laporan tutorial blok neurologi skenario 2
Post on 03-Jun-2018
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
1/25
Laporan Tutorial Bl ok 12 Skenario 2
MEMPELAJARI BERBAGAI JENIS KEJANG DARI
ETIOLOGI, FAKTOR RESIKO, MANIFESTASI KLINIS,
PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI, CARA PENEGAKAN
DIAGNOSIS, BESERTA PENATALAKSANAANYA
Disusun oleh:
KELOMPOK 14
Aryo Seno G0010030 Fitroh Annisah G0010084
Asih Anggraini G0010032 Himmatul Fuad G0010094
Damar Dyah Mentari G0010048 Rizqi Ahmad Nur D. G0010168
Erma Malindha G0010074 Wahyu Aprillia G0010194
Fariz Edi Wibowo G0010078
Pembimbing:
dr. Novan Adi Setyawan
NIP 198311072009121005
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
2011
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
2/25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangKejang adalah kelainan yang ditandai oleh kelebihan atau oversinkronasi
muatan dari neuron otak. Kejang dapat terjadi akibat lepas muatan paroksimal
(kejadian berulang dan muncul tiba-tiba) yang berlebihan dari sebuah neuron.
Salah satu insiden kejang yang paling tinggi pada masa kanak-kanak
adalah epilepsi. Tujuh puluh lima persen kasus ini sebelum usia 20 tahun.
Insidens epilepsi sesungguhnya tidak diketahui. Diperkirakan jumlah penderita
epilepsi sekitar 0.5 persen penduduk.
Epilepsi sendiri merupakan gangguan neurologik yang relatif sering terjadi
dan ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang
merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan kelainan
fungsional (motorik, sensorik, atau psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak
terkontrol serta timbul secara episodik. Serangan ini mengganggu kelangsungan
kegiatan yang sedang dikerjakan pasien dan berkaitan dengan pengeluaran impuls
neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung fokal (Harsono, 2007).
Berikut permasalahan dalam skenario kedua.
Seorang anak perempuan berumur 10 tahun dibawa ke poliklinik saraf
setelah mengalami serangan kejang untuk kedua kalinya. Kedua serangan kejang
tersebut bentuk kejangnya sama dimana keempat alat geraknya kaku, mata
melirik ke atas, tidak sadar, keadaan tersebut terjadi tiba-tiba dan berlangsung
kira-kira selama 3 menit. Setelah berhenti kejang anak tersebut tertidur. Setelah
bangun anak tersebut sadar kembali. Sebelum kejang anak tersebut bermain
game di depan komputer sekitar 1 jam. Di poliklinik dokter mengusulkan
pemeriksaan EEG.
Tiga bulan kemudian anak tersebut dibawa ke IGD karena kejang timbul
lagi dan tidak berhenti selama setengah jam.
Saat diruang IGD, di sebelah pasien anak tersebut ada seorang wanita
yang tiba-tiba pingsan setelah mendapat informasi bahwa orang tuanya
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
3/25
meninggal dunia. Di ruang pojok IGD juga ada anak pelajar SMA yang teriak
histerik dan kejang-kejang setelah ditinggal pacarnya.
B. Rumusan Masalah1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kesadaran?2. Apa saja kausa dan faktor resiko kejang?3. Bagaimana patofisiologi kejang?4. Apa saja macam-macam kejang dan sinkop ?5. Bagaimana patogenesis dari gejala klinis pada kasus?6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?7. Apa saja differential diagnosisdari skenario tersebut?8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut?9. Bagaimana prognosis kasus tersebut?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pusat kesadaran.2. Mampu menjelaskan segala manifestasi yang terjadi pada pasien yang
mengalami kejang, histerik, dan sinkop.
3. Mampu menyusun symptom, pemeriksaan klinis dan pemeriksaanlaboratorium untuk menegakkan diagnosis pasien.
4. Mampu menjelaskan terapi, pencegahan, maupun pengobatan yang harusdiberikan pada penderita di skenario.
5. Mampu menjelaskan prognosis pada pasien.
D. Manfaat Penulisan1. Mampu menggunakan teknologi mutakir untuk menambah ilmu
mengenai system saraf.
2. Mampu mengklasifikasi, kausa, patogenesis, patofisiologi, dari kelainansystem saraf pusat dan tepi.
3. Mampu menjelaskan berbagai penyakit dan mekanismenya pada susunansaraf pusat dan susunan saraf tepi.
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
4/25
BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
Permasalahan pada skenario 3 ini berawal dari seorang anak perempuan
berumur 10 tahun dibawa ke poliklinik saraf setelah mengalami serangan kejang
untuk kedua kalinya. Kedua serangan kejang tersebut bentuk kejangnya sama
dimana keempat alatgeraknyakaku, mata melirik ke atas, tidak sadar, keadaan
tersebut terjadi tiba-tiba dan berlangsung kira-kira selama 3 menit.
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, danatau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik
yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel
neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut
diduga disebabkan oleh:
1. kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskanmuatan listrik yang berlebihan,
2. berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat(GABA), atau
3. meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartatmelalui jalur eksitasi yang berulang.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang (fokus epileptik). Lepas muatan listrik neuron yang
berlebihan ini disebabkan oleh gangguan metabolisme neuron, yaitu gangguandalam lalu lintas K+ dan Na+ antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga
konsentrasi K+dalam sel turun dan konsentrasi Na+naik. Gangguan metabolisme
dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang mengubah permeabilitas
membran sel, misalnya trauma, iskemia, tumor, radang, keadaan toksik, dan
sebagainya atau perubahan patofisiologik membran sendiri akibat kelainan
genetik (Mardjono, 1979; Price, 2006).
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
5/25
Dalam keadaan patologik, gangguan metabolisme neuron akan
menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron-neuron dengan mudah
secara spontan dan berlebihan melepaskan muatan listriknya. Dalam klinik, hal ini
menjelma sebagai serangan kejang atau serangan suatu modalitas perasa. Berbeda
dengan lepas muatan listrik yang terjadi secara teratur dalam susunan saraf pusat
normal, pada serangan epilepsi terjadi lepas muatan berlebihan yang merupakan
lepas muatan listrik sinkron beribu-ribu atau berjuta neuron yang menderita
kelainan. Lepas muatan tersebut mengakibatkan naiknya konsentrasi K+di ruang
ekstraseluler sehingga neuron-neuron sekitarnya juga melepaskan muatan
listriknya. Dengan demikian terjadi penyebaran lepas muatan listrik setempat tadi.
Setelah pelepasan muatan listrik secara masif sejumlah neuron, bagian otak yang
bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk
sementara tidak dapat dirangsang. Lambat laun, neuron-neuron kembali ke
keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula (Mardjono,
1979).
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat dan lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah ke otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis selama dan
setelah kejang. Asetilkolin merupakan neurotransmitter terpenting yang diketahui
mempunyai sifat mempermudah pelepasan muatan listrik. Fokus epileptik
tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin. Fokus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin (Mardjono, 1979; Price, 2006).Asetilkolin dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan
meningkatkan permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Dalam keadaan
fisiologik, proses ini dapat membatasi diri karena asetilkolin cepat dinonaktifkan
oleh asetilkolinesterase. Sebaliknya, bila proses inaktivasi terganggu sehingga
konsentrasi asetilkolin makin meningkat, maka terjadilah depolarisasi masif yang
menyebabkan neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah suatu serangan
epilepsi (kejang) (Mardjono, 1979; Price, 2006).
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
6/25
Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik
terutama ialah GABA. GABA mempunyai sifat inhibisi dan gangguan pada
sintesis aminoacid ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara
eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi suatu serangan (Mardjono, 1979).
Menurut Lombardo (2007), kejang diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu
kejang parsial dan kejang generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau
lenyap.
1. Kejang parsial adalah kejang dengan kesadaran utuh walaupun mungkinberubah; fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain. Kejang
parsial masih dibagi menjadi 2 macam, yaitu kejang parsial sederhana
(kesadaran utuh) dan kejang parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak
hilang). Kejang parsial, diklasifikasikan menjadi berikut:
a. Kejang parsial sederhanaKarakteristik kejang ini dapat bersifat motorik (gerakan abnormal
unilateral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang
abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia, takipneu, kemerahan, rasa
tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya ingat). Kejang
ini biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.
b. Kejang parsial kompleksMerupakan jenis kejang yang dimulai sebagai kejang parsial
sederhana dan berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai
oleh gejala motorik , gejala sensorik otomatisme (mengecap-ngecapkan
bibir, mengunyah, menarik-narik baju). Beberapa kejang parsial kompleks
mungkin berkembang menjadi kejang generalisata. Kejan ini biasanya
berlangsung 1-3 menit.2. Kejang generalisata adalah kejang yang melibatkan seluruh korteks serebrum
dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral
dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang
berawal sebagai kejang fokal. Kejang ini memiliki karakteristik tertentu,
seperti hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan simetrik,
serta tidak ada aura. Kejang generalisata diklasifikasikan sebagaiberikut:a. Kejang tonik-klonik
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
7/25
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
8/25
Sianosis Sering Jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Stereotipik serangan Selalu Jarang
Lidah tergigit atau luka
lain
Sering Sangat jarang
Gerakan abnormal bola
mata
Selalu Jarang
Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang
Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap
gerakan pasif
Jarang Selalu
Bingung pasca seranga Hampir selalu Tidak pernah
Iktal EEG abnormal Selalu Hampir tidak pernah
Pasca iktal EEG
abnormal
Selalu Jarang
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls afferen (input) dan impuls efferen (output). Jumlah
(kuantitas) input SSP menentukan derajat kesadaran. Input SSP dapat dibedakan
dalam input yang bersifat spesifik dan non spesifik. Julukan spesifik merujuk pada
perjalanan impuls afferen yang khas. Hal ini berlaku bagi semua lintasan afferen
impuls perasaan protopatik, proprioseptif, dan perasaan panca indera. Lintasan
yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan dengan lintasan yang
menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di korteks perseptif
primer. Setibanya impuls afferent spesifik di tingkat korteks, terwujudlah suatu
kesadaran akan modalitas perasaan yang spesifik (Mardjono, 2008).
Kesadaran tidak hanya membutuhkan afferen spesifik yang ditransmisikan
ke korteks cerebri, tetapi juga embutuhkan pengaktifan yang tidak spesifik dari
Ascending Reticular Activating System (ARAS)yang terletak di medulla spinalis
dan batang otak. Di ARAS ini, neuron dari formasio reticularis akan mengsktifkan
sebagian besar area korteks cerebri melalui nuclei intralaminar thalamus. Input
yang bersifat non spesifik ini aalah sebagian dari impuls afferen spesifik yang
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
9/25
disalurkan melaui lintasan afferen non spesifik. Jadi, lintasan spesifik (jaras
spinotalamik, lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina, dan sebagainya)
menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks
perseptif primer. Sebaliknya, lintasan afferen non spesifik menghantarkan setiap
impuls dari titik manapun pada tubuh ke titik-titik pada seluruh korteks cerebri
kedua sisi (Mardjono, 2008).
Pusat kesadaran manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal
retikularis dari batang otak sampei thalamus dilanjutkan dengan formasio
activator reticularis, menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio
reticularis terletak di substansia grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai
midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang
menyebar. Perangsangan formatio reticularis midbrain membangkitkan
gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada
formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma., dengan
gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang
ARAS ( Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang
menuju bagian area di forebrain. Nuclei reticular thalamus juga masuk dalam
ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua korteks cerebri (Mardiati,
1996).
Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang,
menerima input dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik,
cerebellum, medulla spinalis, dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut
efferens formasio reticularis yaitu ke medulla spinalis, cerebellum, hipothalamus,
sistem limbik, dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan
ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifikdengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi
spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk
tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke
sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan
ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS
melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika system afferens terangsang
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
10/25
seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga
(Mardiati, 1996).
Neurotransmitter yang berperan dalam ARAS yaitu neurotransmitter
kolinergik,monoaminergik, dan GABA. Korteks cerebri merupakan bagian yang
terbesar dari susunan saraf pusat dimana korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input saraf sensoris (awareness).
Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh, dan
kesadaran diri sendiri merupakan fungsi area asosiasi somatic (area 5 dan 7
brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permkaan medial
hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).
Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks
cerebri menuju ARAS diproyeksikan kembali di korteks cerebri terjadi
peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).
Hilangnya kesadaran pada saat kejang tidak dapat diterima sebagai
manifestasi lepas muatan listrik neuron-neuron kortikal. Dalam hal ini yang secara
primer melepaskan muatan listriknya adalah nuklei intralaminer talami, yang
dikenal juga sebagai centrecephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari lintasan
asendens ekstralemniskal. Input korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik
itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka
timbullah koma. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan menghasilkan
kejang otot seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina
kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Setelah berhenti kejang, anak tersebut tertidur. Setelah bangun anak
tersebut sadar kembali. Umumnya setelah kejang, anak akan tidur dengan
nyenyak. Periode ini merupakan suatu periode yang dikenal sebagai periodepostictal. Hal ini merupakan hal yang normal, dan sebaiknya anak tidak usah
berusaha dibangunkan. Jangan memberikan makan atau minum kepada anak bila
anak belum benar-benar terbangun dan sadar.
Sebelum kejang, anak tersebut bermain game di komputer sekitar 1 jam.
Seperti yang kita ketahui, kejang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pencetus,
seperti:
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
11/25
1. Faktor sensoris (cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan,dan air panas)
2. Faktor sistemis (demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu, hiperglikemi,kelelahan fisik)
3. Faktor mental (stress dan gangguan emosi) (Mansjoer, 2007).Kemungkinan besar terjadinya kejang pada anak tersebut adalah karena
faktor pencetus, yaitu faktor sensoris berupa cahaya dari komputer ketika ia
sedang bermaingame.
Adapun beberapa penyebab yang dapat menimbulkan kejang antara lain:
1. Kejang demam2. Infeksi: meningitis, ensefalitis3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia,
gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan
metabolik bawaan
4. Trauma kepala5. Keracunan: alkohol, teofilin6. Penghentian obat anti epilepsi7. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik
Saat diruang IGD, di sebelah pasien anak tersebut ada seorang wanita
yang tiba-tiba pingsan setelah mendapat informasi bahwa orang tuanya
meninggal dunia. Di ruang pojok IGD juga ada anak pelajar SMA yang teriak
histerik dan kejang-kejang setelah ditinggal pacarnya.
Sinkop atau pingsan adalah kehilangan kesadaran dan keadaan postural
tubuh yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi
pemulihan spontan. Kehilangan kesadaran tersebut terjadi akibat penurunan alirandarah ke sistem aktivasi retikular yang berlokasi di batang otak, dan akan
membaik tanpa membutuhkan terapi kimiawi maupun elektrik.
Berikut ini adalah klasifikasi sinkop berdasarkan penyebab.
1. Sinkop vascular2. Sinkop kardiak3. Sinkop neurologik/serebrovaskular4. Sinkop metabolik
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
12/25
5. Sinkop psikogenikPerbedaan sinkop dan hysteria adalah sinkop merupakan kehilangan
kesadaran dimana denyut jantung tidak normal, sedangkan histeris adalah seolah-
olah kehilangan kesadaran, namun denyut jantung masih dalam batas normal.
Untuk menegakkan diagnosis pada kasus tersebut, perlu dilakukan
beberapa langkah sebagai berikut.
1. AnamnesisAnamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan- Lama serangan- Gejala sebelum, selama dan paska serangan- Frekuensi serangan- Faktor pencetus- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang- Usia saat serangan terjadinya pertama- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya-
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga (Staf Pengajar Ilmu KesehatanAnak FKUI, 2005).
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-
sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
13/25
keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan laboratorium darahPemeriksaan laboratorium darah rutin diindikasikan untuk
mengidentifikasi penyebab metabolik yangb umumdari serangan kejang seperti
ketidaknormalan dalam elektrolit, glukosa, kalsium atau magnesium serta
penyakit hepar atau renal.
4. Pemeriksaan penunjanga. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik
atau metabolik.
Pemeriksaan EEG dilakukan dengan indikasi dan kegunaan, antara lain:
1) Pasien yang mengalami kejang atau yang diduga mengalami kejang.2) Mengevaluasi efek serebral dari berbagai penyakit sistemik (misalnya
keadaan ensefalopati metabolik karena diabetes, gagal ginjal).
3) Melakukan studi untuk mengetahui gangguan tidur (sleep disorder)atau narkolepsi.
4) Membantu menegakkan diagnosa koma.5) Melokalisir perubahan potensial listrik otak yang disebabkan trauma,
tumor, gangguan pembuluh darah (vaskular) dan penyakit degeneratif.
6)
Membantu mencari berbagai gangguan serebral yang dapatmenyebabkan nyeri kepala, gangguan perilaku dan kemunduran
intelektual.
Selain itu EEG juga dapat dilakukan untuk mendiagnosa dan mengetahui
lokalisasi tumor otak, infeksi otak, perdarahan otak, dan parkinson,
mendiagnosa lesi desak ruang yang lain, mendiagnosa cedera kepala, periode
keadaan pingsan atau dementia, memonitor aktivitas otak saat seseorang
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
14/25
sedang menerima anestesi umum selama perawatan, dan mengetahui kelainan
metabolit dan elektrolit.
Sebelum melakukan pemeriksaan EEG, berikut ini adalah beberapa
persiapan yang diperlukan, yaitu:
1) Sebelum melakukan prosedur rekaman, rambut pasien harus dicuci,agar elektroda dapat melekat dengan baik dan jangan memakai minyak
rambut / gel atau conditioner .
2) Satu hari sebelum rekaman, pasien diberitahu untuk mengurangi tidur,sehingga pada saat rekaman diharapkan pasien dapat tidur.
3) Tidak perlu puasa.Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila:
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama dikedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambatdisbanding seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi
tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal
gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd),
epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku /
tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak
(sinkron) (Braunwald, 2001; Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, 2005).b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang
kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat
untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
15/25
bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi
parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.
MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri (Mansjoer,
2007).
Dari langkah-langkah tersebut, didapatkan beberapa differential diagnosis,
antara lain:
1. Petit Mal EpilepsiYaitu kejang yang ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat,
jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Kejang ini hampir selalu terjadi
pada anak, jarang dijumpai ketika usia sudah memasuki 20 tahun. Selama
serangan kejang petit mal, keadaan mental si anak hilang terhadap lingkungan
di sekitarnya. Tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya untuk beberapa
saat. Selama beberapa detik, si anak berhenti melakukan aktivitasnya,
tatapannya lurus ke depan dan tidak memberikan respons terhadap perintah
orang lain. Sementara kejang berlangsung, kelopak matanya berkedip-kedip
secara cepat, lengan atau kakinya berkedutan, tersentak-sentak atau bergerak
tanpa tujuan. Bangkitan mioklonus, bangkitan berupa gerakan involunter
misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang.
Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada
kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang
sensorik.Bangkitan akinetik, bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuhkarena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita
jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis
bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang
penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantile, timbul pada
bayi 3-6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti
belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas
seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
16/25
pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas,
lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau
tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Setelah
serangan usai, si anak tidak menyadari serangan yang baru dialaminya dan
biasanya melanjutkan aktivitasnya seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.
Serangan kejang ini mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti dengan
kejang tipe lain, terutama Grand Mal Epilepsi(Price, 2006).
2. Grand Mal EpilepsiPada Grand Mal Epilepsi, kejang diawali dengan hilangnya kesadaran
dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspresi paksa yang
disebabkan spasme toraks dan abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya,
mengalami gerakan tonik, kemudian klonik, dan inkontinensia urin atau alvi
(atau keduanya), disertai disfungsi otonom. Pada fase tonik,otot-otot
berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung
beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang
berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-
gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi
kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit, hal ini terjadi sekitar
separuh pasien (spasme rahang dan lidah). Keseluruhan kejang berlangsung 3
sampai 5 menit dan diikuti periode tidak sadar yang mungkin berlangsung
beberapa menit sampai berlangsung selama 30 menit. Setelah sadar, pasien
tampak kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai
periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian
kejangnya (Price, 2006).
a.
Patofisiologi1) Berhubungan dengan PDS (Paroxysmal Depolarization Shift)2) PDS adalah depolarisasi potensial pasca sinaps yang berlangsung lama
(50 ms). Keadaan ini dapat menyebabkan lepasnya muatan listrik yang
berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan
merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan
listriknya.
3) PDS disebabkan oleh:
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
17/25
a) Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untukmelepaskan muatan listrik yang berlebihan
b) Berkurangnya inhibisi oleh GABAc) Eksitasi sinaptik transmiter glutamat dan aspartat secara berulang
4) Gejala klinik tergantung pada luasnya sel neuron yang tereksitasib. Faktor resiko
1) Kelainan neurologis2) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung3) Usia anak-anak dan usia lanjut
3. Status EpileptikusStatus Epileptikus merupakan bangkitan epilepsi yang berlangsung terus
menerus atau berulang dengan tanpa pemulihan kesadaran, selama periode > 30
menit. Status epileptikus terjadi karena proses eksitasi yang berlebihan
berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak sempurna.
Faktor Pencetus Status Epileptikus antara lain:
a. Kelelahan.b. Menderita penyakit lain yang berat.c. Penggunaan obat anti epilepsi yang tidak sesuai aturan.d. Penggunaan obat-obatan, minum alkohol ( Drislane FWet al.,2009).
4. Kejang demamKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
a. PatofisiologiTemperatur mempengaruhi banyak proses dalam otak,juga yang
berhubungan dengan eksitabilitas otak. Mekanisme yang memungkinkanterjadinya bangkitan kejang antara lain efek pada saluran ion sampai pada
sistem kompleks. Kinetik akibat perubahan dari aktivasi dan deaktivasi
saluran ion Na+dan K+dapat meningkatkan eksitabilitas jaringan.
Dengan mekanisme kompleks, temperatur akan mempengaruhi sistem
neurotransmitter. Aktivitas asam glutamat dekarboksilase, enzim yang penting
untuk sintesis GABA akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan
temperatur.
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
18/25
b. Manifestasi klinisSerangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama demam,
berlangsung singkat, sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, fokal
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tak memberi reaksi apapun untuk sejenak, setelah itu terbangun sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf.
c. Klasifikasi1) Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit,
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.
2) Kejang Demam KompleksKejang demam dengan salah satu ciri berikut:
a) Kejang lama > 15 menitb) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jamd. Faktor resiko
1) Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejangdemam pertama
2) Kejang demam kompleks3) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung4)
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadianepilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49% (Level II-2).
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.
5) Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktorrisiko berulangnya kejang demam adalah:
a) Riwayat kejang demam dalam keluarga
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
19/25
b) Usia kurang dari 12 bulanc) Temperatur yang rendah saat kejangd) Cepatnya kejang setelah demam
Beberapa komplikasi yang dapat muncul dari serangan kejang berupa
epilepsi adalah:
1. Pernapasana. Aspirasi
b. Obstruksi jalan napasc. Hipoventilasid. Edema pulmonal neurogenik
2. Hipertermia. Akibat aktivitas otot yang berlebihan
b. Gangguan irama jantung, aritmia3. Rhabdomyolisis
a. Nekrosis otot akutb. Myoglobinuriagagal ginjal akutc. Hiperkalemiaaritmia
Setelah diagnosis ditegakkan, perlu dilakukan penatalaksanaan yang tepat.
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang
optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain
menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping
ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka
kesakitan dan kematian.
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk
epilepsi yakni:
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudahdipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu
pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai
tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
20/25
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahapsamapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrolbangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis
terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitantidak terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme
kerjanya.
1. Karbamazepin: Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja jugapada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.
2. Fenitoin: Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium danklorida dan neurotransmitter yang voltage dependen
3. Fenobarbital: Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkaneksitabilitas glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.
4. Valporat: Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambangkonduktan kalsium (T) dan kalium.
5. Levetiracetam: Tidak diketahui6. Gabapetin: Modulasi kalsium channel tipe N7. Lamotrigin: Blok konduktan natrium yang voltage dependent8. Okskarbazepin: Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium,
modulasi aktivitas chanel.
9. Topiramat: Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediatedchloride, modulasi efek reseptor GABA.
10.Zonisomid: Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasiglutamate.
Berikut ini adalah pemilihan obat berdasarkan jenis kejangnya.
Kejang parsial
Kejang umum (generalized seizures)
Toni c-clonic Abscense Myoclonic,
atonic
Drugs of
choice
Karbamazepin,
Fenitoin,
Valproat,
Karbamazepin,
Etosuksimid,
Valproat
Valproat
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
21/25
Valproat Fenitoin
Alternative Lamotrigin,
Gabapentin,
Topiramat,
Tiagabin,
Primidon,
Fenobarbital
Lamotrigin,
Topiramat,
Primidon,
Fenobarbital
Clonazepam,
Lamotrigin
Klonazepam,
Lamotrigin,
Topiramat,
Felbamat
Prognosis penderita dengan pengobatan lengkap dapat bebas dari kejang
selama 2 tahun. Bila telah bebas dari kejang selama 5 tahun dapat disebut remisi.
1/3 pasien dengan pengobatan lengkap tidak mengalami remisi. Sebagian besar
terjadi remisi pada anak-anak.
1. Prognosis Medika. Prevalensi epilepsi kronik 1/200 orang: mayoritas epilepsi tidak menjadi
kronik.
b. Jika remisi lama (24 bulan) sudah tercapai, maka terjadi penurunanresiko mengalami serangan berikutnya.
c. Jika serangan terkendali sejak dini oleh obat, maka prognosis sangat baik.2. Prognosis Psikososial
a. Umumnya pasien dapat hidup secara normal.b. Komunikasi antara dokter, orang tua dan lingkungan sangat penting.c. Salah anggapan dari masyarakat tentang epilepsi tekanan dan stres
penyandang epilepsi.
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
22/25
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN1. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang
beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Jaras
kesadarannya : masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks cerebri
menuju ARAS diproyeksikan kembali di korteks cerebri terjadi
peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran.
2. Faktor pencetus kejang meliputi faktor sensoris, sistemis, dan mental.3. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang (fokus epileptik).
4. kejang diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu kejang parsialdan kejanggeneralisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Sedangkan
sinkope diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya.
5. Differential diagnosis dari kasus pada skenario 1 ini meliputi kejangdemam, petit mal epilepsy, grand mal epilepsy, generalized epilepsy, dan
status epilepticus.
6. Prosedur penegakan diagnosis epilepsi meliputi anamnesis, pemeriksaanfisik umum dan neurologis, pemeriksaan penunjang (EEG, pemeriksaan
radiologis : MRI, CT-scan). Namun pemeriksaan EEG hanya sebagai
pemeriksaan penunjang bukan sebagai Gold Standar dari epilepsi.
7. Komplikasi dari kasus pada skenario ini meliputi komplikasi pernapasan,hipertermi, rhabdomyolisis.
8.
Penatalaksanaan secara umum menggunakan Obat Anti Epilepsi (OAE).Prognosis penderita dengan pengobatan lengkap dapat bebas dari kejang
selama 2 tahun. Bila telah bebas dari kejang selama 5 tahun dapat disebut
remisi. 1/3 pasien dengan pengobatan lengkap tidak mengalami remisi.
Sebagian besar terjadi remisi pada anak-anak.
9. Kejang dapat merupakan suatu tanda dari keadaan patologis yang dideritaseorang pasien. Mengenal bentuk kejang yang muncul pada seorang pasien
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
23/25
sangatlah penting untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat. Epilepsi
adalah salah satu penyakit yang sering menimbulkan kejang.
10.Kejang, pingsan maupun histeria adalah bentuk dari gangguan kesadaran.Gangguan kesadaran dapat muncul karena beberapa faktor. Pencegahan
dan penanganan yang tepat sangatlah penting untuk mengurangi
komplikasi yang mungkin terjadi.
B. SARAN1. Mahasiswa perlu menyebutkan sumber data yang digunakan pada saat didkusi.2. Mahasiswa seharusnya jangan hanya membaca tetapi menerangkan pada saat
menyampaikan pendapat dalam diskusi.
3. Tutor sebaiknya memberikanfeedback yang baik setelah diskusi usai.
-
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
24/25
DAFTAR PUSTAKA
Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ, Buchhalter J, Cross JH, van Emde Boas W.
2010. Revised terminology and concepts for organization of seizures
and epilepsies: Epilepsia. Feb 26 2010;51(4):676-685.[Medline].
Report of the ILAE Commission on Classification and Terminology,
2005-2009.
Drislane FW, Blum AS, Lopez MR, Gautam S, Schomer DL. 2009. Duration of
refractory status epilepticus and outcome: Loss of prognostic utility
after several hours.Epilepsia. Jan 19 2009;[Medline]
Glauser TA, Cnaan A, Shinnar S, Hirtz DG, Dlugos D, Masur D.2010.
Ethosuximide, valproic acid, and lamotrigine in childhood absence
epilepsy.N Engl J Med. Mar 4 2010;362(9):790-9.[Medline].
Haan de GJ, van der Geest P, Doelman G, Bertram E, Edelbroek P. 2010. A
comparison of midazolam nasal spray and diazepam rectal solution for
the residential treatment of seizure exacerbations.Epilepsia. Mar
2010;51(3):478-82.[Medline].
Harsono. 2007.Epilepsi edisi 2. Jogjakarta: UGM Press.
Iyer VN, Hoel R, Rabinstein AA.2009. Propofol infusion syndrome in patients
with refractory status epilepticus: an 11-year clinical experience.Crit
Care Med. Dec 2009;37(12):3024-30.[Medline].
Kania, Nia. 2007. Kejang pada Anak.(Disampaikan pada acara Siang Klinik
Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital Bandung, 12 Februari
2007)
Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. 1979. Neurologi Klinis Dasar.
Jakarta:Dian Rakyat
Mustarsid. 2006. Kuliah: Konsensus Kejang Demam. Surakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RS
Dr. Muwardi.
Price, Sylvia A dan Willson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakarta:EGC
http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795 -
8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2
25/25
Ropper AH, Samuels MA. 2009.Adams and Victor's Principles of Neurology.
9th. McGraw Medical;.
Wheless, James W.2009. Managing Severe Epilepsy Syndromes of Early
Childhood.Journal of Child Neurology. 8s Aug 2009;24:24s-32s.
Zupanc ML.2009. Clinical evaluation and diagnosis of severe epilepsy syndromes
of early childhood.J Child Neurol. Aug 2009;24(8 Suppl):6S-
14S.[Medline].
http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878
top related