motivasi milenial menonton layanan streaming
Post on 05-Oct-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021 ISSN: 2614-7998 (Print), 2614-218X (Online)
MOTIVASI MILENIAL MENONTON LAYANAN STREAMING
Joseph Edwin, Irwansyah Universitas Indonesia
Email: josephtrikom@gmail.com
Diterima: 28 Februari 2021; Direvisi: 5 Maret 2021; Disetujui: 24 Mei 2021
Abstrak
Ponsel cerdas semakin banyak digunakan untuk menonton subscription video-on-demand. Tingkat adopsi aktivitas ini pun sangat tinggi di kalangan kaum milenial di Indonesia. Ini memunculkan pertanyaan mengapa khalayak semakin terbiasa menonton SVOD di ponsel cerdas meski memiliki keterbatasan audiovisual dibandingkan televisi, laptop atau komputer. Penelitian ini bertujuan melihat apa kebutuhan-kebutuhan spesifik yang terpenuhi ketika khalayak mengonsumsi konten subscription video-on-demand (SVOD) melalui ponsel cerdas. Berlandaskan teori uses and gratifications, penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan strategi grounded theory. Berdasarkan wawancara dengan enam informan, ditemukan bahwa khalayak memiliki tipologi kebutuhan yakni informasi, mengisi waktu, pengalaman terkustomisasi dan media displacement. Muncul tipologi yang mengalami ekspansi yakni hiburan hedonistik/eudaimonik, pindah waktu/tempat, kenyamanan/relaksasi, dan pengalihan/pengalaman imersif. Sementara muncul tipologi yang belum ditemukan dalam penelitian sebelumnya, yaitu menonton maraton. Direkomendasikan untuk mengoperasionalisasikan tipologi-tipologi yang ditemukan secara kuantitatif untuk penelitian selanjutnya. Kata Kunci: Layanan Streaming, Motivasi, Ponsel Cerdas, Uses & Gratifications, Tipologi
Abstract Smartphones are increasingly used to access videos, including subscription video-on-demand services. This is especially true among millennials, who are the primary adopters. This raises the question of why millennials watch SVOD through their smartphones when other wide-screened devices offer better audiovisual quality. This research aims to reveal the motivations satisfied by using uses and gratification theory through qualitative approach and grounded theory strategy. Based on in-depth interviews of six informants, we found classical U&G typologies, namely Information and Passing Time, and typologies recurring in new media research, which are customized experienced and media displacement. The study also produced expanded typologies, including hedonistic/eudaimonic entertainment, time/place-shifting, comfort/relaxation, and diversion/immersive experience. Lastly, binge-watching was discovered to be an emergent typology. As this research analyzes data from one informant, the results cannot be generalized. Operationalizing these typologies by using a quantitative approach is recommended for future research. Keywords: Motivation, Smartphones, Subscription Video-on-Demand, Typologies, Uses and Gratificatfication
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
78
Pendahuluan
Subscription video-on-demand (SVOD) adalah layanan streaming video yang
menawarkan cara menonton yang interaktif dan menggunakan algoritma untuk
menyajikan katalog konten seperti film, serial dan dokumenter (Lobato, 2018). SVOD
yang populer di Indonesia di antaranya adalah Netflix dengan 850 ribu pengguna dan
Disney+ Hotstar yang memiliki 2,5 juta pengguna (Pertiwi & Yusuf, 2021). Jumlah
pelanggan SVOD semakin banyak karena akses yang mudah dan harga yang kompetitif
(Nistanto & Pratomo, 2019). Smartphone atau ponsel cerdas menjadi perangkat yang
semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia untuk menggunakan layanan SVOD.
Hal ini didukung dengan fakta bahwa smartphone, serta pita lebar nirkabel (bandwidth)
yang memfasilitas transfer data dan penggunaan layanan berbasis internet seperti SVOD
(Setiawan, 2018). Meski sebagian besar masih menggunakan televisi dan komputer,
semakin banyak khalayak generasi Y atau milenial yang menggunakan ponsel cerdas
untuk menonton SVOD (Bentley et al., 2019; Rigby et al., 2016).
Berbeda dengan radio, televisi dan telepon, teknologi berbasis internet (termasuk
SVOD dan ponsel cerdas) mengubah cara khalayak menggunakan media (Sundar &
Limperos, 2013). SVOD memberikan pengalaman menonton yang lebih interaktif dan
memiliki katalog film yang luas (Lobato, 2018). Aplikasi SVOD bisa menyarankan
konten sesuai preferensi khalayak dengan sistem rekomendasi yang canggih (Gomez-
Uribe & Hunt, 2015). Di antaranya adalah Netflix yang menyediakan personalisasi
dengan mempertemukan khalayak dengan video yang bersifat ceruk (niche) (Gomez-
Uribe & Hunt, 2015). Selain itu terdapat Disney+ Hotstar menyediakan katalog dari film-
film Indonesia dan konten produksi Hollywood (Mario & Pangerang, 2021). SVOD
lainnya adalah Viu, Amazon Prime dan HBO Go yang juga tersedia bagi khalayak
Indonesia (Dewi & Nugroho, 2020).
Salah satu cara untuk mengonsumsi SVOD adalah melalui ponsel cerdas yaitu
gawai berbasis internet yang menyediakan berbagai fitur dengan sistem operasi canggih
dan tampilan yang mudah digunakan (Fullwood et al., 2017). Khalayak dapat menjelajah
internet, mendengarkan musik, bermain game dan juga menonton konten video dari
SVOD dengan menggunakan ponsel cerdas (Rigby et al., 2016; Sundar & Limperos,
2013; Wang et al., 2014). Milenial menjadi sorotan karena merupakan demografi yang
banyak menggunakan ponsel cerdas untuk menonton konten audiovisual (Mendez &
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
79
Ortega-Mohedano, 2017), termasuk menonton SVOD (Rubenking et al., 2018). Pew
Research mendefinisikan kaum milenial adalah individu yang lahir antara tahun 1981 dan
1996 (Dimock, 2019).
Sundar dan Limperos (2013) mengatakan penting untuk mengetahui motivasi
khalayak dalam menggunakan teknologi baru; dalam konteks ini teknologi yang diteliti
adalah SVOD dan ponsel cerdas. Uses and gratifications adalah teori yang mengulas
motivasi khalayak menggunakan suatu media (Dainton & Zelley, 2011). Setiap orang
memiliki kebutuhan sosial dan psikologis yang berbeda (Laughey, 2009). Untuk
memuaskan kebutuhan tersebut, masyarakat menggunakan berbagai teknologi
komunikasi atau media yang sesuai (E Katz et al., 1973).
Teori U&G memiliki asumsi yaitu khalayak dianggap bersifat aktif; khalayak
memilih mengonsumsi media yang memuaskan kebutuhan; media berkompetisi dengan
objek lain yang juga bisa memenuhi kebutuhan khalayak; informasi mengenai motivasi
penggunaan media hanya bisa didapat dari laporan khalayak; dan peneliti tidak boleh
membuat asumsi mengenai nilai budaya dari suatu media, melainkan harus
mengeksplorasi dari sudut pandang khalayak (E Katz et al., 1973).
Ciri teori uses and gratifications adalah memetakan tipologi-tipologi kebutuhan
khalayak, serta meneliti bagaimana media memenuhi kebutuhan tersebut (E Katz et al.,
1973; Palmgreen, 1984). Serangkaian tipologi umum U&G diperoleh berdasarkan
motivasi penggunaan televisi yakni mengisi waktu (passing time), perasaan ditemani
(companionship), konten, relaksasi, informasi, pelarian (escape), hiburan dan interaksi
sosial (Rubin, 1981).
Meski mirip, khalayak memiliki motivasi berbeda saat menonton TV dengan
SVOD (Kim et al., 2016). Berdasarkan literatur U&G teknologi berbasis internet, terdapat
tipologi termasuk yaitu informasi (Dizon, 2018; Rubin, 1981; Weiss, 1971), mengisi
waktu (Gan & Tan, 2017; Kim et al., 2016; Perks & Turner, 2019; Rubin, 1981);
pengalaman terkustomisasi dan media displacement (Perks & Turner, 2019). Selain itu
terdapat perluasan atau ekspansi dari tipologi yang sudah ada, termasuk hiburan
hedonistik & eudaimonik (Matrix, 2014; Oliver & Raney, 2011); pindah waktu dan
tempat (Jancovich, 2011; McClung & Johnson, 2010; Perks & Turner, 2019; Steele et al.,
2015); relaksasi/kenyamanan (Kim et al., 2016; Kubey & Csikszentmihalyi, 2002; Rubin,
1981; Sung et al., 2018); pengalihan/pengalaman imersif (Agrawal et al., 2019; Elihu
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
80
Katz & Foulkes, 1962; Ruggiero, 2009; Tefertiller & Sheehan, 2019). Sementara motivasi
yang secara khusus muncul dalam penelitian SVOD adalah menonton maraton
(Rubenking et al., 2018; Steiner & Xu, 2020; Sung et al., 2018). Sembilan tipologi yang
dibangun berdasarkan penelitian sebelumnya memberikan gambaran bagaimana
menonton SVOD dari ponsel cerdas memenuhi kebutuhan khalayak milenial.
Tipologi pertama adalah informasi yang konsisten ditemukan dalam penelitian
U&G sejak tahun 1980-an (Rubin, 1981b) hingga 2010-an. Media analog (buku dan
koran) dan elektronik (radio dan televisi) adalah sarana konvensional untuk mendapat
informasi (Katz, Blumler and Gurevitch, 1973). Namun media baru berbasis internet,
termasuk SVOD (Kim et al., 2016; Shade et al., 2015), memungkinkan khalayak
memperoleh informasi lebih cepat dan sesuai dengan kebutuhannya. Informasi dan
edukasi adalah salah satu tipologi dominan dalam studi media (Weiss, 1971) dan
merupakan kebutuhan dasar khalayak (E Katz et al., 1973). SVOD menjadi sarana baru
untuk mempelajari keterampilan praktis (Dizon, 2018), karena video bisa digunakan
untuk memahami dan memperoleh keterampilan baru (Surgenor et al., 2017). Proses
belajar secara audiovisual pun didukung sarana ponsel cerdas yang memfasilitasi
pencarian informasi (Fullwood et al., 2017).
Tipologi kedua adalah mengisi waktu. Tipologi ini berhubungan dengan motivasi
untuk membuat waktu terasa berjalan lebih cepat (Perks & Turner, 2019). Salah satu cara
untuk menghabiskan waktu adalah menonton SVOD (Kim et al., 2016). Motivasi ini juga
ditemukan dalam penelitian aplikasi mobile di mana khalayak menggunakan aplikasi di
gawai saat bosan dan tidak ada kesibukan (Gan & Tan, 2017). Berdasarkan ini, khalayak
yang menonton SVOD dengan penggunaan ponsel cerdas dapat pula memuaskan
motivasi untuk menghabiskan waktu.
Ketiga adalah pengalaman terkustomisasi (Customized experience). Khalayak
memiliki agensi sehingga secara aktif menentukan bagaimana mereka mengonsumsi
media (Sundar & Limperos, 2013). Hal ini didukung teknologi yang semakin
terkustomisasi pula. Perks dan Turner (2019) mengatakan teknologi yang bisa
memberikan pengalaman mengonsumsi media terkustomisasi termasuk konten on-
demand dan layanan streaming. Pengguna SVOD bersifat aktif dan mendapatkan
kepuasan dengan memilih konten berdasarkan suasana hati dan menyesuaikan aktivitas
menonton sesuai kemauannya (Matrix, 2014; Perks & Turner, 2019).
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
81
Keempat adalah media displacement, yaitu khalayak beralih dari media lama ke
media baru yang lebih terpersonalisasi (personalized) (Perks et al., 2019). Media akan
dikonsumsi selama masih bisa memenuhi kebutuhan dan khalayak akan berpindah ke
media baru jika kebutuhan tersebut tidak terpuaskan (Courtois et al., 2014). Nimrod
(2019) menyebut fenomena ini sebagai functional displacement. Ia menjelaskan
functional displacement sejalan dengan U&G karena khalayak secara aktif memilih
media yang paling bisa memenuhi kebutuhan psikososialnya. Media displacement juga
terjadi jika konten media dianggap membosankan dan repetitif (Perks & Turner, 2019).
Bagi kaum milenial, media yang baik adalah yang memiliki konten yang beragam, baru
dan eksklusif (Dasgupta & Grover, 2019). Keterbatasan teknologi juga mendorong
khalayak untuk berpindah ke media baru (Perks & Turner, 2019). Contohnya, penonton
akan berhenti menggunakan televisi ketika mengetahui media berbasis internet bisa
memenuhi lebih banyak kebutuhannya (Shade et al., 2015).
Tipologi kelima adalah hiburan hedonistik & eudaimonik. Khalayak
mengkonsumsi media salah satunya untuk mendapatkan hiburan (Kim et al., 2016).
Motivasi hiburan dibagi menjadi dua, yaitu hedonisme dan eudaimonisme (Oliver &
Raney, 2011). Motivasi hedonisme adalah kebutuhan mencari kesenangan dengan konten
yang memaksimalkan perasaan positif (Zillmann, 2000). Motivasi ini dipenuhi dengan
mengonsumsi konten di mana karakter di dalam narasi mengalami peristiwa positif,
sehingga khalayak turut merasakan emosi positif. Sebaliknya motivasi eudaimonisme
berkaitan dengan keinginan untuk mencari makna yang mendalam. Motivasi ini dipenuhi
dengan mengonsumsi konten yang menggambarkan realitas kehidupan manusia (Oliver
& Raney, 2011). Jenis konten ini bersifat sendu, tragis, inspiratif dan dramatis dengan
alur yang kompleks (Matrix, 2014), dan menjadi salah satu jenis tontonan yang digemari
di SVOD (Horeck, 2019). Khalayak merasa mendapatkan pencerahan (insight) soal
kebenaran dan makna kehidupan sehingga mendapatkan kepuasan mendalam
(gratifications) (Oliver and Raney, 2011).
Tipologi keenam adalah pindah waktu dan tempat (time-shifting dan place-
shifting). Time-shifting adalah kebutuhan untuk mengakses media kapan saja (McClung
& Johnson, 2010). Bury & Li (2015) mengatakan semakin sedikit khalayak yang
menonton siaran secara langsung karena bisa menonton kapan saja lewat SVOD.
Khalayak pun juga bisa menonton media di mana pun (Steele et al., 2015). Steele et al
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
82
(2015) menjelaskan place-shifting adalah ketika khalayak mengkonsumsi media video di
luar tempat konvensional (contoh: rumah, ruang tamu dan lain-lain). Salah satu alasan
masyarakat mulai mengadopsi SVOD atau layanan streaming video adalah karena bisa
menonton media terlepas dari batasan tempat dan waktu (Dasgupta & Grover, 2019).
Kenyamanan/relaksasi adalah tipologi yang ketujuh. Menonton video adalah
salah satu aktivitas untuk mendapatkan relaksasi (Kim et al., 2016; Rubin, 1981; Sung et
al., 2018). Menonton dilaporkan lebih efektif membuat rileks dibandingkan bermain gim
atau mengobrol (McIlwraith et al., 1991). Media memberikan hiburan yang bisa
mengurangi tekanan kehidupan sehari-hari (Kuyucu, 2015). Selain konten yang
menghibur, posisi badan juga berpengaruh dalam menciptakan kondisi rileks. Hal ini
karena perilaku atau posisi tubuh mempengaruhi kondisi kognitif khayalak (Wells &
Petty, 1980). Maka khalayak akan menjadi lebih rileks saat menggunakan gawai, terlebih
jika dalam posisi santai seperti berbaring (Kubey & Csikszentmihalyi, 2002).
Tipologi kedelapan adalah pengalihan/pengalaman imersif yang merupakan
ekspansi dari tipologi U&G. Pengalihan (escapism/diversion) adalah ketika orang yang
mengalami tekanan atau terasingkan (alienated) mencari gratifikasi dengan beralih ke
dunia mimpi (dreamlike world) yang diciptakan media (Elihu Katz & Foulkes, 1962).
Menonton adalah salah satu aktivitas yang dilakukan khalayak sebagai pelarian, baik
menggunakan televisi (Tefertiller and Sheehan, 2019) maupun ponsel cerdas (Smetaniuk,
2014). Kebutuhan untuk pengalihan sangat berhubungan erat dengan pengalaman imersif
(immersive experience). Perks (2019) juga mengatakan bahwa hal ini didukung dengan
pengalaman imersif yang dialami oleh khalayak saat terhanyut saat mengkonsumsi media.
Pengalaman imersif adalah fenomena yang dialami oleh individu ketika terjadi
keterlibatan mental mendalam (deep mental involvement). Hal ini menyebabkan mereka
fokus terhadap konten sehingga tidak lagi sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Agrawal
et al., 2019). Pengamalan imersif meningkat jika dipadukan dengan elemen audiovisual.
Namun narasi atau alur cerita mampu menstimulasi emosi dan psikologi khalayak
sehingga juga menciptakan immersion (Murray, 2016). Pengalaman imersif tercipta
karena perpaduan potensi imersif (teknologi audiovisual) dan kecenderungan imersif
(seberapa mudah khalayak terhanyut) (Agrawal et al., 2019).
Tipologi kesembilan adalah menonton maraton atau binge watching, yaitu
kegiatan menonton lebih dari satu episode serial atau film secara berturut-turut (Pittman
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
83
& Sheehan, 2015; Sung et al., 2018). Tontonan yang memiliki alur menarik menciptakan
rasa antisipasi dan penasaran sehingga khalayak terdorong untuk segera menyelesaikan
film atau serial sampai tuntas (Rubenking et al., 2018; Steiner & Xu, 2020). Bagi khalayak
SVOD, menonton maraton menjadi kegiatan yang dilakukan secara rutin (Sung, Kang
and Lee, 2018). Menonton maraton juga dikaitkan dengan ingatan khalayak dalam
menyaksikan tontonan berseri. Horvath et al. (2017) mengatakan bahwa acara berseri
(serialized program) di desain agar khalayak mengingat alur cerita film/serial yang
ditonton. Hal ini dilakukan baik dengan menonton serial secara berturut-turut, penceritaan
oleh narator maupun kilas balik (flash back) agar alur masih segar di ingatan khalayak.
Menonton maraton dan teknik yang digunakan acara berseri dapat membantu khalayak
dalam memperkuat kemampuan mengingat alur cerita.
Penelitian sebelumnya sudah menganalisis penggunaan ponsel cerdas dan
kebiasaan menonton konten SVOD. Akan tetapi belum ada riset yang meneliti motivasi
di balik menonton SVOD dari ponsel cerdas. Leung (2020) meneliti mengenai ponsel
cerdas sebagai sarana untuk menghilangkan kebosanan. Ia mengatakan menonton video
adalah salah satu aktivitas untuk menghilangkan kebosanan, tetapi ia tidak menekankan
pada tontonan video SVOD. Rubenking et al. (2018) dan Steiner & Xu (2020)
menganalisis aktivitas menonton maraton video SVOD, tetapi tidak berfokus pada
penggunaan gawai ponsel cerdas.
Maka penelitian ini berupaya mengisi kekosongan teoritis khususnya dalam tema
menonton SVOD dengan ponsel cerdas. Tujuan penelitian adalah menjabarkan tipologi-
tipologi baru yang merupakan hasil perpaduan antara aktivitas menonton SVOD dan
penggunaan ponsel cerdas sebagai sarana mengonsumsi konten video. Tujuan penelitian
ini penting karena layanan streaming semakin populer dan penetrasi ponsel cerdas di
kalangan masyarakat Indonesia semakin tinggi. Diharapkan penelitian ini bisa
berkontribusi pada penelitian teori uses and gratifications, khususnya dalam penggunaan
teknologi baru.
Metode Penelitian
Penelitian ini berparadigma interpretif menggunakan pendekatan kualitatif
dengan strategi grounded theory. Data primer diambil dengan mewawancara Informan.
Pendekatan ini umum digunakan dalam penelitian kualitatif terkait interaksi manusia
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
84
dengan komputer (Gerber & Hui, 2013). Pendekatan ini juga dipilih karena penelitian
kuantitatif tidak bisa menguak tipologi baru atau ekspansi dari tipologi teori U&G yang
sudah ditemukan (Perks & Turner, 2019).
Enam orang informan dipilih berdasarkan purposive sampling. Justifikasi inklusi
adalah mereka sedikitnya sudah dua tahun berlangganan SVOD, menggunakan ponsel
cerdas sebagai salah satu portal menonton SVOD, dan masuk dalam demografi milenial
(kelahiran 1981-1996) yang diketahui sebagai demografi dengan kebiasaan mengonsumsi
SVOD yang tinggi (Matrix, 2014; Rubenking et al., 2018).
Tabel 1. Data Informan
No. Informan Usia
(Tahun) Domisili Jenis SVOD
Lama
Berlangganan
1 Andhika
Chandrasatya
37 Tangerang
selatan, Banten
Netflix 3 Tahun
2 Daniel Luckinta 32 Denpasar, Bali Netflix 3 Tahun
3 Henricus Ivan P 30 Jakarta Pusat Netflix;
Crunchyroll;
Amazon
Prime
2 Tahun
4 Jessica Leofitri 29 Tangerang
Selatan,
Banten
Netflix; Viu;
HBO Go;
iFLix; iQIYI;
Igloo
5 Tahun
5 Andi Amiratania
B
27 Depok, Jawa
Barat
Netflix 5 Tahun
6 Dinda
Meidiansyah
26 Tangerang,
Banten
Netflix 2 Tahun
Dalam penelitian kualitatif tidak ditentukan jumlah informan yang harus dicapai,
melainkan yang diutamakan adalah saturasi. Saturasi yang dicapai penelitian ini adalah
saturasi induktif tematis yaitu perbaruan dari kategori teoritis yang ada (Saunders et al.,
2018).
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
85
Wawancara mendalam semi terstruktur dilakukan untuk memperoleh data.
Kemudian proses analisis dilakukan secara grounded theory yang mengaplikasikan
koding terbuka (open coding), koding axial dan koding selektif (Crook & Kumar, 1998).
Koding terbuka untuk mengumpulkan informasi kualitatif yang diperoleh dari informan
yang kemudian diberikan kategori. Dalam proses koding axial, kategori-kategori yang
muncul dikelompokkan berdasarkan dugaan adanya keterhubungan. Proses berikutnya
adalah koding selektif yang mengintegrasikan dimensi uses and gratifications yang
muncul dalam tahap koding axial.
Data yang dikumpulkan dianalisis sesuai literatur sebagaimana tersedia di bagian
kerangka konseptual. Sebagai persyaratan grounded theory dan agar penelitian valid
secara empiris, maka teori dan bukti harus memiliki keterhubungan yang tinggi (Crook
and Kumar, 1998). Untuk meningkatkan akurasi penelitian, triangulasi data dilakukan
dengan menganalisis tema-tema yang konsisten muncul dalam wawancara dengan enam
informan.
Hasil dan Pembahasan
Data yang didapatkan dari wawancara dan koding memperlihatkan ekspansi, yaitu
perluasan dari tipologi yang sudah ada (Perks and Turner, 2019). Tipologi yang
ditemukan adalah tipologi tetap yang muncul dalam penelitian sebelumnya, tipologi yang
di ekspansi dan tipologi baru.
Tipologi Tetap
Tipologi tetap yang ditemukan saat mewawancara informan adalah informasi,
mengisi waktu, pengalaman terkustomisasi dan media displacement yang ditemukan
dalam penelitian tentang motivasi penggunaan televisi maupun layanan video over-the-
top, termasuk SVOD (Kim et al., 2016; Rubin, 1981; Tefertiller & Sheehan, 2019).
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
86
Tabel 2. Matriks Tipologi Tetap
Tipologi
Tetap Dika Daniel Ivan Jessica Amira Dinda
Informasi Referensi
naskah
Belajar
Masak.
Situasi
luar negeri
Referensi
tesis
Panduan
bermedia
sosial
Sejarah
Amerika
Mengisi
Waktu
Saat
istirahat
kerja
Saat kerja
sepi
Menunggu
pulang
kerja
Isi waktu
antara
kegiatan
Saat
istirahat
kerja
Pergi &
pulang
kerja
Pengalaman
Terkustomisasi
Menonton
sesuai
suasana
hati
Menyesu-
aikan
jadwal.
Genre
spesifik
Menonton
sesuai
suasana
hati
Menyesu-
aikan
jadwal.
Ikuti
karya
sutradara
Media
Displacement
Kualitas
TV
menurun
TV tidak
mendidik;
Ke ponsel
karena ada
VPN.
TV tidak
sesuai
selera; Ke
ponsel
karena ada
VPN.
Kualitas
TV buruk;
Aplikasi
SVOD
lebih baik
versi
ponsel.
TV tidak
menghibur;
Cari hiburan
di SVOD.
TV
hanya
untuk
berita;
cari
hiburan
di
SVOD.
Tipologi pertama yang ditemukan dalam wawancara dengan informan adalah
informasi. Keenam informan mendapatkan informasi saat menonton SVOD dari ponsel.
Hal ini selaras dengan Rubin (1981) yang mengatakan media komunikasi adalah sumber
informasi, meskipun teknologi yang digunakan beragam (Sundar & Limperos, 2013).
Informasi yang didapat bersifat edukatif, praktis dan membuka wawasan terhadap hal di
luar lingkungan hidup.
Daniel mengatakan mendapatkan informasi praktis untuk mengasah kemampuan
memasak. Hal ini konsisten dengan (Surgenor et al., 2017) yang menyebut pemahaman
dan keterampilan memasak dapat dipelajari via video. Daniel menjelaskan acara tema
kuliner bisa memberikan informasi praktis baginya untuk membuat masakan.
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
87
“Yang bikin gua tertarik adalah banyak ide-ide kreatif ternyata dunia masak tuh bukan
cuman yaudah ngegoreng atau ngerebus. Teknik memasak kan bagus kalo buat kita tiru
untuk dipelajarin, untuk bisa kita realisasikan.” (Daniel Luckinta, wawancara, 21
Mei 2020)
Layaknya media berbasis internet lain seperti media sosial (Whiting & Williams,
2013), menonton SVOD dari ponsel cerdas memfasilitasi proses edukasi informan. Ivan
dapat mengetahui situasi di luar lingkungannya seperti mengetahui kehidupan di negara
asing dan mengetahui hidup orang yang memiliki pekerjaan tertentu. Dinda tidak hanya
mendapatkan informasi dari luar lingkungannya, tetapi juga informasi dari masa
bersejarah seperti Amerika Serikat era 1920-1930an.
“Informnya banyak banget dari film. Film mafia aja itu informasi anjir. Kayak oiya ya,
di tahun segitu tuh kejadian ya anjir kriminal kayak gini. Kayak pemerintah Amerika aja
kewalahan menangani mafia.” (Dinda Meidiansyah, wawancara, 14 April 2021)
Informan Dika mengatakan tontonan yang ia konsumsi bisa memberikan
informasi yang diperlukan untuk bekerja, tepatnya menulis naskah. Selain itu, Jessica
yang merupakan mahasiswi S2 manajemen komunikasi mengatakan informasi dari drama
Korea di Netflix bisa menjadi referensi untuk mengerjakan tesis. Ia mengaku mempelajari
istilah seperti “daily active user” dari serial Korea “Start-up” yang kemudian ia gunakan
dalam penulisan tesisnya.
Amira mengaku mendapatkan informasi dari dokumenter yang tayang di layanan
streaming. Informasi ini pun menjadi bahan pertimbangan baginya dalam beraktivitas
sehari-hari khususnya setelah menonton dokumenter “Social Dilemma” di Netflix.
Temuan tipologi kedua adalah mengisi waktu yaitu informan menonton SVOD
dari ponsel cerdas untuk menghilangkan rasa bosan dan mengisi waktu kosong (Kim et
al., 2016; Rubin, 1981). Jessica menyebut akan menonton streaming di ponselnya jika
untuk mengisi waktu kosong. Amira melakukan hal yang sama, tetapi menyesuaikan jenis
SVOD dan tontonan berdasarkan waktu yang tersedia. Sementara Dinda merasa butuh
menonton layanan streaming di ponsel seperti saat naik transportasi umum.
Daniel mengatakan menonton SVOD ketika bertugas sebagai operator telepon di
hotel karena jumlah tamu yang rendah selama pandemi. Hal serupa dijelaskan Dika yang
bekerja sebagai senior producer di kantor berita swasta. Usai siaran, ia memiliki waktu
luang karena harus berjaga jika sewaktu waktu terjadi breaking news. Dika menjelaskan:
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
88
“Atau kalo lagi program gua kelar, kan gua nunggu sampe jam 3 nih masih ada sekitar
hampir sejam gitu. Jadi gua sambil ngerokok gua nonton satu episode sampe gua nunggu
jam 3 gua pulang.” (Andhika Chandrasatya, wawancara, 10 Maret 2021)
Ivan yang bekerja sebagai seorang animator di stasiun TV swasta juga menonton
SVOD via ponsel cerdas di kantor. Ia kerap harus menginap di kantor, dan waktu luang
jelang tidur ia gunakan untuk menonton.
Tipologi ketiga yang ditemukan adalah pengalaman terkustomisasi yaitu para
informan memiliki kebutuhan untuk mengatur cara mereka menonton SVOD di ponsel.
Di antaranya adalah menentukan cara konsumsi konten yang spesifik, memilih konten
sendiri dan aktivitas menonton disesuaikan dengan gaya hidup masing-masing. Hal ini
konsisten dengan penggunaan teknologi baru seperti SVOD dan ponsel cerdas yang
memfasilitasi kebutuhan untuk mengkustomisasi pengalaman menonton (Matrix, 2014).
Ivan menikmati SVOD karena bisa memilih berbagai genre tontonan. Bagi Ivan
SVOD seperti Netflix dan Crunchy Roll memuaskan selera tontonannya yang ia anggap
berbeda dengan orang lain. Dinda juga menikmati kebebasan untuk memilih tontonan.
Selain bisa memilih genre, ia bisa memilih film dari sutradara favorit. Layanan streaming
seperti Netflix memberinya akses untuk mengkonsumsi karya dari sineas yang ia gemari:
“Banyak orang pengen nonton film karena oh pemeran utamanya dia. Tapi lo ngak tau
sutradaranya siapa. Tapi kalo gua, gua balik. Stigma itu kayak, oh sutradaranya ini.
Bodo amat castnya pendatang baru nanti juga di jadi something lah sama si ini gitu.”
(Dinda Meidiansyah, wawancara, 14 April 2021)
Informan lainnya menekankan pentingnya memegang kendali atas kegiatan
menonton SVOD. Daniel mengapresiasi kebebasan dalam mengonsumsi konten SVOD.
Dika memilih tontonan sesuai suasana hati (Perks & Turner, 2019). Jessica juga
mengalami hal serupa yaitu suasana hatinya menentukan apakah Ia ingin menonton
tayangan yang lucu jika ingin yang ringan atau tontonan yang “lebih drama” jika ingin
yang serius.
Tipologi keempat yang ditemukan adalah media displacement. Keenam informan
melaporkan menonton SVOD di ponsel cerdas telah menggantikan kebiasaan menonton
acara televisi dan atau menggunakan gawai layar lebar. Kualitas acara televisi Indonesia
secara umum dianggap menurun dan ponsel cerdas dianggap lebih praktis untuk
menonton SVOD.
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
89
Daniel mengatakan acara televisi seperti memiliki kualitas yang buruk sehingga
lebih memilih Netflix karena “ada sisi edukatifnya”. Ivan juga mengatakan sudah tidak
pernah menonton televisi lagi karena program tidak sesuai dengan seleranya, khususnya
sinetron karena “norak dan kurang pinter.” Dika lebih menyukai tontonan terdahulu
seperti “Si Doel” dan “Dono, Kasino, Indro” yang ia anggap lebih baik dibandingkan
acara yang disiarkan di televisi.
Menurut Amira acara siaran televisi lokal tidak lagi bisa memenuhi kebutuhannya
baik dalam mendapatkan informasi maupun hiburan. Dinda justru beropini siaran televisi
lokal utamanya bukan untuk hiburan melainkan untuk mendapatkan berita.
Faktor lain yang mendorong informan lebih sering menonton SVOD dari ponsel
adalah keterbatasan teknologi. Daniel sebelumnya menonton Netflix dari konsol gim PS4,
tetapi harus berpindah menggunakan SVOD. Alasannya adalah provider internet yang ia
gunakan memblokir akses ke Netflix sehingga harus menggunakan ponsel cerdas yang
menyediakan aplikasi virtual private network (VPN). Ivan juga menonton SVOD dari
ponsel cerdas karena harus menggunakan VPN untuk mengakses SVOD Crunchy Roll.
Jessica memilih menonton SVOD tertentu di ponsel cerdas karena user inferface
(antarmuka pengguna) dan aplikasi di ponsel cerdas jauh lebih baik.
Khalayak mengalami functional displacement di mana para informan berpindah
menonton SVOD di ponsel cerdas karena program dan gawai konvensional tidak lagi bisa
memenuhi kebutuhan mereka (Nimrod, 2019). Program televisi yang dianggap repetitif
(Perks & Turner, 2019), dan tidak ada konten yang baru dan eksklusif (Dasgupta &
Grover, 2019). Keterbatasan teknologi juga menjadi faktor yang membuat para informan
berpindah menggunakan SVOD dari ponsel cerdas dalam mengonsumsi media (Perks et
al., 2019; Shade et al., 2015).
Tipologi Terekspansi
Jenis tipologi berikutnya adalah tipologi yang mengalami ekspansi. Tipologi ini
sesuai dengan temuan penelitian mengenai motivasi penggunaan media konvensional
televisi, dan media baru seperti Podcast, layanan over-the-top (OTT) dan SVOD.
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
90
Tabel 3. Matriks Tipologi Terekspansi
Tipologi
Terekspansi Dika Daniel Ivan Jessica Amira Dinda
Hiburan
Hedonistik/
Eudaimonik
Konten
ringan;
Gambaran
realitas
hidup
Konten
ringan;
berempati
dengan
karakter
Konten
ringan;
berempati
dengan
karakter
Konten
ringan;
tahu latar
belakang
kriminal
Konten
ringan;
berempati
dengan
karakter
Konten
ringan;
berempati
dengan
karakter
Pindah
Waktu/Tempat
Menonton
saat di
kantor &
rumah.
Menonton
saat di
kantor,
kafe &
rumah.
Menonton
saat luang
di kantor,
rumah &
Saat
luang;
menonton
di area-
area
rumah
Menonton
saat di
kantor &
rumah.
Menonton
saat di
kantor &
rumah.
Kenyamanan/
Relaksasi
Menonton
konten
ringan;
berbaring
di kamar
Menonton
konten
ringan;
berbaring
di kamar
Menonton
konten
ringan;
berbaring
di kamar
Menonton
konten
ringan;
berbaring
di kamar
Menonton
konten
ringan;
berbaring
di kamar
Menonton
konten
ringan;
berbaring
di kamar
Pengalihan/
pengalaman
Imersif
Merasa
hanyut di
tontonan;
melupakan
peristiwa
negatif
Merasa
hanyut di
tontonan;
melupakan
peristiwa
negatif
Merasa
hanyut di
tontonan;
melupakan
peristiwa
negatif
Lupakan
tanggung
jawab;
Menunda
tesis.
Merasa
hanyut di
tontonan;
melupakan
peristiwa
negatif
Merasa
hanyut di
tontonan;
Keluar
dari
rutinitas
Tipologi kelima yang ditemukan adalah hiburan hedonistik dan eudaimonik.
Informan termotivasi menonton SVOD melalui ponsel cerdas untuk mencari baik konten
hedonistik maupun eudaimonik. Jenis hiburan yang di konsumsi tergantung keinginan
dan kondisi yang dialami informan. Menjelang istirahat, Dika memilih menonton serial
komedi dengan alur sederhana seperti “Brooklyn Nine Nine” dan “Friends”. Jessica
menonton reality show seperti “2 Days & 1 Night” jika ingin menikmati acara humor.
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
91
drama adalah salah satu unsur yang membuat Daniel tertarik menonton SVOD. Salah
satunya adalah film “The Godfather” yang alurnya berfokus pada seorang kepala klan
mafia. Daya tariknya bagi Daniel adalah kisah alur cerita yang tragis dan kompleks.
“Gimana dia harus melindungi keluarganya, gimana dia balas dendam, gimana dia
harus ngabisin musuh-musuh bapaknya, gimana dia dikhianatin sodaranya sehingga dia
harus bunuh sodaranya. perjuangan yang harus dilaluin sampe dia harus jadi Don
seperti itu.” (Daniel Luckinta, wawancara, 21 Mei 2020)
Perkembangan karakter juga disebut Amira sebagai hal yang penting dalam
sebuah tontonan. Bagi Amira, ragam peristiwa yang dialami karakter-karakter membuat
serial drama Korea “Start-up” menjadi “relatable” atau membuatnya jadi bisa
menempatkan diri sebagai karakter tersebut.
Para informan juga mengatakan merasa berempati dengan karakter dalam film
atau serial yang mereka tonton di layanan streaming. Bagi Ivan juga merupakan praktisi
bela diri, anime bertema bela diri mengingatkan dengan pengalamannya saat berlatih. Ia
merasa memiliki pengalaman serupa dengan karakter-karakter anime. Daniel juga
mengatakan bahwa ia merasa bercermin ketika melihat karakter di serial Korea “Itaewon
Class” yang berupaya meningkatkan taraf kehidupan. Sementara Dika membandingkan
keluarga kandungnya dengan karakter-karakter dalam film “Shoplifters”.
Maka para informan bukan hanya mendapat kesenangan (Zillmann, 2000), tetapi
juga mendapat makna yang memberikan kepuasan mendalam (Oliver & Raney, 2011).
Film atau serial SVOD menjadi sarana untuk berkontemplasi dan introspeksi dengan
menonton konten dengan alur tragis dan kompleks (Matrix, 2014). Informan mengatakan
tertarik untuk mengetahui perjuangan karakter dalam menghadapi pendewasaan. Hal ini
konsisten dengan gagasan bahwa informan ingin mendapatkan wawasan atau pencerahan
(insight) dari kondisi kehidupan yang tragis (Oliver & Raney, 2011).
Pindah Waktu & Tempat adalah tipologi keenam, yaitu para informan menonton
SVOD di waktu dan lokasi yang beragam. Hal ini karena mereka menggunakan ponsel
cerdas yang bisa dimanfaatkan setiap saat dan selalu dibawa-bawa. Ivan memilih SVOD
sebagai sumber hiburan karena sering bepergian. Selain bisa menonton di rumah, ia bisa
menonton di kantor dan tempat lainnya. Hal serupa diujarkan Dika yang juga sering
berkegiatan di luar rumah. Kemampuan menonton di mana saja baginya menjadi
keuntungan. Daniel menyukai SVOD Netflix karena jadwalnya yang fleksibel dan bisa
ditonton di mana saja.
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
92
Meski lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, portabilitas ponsel cerdas
penting bagi Jessica agar bisa menikmati SVOD. Amira juga mengatakan bahwa
kepraktisan ponsel cerdas memungkinkan ia menonton di kamar tidur dan juga di ruang
makan.
Pernyataan para informan konsisten dengan Jancovich (2011), yaitu teknologi
baru seperti SVOD dan ponsel cerdas memfasilitasi kebutuhan time dan place-shifting.
Para informan tidak bisa menonton acara yang disiarkan langsung karena sibuk sehingga
membutuhkan tontonan yang bisa dikonsumsi kapan saja (Bury & Li, 2015; McClung &
Johnson, 2010). Kebutuhan informan untuk menonton film atau serial di luar lingkungan
konvensional juga terpenuhi (Steele et al., 2015).
Tipologi ketujuh yang ditemukan adalah kenyamanan/relaksasi. Para informan
melaporkan menonton SVOD melalui ponsel cerdas agar bisa mendapatkan kenyamanan
secara kognitif dan juga fisik. Daniel mengaku paling nyaman ketika menonton Netflix
sambil berbaring di tempat tidur. Agar mendapatkan relaksasi yang lebih optimal, jenis
tontonan yang dikonsumsi juga harus disesuaikan. Selain berbaring, Dika lebih rileks jika
menonton film dengan alur sederhana atau bergenre komedi.
Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menghubungkan
kondisi kognitif dan posisi badan relaksasi (Asnita et al., 2020; Kubey &
Csikszentmihalyi, 2002; McIlwraith et al., 1991). Informan mencari relaksasi dengan
menonton konten SVOD di ponsel (Kim et al., 2016; Kuyucu, 2015; Rubin, 1981; Sung
et al., 2018), tetapi posisi nyaman juga memiliki dampak secara kognitif membuat mereka
menjadi rileks (Wells & Petty, 1980).
Tipologi kedelapan merupakan pengalihan/pengalaman Imersif yaitu menonton
SVOD dari ponsel cerdas agar para informan sejenak dibawa keluar dari realitas
keseharian. Movitasi ini berdasarkan keinginan untuk sejenak melupakan tanggung jawab
dan masalah yang mereka hadapi. Meski elemen audiovisual penting untuk menciptakan
pengalaman imersif, tetapi faktor yang paling membuat mereka hanyut dalam tontonan
adalah alur cerita.
Informan Daniel mengaku menikmati menonton SVOD melalui ponsel karena
bisa terhanyut dalam tontonan. Ia mengatakan menjadi fokus dalam konten yang ia tonton
dan merasa terpisah dari lingkungan sekitarnya.
“Iya gua merasa seperti ada di sana, jadi seru gitu. Jadi imajinatif aja gitu. Karena gua
nonton itu excited, jadi konsentrasi gua penuh. Jadi nggak terganggu. Karena seru dan
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
93
excited nggak ngerasain gitu. Tiba-tiba udah selesai.” (Daniel Luckinta, wawancara, 21
Mei 2020)
Dika mengatakan merasa berada di dalam film atau serial yang ia tonton. Baginya
ini adalah salah satu fungsi dasar dari film, serial dan dokumenter.
Bagi Dinda, terhanyut dalam tontonan adalah hal yang penting karena hal ini
menandakan bahwa tontonan tersebut berkualitas. Ivan memiliki pendapat serupa yaitu
film, dokumenter atau anime seharusnya bisa membuat khalayak terbawa dalam cerita.
Para informan mengatakan, ponsel cerdas memang memiliki keterbatasan dalam
segi ukuran layar dan kualitas audiovisual. Namun ponsel cerdas tetap bisa menciptakan
pengalaman imersif sekalipun secara audiovisual lebih inferior daripada televisi. Hal ini
karena alur cerita atau narasi yang baik adalah faktor yang penting dibandingkan gambar
dan suara. Informan mengatakan narasi yang menarik mampu membuat penonton
terhanyut terlepas dari kualitas audiovisual. Dika mengaku tidak terganggu dengan
keterbatasan audiovisual ponsel cerdas karena lebih mengikuti ceritanya. Amira juga
menjelaskan lebih mementingkan cerita dan character development. Bagi Ivan, alur
cerita yang ia imersif adalah, “kebanyakan soal tokoh utamanya entah itu fiksi atau
berdasarkan kisah nyata berjuang melawan sebuah cobaan dalam hidupnya.” Menurut
Daniel layar kecil ponsel tidak lagi mengganggu jika ia fokus menonton.
Bagi para informan, pengalaman imersif ini penting agar mereka bisa sejenak
melupakan tanggung jawab dan permasalahan di kehidupan nyata. Menonton SVOD
melalui ponsel cerdas menjadi alternatif yang memuaskan bagi mereka dibandingkan
melakukan kegiatan lain. Informan Dinda menggunakan aktivitas menonton streaming
dari ponsel sebagai sarana untuk mengalihkan pikiran dari kesehariannya. Hal sama
dilaporkan oleh Jessica. Ia mengatakan menonton SVOD di ponsel cerdas bisa
membawanya pergi sejenak dari tanggung jawabnya, seperti mengerjakan tesis:
“Misalnya gue lagi males ngerjain tesis, misalnya gue menghindari tesis dengan
menonton gitu... Misalnya gue lagi mentok trus gue kayak udah deh ini kalo gue lanjutin
gue ngak mungkin bisa. Yaudah gue nonton aja dulu.” (Jessica Leofitri, wawancara,
13 April 2021)
Para informan sengaja menonton SVOD melalui ponsel cerdas sebagai pelarian
dari kehidupan sehari-hari (Elihu Katz & Foulkes, 1962). Pelarian ini didukung
keterlibatan mental atau fokus mereka pada tontonan yang memiliki alur cerita yang
menarik. Faktor utama yang mendukung pengalaman imersif adalah narasi. Fenomena ini
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
94
dijelaskan Murray (2016) yang menyebut narasi bisa menenggelamkan khalayak ke
dalam konten. Informan menyebut kualitas gambar dan suara smartphone mumpuni. Ini
merupakan aspek dari dimensi potensi imersif di mana sistem (teknologi) bisa
memfasilitasi terciptanya pengalaman imersif (Agrawal et al., 2019). Pengalaman imersif
diperkuat jika bagi para informan yang secara alami memiliki kecenderungan imersif.
Tipologi Baru
Tipologi baru yang sebelumnya tidak termasuk dalam tipologi penelitian U&G
adalah menonton maraton. Penelitian-penelitian sebelumnya berfokus pada bagaimana
menonton maraton atau binge watching bisa memenuhi kebutuhan khalayak (Steiner &
Xu, 2020; Sung et al., 2018), tetapi dalam penelitian ini Informan melaporkan menonton
maraton sendiri merupakan sebuah kebutuhan yang bisa dipenuhi dengan menonton
SVOD melalui ponsel cerdas.
Binge-watching atau menonton maraton adalah tipologi terakhir yang ditemukan
dalam wawancara dengan informan. Salah satu alasan para informan menyukai SVOD
adalah karena bisa menonton video secara berturut-turut, atau binge-watching (Sung et
al., 2018). Motivasi ini didasari kesukaan terhadap konten SVOD, keinginan untuk
mengingat alur cerita, dan memuaskan rasa penasaran.
Tabel 4. Matriks Tipologi Baru
Tipologi Baru Dika Daniel Ivan Jessica Amira Dinda
Binge-
watching
Kepuasan
menonton
yang
tinggi;
Mencegah
lupa alur
cerita.
Puaskan
rasa
penasaran
dan
antisipasi.
Puaskan
rasa
penasaran
dan
antisipasi.
Puaskan
rasa
penasaran
dan
antisipasi.
Memuaska
n rasa
penasaran
dan
antisipasi.
Puaskan
rasa
penasaran
dan
antisipasi.;
Mencegah
lupa alur
cerita.
Informan Ivan mengatakan bahwa ia pernah menonton serial secara maraton
dalam satu hari tanpa merasa bosan.
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
95
Kebutuhan menonton maraton didasari rasa antisipasi yang tercipta setelah
mengonsumsi film, serial atau dokumenter yang disukai. Bagi Jessica, episode pertama
sebuah serial sering kali menentukan apakah ia akan menonton sampai selesai. Amira
bahkan menilai kualitas dari sebuah serial berdasarkan menit-menit awal episode sebuah
serial. Jika sepuluh menit awal tidak menarik, ia memutuskan untuk berhenti menonton.
Alasan lain informan menonton maraton adalah agar alur cerita tetap segar dalam
ingatan. Bagi Dinda, penting untuk tetap mengingat alur cerita agar pengalaman
menonton SVOD agar mendapatkan kesenangan yang optimal.
Bagi informan, menonton maraton aktivitas yang secara berkala dilakukan ketika
mengonsumsi media yang difasilitasi layanan streaming (Sung et al., 2018). Pernyataan
informan selaras dengan Rubenking et al. (2018) dan Steiner & Xu (2020) yang menyebut
menonton maraton didukung konten dengan narasi yang memikat. Bagi informan
menonton maraton juga membantunya dalam mengingat alur cerita karena adanya teknik
narasi yang digunakan dalam acara serial SVOD (Horvath et al., 2017). Informan pun
menonton maraton memuaskan rasa antisipasi yang dibangun karena alur cerita yang
menarik (Rubenking et al., 2018), dan keinginan untuk menyelesaikan tontonan dari awal
hingga akhir (Steiner & Xu, 2020).
Penutup
Khalayak akan beralih ke teknologi baru jika teknologi konvensional tidak lagi
bisa memenuhi kebutuhan mereka. Khalayak semakin memerlukan teknologi komunikasi
yang lebih cocok dengan preferensi dan rutinitasnya, sehingga teknologi komunikasi
konvensional semakin ditinggalkan. Hal ini mencakup penggunaan ponsel cerdas untuk
menonton SVOD yang semakin meningkat. Meski ukuran layar tidak sebesar komputer,
laptop atau pun televisi, ponsel cerdas memiliki kelebihan sehingga cocok dengan gaya
hidup kaum milenial. Menonton SVOD di ponsel cerdas mampu memenuhi kebutuhan
seperti mendapatkan informasi dan mengisi waktu. Namun aktivitas ini bisa memenuhi
kebutuhan yang semakin kompleks seperti mendapatkan pengalaman terkustomisasi,
media displacement, Pindah Waktu & Tempat, Hiburan Hedonistik & Eudaimonik,
Kenyamanan/Relaksasi, dan Pengalihan/Pengalaman Imersif, serta menonton maraton.
Signifikansi penelitian ini bagi pelaku industri teknologi komunikasi adalah
bahwa menonton SVOD dari ponsel cerdas adalah cara mengonsumsi media yang
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
96
semakin populer, tetapi masih ada potensi untuk mengoptimalkan pengalaman menonton
dengan dukungan audiovisual yang ditingkatkan. Penelitian ini juga memiliki signifikansi
akademis yaitu bahwa posisi badan atau kondisi fisik mempengaruhi bagaimana khalayak
meresapi konten media. Hal ini memperluas cakupan studi media dan U&G yang belum
mencakup kondisi fisik dari khalayak.
Penelitian ini menggambarkan tipologi kebutuhan dari menonton SVOD via
ponsel cerdas berdasarkan penelitian induktif dari data kualitatif. Penelitian tidak
bertujuan menggeneralisasi temuan. Maka penelitian di masa depan direkomendasikan
untuk mengoperasionalisasikan tipologi-tipologi yang ditemukan secara kuantitatif.
Daftar Pustaka
Agrawal, S., Simon, A., Bech, S., Bærentsen, K., & Forchhammer, S. (2019). Defining
immersion: Literature review and implications for research on immersive
audiovisual experiences. 147th Audio Engineering Society International Convention
2019.
Asnita, Y., Aritonang, E. Y., & Lubis, Z. (2020). The Effect of Sedentary Lifestyle on the
Incidence of Obesity on Adolescents in SMUN 7 Banda Aceh. Britain International
of Exact Sciences (BIoEx) Journal, 2(1), 53–60.
https://doi.org/10.33258/bioex.v2i1.118
Bentley, F., Silverman, M., & Bica, M. (2019). Exploring Online Video Watching
Behaviors. Proceedings of the 2019 ACM International Conference on Interactive
Experiences for TV and Online Video, 108–117.
https://dl.acm.org/doi/abs/10.1145/3317697.3323355
Bury, R., & Li, J. (2015). Is it live or is it timeshifted, streamed or downloaded? Watching
television in the era of multiple screens. New Media and Society, 17(4), 592–610.
https://doi.org/10.1177/1461444813508368
Courtois, C., De Marez, L., & Verdegem, P. (2014). Composition and role of convergent
technological repertoires in audiovisual media consumption. Behaviour and
Information Technology, 33(8), 844–858.
Crook, C. W., & Kumar, R. L. (1998). Electronic data interchange : a multi-industry
investigation using grounded theory. Information & Management, 34, 75–89.
Dainton, M., & Zelley, E. D. (2011). Applying Communication Theory for Professional
Life: A Practical Introduction (2nd ed.). SAGE Publications.
Dasgupta, S., & Grover, P. (2019). Understanding Adoption Factors of Over-the-Top
Video Services Among Millennial Consumers. International Journal of Computer
Engineering & Technology, 10(1), 61–71.
https://doi.org/10.34218/ijcet.10.1.2019.008
Dewi, R. K., & Nugroho, R. S. (2020). 7 Layanan Streaming Film Legal untuk Temani
Waktu Libur Panjang. Kompas.Com.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/27/160000465/7-layanan-streaming-
film-legal-untuk-temani-waktu-libur-panjang?page=all
Dimock, M. (2019). Defining generations: Where Millennials end and Generation Z
begins. Pewresearch.Org. https://www.pewresearch.org/fact-
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
97
tank/2019/01/17/where-millennials-end-and-generation-z-begins/
Dizon, G. (2018). Netflix and L2 Learning: A Case Study. The EUROCALL Review,
26(2), 30–40.
Fullwood, C., Quinn, S., Kaye, L. K., & Redding, C. (2017). My virtual friend: A
qualitative analysis of the attitudes and experiences of Smartphone users:
Implications for Smartphone attachment. Computers in Human Behavior, 75, 347–
355. https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.05.029
Gan, C., & Tan, C.-W. (2017). Understanding Mobile Social Media Usage: Uses and
Gratification Expectancy Model. Pacific Asia Conference on Information Systems
(PACIS). http://aisel.aisnet.org/pacis2017
Gerber, E. M., & Hui, J. (2013). Crowdfunding: Motivations and deterrents for
participation. ACM Transactions on Computer-Human Interaction, 20(6).
https://doi.org/10.1145/2530540
Gomez-Uribe, C. A., & Hunt, N. (2015). The netflix recommender system: Algorithms,
business value, and innovation. ACM Transactions on Management Information
Systems, 6(4). https://doi.org/10.1145/2843948
Horeck, T. (2019). Streaming Sexual Violence: Binge-watching Netflix’s 13 Reasons
Why. Participations: Journal of Audience & Reception Studies, 16(2), 143–166.
Horvath, J. C., Horton, A. J., Lodge, J. M., & Hattie, J. A. C. (2017). The impact of binge
watching on memory and perceived comprehension. First Monday, 22(9).
https://doi.org/10.5210/fm.v22i9.7729
Jancovich, M. (2011). Time, scheduling and cinema-going. Media International
Australia, 139, 88–95. https://doi.org/10.1177/1329878x1113900112
Katz, E, Blumler, J. G., & Gurevitch, M. (1973). Uses and Gratification Research. Public
Opinion Quarterly, 37(4), 509–523.
Katz, Elihu, & Foulkes, D. (1962). On the Use of the Mass Media as “Escape”:
Clarification of a Concept. The Public Opinion Quarterly, 26(3), 377–388.
http://www.jstor.org/stable/2747226%5Cnhttp://www.jstor.org/stable/2747226?seq
=1&cid=pdf-reference#references_tab_contents%5Cnhttp://about.jstor.org/terms
Kim, J., Kim, S., & Nam, C. (2016). Competitive dynamics in the Korean video platform
market: Traditional pay TV platforms vs. OTT platforms. Telematics and
Informatics, 33(2), 711–721. https://doi.org/10.1016/j.tele.2015.06.014
Kubey, R., & Csikszentmihalyi, M. (2002). Television Addiction Is No Mere Metaphor.
Scientific American, 286(2), 75–80. https://doi.org/10.1177/0002764291035002003
Kuyucu, M. (2015). TV Broadcasting in Turkey . The Turkish Television Audience in the
Frame of Uses and Gratification Approach. Athens Journal of Mass Media and
Communications, 1(4), 289–312.
Laughey, D. (2009). Media Studies: Theories and Approaches. Kamera Books.
Leung, L. (2020). Exploring the relationship between smartphone activities, flow
experience, and boredom in free time. Computers in Human Behavior, 103(June
2019), 130–139. https://doi.org/10.1016/j.chb.2019.09.030
Lobato, R. (2018). Rethinking International TV Flows Research in the Age of Netflix.
Television and New Media, 19(3), 241–256.
https://doi.org/10.1177/1527476417708245
Mario, V., & Pangerang, A. M. K. (2021). Disney+ Hotstar Tayangkan Sederet Film
Peraih Penghargaan FFI, dari Habibie dan Ainun hingga Pengabdi Setan.
Kompas.Com. https://www.kompas.com/hype/read/2021/03/24/184414366/disney-
hotstar-tayangkan-sederet-film-peraih-penghargaan-ffi-dari-habibie?page=all
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
98
Matrix, S. (2014). The Netflix Effect: Teens, Binge Watching, and On-Demand Digital
Media Trends. Jeunesse: Young People, Texts, Cultures, 6(1), 119–138.
https://doi.org/10.1353/jeu.2014.0002
McClung, S., & Johnson, K. (2010). Examining the motives of podcast users. Journal of
Radio and Audio Media, 17(1), 82–95. https://doi.org/10.1080/19376521003719391
McIlwraith, R., Jacobvitz, S. R., Kubey, R., & Alexander, A. (1991). Television
Addiction: Theories and Data Behind the Ubiquitous Metaphor. American
Behavioral Scientist, 35(2), 104–121.
https://doi.org/10.1177/0002764291035002003
Mendez, D. R., & Ortega-Mohedano, F. (2017). The revolution in Millennial’s usage
habits and consumption of video in smartphones, the revealed crossroads. Revista
Latina de Comunicación Social, 72, 704–718. https://doi.org/10.4185/RLCS
Murray, J. H. (2016). Hamlet on the Holodeck: The Future and the Narrative in
Cyberspace. The Free Press.
Nimrod, G. (2019). Selective motion: media displacement among older Internet users.
Information, Communication & Society, 22(9), 1269–1280.
https://doi.org/10.1080/1369118X.2017.1414865
Nistanto, R. N., & Pratomo, Y. (2019, December 11). Paket Netflix Khusus Smartphone
Hadir di Indonesia, Rp 49.000 Per Bulan. Kompas.Com.
https://tekno.kompas.com/read/2019/12/11/10580057/paket-netflix-khusus-
smartphone-hadir-di-indonesia-rp-49000-per-bulan
Oliver, M. B., & Raney, A. A. (2011). Entertainment as Pleasurable and Meaningful:
Identifying Hedonic and Eudaimonic Motivations for Entertainment Consumption.
Journal of Communication, 61(5), 984–1004. https://doi.org/10.1111/j.1460-
2466.2011.01585.x
Palmgreen, P. (1984). Uses and Gratifications: A Theoretical Perspective. Annals of the
International Communication Association.
https://doi.org/10.1080/23808985.1984.11678570
Perks, L. G., & Turner, J. S. (2019). Podcasts and Productivity: A Qualitative Uses and
Gratifications Study. Mass Communication and Society, 22(1), 96–116.
https://doi.org/10.1080/15205436.2018.1490434
Perks, L. G., Turner, J. S., & Tollison, A. C. (2019). Podcast Uses and Gratifications
Scale Development. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 63(4), 617–634.
https://doi.org/10.1080/08838151.2019.1688817
Pertiwi, W. K., & Yusuf, O. (2021, January 20). Pelanggan Disney Plus Hotstar Lampaui
Netflix di Indonesia. Kompas.Com.
https://tekno.kompas.com/read/2021/01/20/18010097/pelanggan-disney-plus-
hotstar-lampaui-netflix-di-indonesia?page=all
Pittman, M., & Sheehan, K. (2015). Sprinting a media marathon: Uses and gratifications
of binge-watching television through Netflix. First Monday, 20(10 SE-Articles).
https://doi.org/10.5210/fm.v20i10.6138
Rigby, J. M., Gould, S. J. J., Brumby, D. P., & Cox, A. L. (2016). Watching movies on
netflix: Investigating the effect of screen size on viewer immersion. Proceedings of
the 18th International Conference on Human-Computer Interaction with Mobile
Devices and Services Adjunct, MobileHCI 2016, 714–721.
https://doi.org/10.1145/2957265.2961843
Rubenking, B., Bracken, C. C., Sandoval, J., & Rister, A. (2018). Defining new viewing
behaviours: What makes and motivates TV binge-watching? International Journal
Jurnal Komunikasi Global, 10(1), 2021, pp. 77-100
99
of Digital Television, 9(1), 69–85. https://doi.org/10.1386/jdtv.9.1.69_1
Rubin, A. M. (1981). An examination of television viewing motivations. Communication
Research, 8(2), 141–165. https://doi.org/10.1177/009365028100800201
Ruggiero, T. E. (2009). Mass communication and society uses and gratifications theory
in the 21st Century. Mass Communication and Society, 3(1), 3–37.
https://doi.org/10.1207/S15327825MCS0301
Saunders, B., Sim, J., Kingstone, T., Baker, S., Waterfield, J., Bartlam, B., Burroughs,
H., & Jinks, C. (2018). Saturation in qualitative research : exploring its
conceptualization and operationalization. Qual & Quant, 52, 1893–1907.
https://doi.org/10.1007/s11135-017-0574-8
Setiawan, A. B. (2018). Policy Development Towards Application and Contents Service
Providers on Digital Ecosystem Through Over the Top. Jurnal Penelitian Pos Dan
Informatika, 8(2), 169. https://doi.org/10.17933/jppi.2018.080206
Shade, D. D., Kornfield, S., & Oliver, M. B. (2015). The Uses and Gratifications of Media
Migration: Investigating the Activities, Motivations, and Predictors of Migration
Behaviors Originating in Entertainment Television. Journal of Broadcasting and
Electronic Media, 59(2), 318–341. https://doi.org/10.1080/08838151.2015.1029121
Smetaniuk, P. (2014). A preliminary investigation into the prevalence and prediction of
problematic cell phone use. Journal of Behavioral Addictions, 3(1), 41–53.
https://doi.org/10.1556/JBA.3.2014.004
Steele, L., James, R., Burrows, R., Mantell, D. L., & Bromham, J. (2015). The
Consumption of On-Demand. Journal of Promotional Communications, 3(1), 219–
241.
Steiner, E., & Xu, K. (2020). Binge-watching motivates change: Uses and gratifications
of streaming video viewers challenge traditional TV research. Convergence, 26(1),
82–101. https://doi.org/10.1177/1354856517750365
Sundar, S. S., & Limperos, A. M. (2013). Uses and Grats 2.0: New Gratifications for New
Media. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 57(4), 504–525.
https://doi.org/10.1080/08838151.2013.845827
Sung, Y. H., Kang, E. Y., & Lee, W. N. (2018). Why Do We Indulge? Exploring
Motivations for Binge Watching. Journal of Broadcasting and Electronic Media,
62(3), 408–426. https://doi.org/10.1080/08838151.2018.1451851
Surgenor, D., Hollywood, L., Furey, S., Lavelle, F., McGowan, L., Spence, M., Raats,
M., McCloat, A., Mooney, E., Caraher, M., & Dean, M. (2017). The impact of video
technology on learning : A cooking skills experiment. Appetite, 114, 306–312.
https://doi.org/10.1016/j.appet.2017.03.037
Tefertiller, A., & Sheehan, K. (2019). TV in the Streaming Age: Motivations, Behaviors,
and Satisfaction of Post-Network Television. Journal of Broadcasting and
Electronic Media, 63(4), 595–616. https://doi.org/10.1080/08838151.2019.1698233
Wang, D., Xiang, Z., & Fesenmaier, D. R. (2014). Adapting to the Mobile World: a Model
of Smartphone Use. Annals of Tourism Research, 48, 11–26.
https://doi.org/10.1016/j.annals.2014.04.008
Weiss, W. (1971). Mass communication. Annual Review of Psychology, 22(1), 309–336.
Wells, G. L., & Petty, R. E. (1980). The Effects of Overt Head Movements on Persuasion:
Compatibility and Incompatibility of Responses. Basic and Applied Social
Psychology, 1(3), 219–230. https://doi.org/10.1207/s15324834basp0103_2
Whiting, A., & Williams, D. (2013). Why people use social media: a uses and
gratifications approach. Qualitative Market Research: An International Journal,
Motivasi Milenial Menonton Layanan Streaming Joseph Edwin, Irwansyah
100
16(4), 362–369. https://doi.org/10.1108/QMR-06-2013-0041
Zillmann, D. (2000). Mood Management in the Context of Selective Exposure Theory.
Annals of the International Communication Association, 23(1), 103–123.
https://doi.org/10.1080/23808985.2000.11678971
top related