwa "according to the most favoured nation clause
ia its general form, all favours, whioh either Contracting Partyhas granted in the pastf or will grant in the future, to any third
39state must be granted to the other party." Ketentuan yang mengandung 'most favoured nation clause* teroantum, antara lain, pada
^®Joy Cherian, op. oit., h. 121 - 123 dikutip dari ICSID, Kight Annual Report 1973/l974. ICSID, Washington, 1974* h. 9»
^L. Gppenheim, International Law. Vol. I, Longmans Green, London, 1966, h. 972.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
55
perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan Belgium, Denmark, German, Korea Selatan, Nederland, Perancis.
Ponerapan ketentuan hukum internasional, dalam hal ini
perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara lain,
sulit dibedakan dengan penerapan ketentuan dalam Undang-undang
nomor 1 tahun 19^7 yang menunjuk berlakunya hukum internasional.
Hal tersebut disebabkan kedua-duaaya, yaitu perjanjian jaminan
penanaman: modal dan Undang-undang nomor 1 tahun 1967, merupakan
hukum positif Indonesia. Perjanjian jaminan penanaman modal
mengikat Indonesia, setelah disahkaa oleh peraturan perundang-
undangan, yaitu: Keputusan Presiden. Undang-undang nomor 1 tahun
1967 pun merupakan peraturan perundang-undangan.
Ad. 3 Manakala terjadi pertentangan antara hukum negara
pengimpor modal dan hukum internasional, dewan arbitrase ICSID
mempunyai wewenang menyingkirkan hukum negara pengimpor modal.Dengan kalimat lain, dewan arbitrase ICSID mempunyai wewenang
menerapkan hukum internasional, manakala terjadi pertentanganantara hukum negara pengimpor modal dan hukum internasional. Hal
40tersebut disimpulkan dari pendapat pejabat-pejabat ICSID. Di
samping itu, kewenangan dewan arbitrase ICSID tersebut dilandasi oleh pendapat Schwarzenberger. la menyatakan bahwa "If the
arbitration under the Convention were international tribunal,
Joy Cherian, op. oit., h. 6940
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
56
they would have to apply their own lex fori which is international
law."41Dari uraian-uraian di atas, terdapat beberapa kemungkinan
dewan arbitrase ICSID menyingkirkan hukum Indonesia, pada waktu
memutus aengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1
tahun 1967, bilamanai1. hukum Indonesia temyata bertentangan dengan hukum intemasional,
khususnya perjanjian jaminan penanaman: modal antara Indonesia dan
negara yang warganya bersengketa di ICSID*. Pada hakikatnya,
peraturan perundang-undangan. mengenai penanaman. nodal asing adalah
manifestasi kebijakan Pemerintah. mengatur kegiatan operasional
penanam modal yang mengadakan us aha dalam rangka Undang-undang
nomor 1 tahun 196?* Oleh k&rena itu, peraturan perundang-undangan
tersebut diubah, atau dicabut, seirama dengan perubahan kebijakan
Pemerintah, yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, di bidang penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun
1967* Di segi lain, dewan arbitrase mempunyai wewenang menyingkirkan
peraturan perundang-undangan tersebut manakala bertentangan dengan perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara
yang warganya bersengceta di ICSID*2* Indonesia mengubah, atau mencabut, hak-hak penanam modal asing,
yang teroantum dalam, formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka
Undang-undang no* 1 th* 19 7* Salah satu hak penanam modal asing
Ibid*, dikutip dari sohwarzenberger, Foreign Investments and International Law, Frederick A. Praeger, London, 19 9, h* 221*
41
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
57
teroantum pada part VII, sub C, formulir model i/pM dan part
VIII, sub C, formulir model Il/PMA. Sesuai dengan ketentuan
tersebut, penanam modal asing mempunyai hak mentransfer, ancara
lain, basil labanya dalam valuta asing, ke luar Indonesia*
pemerintah tidak dapat mencabut, atau mengubah, hak penanam modal
asing itu, meski pencabutan, atau perubahan, tersebut dilakukan
melalui peraturan perundang-undangan. Pengundangan peraturan
perundang-undangan yang mencabut, atau mengubah, hak penanam modal
asing tersebut merupakan pelanggaran terhadap aeas hukum internasional,
yaitu: fpacta sunt servanda* • *Pacta sunt servanda* merupakan
suatu dcktria yang dikenal pada asae-asas hukum internasional
tradisional. Dengan kalimat lain, pengundangan peraturan perundang-
undangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional,
sehingga dewan arbitrase ICSID mempunyai wewenang menyingkirkan
peraturan perundang-undangan tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkaa, dewan arbitrase ICSID,
seoara tidak langsung, ikut-serta mengawasi pelaksanaan perjanjian
jaminan penanaman modal antara Indonesia dan beberapa negara,,. yang warganya bereengketa di ICSID. Di samping itu, hak penanam modal asing, tertuang dalam formulir aplikasiixya maupun perjanjian
jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negaranya, tidak
dapat dioabut, atau diubah, oleh Indonesia seoara sepihak, melalui peraturan perundang-undangan.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
P U U T U P
1, KesimpulanDaleui raagka mewujudkan cita-cita politik, mengisi kemerdekaan
tLan menjalankan kedaulatannya, Indonesia melakukan pembangunan
multidimensional. Pembangunan itu dilakukan bertahap melalui
peniagkatan manfaat sumber-sumber alam di Indonesia. Oleh karenanya, Indonesia memerlukan modal sangat beear, teknologi canggih, skill,
dan manajemen modern* Hal-hal terakhir ini belum dapat dipenuhi
oleh sumber-sumber dalam negeri, sehingga Indonesia mengundang
penanaman modal asing.
Dalam rangka menciptakan iklim kondusif bagi penanaman modal
asing, Indonesia aeratifikasi Konvensi Washington. Keratifikasi
Konvensi Washington tidak berarti Indonesia.serta-merta tunduk kepada yurisdiksi ICSID. Yuriadiksi ICSID berlaku, jika pasal 25
ayat (1J Konvensi Washington dipenuhi. Merujuk kepada ketentuan
pas&l 25 ayat (1) Konvensi Washington, Indonesia mencantumkan klausula arbitrase ICSID di dalam formulir aplikasi penanaman
modal dalaa rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7* Klausula tersebut memungkinkan penanam modal asing, warga negara peserta lain Konvensi Washington, mengajukan sengketa timbul dari Kegiatan operasionalnya
ke ICSID.
Part Jt, sub D, formulir model I/FHA dan part IX., sub D,
formulir model Il/PMA mewajibkan penanam modal yang mengadak&n us aha dalaa rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7 menaati semua
BAB V
58
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
peraturan perundang-undangan* Ketentuan senada juga tercantum
pada pasal 6 Keputusan Presiden no. 54 th* 1977* Ei segi lain, penelitian Badan Pembinaan Hukum Nasional menunjukkan kurangnya
koordinasi dan sinkronisasi pongaturan penanaman modal dalaa
rangka Undang-undang no, 1 th*. 1967* Hal tersebut melahirkan
baayak pengaturan duplikatif hingga timbul peraturan-peraturan
kontradiktif, bahkan efektivitas suatu peraturan dioabnt oleh
perubahan kebijakan yang belum tertuang dalaa peraturan* Di
samping, itu, suatu kebijakan efektif meski tanpa landasan yuridis
dan juga terdapat aspek-aspek pengaturan yang belum atau kurang
jelas dicakup dalam peraturan perundang-undangan* Situasi itu
kurang member! ikli/n koadusif bagi penanam modal yang, mengadakan
us aha dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19<>7« Bahk&n situasi
tersebut dagat melahirkan sengketa antara Indonesia dan penanam
modal yang mengadakan us aha dalam. rangka Undang-undang, no* L
th. 1967*Penanam m«dal asing dapat mengajukan sengketa hukum yang
timbul dari kegiatan operasionalnya ke ICSID* Di segi lain, di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undangrund ang,
no. 1 th. 1967. tidak terdapat. ketentuan men&eaai pilihan hukum*
Oleh sebab itu, berlakulah ketentuan kedua pasal 42 ayat (l) Konvensi Washingtons . . In the absenoe of auoh agreement,
the Tribunal shall, apply the law of the Contracting State party;
to the dispute (including its rules on the conflict, of laws)
and such rules of international as may be applicable *0 Jadi,
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
60
devan arbitrase ICSID akan menerapkan Hukum Indonesia, kaidah-
icaidah Hukum Perdata Internasional Indonesia, dan Hukum Internasional
yang sewajarnya diterapkan*
Dengan demikian, dewan arbitrase ICSID tidak hanya menerapkan
Hukum Indonesia, melainkan juga hukum negara ketiga dan Hukum
Internasional yang sewajarnya diterapkan. Hukum negara ketiga
dipakai oleh dewan arbitrase ICSID, melalui penerapan kaidah-kaidah
Hukum Perdata Internasional Indonesia* Penerapan Hukum Internasional
dlmungklnkan dalam tiga hal* Pertama, Hukum Indonesia mengundang
penerapan Hukum Internasional* Kedua, permasalahan yang disengketakan diatur oleh Hukum Internasional seoara langsung. Hal itu memungkinkan
dewan arbitrase ICSID menerapkan Investment Guarantee Agreement
Indonesia dan negara yang-warganya bereengketa .di ICSID*Ketiga, Hukum Indonesia bertentangan dengan Hukum Internasional.
Tidak ad&nya ketentuan pilihan Hukum Indonesia di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang
no* 1 th. 1967, mempunyai motivasi tertentu* Pertama, hal itu memungkinkan dewaa arbitrase ICSID menerapkan Hukum Internasional, khususnya Investment Guarantee Agreement antara Indonesia dan negara yang warganya berperkara di ICSID. Hal tersebut tentu
member! jaminan perlindungan kepentingan penanam modal asing di
Indonesia. Kedua, pencantuman pilihan hukum Indonesia dapat
melahirk&n kendala terhadap upaya Pemerintah mengundang modal
asing. Terlebih-lebih kini tidaklah mudah mengundang modal asing
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
61
ke Indonesia* Hal ini disebabkan suasana kompetitif di antara aegara-negara untuk mengundaag modal asing ke wilayahnya* i)i
segi lain, Indonesia masih amat membutuhkan modal asing untuk
menunjang dan mengakselerasi pembangunan nasional* Oleh sebab
itu, kiranya wajar ketua BKPM, melalui Surat Keputusan ketua
BKPM No: 15/1984, memformulasikan formulir aplikasi penanaman
modal dalam rangka Undaag-undang no. 1 th* I967 tanpa meacantumkan
pilihan Hukum Indonesia*
2* Saran
Kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-
undang no, 1 th* 1967 memerlukan penangan interdepartemen* Oleh
sebab itu, Pemerintah menunjuk suatu lembaga koordinatif, yakai
BKPM* Di segi lain9 terdapat kurangnya sinkronisasi dan koordinasi pengaturaa penanaman aodal dalam rangka Uhdang-undang no* 1 th* 1967.
BKPM, lembaga terdepan yang berkaitan dengan kegiatan operasional
penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967# t«atu
lebih mengetahui hal-hal yang perlu diatur* Oleh sebab itu, perlu
koordinasi antar departemen pemerintahan dan departemen pemerintahan
dengan BKPM, untuk mengatur kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th, 1967* Dengan demikian, dapat dihindarkan pengaturan duplikatif dan peraturan-peraturan . kontradiktif Berta pencabutan efektivitas peraturan oleh kebijakan
yang tidak oempunyai landasan yuridis* Dengan kalimat lainf ketidakpastian hukum yang dapat melahirkan silang-sengketa antara
Indonesia dan >penanam modal asing, dapat dihindarkan*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
62
Memang, klausula arbitrase ICSID di dalam formulir aplikasi
penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 memberi
iklim kondusif bagi kegiatan operasional penanaman modal dalaa
rangka Undang-undang no. 1 th, 1 67* Namun, sesungguhnya iklim
kondusif tersebut lebih tercipta, antara lain, melalui kepastian hukum bagi kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-
undang no* 1 th* 1967*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
63
DAFTAR BACAAN
Badaa Pembinaan Hukum Nasional, InventariBaai Peraturan Perundang- undangan Dalam Rangka Pengolahan Bahan Renoana XImiah Bidang Penanaman Modal, tanpa penorbit* 1930*
Cherian, Joy, Investment Contracts and Arbitration — The World Bank Convention on. the Settlement of Investment Disputes»A*W* Sitjhoff, Leyden, 1975*
Lissitzyn, Oliver J*, International Law Today and Tommorow,Ooeana Publications, New York, 19 5*
Mooh. Isnaeni, "Nasionalitas Badan Hokum Dalam Kerangka Penanaman Modal Asing di Indonesia”, Tesis Pakultao Hukum Universitas Airlangga, 1981*
O'Connell, D*P«, International Law, Vol. II, Stevens & Sons, London, 1970.
Oppenheim, L*, International Law* Vol. I, Longmans Green, London, 1966.
Rudhi Prasetya, "Kedudukan Handiri dan Pertanggungjawaban Terbutan dari Perseroan Terbatas'*, Bisertasi Fakultaa Hukum Univeraitas Airlangga, 1983*
Starke, J.G*, An Introduction to International Law, Buttherworths, London, 1972*
Sudargo Gautama, Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1931*
Sumantoro, Kerjasama Patungan dengan Modal Asing, Alumni,Bandung, 1984*
Ma.jalahAaerloan Journal of International Law, No* 3, Juli 1981*
Surat Kabar
Surabaya post, 6 Januari 1981*
Peraturan perundang-undangan
Undang-undang no* 1 th* 1967*
Undang-undang no, 6 th* 1968*
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
6.4
Undang-undang no, 6 th. 1968.
Keputusan Presiden no* 59 th. 1972.
Keputusan Presiden no. 53 th. 1977*
Keputusan Presiden no. 54 th* 1977* Keputusan Presiden no. 33 th, I98I.
Keputusan Presiden ao. 78 th. 1982*
Surat Keputusan ketua BKPM no. 15 th. 1984*
Peraturan pelaksaaaan lainnya.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
V -J §1 £
r-
cJ>..£>*o4J
■3C?3DC.P
cj cL> C C
nf
c
-
•id 5- 2 .
.
° Au
~u£
qo tT-juJ £
U uj Z .
uJ >>!/)§ IjfiSca
t/3HZCJh-C'
<C.
>>«oou.oUJE03Z
.JozUJ
>%rj
>. t-*° «(Li
O t-icO
C/D Uz oQ2 —
fi n
y.o£tj•Cc3O
CJ o
5 •£»O
Z
o
?G ^ ?■ =o
W >> 7
c. o£ ca 6aa.
_ Z—
-c
'■? o
2
Z
o-iuLU
an
T3
c.o= Q X “
^ J2EL
3 Oz £, pb s no —
Si c — - ~ Z *£ ~ xt* rt" o *•o -“ w
rt c
on
C_
^(/> •- 3 > y
oc.
<uS: 0
oZ
L* O Z Cj CJ
QUJc/3OtxOaa.>-Z-fouUJc*IDHZUJ>h-
>%cIS)
rta<s>Vc*
• o—
oS
i&>
1_ow
VCJ*0
o■4)
o</> • «O
0a
3c.
aZ2 3CX ■*£. Oi_CL
.jOzUJ
£ ca ei c. E3 a so B 5o so«* < C■5 y « a>
O w 'X ..Co
— So
00r><
R o s
U
UJ>OCC£LUJQOo7,oz
C£UJQ >Z<
ID_}
ZoL.zUJ
<H<
pCL.
CJ00
«■«J
UJ-1
a.>
UJ<
ZQ
zZo
OrZUJ
UJp
a:00
oUJ
u.>Z
e °5 t-Cv6"up rtO " u.(U — T3 C 3 >-OZ•a $ trt
i O _5 n. -
1 o
^rr
a2 ^ s& o>.1 * «-<
cjf3 S_0 ^c. '"' a .C3 o^ z S iS J3in0J1 ȣMU54J>
auo
&o
cou
■accWE
o«->(O
*DCJ
u>
C3
ctoe
o.o0"73
t)•ors0
c3o
2o
f"•—Ic
•5CO
(_j;
o£3cffl
Cnc
ca>
a)P
£_E
‘QQJ
a>
c.
o•*
OwUO
.o
o<•
JSX
oS
yVT3o
Cy•o«->
C3«
oT3
caCO
H) «—1
r“on
cbc
C3
*<3c
on
haC
J=W•3
T3<y*oca•a o <—i i/i o 3 C- o■oc0c ■*=I®S JS > c5 o •—
t/i - QJ■3 8 aa,
«O
infc-
-*-* a cQJ
*- c1o*
t-.
oC- -OC3■a
QUJCOOcuO02&L.H 5 < ?2s oa SH uj a &
<Cu UJ £ZUJ>HZz o o -> p a.5uor?UJD
V)h-Z<O.
J •
uzu>>
xo"SHo3caCJ
o !>. p ei P5 “S<- u ^
r> iJ TD l. O O O
*3 </>
S _
o
_)0_ a.<
h
os <0m
0m1
I I£ * *O
roU. — ri
a; rr
> o> .o o
pJ
5ca 5
>,cnar“noUfO
Z
ou-O•J■j= -oZ
sOO'
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
toCW Js
yS wu-O
• •>, c-9
£
g
/CoS
o oj <u
QJ I-
r- GO
w
C3^
o
*(3
"
J5 S
>
3
'5
<• o
—
^
—> a
1> /—
vy
o
— ■*
5
2“D
C
C 4J
-* “3
f
«
5
«-O
*->0)
o
3•oo
rt >-
aC—
w
Uzw
<UsC ly O
:>CJ>CDUa
k°
c■G
cz <»e.
~ Si
§ ! iw
c
a>Q
o Pl—11
o G•/“>
U3•oo•c«J
OzpUJC£
a£ouo.£>
ocCos
S
«3a'd 4>
•=: .ii
© E£ a
oa
Zop<esLl)0.Ozopu3QOcscl-uj
o*2<ua.eDHZu)«■«£So<z<'J_o
aUJ C£o t
so
§
H
°
H5 5 1/5<
UJ
• a. cu
<
c.flK
c
W 6
> .Ec.3*a
*•5< a
w
c>
-uu.c.a_
13 ~1 C CJ ~
> -c u_
e.i>Q.
3COu
o
■2 S
a Q
o(-
UJcuZOP<OSU)a.Ozo«dMHu3QOc*0.LUXHZHZUJ✓£,
>-O_JC.
c
«
u—
C
3
o
Fk =
w tft 1) l
l"
II
Ia
£
u
M w 73.S « r—
CO
Kg
■o JS -a S ‘c srt
<j
w
t> v —
C
*a L_
ONOv
a«/> ^3Oa
QOu3 ci
o -S5 ^
CL u-
d -3 o
S3 c rt
c § '?3 t2 iS «
«
'5^
3)
a
I
=w w o
V
[—§
=•O
ri
Ha•-iOOmCU-
UJC/)Ofi.oo'dm
U,ozopcuMM&UJQCQ
<CS8e£a.OSHUJC£<3?QZZouDQOQ£a.
H<a.
a>GZ S 2 8u
«
x
a*
2Q
fc"O
G*
«:
. CL.
>.Oaunarsoco•3o313OfN
y)OCsS>,
‘uC3C5
"T3Ow ■S
5)o «
r 19
c o
3
c
u3*uea.
ocCJ
*>OTJ0ac
^0
W
a
5
c> .. i
Q
w
T3
-ao
3 w
=
e•“
o
>' 5
§. Si
o
cyU
o
0
5>•“«
t-T3a »O
1_
a
«O
T3
u C
D. 3
*
-o
o
t; td
a «
5 §
ut- C
a. £
*eb•cW
)ccEOJ
(J3*oo
•uowCL
CO_ccE00co00
<U n
<u O'
Idguu
c* "q. a>
8 a
2u
3 O
a. co ^
c -J E
zU rn £J w
tt) *-
sb■c . 1/5
CH
cj —
1> L>50o
5 - t»3;
t-’O
c. Cl ux
w
UJ
«-
gPaouo•a
c *
._
CJ
in c
3 0 t3
C C
O —
ca> g S3<L> u.
CO
n
“3u
o X
)
<D>c'o■oo-3_3CCJJ
D
w n ? UJ CQ O
32 Si/s On
i—•2
0tn*-*
ac
<-■u
o■3E*->uaa
a>*-■&CJ73 ■•a <—OJ
O
.. C3
Cu
' o
.2m cr n
a
^3 Cl, C
.£ x
w
00 w =c
—
P *S
to -0
o -C
oot-&•o <S>
C o*o w «S1 5
ooe JZ O'
S 4- 03
ou-
a C
«M
W
O V)
’2 K
« o a u.
■o0>x>©50Cv■oCJD
Oo■aO
u£3
no3*- ^
^ c-
o CQ
UD- ^—
Cn
o
S *a4_,
QJ
3 ^
O <—
•c Or.
.* §
8 Ic UPJ w_n Q& scu
Cl
c
a
§■ 2to is
00ON
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
i—
<s,yO
UJJ3UJIu</}
zopu£HGOZoo>f-C£
«<?•
coOCJucrt I-f—C
_
'J*
H
-7, 'r
eu c-
t/l £ W - 00=
0*
0
=
cjaocou3Oi—a72•cH
r- re
—
Uyaor“oaoi_C-
oO
oo
I/OO
'-,CO
oo
CO
1
D.
co
COC
O00
COo
o
10
0
1!Z
333
33
!3
1u
=3
£_
__
r |
r-<
or*
ca0o
Cj>_CJ
oCJ£
.
Jv_l
C2u.
n.
•ylCj
CO
P“O
■s>IL>d
clo
•c00
Z3
0/vu
3U
C3.3
“1)
U_
/“•s*3
■3i—
i/i■-
>uX
3ra-J
3cacjrt
sL_reC. o
H££
—n
rO
CL,
OH
«£nHS<
o
o2 .§ 3 HZUJh“c/}LU>zCtUJazUJ(
-Z
*CiS *-
o
a
ca
ca
O f-u H
+ O
<
_)
ozooSJ>"3aOCL
\
fc § 1 4^
2
*-O «iXi «03
~
£
O
P
cr-
S 2 c
_ —
cac-aS
> .
-7t
Cm
>.s>,Ja
-to■ GJ
"O
F-
|
■=
£■o>, c a
cl
£
3
o•£3o3a
o‘55o
ar~
po
k-
,or—
C—3U
-
U-
0
OC
j
t_2
oa
oc
j■V*
CJ/—CJ
*-
•3
oC
^.O
Cjw
u2
c:O
ra5"3'5
iV5CJ
C-
r~QJ
uQJ
£0
C3“
</)>
i—ou
ca
oa
£<
QUJ5O'UJas<LUC£<Clz<ii
z t
gd
P
o
< -1
u
1_
q G
-J w> 3H 05S
a-
Cwre
f£>•.
MM•3
3re
aE
UJC3
aso
<UJ3CJ
CJcs<
nu
ac
o3X)
’>z
reo
<a.
-J
•3OCJ
CJ
rt3•oc«-J
UZ
8 ’oa *
°CJCJ
t/l
ocUJ
£ y—
1/1
« o
f- —
“ uc
co
a>u
o
CJ *-•
i_3QJ<s>QJC
'CJua>i_re
*“
3csu
C
l
© u o
w
r* w
£ §
^ £
—
o>o —ui *3 QJ
3o
<3C
L.
CJ>cj•oCj:■c«mic
cCJE38-D*3Cj-
r3
•O Jr d,
Oi "g«
2
g
a cxQJ
■a "S
c 5
■£
D
cjo
e-*
- ^
"
ca
>> c
X)
•-
fc ’•= 3
o "
2t£
a -S•5
^4>>O■oeo
.5
■•ui *- 3
C
O
CJx E
S C£
>
>,
X)■ao
-0 3 “3
—
i
zc. LJo
>.
Oo
-£
„
3
5 <3 tX/a c
t, ^ .S
cc
-
■a
c«
>>
"J
—j jj j! t.
fa.CJ
•ponuf35fN
O■a3X)
*3QJ
J=Cij•cS -sO r I
_
O 01 d
=■ 2■2 swsi
x
*.Hu- '•“o
{5
S- *=O
2
Ora
■3CJCna
•cUj
CEo■aT3rjo
•-
-J1/5
f QJ
L/
IS
Cj
O
3•*-
?5
a
^
«.
>TZ
5
c
ca -<s>
u— •“ O
^
c C«
x
S s■a
-
_c
<—
O
o
oCJ
i/)
*-
o
Oo
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
*3rj>Oas
ra ~
^
S
1
5
-IS) C3®
‘5
Q.
CJo
C
U.
QC
L -5~
c
CJSio
ouaoxi
I C
.£3
yra o' <J
—
uCX
^C
l. ~
«
u.
~
o
cw E
E o
c u
« 8
2 o
*■’ <
j
Oj
e >.
o x>
cCJCJ5OJXi
CC £O
3
a a *->
E
a
ou53C.
<yCi£&>
a
x.
<u (75 >~
<■> C■ *.
m*3
O—
4--
1
5</>
£
r. OJ
>.
73
5 «
ra COCJ
C o ■o
g I- c O oc U
J=>CJ«■*ra+•<COou
-oin■go•araZ3 S
</> c
£
o
ra T3*■>
c0
0
—
x>ra
UJUJHZ<C4<DUHZUJ*■
HooUJ>zUJ
pTJ
cCJ
UJin
+-’
^ «s ^C
L ..
’Coeg1ET3g
T34J
*->V)CDacr
aH>%craa >»S
3-acje?o>. w a
Q.
<•“COCJL_oZll
oi_Cl.
"Ocj
■ou.ocjcjra
COJQJ£wT3 —CJ•a “
.
CDco *
o5 5
P .5 • De
2
w» o<
-O
2 ^
ouCJ>
a ^
U U
r: ^
3O =
tr 5*CJ
-t-3
1)w 5O _>
^
COc: ■= U
J "3
5 e
h- f3 x:■o01 •u «E >»3■oqQJ
J5 nc o •a « o*r
“a aIAn
oXu a -a
H ~
C£ “•<
.a. —
CJd.
r~3OOO
T>5
C(D
a-c
>, ■00J=
v-<CJv-
•JCJra
Orara
<A3CJ
L.r-0
3<
_3/ »
08
jOT
3
viT3
r*r—
Orara
(/)CJ
raL
-T
J
e"rato
t/ig•3ra
3y
—•
u<~
c
ra8CJ
0cCD«-•
5ra
5
U y O
.2 I 5c. 5
^£ >
0S. e
cc. c. o«
-35 s
2d «
w_ C3C
2 «E c s!^
=- •- o C -3 5£P O oo
5 J2 ° 3C/I
CJ
(/I£
>
g<
J = '3
5 =■ =
M» = Oi“
o c..=
U■aoo«-•CJ“
O c
° .= -aCO
3
-S C —o
iCJ
^^
Uc
-O ■“ 3 ra
- tora
>,
ra•= ra ua
£
•* rat/5 —
S =L-
3"c -o0 s e 3.3
^ *X-
f3 y
CJ
> sz
o >
O'
vn r 1c,Otf•aoCJ
ZOPNa<Hcu<U
UJtd; H 00_J< tzm
fib>
<s
n U
< •
a <
cr c3J
Oc c 0 .2° I•ja .rra u a • J* p“
lmu ra w
a.| Sc ,p5 cpV
O •o c a
.S' c
— rj
cj t
c JD
O
—
. C'l*ra +a _ra ra u
O —w g> ?s O -
^ 3
£
cr
asH3(8 uj o<Ti
QJ>C■3CJ•ocCJoH
=
a
ra ^ §■■§ o r
u
oG
ObO
00
G
OCO
a.CO
00
CO
00
CO 1
QJ3
DD
D
D
1uw
.3u.
.». •.
c0
0>CO
*w
&’
CJ3
>v4->
3G*
w-1
•uQJL.•3
CJo—
*o
ra §
•c' QJraES .
ra v>>-
c0” \D5 JSH-1
«-< QJk-
ra —.
c. ^ra ow
S
- to «i|
0 g > a K c-
xi3CJ
3ah-C£Ocu
cr c o
*• QJ o
5U*
l_ >-5
CJ 4>
“ -a r ii
aj o a .- pM.
«
oQJ
„
oX *-
CJ4)
-i C3
XUJzuUJccOU_U.OC£UJLucoZ<OSf-CioLuCOUJUJh-z<ci<3
LUoz<X
sjjo J ra>* -J§aP ^ o .yU rLrt J-3 ,tS c ?•2 w > o c^
ra
.E
"S o o
—\ u o
CJ “
ra £«-
1/5— cre•o isow".
—wi
tsCJ
t/1 «—
u.—
»
- ra
—
cj
r ^ >»
X «
ra j=
o uu
zop<p«EsQ£<d
tocu
.3
QJ
C 58o fcb«
.S
w* .2
o C
*- rac.IA
<SlCJ
*> ra
C.
wX
2
,
■J
3c
.oCC
o.!_O
‘-6G =O « a>
e
>'j
w
■3ra
O
CJ
!?cCJ>ooo
rak.&OJ
n o >. —s 2*c
. -araPo~o
Minisicr of Finances approval is needed for a state own*company participation on I F o rc ic n a o n lic a n t (S ) In d o n e s ia n a p p lic a n t (b ) .Ifiint Venture Company. I
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
Xtj
t—&Uifljsc
j
(U(/)
XIrt
ri
<<
_rtc3
<ut-
t-0
u0
oa
rta
rtrt
Cl.—
i>
-J
OJoCoCl.
.igUO.2
op
~3
m
3
oto
c.
zop<yEl5oSz
cn OC/5z
<
a.,
xL
l u
j
OZopc.SuooUJQ
ZoPU3QOCtfCLLl.O ^
Z <o e*PB
22X O
w
zZ PO U4 r<
5u
2£
t
x u-
s °2
wz.<
Pes<Cl.
zoD-« LJu
£O
0-
§ <
T30)Eki/)oT3■w'
£urta«uc.2o373Oi—a
u.o
occ
oo
‘trtCrt
<—r-
rtrt
o.a.
XX
uCJ
CJ£
r"c
o5
ow
3rt
Ort
oo
Oc:
’■5CJ•“>
'•6o
oo
ksC-2
—<N
o>a
«»-c<ya; i2«wuc'*6o(n
-
wtfjc<Jrta.C3u
rts a0 rt& -S1 s« .£P „• c. «
&
x ii •«iy 'O (j
O-ooo■acm
«d
z
0
UJ
73 «
lirt jz
i-
.—C
* £.9
wrtO
.r‘>o
*9 a
o
-aT3o
•C
5&
cCj oQ
-a
m
jxu>*
a.oTiOwOEoz
zo
z°
gUJ
°
g
oU. P
C2 <
UJ u
§l
D Q
HzUJ£UJZ ^ >
cl O
Z C£O
u.
H<Ou.O
5?CL
.J
<
L_
H ZZ LU
f— COC/5 UJUJ >> Zz
—
zo55z<d.XUJ
.& So > ou- ~c
j o
5 Z>>XJ
5 «
£ n
o w
L.
S^
3
4—> |/1
O *
u ^
o*£
*“*> w' •—
C.c.rt
c oc
j
E .yi/i
^w -% o.0>•e ^? «o j=u
*-"
C- ,•a ““73l/l
—3 CO o'> £S Eo. *>o O O
_iJ “ o c
rto>oZ*rt-JCa>U5 O
> ^
> O .9
oin
*»C
”
raO. O
X
—<uo
S
ll■O </)o
CJo
F~>>r*
*?3T3O
C\
Crtrtrto>oi—a
00rt£Zart
■ 3c
CJ*0
or-i -
0o'/I
L.rt•r.O
or*
CQCT
c3CJ
■oC
i-rt23
.2>.
rtwc
■Si'•5
Ok.O
■
fOCJ*—
Oci>
*0r-
CJ'5
.25
5)
</>"O
a>B
e
s
«co•o
3a>C
r- r
-=
JP
V)*_
o>
|oZ<
VJS
iC
-7
“
OuS-S
UJes30
HZ—
UJ“
>9
Hu
Z&{
OUJrt
I00
HH
CJU
.O
Z
3z
<fc
ou
w•mm
*0rtHc.
Jc_rt*o
e:
r >c
."O
<CJ
UJo
o*o1_c*
<H
p<a.
>»crta.
r“oO(—oyHZ
-Joz
■L-
C/l
>.CJuO'5/
>»"
CJx»
rtca
.■ax
CJO
rt*r“
u.W
CJ3'Si
«J
oCJ
OU
I—CLC_
c9J
>>Z
0Qi
X)nC 1
rt"3V)
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
z0p<OSUJCuOz0z
H0
CJQz
O<cu
OScuXUJ
UJXz
H0
5H<
HZUJ
UJH
•fi; _J>
<O
csJ-J
UJCl.Hs
Luu3
<»—
dt-
0OS
5<
UJC
uc.
h-2UEdo<2<MLl.Ouci3HcjDDiK(S)
^ a
r*% y •—
I c©0
CJa>y c
y o
O d
Uh £
<N 53 .2k .& 2 DUO
* Ou- 5
§1 & £
C3y>-2 £r° c U- -s
3LOoTJurtO32fc(Ua
oOJ
Q
UJCUZOP<OSUJcuOZopu3Q0asCUUJ1 HZMHZwMo .
j Q£2 oca 2
y
4)
CU
cQyj:2 a•oy
y
EX)3 t/i C3
i<SHcuOSsycy>oX)rt
y q,
w
X
£ £
y"eOT3
C
'3— o
«S
*= .ar«*i '*3ort>OuaQ.cu2
<UJos<QZ<JLUOzotoz<cuXUJoz<zoP<CJo-1< u
•
£ Cs;
< z<cuXUJc£0u.z0p<u0-1■>UJz02Oz0p<u0J,0
0UJz
£> 2
5O O
r*-ocrau*yZ
rt5s*on5=3o*c °
W en
•—
a. >5 ora
•- id
CU
■3 1/5
<-> O
2 5
a o
.- *oc* 2
c
w 13
y-o
3 C
O
’a B
X
<* y
••*
'o&
y
C
*o
i = ^ e
O £E
-a
& = s .2d
y°
e u ciny
"D
u3•uo
U3•oococcf—cO 'ny
ro
~
J
te £cu£ 38
5
15 -a
g* c c> £ «
-
c 2
c •-y
O —
—i O
XJ y
y
• O d rt
§ H
k- urt^ a
1 §r3 40mW
tA
O ca. Ox ^
^UJ c
b y o
1 c ^
CO
<s>
C
3*sC
Lirt■ocrt
C. « u3 oo go
0
5
c u
u u■s
2 -
£ & ■§ ‘
“
t- 3
—
o w -CO c} Tb.S
c 'Cg-s g5 ^
'22 3
'?
a. < E
-oyco
O
C
-a
E Sa —
-s
y 3
Oo
*-* CJ2 -g =3 2
u2 £ -g S
o y
T— *“
~ 3
>, I—■O
o*0<uc5o
*- cb
g -C T3
do•art*0ny£po
.oy
uU prjy
.t o
.5 o
§ 2
“O
t/5O
^o
o^
**-*0
*H c
« 2y
T3
t: -a
£ < d a
_1
d UJ rt '—'
a
r°’Z2 u.So
o3*0OV-.a•a
.. 3y
b 'c
i3 eo «rt
n 3"U c—e
0
& £>
■oyMrt£>Ok.O0n*Dyrt&)y
«3GO_>.CXcx3
QScua
c c
CO 4
>
■g g
I s.I
s -
= d o c*3c
o
60 :
C -1o yc Z
LU
O w
oZ>>cxooyJ5
dyEyKton
> s I
y JS -»
>» y c
2•- u
< 2
yS ^y
y
oj: ^•ajCU >.
O ’O '& T3
=3 §
•a 2
< .2
yTDd3dO•CJa3TDO
«Ey"O«dyrta
_]UzUJ
^ Ic
05
gE
£
c o
o >’>
c d
«^ S1-O
D.d T5 O
d •—
rta
O
•c
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
<VLOOnS
U-h& <
xXco'iacrtaxLUu4-J5
<HEco O Z
3 ^Lu
L>-
O■> UJ X
l/l (/) W OT CO
CO CO
CO3
3 3
3
c o £ - a o>o*T3Crt*
cClEa5*CJ1/1OJ’C<J
K2CJ(J
«—rt
oro
ooCO3<f-V O H
toCO3d
5< -a 2a! <u5!
O ss
i U 2a
1/5 o33
O
00CO3HZLU?-COUJ>s
>
as
00<a.
UJ00<UJc*uUJa<HOo
co■ortuc'■5o*oooC£)a.rturjc*I—
r-
cU_
r-'i/)
OJ
CJ60CJ t 1U
rtU
z(Ao
o>cLU
crt
c_o>»
QJ'tA
t_IAo
oc
ou_
vyCJa
oc0u
Cl
XCO
UJC
LLU
co•art
z2 JooCO3
NJQ.<
< u£ u- s o< UJU SM>f—<a. 3Oco
3c?UJ </> (/} CO CO3
3
ISoU. £
CX a■a oO o > r.S SO U-OS O
— C-4 r*“j IACO3ca)s4->1/1UJ>£*a4->oH
Eo«-*a>6oilln8•a4-*XioJ5 •<3o>ox»rt
OnO
2 ^■3
C.2"O 'CoCJ
CJ
rt C
-2 oo ~oO c•o —<A
C•- o
V)kaa■fc ■o __ u
0 -
$ 5S S
5 Ic
8• —
C/5
a r
a:az<_j
coaxoco■a(3OO*oe
VOJOZUJ
•acj
u,3• cr
2U *“
ci —
5
|
O'
5
W % «
crsQ.X U O3e *2c. 13 o c E a4) * C U
rt 2 < H §■UJ rt vj
*3Prtu
c CO
LU
O 8 a
©«« « ocp £.= -oT3 O £ i/) o 3
C7 (U
a. x oc*>» £ 0)t "OT3 ep
2—
(U
>* “C
-a
rt cj
e. cE .2 oUacCJ>c'5
cc>EV)2<u■O
CJ>0>T3c Q
cocooC
&
r-fij•v
V)r-
C4-
crt
cC
lV
O*a1—
ECJ
3>ClTD
o
•a*3
■6on
■+*c•o
ow,2
4J<
rtIA3
CtL
OSuo
o5
II
^ *o ca
OJ>'ao ^•o -art
*o s:
= ‘5
x >c
oE o
x:UoED>oO
s ^.5 « E ^
fd
°* zO
UJ
c oc ool
o
■ocrt — >, rt <-<o Gaex t: rt
>, XCJ
*3Crt T3o3
•ooOto
CO»—3<&0r—‘ccrt
O*5C ■oO cu
=
W
.310UJn
rt X.ts VOoJCJ
cxxLUz
W'UJ
34_l
O_uD.
VmOu
_u.
oCoraac
.s.2
T3'55X5
CJrt
cu-
0o■3
>vC
aoCJ
rtCL.
C w5 c 3 o?! ^ o3
w
■C Q5Pg
coEo•a
o3rt>rt*->Oc3OX*53co-o*ort
J= o
•a u
ra u1 *O «°« -o=5
«■a
S< .£x
u.5
£
-r Jc U ra 7
.9* LUO w
Zo p ** u u-5
o sCSSOLuUJ~J3OUJXuco§ rmm Hy G3
wX r+H Oco otZ &R 2U o> to. zb
02
CL< Xa. uj
uocrt3a>5CJo.5Ha.oo
u.
uo
oO
a)o
CJo
oo
cc
rtrt3
rtato
rtIA**“
‘ ~-CJ
QJU
r-♦3«-■*3
■So
a>o
oo
oC
c.s
'55r-
•SJ34—1
cc
co
oO
CE
EZ
Hr- |-
^ H
*“* CL•£ ft-
5 o-
~ CO
coCO
u3•DO.
<u aO
v)—- wc
a
o c'a
w y £ « »-«> « P -2 rt^ o o
”w "r °E
a o T8 '■O
—
cm
ro
<uj=- OS M g -.
w q, u w „E o
E c. w
E^EE*
..
--
oo
oo
c
oHG
u’o
uuo.
P T3 .2 o ’C 3
Itsti>fX“Wooo
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
cra.a
— o25-joXUJos<XW
aaeopwOUn
OH
>*&
1
t>»
3cr3cr
'i
1cr
5cr*3cr
o0>
CJo>
CJCJ
QJ0)
CJ 1
CJCJ
CJX
XX
XX
Xw
«-l 1
*->Va
u
;V
-O
O0
oO
.O
^
1 1&
L.Ln
11-
1u
u.u
oo
0
I1O
OO
y~iw
ww
wto
00oo
0000
COCO
DD
3W)
DD
DCraC
l
raastg<ueo■v ■cfN
u.oLU to <UJ 0&U
2
>*J
J
<
a
<
os O cz O
u.<OSo
o os w2 a2Q-JoXUJOS<X
a2HCOUJ>Q
=
coo3OacjEEoofljxraOJ>%c
jx
3crCJ3a*o
CJ CJ
Cl4=
x x
o
o
otfco
o
o
n
n
n
X x
xt/)
V) t/1
o o
o
2
«
ts =>
oo UJ 2
Oa 2
WW
W
CO
CO
00
D 3—k.
|_ u
«
ra ra
O
cj
<u >
->•>
■
QUJH</>UJDaUJOSonUJ£H2UJu2OSUJXHOo2<-JUoo
CJX>>craQ.£Oucju3•*»>ca>>CJX
CJ
<-< c o
j • o
c
ra- 3
•o to
CJ C
3
£
?.-5
tnobcj
■ocjcj•Ocj
^6
3
C
TJ O
CX
>1
■I
*2
-o
£.
<yO
<* X
C C
o
o
ax(/)no&Qc3crucCJstoo>cCJJZ
O li, U ,V1 r
I s
t
I “
<
—
QJX
>HOS<C-
<H
a
a
a f
E E 2 —CJ
CJ trt
c X
X
C- o
UJ LU O w
cra60 —' <N
>■HQHOSocu
* fc X O>
, «/>
c
“a 3E 13 o
t:
u
O
a
t EI
-c
o
OJ > § 4-^
+*»C
o
o -g
—>
1)u<X 13~ CJ «-
C
s
cx
60
4—1CJT3 X (J2
o
§• E«J o*o«JaE4JXOJ
ca
oo w
oo
to oo
onD
D
D
-J<H
13C
l.
<u£<CO
a
—.
ra —
rtu
n■D «
O
.ci a
«
n ra y
u «
a
O -O
3
X
CJ ^
3 K 'J
< ^
CX
2
—
<N rrj
">»/^N>>
>>
**
4->
*33
O*cr
crO
i>CJ
Oo
CJX
-C•
Ju
-U
mo
oo
s
CO
O25joXUJOS<Xtrta.o2OP<OSUJ<u
tow
w* *
oow
cosU)
aD
Dwwcra.9*o«—1k.raac
».£?
•ou.OU-
>. x
*-1
’5
s
cr cro>
CJ CJ
CJx
x
«—•
*-lu_
O
O
(AW
'—'CO
cD
raaowuraacra'wCJcoT3c—<
N
crCJCJXo£y
iCOD3crUJoH
Q
UJk UJ DaUJos 00 UJ >
p 2
UJ V
2OSUJXHOo2<-J<O
. ^ 2E 2X
H
>g
OS ^£
<
ux>xcraaEouou.34-1cCJ
>rax•oCJto >
OJ ?
3 £
? «oOJVI
X
•“
w-
-O
M
QJcrabb
toQJ*otuIUT3
•3 §
aE 3
n
"3bO
k.—
tSi
2 wa
ra
3
J= £
E
o
o
c c
o
o4—>
Wa
a
E
ECJ
VX
X
UJ
UJ
— (N
aXV)czotoCcroc
vi on
u
us_ ra ra^
CJ • CJ
2 >>
<•oo
CJ u
a a
a a
3
3
^ *o
8°
UJosH S
S
^ ra raS o. O,.>H2O
i/) tn
w
Mw
ww
Sd
dd
H..........
U> —O
"<3ra uol -g< .H°
5
UJ £
5 3- —< c X
. .
.W - N ria
arao■oCJ
5
o
c e
o
X
3.ts
*o?
e
a
a3
_2
-3
w !n
S
E=
E
a
8
J8 ^5
cCJ
■a £.ti fc a
o
ra cc
j
E
ra‘araoa?IDnc.
•OCJ.S'CoX3raQ>>oXra
E 8
a
crax
CJXra
o
«J c
jx
*-
ah ” C,
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
Os
fNCX
oi
c«oD.a<cca ,535r>
v>z:4>
C5?
o *0c
c-l
crtoacx<c60o(x-
«
o<1E5 .
n <£
u. c O■oc«
3Uj </>
a>•mi
urs "O C
. C
«j a
is
ia -t
jJ c c =
w ■« £
> &
« ■= a^ J5 w t:<vuc«■auOaa«
uc!cuC8
zoUJosoua.Oa:UJa,</Jz<osh*e*olu00wUJ UJZ<suXo uj 'U
5 2
>• £c
oQ.
u.£
"o
«-U
5U
tip
<U■C
ua
c
H> rt>
*HS 8,E
<■>n
«
2 n
•O O j*;aj
w *
*- \Q
S £ £
=
«> .
O *"
fc- «•>
O >,(/}•£
_- "o £—
4) ze
££ ra 00 —1
^
U
O
.J..0
bfi — -2
c
o
cx -
00
E<x> t)
a>U
-S.fi
C
+-<o to .
.= o
5c- OCX
§»
o ~
cx
z
wOp £ 2
*=
t
£
ca OS <
d.
r o_
Ort jjc - i: «~ "Ort —
0
5
w >»T3
C«J
rt
£ ft.5J £5r 0O' U<y
O)
)w•oGJ
1cajJS
«>
C3f—
O0
c-
wU,L>C
lJC
O»—n
au
0)_CJ
«SI
3c
.$
oi
a>
*rtV)
0CX
fsV0£4-*
f-*O
c|—•1)
u0L-a
0*D•ac
+-ic
3c
u*■■■
0w<u'o
’tk.0
•aCJrt
u. .u
4—>(U
CL
4-*CJL>
3to
ac
3a>
i_OJ.2
cxX
iOJ
crtu
os"ra
4)
£acx
CJ
«-*■s
&0.£
rtcu
-0X
)rt*5t-rt
(U£c0)
upto
(/iE
krtCJu
a>>cu
T3rt
ca;
Cliou
to>0
«-jc
lc0
4>to0
wa>
JZ
•0cuO
UX>c
>.0
00
X)
c
c u-o o% “" 310 a<St
4>
£ os
3 cj cx
£#1*1
■*-<
a
j=*-
.yc
s:
I o
in
mi/>
•- C
* W
2 >
w w w
c
I
ol-M,
C30
wc
oO
X16W
t—
u
J
S;00
—
£>" S £5
o
"c
EO
7
ca
c ^
.52•2 ?
«C
” a)
O (/)
r->
<u 5
a n 'a
O w
£
>>c«a£oo>>
v> ej
s ss ICL> >
+-• c o
c «
O Qi
L>
J3 *
<0S3 >»•OCJ<SiOcxo
■a« X3 0e
c 5
.5 > w—
>
ort
u
-C-
>> *-.ti
C
UJUJHZ<£<3OHZUJ7)aJ>ZU2
•o*-.
c rt
« J=•o<u co <D 3 O
' a>
•Oc«cCJ
<i>?4-<Vx>On
O *o
'** <U
O T3
O 3
=r o
PScx
.1a>k.O
o-
e
o- o
•o u(U•o
F:cort 'K o>
Sj
o
v» *ac
QU V
i <
?A*k
■■
0>J8•5b -gs 5
■0cC3at•artE>*3•aqooX)
£o0 2•c Zr-
*-•« ^
>>T3u
<yrt
~ t;S 2g
-1/1c“
<u ^ £
«03
C «— oc
0 o
« ^3 X> T5 fl “ C rt
CX
cxC3.203•C
. <u
>% (U
c «->
oS, S
<J£
« 3
o 3 p
U O
a
C/3OS UJas •©Ho
(U k.-28
X *° >— .52 H
*-
•<
. Cu —
c o «-3o> 75 u
. C
Ort c
n 0s .5a
S? cx v rt c «/
w£ O
ts
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI TINJAUAN PASAL 42 ... SOESILO HADI RIJANTO
top related