mekanisme drug induced liver injury karena oat

Post on 11-Dec-2015

57 Views

Category:

Documents

22 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

mekanisme drug induced liver injury karena OAT

TRANSCRIPT

MEKANISME DRUG-INDUCED LIVER INJURY (DILI) AKIBAT

IZONIAZID, RIFAMPISIN, DAN PIRAZINAMID

Isoniazid

Isoniazid (INH) secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid

dengan kadar hambat minimum sekitar 0,025-0,05 ug/ml. Efek utamanya ialah

menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur

penting dinding sel mikobakterium. INH kadar rendah mencegah perpanjangan

rantai asam lemak yang sangat panjang yang merupakan bentuk awal molekul

asam mikolat. INH menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah

lemak yang terekstraksi oleh methanol dari mikobakterium. INH mudah

diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak dicapai dalam

waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. INH mengalami asetilasi di hati dan pada

manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara

bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan waktu paruhnya. Waktu

paruh pada keseluruhan populasi antara 1 sampai 4 jam. Waktu paruh rata-rata

pada asetilator cepat hampir 70 menit, sedangkan pada asetilator lambat 2-5 jam.

Waktu paruh obat ini dapat memanjang bila terjadi insufisiensi hati.

INH dimetabolisme dan dibersihkan terutama di hati. Enzim-enzim utama

dalam jalur metabolisme, seperti N-asetiltransferase 2 (NAT2) dan enzim

mikrosomal sitokrom P4502E1 (CYP2E1) menentukan risiko hepatotoksisitas.

Seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini, NAT2 bertanggung jawab

untuk memetabolisme isoniazid menjadi asetil isoniazid, yang dihidrolisis

menjadi asetil hidrazin. Isoniazid hidrazine teroksidasi oleh CYP2E1 untuk

membentuk N-hidroksi-asetil hidrazin, yang selanjutnya didehidrasi untuk

menghasilkan diazine asetil. Asetil diazine dapat juga menjadi metabolit toksik

dan berperan dalam pemecahan menjadi ion asetil onium reaktif, asetil radikal dan

ketena, yang bisa mengikat kovalen dengan makromolekul hati mengakibatkan

kerusakan hati. Enzim NAT2 juga bertanggung jawab untuk asetilasi lanjut asetil

hidrazin menjadi diasetil hidrazin non toksik. Oleh karena itu, hasil asetilasi

1

lambat tidak hanya diakumulasi senyawa induk, tetapi juga dari mono-asetil

hidrazin. Asetilasi asetil hidrazin selanjutnya ditekan oleh INH sendiri. Selain itu,

hidrolisis langsung INH tanpa asetilasi menghasilkan hidrazin yang dapat

menyebabkan kerusakan hati. Metabolisme INH melalui jalur kecil ini meningkat

sepuluh kali lipat dalam asetilator lambat, terutama dalam hubungan dengan

rifampisin. NAT2 hepatik merupakan polimorfik pada manusia, dan adanya dua

dari beberapa alel varian gen NAT2 dikaitkan dengan fenotipe asetilasi lambat,

sedangkan asetilator cepat memiliki satu atau lebih tipe alel NAT2*4.

Metabolisme INH

Rifampisin

Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan

gram negatif. Secara in vitro, rifampisin dalam kadar 0,995-0,2 ug/ml dapat

menghambat pertumbuhan M. tuberculosis. Rifampisin terutama aktif terhadap sel

yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA

polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula

terbentuknya rantai dalam sintesis RNA. Pemberian rifampisin per oral

menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari

saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami

2

sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan, sehingga dalam

waktu 6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil

rifampisin, yang mempunyai aktivitas bakteri penuh. Waktu paruh eliminasi

rifampisin bervariasi antara 1,5 sampai 5 jam dan akan memanjang bila ada

kelainan fungsi hati. Pada pasien asetilator lambat, waktu paruh memendek jika

rifampisin diberikan bersama isoniazid.

Rifampisin diserap baik oleh perut dan dimetabolisme di hati oleh

deasetilasi menjadi deasetil rifampisin dan jalur terpisah dari hidrolisis

menghasilkan 3-formil rifampisin. Desasetil rifampisin lebih polar daripada

senyawa induk, dan aktif secara mikrobiologi. Metabolit ini menyumbang

mayoritas aktivitas antibakteri dalam empedu. Rifampisin hampir sama

diekskresikan dalam empedu dan urin. Metabolit ini tidak beracun. Rifampisin

dikaitkan dengan pola hepatoselular dari DILI dan lebih sering berpotensi

hepatotoksik daripada obat anti-TB lainnya. Reseptor pregnane X (PXR) adalah

anggota dari superfamili reseptor transkripsi terkait ligan yang dapat diaktifkan

dengan berbagai obat termasuk rifampisin. PXR yang telah diaktifkan mengikat

elemen respon dalam promotor dan pengaturan transkripsi tahap I dan II yang

memetabolisme enzim seperti sitokrom P450 (CYP) dan glutathione S-transferase

(GSTs), dan pengangkut (yang terlibat dalam fase III). Rifampisin adalah inducer

kuat dari beberapa jalur enzim metabolik khususnya system sitokrom P450

(CYP3A4) melalui PXR hepatosit.

Aktivasi dari CYP3A4 menyebabkan peningkatan metabolisme isoniazid

menghasilkan metabolit beracun sehingga menjelaskan efek potensiasi dari

rifampisin dalam obat anti-TB yang menyebabkan hepatotoksisitas. Rifampisin

juga menginduksi hidrolisis isoniazid, yang mengarah ke peningkatan produksi

hidrazin terutama di asetilator lambat sehingga meningkatkan toksisitas ketika

digunakan dalam kombinasi dengan isoniazid. Proses yang terlibat dalam ekskresi

dan eliminasi metabolit obat dikelompokkan sebagai fase III disposisi obat.

Transporter ABCB1 bertanggung jawab dalam pengangkutan berbagai obat anti-

retroviral dan anti-TB termasuk rifampisin dan etambutol. Varian alel ABCB1

3435T dilaporkan dapat menurunkan tingkat ekspresi dan protein sehingga

3

mengubah struktur substrat untuk mengikat dan mengurangi aktivitas transportasi.

Dalam penelitian yang melibatkan pasien pada pengobatan kombinasi anti-TB dan

terapi anti-retroviral (ART), proporsi homozigot untuk genotipe ABCB1 3435TT

adalah 3 kali lipat lebih tinggi pada penderita DILI. Rifampisin kadang

mengganggu penyerapan bilirubin dan membuat hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi sementara tanpa kerusakan hepatosit. Namun lebih sering hal itu

berkontribusi terhadap hiperbilirubinemia terkonjugasi dengan mengganggu

ekskresi bilirubin dengan menghambat pompa eksportir garam empedu (BSEP).

Pirazinamid

Pirazinamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase

menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media

yang bersifat asam. Secara in vitro, pertumbuhan kuman tuberkulosis dalam

monosit dihambat sempurna pada kadar 12,5 ug/ml. Pirazinamid mudah diserap di

usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi

glomerulus. Asam pirazinoat yang aktif kemudian mengalami hidroksilasi

menjadi asam hidropirazinoat yang merupakan metabolit utama. Waktu paruh

eliminasi obat ini adalah 10-16 jam.

Waktu paruh dari pirazinamid lebih panjang dari isoniazid dan rifampisin;

dan dapat lebih panjang lagi dengan adanya penyakit hati yang mendasari dan bila

digunakan dengan obat lain yang menghambat xantin oksidase seperti allopurinol.

Toksisitas pirazinamid adalah tergantung dosis. Dosis yang lebih tinggi pada 40-

50 mg/kg dikaitkan dengan frekuensi hepatotoksisitas yang lebih besar daripada

dosis yang digunakan dalam regimen saat ini (25-35 mg/kg). Dalam model

murine, pirazinamid menghambat aktivitas CYP45058 dan tingkat NAD59 yang

diubah dalam hubungan dengan spesies radikal bebas yang dimediasi

hepatotoksisitas.

4

Model hipotetis DILI karena agen anti-TB dengan potensi obat dan host-related

factors (warna biru) yang terlibat dalam patogenesis.

5

DAFTAR PUSTAKA

Devarbhavi H (2011). Antituberculous drug-induced liver injury: current perspective. Tropical Gastroenterology, 32(3):167–174.

Istiantoro YH, Setiabudy R (2007). Tuberkulostatik dan Leprostatik. Dalam: Nafrialdi, Setawati, A. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: Balai penerbit FKUI, pp: 613-619.

Ramappa V, Aithal G (2013). Hepatotoxicity Related to Anti-tuberculosis Drugs: Mechanisms and Management. Journal of Clinical and Experimental Hepatology, 3(1):37-49.

6

top related