paper klasifikasi digital penutup lahan
Post on 26-Dec-2015
96 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Klasifikasi Penutup Lahan pada Citra Landsat 8 Daerah
Banyuwangi dan sekitarnya dengan Menggunakan Software
Envi 5.0
Retno Agus Pratiwi
Abstract
Earth is a natural object that dynamic and continues to change, as well as topography. This fact makes
the maps that created by people need to be updated from time to time, because a variety of activities both
industries, the economy, tourism, etc. are performed on the surface of the earth and requires the latest
geospatial information that can support those activities. That's why do update of the map becomes
important. One way that quite efficient to updating the map is the remote sensing. By remote sensing,
newest image interpretation and classification capable of producing the desired map in a relatively short
time. Classification can be done with supervision and unsupervise. In this paper, the author will describe
the classification of Landsat imagery 8 both supervision and unsupervise to generate an image map that
describes the land cover in Banyuwangi, East Java, Indonesia.
Keywords: klasifikasi, citra, supervised, unsupervise.
1. Pendahuluan
Klasifikasi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia merupakan penyusunan bersistem
dalam kelompok atau golongan menurut kaidah
atau standar yg ditetapkan. Sedangkan penutupan
lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan
jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi
(Lillesand and Kiefer, 1990). Ada juga yang
menyebutkan bahwa penutupan lahan
menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan
yang menutup permukaan lahan. Konstruksi
tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari
citra penginderaan jauh (Burley, 1961 dalam Lo,
1995). Sehingga dapat diambil garis besar dari
keduanya bahwa klasfikasi penutup lahan
merupakan penyusunan/pengelompokkan jenis
kenampakan konstruksi yang menutup permukaan
lahan.
Dalam hal ini, klasifikasi penutup lahan
merupakan salah satu klasifikasi yang dapat
dilakukan untuk menginterpretasi tutupan lahan
permukaan bumi dengan media citra. Klasifikasi
ini dilakukan dengan melihat unsur tutupan lahan
permukaan bumi. Menurut Lo (1995) satu faktor
penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan
penutupan lahan terletak pada pemilihan skema
klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu
tujuan tertentu. Skema klasifikasi yang baik harus
sederhana di dalam menjelaskan setiap kategori
penutupan lahan.
Dalam paper kali ini akan dibahas tentang
klasifikasi penutup lahan pada citra satelit hasil
Tahap Pengumpulan
Data
Identifikasi MasalahKlasifikasi Penutup Lahan pada Citra Resolusi Rendah dengan Metode Klasifikasi Digtal
Studi LiteraturCitra Landsat 8Klasifikasi DigitalKlasifikasi Penutup Lahan
Pengumpulan DataCitra Landsat 8 daerah Banyuwangi dan sekitarnya akuisisi September 2014Ground Control Point dari Google EarthPenelitian Terdahulu
Tahap Persiapan
perekaman sensor Satelit Landsat 8, citra ini
dipilih karena sensor Satelit Landsat 8 merupakan
sensor yang terbaru yang dimiliki oleh Satelit
Landsat sehingga citra yang dihasilkan adalah
citra terbaru. Selain itu kondisi sensor yang masih
baik membuat citra hasil perekaman memiliki
kualitas yang baik pula yakni tidak memiliki bad
strip seperti yang ada pada citra hasil perekaman
sensor Landsat 7. Daerah yang menjadi objek
klasifikasi adalah daerah Jawa Timur, lebih
spesifiknya yaitu Kabupaten Banyuwangi dan
sekitarnya.
Penelitian pada paper ini bertujuan untuk
menemukan metode klasifikasi yang paling tepat
bagi citra satelit Landsat 8 di daerah Kabupaten
Banyuwangi dan sekitarnya sehingga dapat
menghasilkan peta penutup lahan yang akurat,
sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
Dalam paper ini akan dibandingkan hasil
klasifikasi digital metode Supervised dan metode
Unsupervised.
Gambar 1. Raw Data Wilayah Kajian
2. Metodologi
A. Tahapan Penelitian
Tahapan Penelitian yang akan dilaksanakan
dalam rangka menyusun paper ini adalah
seperti pada diagram alir berikut :
Gambar 2. Tahapan Penelitian
B. Tahapan Pengolahan Data
Metodologi yang digunakan dan dibahas
dalam paper ini adalah metode klasifikasi
penutup lahan dengan klasifikasi digital.
Klasifikasi citra digital merupakan proses
pengelompokan piksel ke dalam kelas-kelas
tertentu. Hal ini sesuai dengan asumsi yang
digunakan dalam klasifikasi multispektral,
yakni bahwa setiap objek dapat dibedakan
dari yang lainnya berdasarkan nilai
spektralnya (Projo Danoedoro,1996).
Metode klasifikasi digital dipilih karena
input citra yang digunakan memiliki
karakteristik resolusi spasial yang sedang
atau rendahh, sehingga tidak memungkinkan
untuk diklasifikasi secara visual.
Sebelum melakukan proses klasifikasi,
terlebih dahulu dilakukan proses pra-
pengolahan citra sebagai berikut:
1. Input Data
Analisa Data
Tidak
Ya
Koreksi Radiometrik
Citra Terkoreksi Geometrik dan Radiometrik
Pemotongan Citra
Citra Landsat 8 tahun 2014 daerah Banyuwangi dan sekitarnya
Koreksi Geometrik
Mulai
Citra Landsat 8 tahun 2014
RMS Error ≤ 1 Piksel
Citra Terkoreksi Geometrik
GCP
Data yang digunakan dalam pembahasan
paper ini adalah citra landsat 8 tahun
2014 akuisisi September 2014 daerah
Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa
Timur dan sekitarnya. Adapun kombinasi
band yang digunakan adalah Natural
Color karena lebih mudah untuk
dibandingkan dengan hasil klasifikasi
nantinya. Kombinasi Natural Color
(RGB) pada citra landsat 8 memiiki
formasi band-4 pada saluran Red, band-3
pada saluran Green, dan band-2 pada
saluran Blue.
2. Koreksi Geometrik.
Koreksi geometrik bertujuan untuk
mengoreksi data spasial citra/posisi citra.
Dengan adanya koreksi geometrik atau
yang sering disebut georeferencing maka
citra akan memiliki sistem koordinat dan
sistem proyeksi tertentu. Adapun metode
koreksi geometrik yang digunakan kali
ini adalah metode non-parametrik yaitu
dengan menggunakan sejumlah Ground
Control Points (GCP) yang diperoleh
dari Google Earth. Dari beberapa GCP
tersebut nantinya akan diperoleh nilai
Root Mean Square (RMS) Error setelah
diregistrasikan pada citra. Apabila nilai
RMS Errornya ≤ 1 maka citra dapat di
proses rektifikasi.
3. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik bertujuan untuk
mengoreksi nilai spektral citra yang
berhubungan dengan atribut/jenis objek.
Dengan koreksi radiometrik kualitas citra
secara visual menjadi lebih baik. Metode
koreksi radiometrik yang digunakan kali
ini adalah metode Histogram Stretching
yaitu dengan mengoreksi histogram dari
masing-masing band penyusun citra agar
didapatkan visualisasi citra yang lebih
jelas.
4. Pemotongan Citra
Pemotongan citra bertujuan untuk
mengambil cakupan/luasan area yang
lebih spesifik dan sesuai dengan fokus
area yang akan diklasifikasikan.
Pemotongan citra ini dilakukan karena
citra hasil perekaman dari Landsat-8
yang diunduh dari situs USGS masih
terlalu luas sehingga perlu dilakukan
pemotongan citra untuk mengambil fokus
area Kabupaten Banyuwangi Provinsi
Jawa Timur dan sekitarnya.
Dari hasil pra-pengolahan citra akan diperoleh
hasil akhir berupa citra yang siap untuk
diklasifikasi. Tahap pra-pengolahan citra
secara garis besar digambarkan seperti
diagram alir dibawah ini :
Gambar 3. Tahap Pra-pengolahan Citra
Setelah melalui tahap pra-pengolahan citra,
citra siap untuk diklasifikasi secara digital.
Klasifikasi digital sendiri dibagi menjadi 2,
yaitu Supervised dan Unsupervised.
Klasifikasi Supervised menurut Projo
Danoedoro (1996) merupakan klasifikasi yang
melibatkan interaksi analis secara intensif,
dimana analis menuntun proses klasifikasi
dengan identifikasi objek pada citra (training
area). Sehingga pengambilan sampel perlu
dilakukan dengan mempertimbangkan pola
spektral pada setiap panjang gelombang
tertentu, dan diperoleh daerah acuan yang baik
untuk mewakili suatu objek tertentu.
Penentuan training area dapat mempengaruhi
kualitas hasil klasifikasi pada metode ini.
Training area harus dipilih secara spesifik dan
teliti agar nantinya setelah melalui proses tidak
akan terjadi kesalahan dalam
pengklasifikasian. Selain itu jumlah piksel
dalam Training Area juga harus mencukupi,
jangan terlalu sedikit, agar hasil klasifikasi
juga semakin baik.
Sedangkan metode klasifikasi digital yang lain
yaitu klasifikasi Unsupervised adalah
pengklasifikasian hasil akhirnya
(pengelompokkan pixel-pixel dengan
karakteristik umum) didasarkan pada analisis
perangkat lunak (software anaysis) suatu citra
tanpa pengguna menyediakan contoh-contoh
kelas-kelas terlebih dahulu (Chein-I Chang
and H.Ren, 2000). Komputer menggunakan
teknik-teknik tertentu untuk menentukan pixel
mana yang mempunyai kemiripan dan
bergabung dalam satu kelas tertentu secara
bersamaan.
Kemudian akan dilakukan analisis secara
menyeluruh pada masing-masing metode
untuk selanjutnya dibandingkan dan dipilih
metode mana yang paling sesuai digunakan
pada klasifikasi penutup lahan citra satelit
Landsat 8 di daerah Kabupaten Banyuwangi
dan sekitarnya. Berikut ini merupakan diagram
alir dari proses klasifikasi Supervised dan
Unsupervised yang akan dilakukan. Adapun
skema klasifikasi yang digunakan adalah
vegetasi, non-vegetasi, air, dan awan.
Gambar 4. Tahap klasifikasi terkontrol (Supervised)
Ya
Tidak
Jumlah KelasIterasi maksimumMinimum piksel dalam 1 kelasdst.
Klasifikasi Supervised
Hasil Klasifikasi Sementara
Mulai
Citra Landsat 8 tahun 2014 daerah Banyuwangi dan sekitarnya yang telah Terkoreksi
Uji Ketelitian
Hasil Klasifikasi Penutup Lahan Citra Landsat 8 daerah Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya
Penentuan Skema Klasifikasi
Penentuan Isoparameter
Gambar 5. Tahap klasifikasi tidak terkontrol
(Unsupervised)
3. Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini akan ditampilkan hasil
pengolahan citra yang telah dilakukan.
A. Hasil perhitungan RMS Error
Berikut adalah tabel RMS Error tiap titik :
Gambar 6. Tabel nilai RMS Error
Dari proses koreksi geometrik didapatkan
nilai RMS Error rata-rata sebesar 0,119762
piksel sehingga masih memenuhi toleransi
untuk koreksi geometrik.
RMS Error didapatkan dari hasil registrasi
GCP pada citra dengan persebaran sebagai
berikut.
Gambar 7. Persebaran GCP di citra
B. Hasil koreksi histogram.
Berikut adalah hasil dari koreksi histogram
pada citra.
Gambar 8. Output histogram
Koreksi histogram dilakukan dengan
memilih operator Linear dan sumber
histogramnya merupakan display scroll.
Pemilihan display scroll dilakukan karena
display ini menampilkan keseluruhan citra
sedangkan operator linear dipilih karena
operator ini menggunakan nilai spektral
minimum dan maksimum untuk membentuk
kurva kontras yang linear (tanpa adanya
clipping). Operator ini tidak mengubah
geometrik dari citra itu sendiri
C. Hasil pemotongan area
Berikut merupakan hasil pemotongan citra
untuk mengambil fokus wilayah Kabupaten
Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dan
sekitarnya. Citra setelah pemotongan
memiliki dimensi 1074 x 1119 (Byte) [BSQ].
Gambar 9. Hasil citra setelah dipotong.
D. Hasil perhitungan statistik Training Area.
Diambil sejumlah sample sebagai Training
Area dari citra yang telah terkoreksi, dan
berikut merupakan hasil perhitungan statistik
Training Area tersebut.
Gambar 10.Statistik Training Area
E. Hasil Scatter Plot
Scatter plot digunakan untuk
membandingkan nilai spektral antara 2 band
dan untuk mengetahui distribusi spasial
mereka dalam citra. Untuk Scatter Plot yang
ditampilkan berikut ini merupakan
kombinasi antara 2 dari 3 band penyusun
citra Natural Color yang diklasifikasi pada
paper kali ini. Kombinasi 2 band tersebut
merupakan band merah untuk sumbu-Y dan
band biru untuk sumbu-X. Dari hasil scatter
plot terlihat bahwa antar kelasnya tidak
saling berpotongan, adapun 1 kelas lain yaitu
awan, jumlahnya sangat sedikit hingga
hampir tak terlihat di scatter plot.
Gambar 11. Scatter Plot
F. Hasil klasifikasi supervised
Dari beberapa algoritma yang terdapat dalam
klasifikasi Supervised akhirnya setelah
dilakukan percobaan klasifikasi didapatkan
hasil terbaik dengan menggunakan algoritma
maximum likelihood untuk mengklasifikasi
tutupan lahan daerah Kabupaten
Banyuwangi dan sekitarnya. Algoritma
maximum likelihood merupakan kegiatan
evaluasi, baik secara kuantitatif, varian,
maupun korelasi pola tanggapan spektral
kategori ketika mengklasifikasi piksel tak
kenal dengan suatu asumsi bahwa distribusi
titik (piksel) yang berbentuk data sampel
mempunyai kategori bersifat ditribusi
normal (Gaussian). Untuk memutuskan
klasifikasi, dibutuhkan informasi statistik
berupa rerata dan simpangan baku tiap
sampel, serta variasi dan kovarian. Pada
algoritma ini, diasumikan bahwa probabilitas
semua kelas dianggap sama.
Gambar 11. Hasil klasifikasi Supervised dengan
algoritma Maximum Likelihood
Berikut ditampilkan statistik setiap kelas dari
hasil klasifikasi Supervised dengan algoritma
Maximum Likelihood.
Gambar 12. Statistik kelas hasil klasifikasi Supervised
Dari hasil tersebut juga terlihat bahwa semua
piksel citra terklasifikasi dalam kelas-kelas
tertentu. Ketika dilakukan perbandingan
dengan citra asli dengan kombinasi natural
color, terdapat banyak kesamaan dengan
hasil klasifikasi metode ini. Sehingga
metode ini cukup bisa dipercaya sebagai
metode yang mampu merepresentasikan
kondisi tutupan lahan di daerah Kabupaten
Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dan
sekitarnya. Statistik tersebut juga
menyatakan bahwa komposisi penutup lahan
terbesar dari citra adalah unsur air, kemudian
yang kedua adalah unsur non-vegetasi, lalu
ada unsur vegetasi, dan sedikit awan.
G. Hasil klasifikasi unsupervised
Selain mencoba klasifikasi dengan metode
Supervised, dilakukan juga metode
klasifikasi digital Unsupervised. Beberapa
isoparameter yang diperhatikan adalah
jumlah kelas, iterasi maksimum, dan
minimum banyaknya piksel dalam 1 kelas.
Kemudian dirumuskan isoparameter sebagai
berikut.
Gambar 13. Isoparameter untuk klasifikasi
Unsupervised
Dari hasil isoparameter seperti diatas
akhirnya didapatkan hasil klasifikasi sebagai
berikut.
Gambar 14. Hasil klasifikasi Unsupervised
Bisa dilihat secara visual bahwa hasil dari
klasifikasi banyak yang kurang tepat, seperti
yang cukup ekstrem adalah unsur air yang
berada di citra bagian bawah ternyata
diklasifikasikan sebagai unsur vegetasi,
begitu juga selat bali yang juga
diklasifikasikan sebagai vegetasi. Untuk
lebih jelasnya selanjutnya ditampilkan juga
statistik kelas hasil klasifikasi Unsupervised
sebagai berikut.
Gambar 15. Statistik kelas hasil klasifikasi
Unsupervised
Dari hasil klasifikasi metode Unsupervised
ini ditemukan banyak kesalahan klasifikasi
ketika dibandingkan dengan citra asli yang
kombinasinya Natural Color, karena hal
itulah metode ini dianggap kurang
kompatibel untuk diterapkan dalam kegiatan
klasifikasi penutup lahan di daerah
Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa
Timur dan sekitarnya.
4. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil pengolahan citra digital yang
telah dilakukan dalam paper ini, maka didapatkan
beberapa kesimpulan akhir yaitu:
a) Klasifikasi digital metode supervised pada
citra landsat 8 untuk daerah Kabupaten
Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dan
sekitarnya menghasilkan hasil klasifikasi
yang lebih akurat dibanding klasifikasi
metode unsupervised.
b) Algoritma yang tepat untuk melakukan
klasifikasi Supervised pada citra landsat 8
untuk daerah Kabupaten Banyuwangi
Provinsi Jawa Timur dan sekitarnya adalah
algoritma Maximum Likelihood.
c) Dari hasil klasifikasi digital metode
Unsupervised diperoleh keterangan bahwa
dari citra landsat 8 untuk daerah Kabupaten
Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dan
sekitarnya, luasan yang merupakan vegetasi
adalah sebesar 21.870%, non-vegetasi
sebesar 29.877%, air sebesar 33.877%, dan
awan sebesar 14.366%. Sehingga jumlah
keseluruhan adalah 100% dan tidak ada
daerah yang tidak terklasifikasi.
Lampiran
Peta citra penutup lahan daerah Kabupaten
Banyuwangi Provinsi Jawa Timur dan sekitarnya.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu penulis baik dalam
penyediaan data maupun pemberian bimbingan
dan motivasi sehingga penulis mampu
menyelesaikan penelitiannya dengan baik.
Daftar Pustaka
Chein-I Chang dan H.Ren. 2000. An Experiment-
Based Quantitative and Comparative Analysis
of Target Detection and Image Classification
Algorithms for Hyperspectral Imagery. IEEE
Trans. on Geoscience and Remote Sensing
James J. Simpson, Timothy J. McIntire, dan
Matthew Sienko. 2000. An Improved Hybrid
Clustering Algorithm for Natural Scenes. IEEE
Trans. on Geoscience and Remote Sensing.
Lillesand and Kiefer, 1998. Penginderaan Jauh
dan Interpretasi Citra Penginderaan Jauh.
Yogyakarta: Gadjah mada University Press.
top related