faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan di provinsi
Post on 28-Feb-2022
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 14 No. 2, Januari 2014: 128-144
ISSN 1411-5212
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan di Provinsi Papua: AnalisisSpatial Heterogeneity
Poverty-Causing Factors in Papua Province: Spatial Heterogeneity Analysis
Ribut Nurul Tri Wahyunia,∗, Arie Damayantib
aSekolah Tinggi Ilmu Statistik, Badan Pusat StatistikbProgram Pascasarjana Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
Abstract
Pro-poor growth program has not been effective reducing poverty in Papua because the government doesnot have complete information about the spatial variation of poverty-causing factors (spatial heterogeneity).Therefore, this study will analyze poverty-causing factors using Geographically Weighted Regression (GWR)model. This study finds that the influence of the cultivated land area, use of technical irrigation, source ofdrinking water, and the electrical infrastructure vary spatially. In additions, multivariate K-means clusteringshows that subdistricts are spatially clustered by geographical conditions. These results imply that povertyalleviation interventions should be different for different areas.Keywords: Geographically Weighted Regression, Poverty, Multivariate K-means Clustering, Spatial Hete-rogeneity
Abstrak
Program pro-poor growth (program pembangunan ekonomi yang berihak kepada penduduk miskin) belumefektif mengurangi kemiskinan di Papua karena pemerintah tidak memiliki informasi lengkap mengenaifaktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan menurut variasi wilayah (spatial heterogeneity). Oleh karenaitu, studi ini akan menganalisis faktor-faktor tersebut dengan menggunakan model Geographically WeightedRegression (GWR). Studi ini menemukan pengaruh luas lahan yang diusahakan, penggunaan irigasi teknis,sumber air minum, dan listrik terhadap kemiskinan bervariasi secara spasial. Sementara itu, multivariateK-means clustering menunjukkan kecamatan mengelompok menurut kondisi geografis. Ini menyiratkanbahwa intervensi pengentasan kemiskinan seharusnya berbeda untuk wilayah berbeda.Kata kunci: Geographically Weighted Regression, Kemiskinan, Multivariate K-means Clustering, VariasiWilayah Spatial Heterogeneity
JEL classifications: B23, I32
Pendahuluan
Kemiskinan masih menjadi salah satu masalahterpenting di dunia. Hal ini terlihat dari tuju-an pembangunan milenium (Millenium Develo-
∗Alamat Korespondensi: Sekolah Tinggi Ilmu Sta-tistik (STIS). Jln. Otto Iskandardinata No. 64C Jakar-ta Timur. E-mail : rnurult@bps.go.id,rnurult@stis.ac.id.
pment Goals/MDGs) yang telah disepakati pa-da September tahun 2000 oleh 189 negara ang-gota PBB, termasuk Indonesia. Dari delapankomponen MDGs, penanggulangan kemiskin-an dan kelaparan merupakan prioritas utama(TNP2K, 2010).
Pengalaman banyak negara menunjukkanbahwa kemiskinan hanya dapat dikurangi de-ngan perekonomian yang bertumbuh. Sebalik-
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 129
nya, dalam keadaan perekonomian yang stag-nan atau terkontraksi, jumlah penduduk mis-kin akan meningkat dengan cepat. Pengalamandi Indonesia menunjukkan bahwa selama peri-ode pertumbuhan ekonomi tinggi pada masasebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat ke-miskinan menurun dengan cepat. Sebaliknya,ketika krisis ekonomi mencapai puncaknya pa-da tahun 1998–1999, kemiskinan meningkat de-ngan cepat. Hal ini merupakan bukti kuat bah-wa pertumbuhan ekonomi merupakan syaratutama untuk mengurangi kemiskinan.
Kenyataannya, kemampuan pertumbuhanekonomi dalam mengurangi tingkat kemiskin-an berbeda antarnegara dan antarwaktu dalamsuatu negara. Kemampuan pertumbuhan eko-nomi mengurangi kemiskinan sering kali diu-kur dengan elastisitas pertumbuhan terhadapkemiskinan (growth elasticity of poverty). Indi-kator tersebut menunjukkan besarnya persen-tase pengurangan kemiskinan akibat pening-katan pertumbuhan ekonomi sebesar 1%. Un-tuk meningkatkan growth elasticity of poverty,pemerintah melaksanakan pembangunan eko-nomi yang berpihak kepada penduduk miskin(pro-poor growth) (TNP2K, 2010).
Salah satu upaya untuk mewujudkan pro-poor growth di Indonesia adalah melaksana-kan otonomi khusus (Undang-Undang Nomor21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus BagiProvinsi Papua) dan percepatan pembangunan(Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 ten-tang Percepatan Pembangunan Provinsi Pa-pua dan Provinsi Papua Barat) di Provinsi Pa-pua. Evaluasi program tersebut menunjukkanbahwa program pengurangan kemiskinan be-lum memberikan dampak yang signifikan diProvinsi Papua. Hal tersebut terjadi karenatersendatnya pembangunan infrastruktur, be-lum terlaksananya sistem pendidikan khususyang menjangkau masyarakat Papua, terken-dalanya penyiapan sarana dan prasarana pe-layanan kesehatan, serta masih terisolasinyawilayah-wilayah sasaran (Indonesia, 2011).
Pada awal pelaksanaan otonomi khusus (ta-
hun 2001), jumlah penduduk miskin di Provin-si Papua mencapai 900,8 ribu jiwa atau 41,8%dari total penduduk di provinsi tersebut. Se-lama periode 20012011, persentase pendudukmiskin di Provinsi Papua cenderung menurun.Pada tahun 2011, persentase penduduk mis-kin di Provinsi Papua sekitar 31,11% dari to-tal penduduk di provinsi tersebut atau turun10,69% dibanding tahun 2001. Namun demiki-an, jumlah penduduk miskin di Provinsi Papuatidak berubah secara signifikan di mana padatahun 2011 masih mencapai 966,59 ribu jiwa.Hal ini cukup memprihatinkan karena persen-tase penduduk miskin di Provinsi Papua se-lama periode 2001–2011 selalu berada di pe-ringkat tertinggi di Indonesia. Kontras denganbesarnya APBD yang diterima Provinsi Papuapada tahun 2011 di mana APBD provinsi ter-sebut berada di peringkat ketujuh tertinggi se-Indonesia, yaitu 23,9 triliun rupiah.
Data kemiskinan Badan Pusat Statistik(BPS) menunjukkan bahwa kemiskinan di Pa-pua memiliki variasi spasial. Persentase pen-duduk miskin di perdesaan di Papua adalah 8kali persentase penduduk miskin di perkotaan(BPS, 2008). Pada tahun 2010, persentase pen-duduk miskin di perdesaan mencapai 46,02%,sedangkan persentase penduduk miskin di per-kotaan hanya sebesar 5,55%. Oleh karena itu,kebijakan pengentasan kemiskinan perlu dila-kukan secara hati-hati. Kebijakan pengentas-an kemiskinan di Papua sebaiknya dipriori-taskan di kantong-kantong kemiskinan tinggi.Penyebab kemiskinan antarwilayah (perdesa-an dan perkotaan) kemungkinan juga berbe-da (ada spatial heterogeneity) sehingga diperlu-kan intervensi pemerintah untuk mengatasi ke-miskinan, termasuk peningkatan akses ke in-frastruktur yang kemungkinan berbeda secarageografis.
Studi ini bertujuan untuk memberikan gam-baran mengenai faktor-faktor yang menye-babkan kemiskinan di Papua menurut variasiwilayah (spatial heterogeneity). Model yang di-gunakan adalah Geographically Weighted Re-
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...130
gression (GWR). Hasil model GWR bisa di-jadikan sebagai pedoman pemerintah dalammengalokasikan pemberian dana pengentasankemiskinan menurut kebutuhan di setiap wi-layah. Pengelompokan wilayah menurut besar-nya pengaruh masing-masing faktor akan me-mudahkan kontrol dari pemerintah, efisiensi bi-aya, dan meningkatkan efektivitas program.
Tinjauan Referensi
Hingga saat ini, studi tentang faktor-faktoryang menyebabkan kemiskinan dengan meng-gunakan model GWR belum banyak dilakukan.Studi sebelumnya antara lain dilakukan olehFarrow et al. (2005), Benson et al. (2005), danKam et al. (2005). Hasil studi bisa dilihat diTabel 1.
Metode
Apabila menggunakan model Ordinary LeastSquares (OLS), maka adalah bahwa hubung-an antara faktor-faktor yang menyebabkan ke-miskinan sama di semua wilayah Papua. Ke-nyataannya, hubungan tersebut kemungkinanberbeda menurut wilayah sehingga menimbul-kan spatial non-stationarity. Untuk mengata-si spatial non-stationarity, digunakan modelGWR. Dalam model tersebut, besarnya penga-ruh masing-masing faktor terhadap kemiskinanPapua, β(ui, vi), berbeda-beda karena bergan-tung pada lokasi di mana data tersebut diam-bil.
Pada model GWR, setiap wilayah memilikisatu persamaan. Setelah didapat β(ui, vi), dila-kukan uji t untuk melihat apakah setiap faktorberpengaruh secara signifikan terhadap kemis-kinan di suatu wilayah atau tidak. Selanjut-nya, dilakukan uji Anova (F test, F1 test, danF2 test) untuk membandingkan model GWRdan OLS. Langkah terakhir, dilakukan penge-lompokan wilayah menurut besarnya pengaruhmasing-masing faktor (multivariate K-means
clustering). Pengelompokan ini dilakukan un-tuk mempermudah analisis.
Data dalam studi ini bersumber dari pen-dataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)tahun 2008, pendataan Potensi Desa (Podes)tahun 2008, dan Pemetaan tahun 2010. Untukmenyamakan unit observasi, penulis mengecekkonsistensi nama-nama desa di pendataan Po-des, PPLS, dan Pemetaan. Perbedaan waktupelaksanaan tiga pendataan tersebut menye-babkan beberapa desa di pendataan Podes danPPLS tidak ditemukan di Pemetaan. Selain itu,ditemukan beberapa desa baru karena adanyapemekaran.
Untuk menyamakan unit observasi, penulismenggunakan desa hasil Pemetaan tahun 2010sebagai acuan. Jika desa dalam satu kecamat-an di pendataan Podes, PPLS, dan Pemetaansama, maka kecamatan tersebut masuk sebagaiunit observasi. Jika desa dalam satu kecamatandi pendataan Podes, PPLS, dan Pemetaan ti-dak sama, maka kecamatan tersebut tidak ma-suk sebagai unit observasi. Setelah dicek, akhir-nya jumlah unit observasi dalam studi ini se-banyak 251 kecamatan dari 385 kecamatan diPapua. Jumlah unit observasi di setiap kabu-paten bisa dilihat di Tabel 2.
Persamaan yang digunakan dalam studi inididasarkan pada pendekatan sustainable live-lihood oleh Scoones (1998). Menurut Scoones(1998), salah satu outcome dari sustainable li-velihood adalah pengurangan kemiskinan. Un-tuk memperoleh outcome tersebut, pendudukharus memiliki sumber mata pencaharian (li-velihood resource). Livelihood resource adalahmodal yang dapat digunakan penduduk untukmenciptakan mata pencaharian. Modal terse-but terdiri dari modal sumber daya alam (mi-salnya topografi wilayah), modal ekonomi ataukeuangan (misalnya sekolah, tenaga kesehatan,fasilitas kesehatan, fasilitas listrik, jalan, fasili-tas irigasi teknis, fasilitas air bersih, dan luaslahan yang dikuasai), modal sumber daya ma-nusia (misalnya tingkat pendidikan), dan mo-dal sosial (misalnya agama dan suku). Persa-
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 131
maan yang digunakan dalam studi ini adalah:
P0i = β0(ui, vi) + β1i(ui, vi)datarani
+ β2i(ui, vi)sekolahi + β3i(ui, vi)tngkesi+ β4i(ui, vi)faskesi+ β5i(ui, vi)nonlistriki
+ β6i(ui, vi)aspali + β7i(ui, vi)irigasii
+ β8i(ui, vi)airi + β9i(ui, vi)landlessi
+ β10i(ui, vi)maksSDi + εi
i = 1, 2, ..., 251(1)
dengan:
P0i = persentase penduduk miskin dan hampirmiskin di kecamatan i;
dataran i = persentase desa di kecamatan iyang topografi wilayahnya berupa datar-an;
sekolah i = jumlah fasilitas pendidikan per1000 penduduk di kecamatan i;
tng kes i = jumlah tenaga kesehatan (dokter,dokter gigi, bidan, dan mantri kesehatan)per 1000 penduduk di kecamatan i;
fas kes i = persentase desa di kecamatan iyang memiliki fasilitas kesehatan;
nonlistrik i = persentase penduduk miskindan hampir miskin di kecamatan i yangrumahnya tidak menggunakan listrik se-bagai sumber penerangan utama;
aspal i = persentase desa di kecamatan i yangpermukaan jalannya mayoritas diaspal;
irigasi i = persentase lahan di kecamatan iyang menggunakan fasilitas irigasi teknis;
air i = persentase penduduk miskin dan ham-pir miskin di kecamatan i yang rumahnyamenggunakan sumber air minum tidak ter-lindung;
landless i = persentase penduduk miskin danhampir miskin di kecamatan i yang rumahtangganya mengusahakan lahan pertaniankurang dari 0,5 hektar;
maksSD i = persentase penduduk miskindan hampir miskin usia 15 tahun ke atasdi kecamatan i yang tidak memiliki ijazah
SD.
P0 adalah jumlah penduduk miskin danhampir miskin dibagi jumlah penduduk di se-tiap kecamatan. Penduduk miskin dan ham-pir miskin adalah penduduk yang konsumsi perbulannya berada di bawah 1,2 kali garis kemis-kinan, datanya diambil dari pendataan PPLS.Data jumlah penduduk didapat dari Podes. Va-riabel nonlistrik, air, landless, dan maksSDjuga didapat dari PPLS, sedangkan variabelsekolah, tngkes, faskes, aspal, dan landless di-dapat dari Podes. Data titik koordinat yangmerupakan centroid di setiap kecamatan, dida-pat dari Pemetaan. Unit observasi dalam studiini sebanyak 251 kecamatan dan jumlah varia-belnya sebanyak 10.
Hasil dan Analisis
Gambar 1 menunjukkan variasi spasial daripersentase penduduk miskin dan hampir mis-kin di 251 kecamatan di Provinsi Papua padatahun 2008. Kelas peta mewakili lima kuartildari variabel yang dipetakan. Kecamatan yangtidak diestimasi diberi warna putih. Dari gam-bar tersebut terlihat bahwa persentase pendu-duk miskin dan hampir miskin tinggi (kantong-kantong kemiskinan tinggi) berada di kecamat-an yang jauh dari ibukota kabupaten, terutamakecamatan yang mayoritas penduduknya me-rupakan penduduk asli Papua.
Kecamatan yang merupakan ibukota kabu-paten (misalnya Kecamatan Sentani, Kabupa-ten Jayapura; Kecamatan Merauke, Kabupa-ten Merauke; Kecamatan Nabire, KabupatenNabire; Kecamatan Yapen Selatan, Kabupa-ten Kepulauan Yapen; Kecamatan Biak Kota,Kabupaten Biak; Kecamatan Oksibil, Kabupa-ten Pegunungan Bintang; Kecamatan Sarmi,Kabupaten Sarmi; dan Kecamatan Kobakma,Kabupaten Mamberamo Tengah) dan mayori-tas kecamatan yang berada di dekat ibukotakabupaten memiliki persentase penduduk mis-kin dan hampir miskin yang rendah dan se-dang. Kecamatan-kecamatan yang penduduk-
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...132
Gambar 1: Persentase Penduduk Miskin dan Hampir Miskin di Provinsi Papua Menurut Kecamatan
nya didominasi transmigran (misalnya Keca-matan Muara Tami di Kota Jayapura, Keca-matan Arso di Kabupaten Keerom, dan Ke-camatan Wanggar di Kabupaten Nabire) ju-ga memiliki persentase penduduk miskin danhampir miskin yang relatif rendah.
Konsentrasi spasial dari kemiskinan di Pro-vinsi Papua menunjukkan bahwa kebijak-an untuk mengurangi kemiskinan sebaiknyadiprioritaskan di wilayah-wilayah yang me-rupakan kantong kemiskinan tinggi. Adanyakantong-kantong kemiskinan tinggi tersebutmenimbulkan pertanyaan mengenai karakteris-tik yang berkaitan dengan lokasi. Untuk menja-wab pertanyaan tersebut, kemiskinan diregre-sikan dengan faktor-faktor yang menyebabkan-nya.
Sebelum dibentuk model GWR, langkah per-tama adalah membuat model OLS. Pada modelOLS, tidak ditemukan gejala multikolinieritas.Hasil uji Breusch-Pagan pada koefisien randomdan uji White pada spesifikasi robust mem-perlihatkan bahwa model OLS tidak memenu-hi asumsi spatial homoscedasticity (stationari-ty) pada taraf signifikasi 5%. Hasil tersebut di-
perkuat dengan hasil scatter plot residual dannomor urut observasi yang menunjukkan bah-wa residual tidak berada di sekitar nol. Selainitu, uji Moran’s I menunjukkan adanya otoko-relasi spasial yang kuat pada model pada tarafsignifikasi 5%. Non-stationarity dan otokorela-si spasial merupakan pelanggaran dari asumsiOLS dan mengakibatkan estimasi yang diha-silkan OLS menjadi bias dan hasil uji yang me-nyesatkan (Fox et al. (2001) dan Zhang et al.(2004) dalam Shrestha, 2006). Adanya pelang-garan asumsi OLS mengakibatkan pengguna-an model OLS tidak tepat dan model alternatifperlu dievaluasi (Foody (2003) dalam Shrestha,2006).
Langkah kedua adalah membuat modelGWR. Empat indikator (AICc, AIC, RSS, danR2) menunjukkan bahwa model GWR denganmenggunakan fungsi Kernel Gaussian lebih ba-ik dibanding model OLS. Hasil tersebut jugadiperkuat dengan uji Anova (F test, F1 test,dan F2 test) yang menyimpulkan bahwa mo-del GWR lebih baik dibanding OLS pada ta-raf signifikansi 5%. Artinya, besarnya pengaruhfaktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan di
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 133
Papua secara signifikan berbeda-beda antarwi-layah (ada variasi spasial atau spatial heteroge-neity).
Hasil uji variasi dari estimasi parameter lokalmodel GWR, seperti yang disajikan di Tabel3, menunjukkan bahwa besarnya pengaruh: (a)variabel persentase penduduk miskin dan ham-pir miskin yang rumah tangganya mengusahak-an lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, (b)persentase lahan pertanian yang menggunakanirigasi teknis, (c) persentase penduduk miskindan hampir miskin yang menggunakan sumberair minum tidak terlindung, (d) jumlah sekolahper 1000 penduduk, (e) persentase desa yangmemiliki fasilitas kesehatan, dan (f) persentasependuduk miskin dan hampir miskin yang ti-dak menggunakan listrik terhadap kemiskinandi Papua, berbeda-beda menurut wilayah (ber-variasi secara spasial) pada taraf signifikansi5%. Hasil tersebut sesuai dengan hasil studiUNDP (2005) yang menunjukkan bahwa bebe-rapa wilayah di Papua kekurangan air bersihdan fasilitas listrik. Kebijakan yang berkaitandengan enam variabel tersebut menyesuaikandengan kebutuhan masing-masing wilayah.
Hasil uji variasi dari estimasi parameter lokalmodel GWR juga menunjukkan bahwa besar-nya pengaruh persentase penduduk miskin danhampir miskin usia 15 tahun ke atas yang ti-dak memiliki ijazah SD, jumlah tenaga medisper 1000 penduduk, persentase desa yang per-mukaan jalannya mayoritas diaspal, dan per-sentase desa yang mayoritas topografi berupadataran terhadap kemiskinan di Papua hampirsama di semua wilayah pada taraf signifikan-si 5%. Dengan demikian, permasalahan umumyang sangat berkaitan dengan kemiskinan diPapua adalah rendahnya tingkat pendidikanpenduduk miskin dan hampir miskin, serta ku-rangnya tenaga medis. Sesuai dengan hasil stu-di Wijayanti dan Wahono (2005) yang menun-jukkan bahwa persentase penduduk miskin diPapua tinggi karena Indeks Pembangunan Ma-nusia (IPM) yang rendah. Salah satu indika-tor IPM adalah rata-rata lama sekolah. De-
ngan demikian, salah satu intervensi yang bi-sa dilakukan pemerintah agar penduduk miskindi Papua bisa dikurangi adalah meningkatkantingkat pendidikan penduduk miskin dan ham-pir miskin, serta menambah jumlah tenaga me-dis di seluruh wilayah Papua.
Gambar 2 menunjukkan persebaran dari es-timasi parameter lokal variabel persentase pen-duduk miskin dan hampir miskin yang tidakmenggunakan listrik. Dari Gambar 2 terlihatbahwa pengaruh variabel tersebut terhadap ke-miskinan terbesar di Kabupaten Merauke, As-mat, Mimika, Mappi, Boven Digoel, dan be-berapa kabupaten di Papua bagian tengah.Ini mengindikasikan bahwa pembangunan fasi-litas listrik sebaiknya diprioritaskan di wilayah-wilayah tersebut.
Tabel 4 merangkum hasil dari estimasi pa-rameter model GWR. Estimasi parameter lo-kal untuk sepuluh variabel prediktor bervaria-si, berbeda dengan estimasi parameter modelOLS yang hanya memiliki satu parameter esti-masi untuk setiap variabel. Pada variabel per-sentase penduduk miskin dan hampir miskinyang tidak menggunakan listrik, misalnya, be-sarnya pengaruh variabel tersebut terhadap ke-miskinan bervariasi dari 0,076 sampai dengan0,323. Sedangkan dengan menggunakan modelOLS, besarnya pengaruh variabel tersebut ter-hadap kemiskinan di Papua sama di semua wi-layah, yaitu 0,116.
Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel persen-tase penduduk miskin dan hampir miskin usia15 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah SD,persentase penduduk miskin dan hampir mis-kin yang menggunakan sumber air minum ti-dak terlindung, dan persentase penduduk mis-kin dan hampir miskin yang tidak menggu-nakan listrik, konsisten memiliki estimasi pa-rameter lokal positif. Ini mengindikasikan bah-wa potensi meningkatkan pendapatan pendu-duk miskin dan hampir miskin secara konsistendapat dilakukan dengan meningkatkan pelu-ang penduduk miskin dan hampir miskin untukmendapatkan pendidikan, meningkatkan pem-
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...134
Gambar 2: β(ui, vi) Variabel Persentase Penduduk Miskin dan Hampir Miskin yang Tidak MenggunakanListrik
bangunan fasilitas air bersih, dan membangunfasilitas listrik.
Studi Kam et al. (2005) menunjukkan bahwavariabel tingkat pendidikan dan rumah tanggayang tidak menggunakan listrik berpengaruhnegatif dengan kemiskinan. Beberapa studi se-belumnya juga menunjukkan bahwa persentaserumah tangga miskin yang bersekolah di atasSD masih relatif sedikit (Ray, 1998) dan akseske air bersih berpengaruh positif dan kuat de-ngan total pendapatan (Corral (2001) dalamBrenneman dan Kerf, 2002). Selain itu, energijuga dapat meningkatkan PDB, meningkatkanproduktivitas, dan menciptakan lapangan ker-ja (Brenneman dan Kerf, 2002). Hal ini seja-lan dengan studi Baliscalan et al. (2000) dalamBrenneman dan Kerf (2002) yang menyimpul-kan bahwa akses ke listrik dapat mengurangikemiskinan.
Estimasi parameter GWR dari variabel per-sentase penduduk miskin dan hampir miskinyang rumah tangganya mengusahakan lahanpertanian kurang dari 0,5 hektar bervariasi da-ri negatif ke positif. Namun demikian, 99,6%konsisten dengan estimasi parameter OLS. Ini
menunjukkan bahwa luas lahan pertanian yangdiusahakan penduduk miskin dan hampir mis-kin ternyata mayoritas berpengaruh terhadapkemiskinan di Papua. Sesuai dengan pendapatRay (1998), kemiskinan sering dijumpai di da-erah pertanian skala kecil.
Pembangunan fasilitas irigasi teknis dan ra-sio jumlah tenaga medis terhadap pendudukjuga perlu ditingkatkan. Meskipun signifikansidari estimasi parameter lokal masih relatif ke-cil, namun dampaknya sudah konsisten terha-dap kemiskinan di Papua (semua estimasi pa-rameter lokal bertanda negatif). Sesuai denganpernyataan IPTRID (1999) serta studi Hussaindan Hanjra (2004) bahwa pembangunan fasili-tas irigasi dapat mengurangi kemiskinan. Hasilmodel GWR juga menunjukkan bahwa mayo-ritas penduduk miskin dan hampir miskin diPapua tinggal di daerah dataran tinggi. Ke-nyataannya, mayoritas wilayah di Papua de-ngan topografi dataran memiliki keterbatasaninfrastruktur.
Hasil model GWR menunjukkan bahwa va-riabel jumlah sekolah per 1000 penduduk, per-sentase desa yang memiliki fasilitas kesehatan,
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 135
dan persentase desa yang permukaan jalannyamayoritas diaspal, memiliki pengaruh positifdengan kemiskinan Papua. Hasil tersebut se-jalan dengan hasil model OLS. Sesuai denganhasil studi Lukanu et al. (2007) dalam Gachas-sin et al. (2010) di Provinsi Niassa di Mozam-bik. Mayoritas petani di sana merupakan pe-tani subsisten1. Hasil pertanian mereka kon-sumsi sendiri dan sisanya dijadikan bibit untukditanam kembali. Oleh karena itu, di wilayahyang mayoritas rumah tangganya terlibat da-lam pertanian, meskipun akses ke jalan lebihbaik, ternyata rumah tangganya masih tetapmiskin karena tidak memiliki endowment yangdiperlukan (misalnya lahan, skill, dan tenagakerja) untuk meningkatkan produksi (Gachas-sin et al., 2010). Pengaruh positif antara in-frastruktur jalan dan kemiskinan kemungkinanjuga disebabkan masih minimnya infrastruk-tur tersebut di Papua sehingga dampak pem-bangunan infrastruktur jalan terhadap pengu-rangan kemiskinan belum terlihat. Berdasar-kan data Podes, hanya 24,3% dari 251 keca-matan yang memiliki fasilitas jalan.
Dampak infrastruktur pendidikan dan kese-hatan pada waktu t terhadap kemiskinan padawaktu t tidak dapat disimpulkan dan perlu stu-di lebih lanjut karena kemungkinan kemiskinanpada waktu t dipengaruhi oleh pembangunaninfrastruktur pada waktu sebelumnya (lag ti-me). Sebagaimana pendapat Buddelmeyer danCai (2009), perubahan status kesehatan tidakberdampak secara simultan terhadap kemiskin-an pada waktu yang sama, tetapi membutuh-kan proses (time difference).
1Pertanian subsisten adalah pertanian swasemba-da (self-sufficiency) di mana petani fokus pada usahamembudidayakan bahan pangan dalam jumlah yang cu-kup untuk mereka sendiri dan keluarga. Ciri khas perta-nian subsisten adalah memiliki berbagai variasi tanam-an dan hewan ternak untuk dimakan, terkadang jugaserat untuk pakaian dan bahan bangunan. Keputus-an mengenai tanaman apa yang akan ditanam biasa-nya bergantung pada apa yang ingin keluarga tersebutmakan pada tahun yang akan datang, juga mempertim-bangkan harga pasar jika dirasakan terlalu mahal danmereka memilih menanamnya sendiri.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pe-ngelompokan wilayah menurut besarnya pe-ngaruh masing-masing faktor (multivariate K-means clustering). Wilayah yang memiliki es-timasi parameter GWR yang hampir samadengan wilayah lainnya, akan dikelompokkanmenjadi satu klaster. Pada studi ini, kecamat-an di Papua dikelompokkan menjadi lima klas-ter karena hasil multivariate K-means cluste-ring tersebut memungkinkan satu kabupatenmasuk dalam satu klaster. Hasil clustering,seperti yang terlihat di Tabel 5, menunjuk-kan bahwa kecamatan-kecamatan mengelom-pok secara spasial berdasarkan karakteristikwilayah (kondisi geografis).
Klaster satu merupakan wilayah pesi-sir berupa rawa dan dataran (kecamatan-kecamatan di Kabupaten Merauke dan dua ke-camatan di Kabupaten Mappi), klaster duadidominasi wilayah kepulauan dan wilayah pe-sisir (kecamatan-kecamatan di Kabupaten Su-piori, Biak Numfor, Kepulauan Yapen, Nabi-re, Waropen, Intan Jaya, Paniai, Deiyai, Dogi-yai, dan 2 kecamatan di Kabupaten Mimika),klaster tiga didominasi wilayah pegunungan(Kabupaten Mamberamo Raya, Puncak, Pun-cak Jaya, Pegunungan Jayawijaya, Tolikara,Yalimo, Lanny Jaya, Nduga, Yahukimo, Pe-gunungan Bintang, Mimika, Mamberamo Te-ngah, 2 kecamatan di Asmat, dan 1 kecamatandi Sarmi), klaster empat didominasi wilayahsungai dan berlumpur (kecamatan-kecamatandi Mappi, Asmat, dan Boven Digoel), sedang-kan klaster lima merupakan wilayah pesisirutara dan paling maju dibanding wilayah la-in (kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sar-mi, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom,dan Kota Jayapura).
Estimasi parameter lokal untuk variabelsumber air minum tidak terlindung dan sum-ber penerangan bukan listrik di klaster satu po-sitif dan paling besar dibanding wilayah lain.Ini menunjukkan bahwa pengaruh ketersediaansumber air bersih dan listrik terhadap kemis-kinan di wilayah tersebut lebih besar dibanding
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...136
Gambar 3: Multivariate K-means Clustering dari Estimasi Parameter Lokal
wilayah lain. Secara geografis, mayoritas wila-yah di Kabupaten Merauke dan sekitarnya me-rupakan rawa-rawa sehingga air bersih sangatsulit didapat. Di wilayah tersebut, pendudukmiskin dan hampir miskin yang menggunakanlistrik juga masih relatif sedikit sehingga pem-bangunan infrastruktur air bersih dan listriksebaiknya diprioritaskan di wilayah tersebut di-banding wilayah lainnya.
Estimasi parameter lokal untuk tenaga me-dis di klaster dua negatif dan paling besar di-banding wilayah lain. Kenyataannya, mayori-tas di wilayah tersebut memiliki rasio tenagamedis terhadap jumlah penduduk relatif lebihrendah dibanding wilayah lain. Ini menunjuk-kan bahwa jumlah tenaga medis lebih sedikitdi klaster dua. Sebaiknya peningkatan jumlahtenaga medis diprioritaskan di klaster dua. Pe-ngaruh tingkat pendidikan dan penggunaan iri-gasi teknis terhadap kemiskinan di klaster duajuga tertinggi dibanding wilayah lain. Hubung-an negatif antara infrastruktur irigasi dengankemiskinan menunjukkan bahwa pengembang-an infrastruktur tersebut sangat penting. Sela-ma ini, produk unggulan Nabire adalah tanam-an pangan, terutama padi dan jagung. Pem-
bangunan infrastruktur irigasi otomatis bisameningkatkan produksi tanaman pangan yangpada akhirnya bisa meningkatkan pendapatanpenduduk miskin dan hampir miskin. Pendu-duk miskin di klaster dua juga paling banyaktinggal di dataran. Ini bukan karena dipenga-ruhi karakteristik wilayah, tetapi lebih karenapengaruh tidak langsung dari kurangnya ak-sesibilitas. Mayoritas kecamatan di KabupatenIntan Jaya dan Paniai, misalnya, hanya bisadiakses melalui pesawat.
Semua estimasi parameter lokal di klaster ti-ga dan klaster empat berada di rata-rata. Es-timasi parameter lokal di klaster lima menun-jukkan bahwa luas lahan pertanian yang diu-sahakan sangat terkait dengan kemiskinan diwilayah tersebut dibanding wilayah lain. Ma-yoritas penduduk di klaster lima merupakantransmigran dan tentunya luas lahan pertani-an yang diusahakan sangat penting. Kebijak-an untuk meningkatkan akses rumah tanggamiskin ke lahan pertanian, misalnya land re-form, sangat sulit diterapkan di Papua kare-na pengalihan hutan menjadi lahan pertaniantidak memungkinkan dan kepemilikan tanahadat masih sangat kuat. Kebijakan yang dapat
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 137
diambil pemerintah untuk mengurangi pendu-duk miskin dan hampir miskin di klaster li-ma adalah mengikutsertakan penduduk miskindan hampir miskin ke kegiatan lainnya yang bi-sa meningkatkan penghasilan. Pertama, peme-rintah menciptakan lapangan pekerjaan barudi luar sektor pertanian, misalnya perdagang-an dan industri. Untuk mendukung pelaksana-an program tersebut, pemerintah bisa membe-rikan program penyuluhan dan bantuan kreditUsaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).Kedua, mobilitas ekonomi bisa juga dilakukandengan meningkatkan akses mereka terhadappendidikan, kesehatan, dan pasar tenaga kerja(Kam et al., 2005).
Simpulan
Hasil estimasi model GWR menunjukkan bah-wa hubungan antara luas lahan pertanian yangdiusahakan, tingkat pendidikan, penggunaanirigasi teknis, sumber air minum, tenaga medis,dan penggunaan listrik, dengan kemiskinan diProvinsi Papua sejalan dengan studi sebelum-nya. Sedangkan hubungan antara infrastrukturkesehatan, pendidikan, dan jalan beraspal de-ngan kemiskinan adalah positif. Hal tersebutkemungkinan terjadi karena dua hal. Perta-ma, kemungkinan ada hubungan dua arah an-tara tiga variabel tersebut dengan kemiskinan.Kedua, infrastruktur jalan berpengaruh positifdengan kemiskinan karena rumah tangga mis-kin dan hampir miskin belum memiliki endo-wment (lahan, skill, dan tenaga kerja) untukmeningkatkan produksi.
Besarnya pengaruh tingkat pendidikan, te-naga medis, dan topografi wilayah terhadap ke-miskinan di Papua hampir sama di semua wi-layah. Dengan kata lain, kemiskinan di Papuasecara umum disebabkan oleh tiga variabel ter-sebut sehingga intervensi yang bisa dilakukanoleh pemerintah adalah meningkatkan tingkatpendidikan penduduk miskin dan hampir mis-kin serta meningkatkan jumlah tenaga medisdi semua wilayah. Pengaruh luas lahan perta-
nian yang diusahakan, penggunaan irigasi tek-nis, sumber air minum, dan infrastruktur listrikberbeda-beda antarwilayah. Dengan demikian,kebijakan yang berkaitan dengan variabel ter-sebut juga harus disesuaikan dengan kebutuh-an masing-masing wilayah.
Hasil multivariate K-means clustering me-nunjukkan bahwa kecamatan mengelompoksecara spasial menurut karakteristik wilayah(kondisi geografis). Kemiskinan di wilayah Pa-pua selatan lebih dipengaruhi oleh ketersedia-an sumber air bersih dan listrik dibanding wi-layah lain sehingga pembangunan fasilitas airbersih dan listrik sangat diprioritaskan di wi-layah tersebut. Kemiskinan di wilayah kepula-uan, Nabire, dan sekitarnya lebih dipengaruhioleh ketersediaan tenaga medis, tingkat pen-didikan, dan penggunaan irigasi teknis diban-ding wilayah lain sehingga peningkatan jumlahtenaga medis, tingkat pendidikan, dan pemba-ngunan irigasi teknis di wilayah tersebut sa-ngat disarankan. Sedangkan kemiskinan di Ja-yapura dan sekitarnya lebih dipengaruhi olehluas lahan pertanian yang diusahakan diban-ding wilayah lain. Untuk mengatasinya, peme-rintah bisa mengikutsertakan penduduk miskindan hampir miskin di wilayah tersebut ke ke-giatan lainnya yang bisa meningkatkan peng-hasilan karena kebijakan untuk meningkatkanakses rumah tangga miskin ke lahan pertaniansulit diterapkan di Papua.
Daftar Pustaka
[1] Benson, T., Chamberlin, J., & Rhinehart, I.(2005). An Investigation of the Spatial Determi-nants of the Local Prevalence of Poverty in RuralMalawi. Food Policy, 30 (5–6), 532–550.
[2] BPS. (2008). Analisis dan Penghitungan TingkatKemiskinan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[3] Brenneman, A., & Kerf, M. (2002). Infrastructure& Poverty Linkage: A Literature Review. Mimeo.The World Bank. Switzerland: International La-bour Organization. http://www.oit.org/wcmsp5/groups/public/@ed_emp/@emp_policy/@invest/
documents/publication/wcms_asist_8281.pdf
(Accessed October 12, 2012).[4] Buddelmeyer, H., & Cai, L. (2009). Interrelated
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...138
Dynamics of Health and Poverty in Australia. IZADiscussion Paper, 4602. Bonn, Germany: The Ins-titute for the Study of Labor. http://ftp.iza.
org/dp4602.pdf (Accessed October 12, 2012).[5] Farrow, A., Larrea, C., Hyman, G., & Lema, G.
(2005). Exploring the Spatial Variation of FoodPoverty in Ecuador. Food Policy, 30 (5–6), 510–531.
[6] Gachassin, M., Najman, B., & Raballand,G. (2010). The Impact of Roads on PovertyReduction: A Case Study of Cameroon. Poli-cy Research Working Paper, 5209. TransportUnit, Africa Region, The World Bank. https:
//openknowledge.worldbank.org/bitstream/
handle/10986/19924/WPS5209.pdf?sequence=1
(Accessed October 12, 2012).[7] Hussain, I., & Hanjra, M. (2004). Irrigation and
Poverty Alleviation: Review of the Empirical Evi-dence. Irrigation and Drainage, 53, (1), 1–15.
[8] IPTRID. (1999). Poverty Reduction and Irrigat-ed Agriculture. Issues Paper, 1. Rome, Italy: In-ternational Programme for Technology and Re-search in Irrigation and Drainage (IPTRID), Fo-od and Agriculture Organization of the UnitedNations (FAO-UN). ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/005/x1000e/x1000e00.pdf (Accessed Octo-ber 30, 2012).
[9] Kam, S-P., Hossain, M., Bose, M. L., & Villano, L.S. (2005). Spatial Patterns of Rural Poverty andTheir Relationship With Welfare-Influencing Fac-tors in Bangladesh. Food Policy, 30, (5–6), 551–567.
[10] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65Tahun 2011 tentang Rencana Aksi PercepatanPembangunan Provinsi Papua dan Provinsi PapuaBarat Tahun 2011–2014.
[11] Ray, D. (1998). Development Economics. New Jer-sey: Princeton University Press.
[12] Scoones, I. (1998). Sustainable Rural Livelihoods:A Framework for Analysis. IDS Working Paper,72. Brighton, England: Institute of DevelopmentStudies (IDS), University of Sussex.
[13] Shrestha, P. M. (2006). Comparison of OrdinaryLeast Square Regression, Spatial Autoregression,and Geographically Weighted Regression forModeling Forest Structural Attributes Using aGeographical Information System (GIS)/RemoteSensing (RS) Approach. Thesis. Canada: Uni-versity of Calgary. http://people.ucalgary.
ca/~mcdermid/Docs/Theses/Shrestha_2006.pdf
(Accessed October 30, 2012).[14] TNP2K. (2010). Penanggulangan Kemiskin-
an: Situasi Terkini, Target pemerintah, danProgram Percepatan. Jakarta: Tim Nasio-nal Percepatan Penanggulangan Kemiskinan(TNP2K). http://data.tnp2k.go.id/file_
data/Publikasi/Publikasi%20Buku/be2_
situasi_terkini_target_pemerintah_dan_
program_percepatan_pk_ed2_webs.pdf (Acces-sed October 30, 2012).
[15] UNDP. (2005). Kajian Kebutuhan Papua: Ring-kasan Temuan dan Pengaruh terhadap Peru-musan Program Bantuan Pembangunan. Jakar-ta: United Nations Development Programme(UNDP). http://www.undp.or.id/Papua/docs/
pna_indo.pdf (Accessed October 30, 2012).[16] Wijayanti, D., & Wahono, H. (2005). Analisis
Konsentrasi Kemiskinan di Indonesia Periode Ta-hun 1999–2003. Jurnal Ekonomi Pembangunan,10, (3), 215–225.
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 139T
ab
el
1:
Stu
di
Seb
elu
mnya
den
gan
Men
ggu
nak
anM
od
elG
WR
Stu
di
Seb
elu
mnya
Lokasi
Sampling
Vari
ab
elB
ebas
Hasi
lS
tud
iP
enel
iti
Fakto
r-fa
kto
ryan
gm
emen
garu
hi
ke-
mis
kin
an
makan
an
Eku
ad
or
Lam
anya
mu
sim
kem
ara
ud
ala
mse
-ta
hu
n,
pro
pors
ila
han
yan
gm
enggu
-n
akan
irig
asi
,kem
irin
gan
lah
an
,n
ilai
kes
esu
aia
np
enggu
naan
lah
an
,p
rop
or-
siare
ap
rod
ukti
fyan
gd
imilik
ip
en-
du
du
k,
koefi
sien
gin
id
ari
kep
emilik
an
lah
an
,p
erse
nta
sete
naga
ker
jad
ise
k-
tor
per
tan
ian
,p
erse
nta
sete
naga
ker
jap
ener
ima
up
ah
/ga
jid
ise
kto
rp
erta
ni-
an
,p
erse
nta
sep
end
ud
uk
pri
bu
mi
ter-
had
ap
tota
lp
end
ud
uk
di
tiap
kab
up
a-
ten
,ra
ta-r
ata
waktu
tem
pu
hke
ibu
ko-
tap
rovin
site
rdek
at,
dan
vari
ab
eldum-
my
untu
kkab
up
ate
nyan
gb
erb
ata
san
den
gan
lau
t
Fakto
r-fa
kto
ryan
gm
emen
garu
hi
kem
iskin
an
makan
an
di
Eku
ad
or
ber
bed
a-b
eda
seca
rasp
asi
al
Farr
ow
etal.
(2005)
Fakto
r-fa
kto
ryan
gm
emen
garu
hi
ke-
mis
kin
an
ped
esaan
Mala
wi
Fakto
ragro
-klim
ato
logi,
risi
ko
ala
m,
per
tan
ian
dan
mata
pen
cah
ari
an
,ak-
ses
ke
jasa
(pasa
r,ru
mah
sakit
,d
an
lain
-lain
),d
emogra
fi,
pen
did
ikan
,dan
fakto
rla
innya
(mis
aln
ya
koefi
sien
Gi-
ni)
Fakto
r-fa
kto
ryan
gm
emen
garu
hi
ke-
mis
kin
an
ped
esaan
diM
ala
wib
erb
eda-
bed
ase
cara
spasi
al
Ben
sonet
al.
(2005)
Pola
spasi
al
dari
kem
iskin
an
ped
esa-
an
dan
hu
bu
ngan
nya
den
gan
fakto
r-fa
kto
ryan
gm
emen
garu
hin
ya
Ban
gla
des
hP
erse
nta
seru
mah
tan
gga
yan
gm
emi-
liki
lah
an
ku
ran
gd
ari
0,5
hek
tar,
per
-se
nta
sela
han
per
tan
ian
yan
gd
isew
a,
jum
lah
tern
ak
yan
gd
imilik
ip
erru
-m
ah
tan
gga,
rata
-rata
lam
ase
kola
han
ggota
rum
ah
tan
gga
yan
gb
eru
sia
di
ata
s15
tahu
n,
per
senta
seru
mah
tan
g-
ga
yan
gm
emilik
ifa
silita
slist
rik,
per
-se
nta
sela
han
per
tan
ian
yan
gm
eng-
gu
nakan
fasi
lita
sir
igasi
mod
ern
,m
i-n
imal
waktu
per
jala
nan
men
uju
fasi
-lita
su
mu
m,
per
senta
sew
ilayah
di
da-
tara
nti
nggi,
per
senta
sew
ilayah
di
da-
tara
nre
nd
ah
,d
an
per
senta
sew
ilayah
den
gan
kon
dis
ita
nah
ber
up
ata
nah
li-
at
Mayori
tas
hu
bu
ngan
anta
ravari
ab
elp
red
ikto
rd
an
kem
iskin
an
ped
esaan
ber
bed
aanta
rwilayah
seh
ingga
me-
nim
bu
lkanspatialnon-stationarity
Kam
etal.
(2005)
Su
mb
er:
BP
S,
dio
lah
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...140
Tabel 2: Jumlah Kecamatan yang Masuk sebagai Unit Observasi menurut Kabupaten/Kota
Kabupaten/KotaKecamatan
Unit Observasi Total
Merauke 19 20Jayawijaya 7 11Jayapura 14 19Nabire 8 14Kepulauan Yapen 6 12Biak Numfor 10 19Paniai 7 10Puncak Jaya 5 8Mimika 5 12Boven Digoel 14 20Mappi 8 10Asmat 5 8Yahukimo 45 51Pegunungan Bintang 10 34Tolikara 29 35Sarmi 6 10Keerom 5 7Waropen 3 10Supiori 5 5Mamberamo raya 2 8Nduga 1 8Lanny Jaya 5 10Mamberamo Tengah 3 5Yalimo 2 5Puncak 6 8Dogiyai 5 10Intan Jaya 6 6Deiyai 5 5Kota Jayapura 5 5
Total 251 385
Sumber: BPS, diolah
Tabel 3: Hasil Uji Variasi dari Estimasi Parameter Lokal
Variabel p value
konstanta 0dataran 0,104*sekolah 0tng kes 0,996*fas kes 0,037nonlistrik 0,002aspal 0,253*irigasi 0,011air 0landless 0maksSD 0,174*
Sumber: BPS, diolahKeterangan: * tidak signifikan pada taraf 5%
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 141
Tabel 4: Estimasi Parameter Model GWR dan OLS
Variabel OLSβGWR[β(ui, vi)] Tanda β GWR = β OLS β GWR Sig. pada α = 5%
Min. Lokal Maks. Lokal (%) (%)
konstanta 2,596* 1,238 5,626 100,0 12,75dataran 0,006* -0,001 0,034 97,6 0,00sekolah 2,235 0,554 3,577 100,0 92,43tng kes -0,186* -0,529 -0,135 100,0 0,00fas kes 0,048 0,026 0,067 100,0 78,88nonlistrik 0,116 0,076 0,323 100,0 85,26aspal 0,098 0,044 0,129 100,0 95,62irigasi -0,717* -2,151 -0,175 100,0 25,90air 0,539 0,450 0,701 100,0 100,00landless 0,063 -0,001 0,137 99,6 72,11maksSD 0,325 0,146 0,365 100,0 95,62
Sumber: BPS, diolahKeterangan: * tidak signifikan pada taraf 5%
Tabel 5: Pengelompokan Estimasi Parameter Lokal
VariabelKlaster
Satu Dua Tiga Empat Lima
konstanta 0,008 0,052 0,071 0,037 0,126landless 0,198 0,348 0,326 0,272 0,333maksSD -0,228 -1,374 -0,695 -0,376 -0,791irigasi 0,611 0,502 0,490 0,546 0,482air 0,894 2,286 2,859 1,930 3,462sekolah -0,152 -0,298 -0,20 -0,166 -0,288tng kes 0,032 0,037 0,046 0,039 0,063fas kes 0,217 0,135 0,161 0,194 0,100nonlistrik 0,069 0,106 0,121 0,113 0,113aspal 0,004 0,028 0,014 0,004 0,006
Total 21 54 124 23 29
Sumber: BPS, diolah
Tabel 6: Prioritas Kebijakan Pengurangan Kemiskinan Menurut Kelompok Wilayah
Klaster Wilayah Prioritas Kebijakan
1 Merauke dan sekitarnya Pembangunan fasilitas air bersih dan listrik2 Biak, Serui, Nabire, dan sekitarnya Peningkatan jumlah tenaga kesehatan, tingkat
pendidikan (rata-rata lama sekolah), dan pemba-ngunan infrastruktur irigasi teknis
3 Mimika, Jayawijaya, dan sekitarnya -4 Mappi, Asmat, dan Boven Digoel -5 Jayapura dan sekitarnya Menciptakan lapangan pekerjaan di luar sektor
pertanian, bantuan kredit UMKM, dan mening-katkan akses penduduk miskin ke pendidikan, ke-sehatan, dan pasar tenaga kerja
Sumber: BPS, diolah
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...142
Gambar 4: Lampiran Gambar (1)
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan... 143
Gambar 5: Lampiran Gambar (2)
Ribut N. T. W. & Arie D./Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan...144
Gambar 6: Lampiran Gambar (3)
top related