bab ii landasan teori ii.1. audit secara umum ii.1.1 ...thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2008-2-00054-ak...
Post on 29-Mar-2019
212 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Audit Secara Umum
II.1.1. Definisi Audit
Arens dan Loebbecke (2005) mendefinisikan auditing sebagai
berikut, “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and established criteria. Auditing should be done
by a competent independent person.” (p.02).
Agoes, S. (2004) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.” (h.03).
Mengacu pada pendapat Mulyadi dan Puradiredja (2001) pengertian
Auditing dapat dikemukakan sebagai suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataaan tersebut
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-
hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
7
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa auditing
adalah suatu proses untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti
tentang informasi mengenai kejadian ekonomi, yang dilakukan oleh
seorang yang kompeten dan independent, untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria
yang telah ditetapkan dimana hasilnya akan disampaikan kepada pihak
yang berkepentingan.
Mengacu pada pendapat Whittington, O. R., & Pany, K. (2001)
Audit secara umum diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan meliputi kegiatan mendapatkan dan
mengevaluasi bukti-bukti terkait laporan keuangan entitas dengan
tujuan untuk memberikan opini terhadap laporan keuangan tersebut,
terkait apakah telah disusun sesuai dengan kriteria-kriteria yang berlaku
umum atau tidak. Umumnya kriteria tersebut adalah prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Bukti-bukti yang dapat dipergunakan adalah
dokumen-dokumen, catatan-catatan dan bukti-bukti yang berasal dari
sumber luar.
2. Audit Ketaatan (Compliance Audit)
Audit ketaatan meliputi kegiatan mendapatkan dan
mengevaluasi bukti-bukti untuk menentukan apakah financial atau
operating activities dari suatu entitas telah sesuai dengan kondisi-
kondisi, peraturan-peraturan atau regulasi-regulasi tertentu yang telah
ditetapkan oleh pihak yang memiliki otoritas yang lebih tinggi. Bukti-
8
bukti yang dapat dipergunakan financial statements dan perhitungan
yang dilakukan oleh auditor.
3. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional meliputi kegiatan mendapatkan dan
mengevaluasi bukti-bukti mengenai suatu kegiatan operasi organisasi
untuk menilai efisiensi dan efektifitasnya. Untuk melengkapi audit
operasional, maka diharapkan ada rekomendasi untuk pihak manajemen
untuk memperbaiki operasional perusahaan. Bukti-bukti yang dapat
dipergunakan adalah error reports, payroll records, dan payroll
processing costs.
II.1.2. Jenis Bukti Audit
Mengacu pada pendapat Arens, et al. (2005) terdapat beberapa jenis
bukti audit, yaitu:
1. Analytical Evidence
Analytical evidence mencakup penggunaan rasio dan
perbandingan terhadap data. Tipe bukti seperti ini berhubungan dengan
tiga asersi yaitu existence or occurrence, completeness, dan valuation
or allocation.
2. Documentary Evidence
Documentary evidence mencakup checks, invoices, contracts,
dan minutes of meetings. Bukti yang dibuat oleh pihak luar perusahaan
dan didapatkan secara langsung oleh auditor memiliki tingkat
keandalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis bukti
9
lainnya. Jenis bukti ini berhubungan dengan seluruh kategori asersi
laporan keuangan.
3. Electronic Evidence
Electronic evidence mencakup segala bukti yang dibuat atau
diperoleh dengan menggunakan alat-alat electronic seperti scanners,
sensors, magnetic media, atau computer messages.
4. Confirmations
Confirmations merupakan respon tertulis secara langsung yang
diberikan oleh pihak ketiga yang memiliki informasi mengenai
pertanyaan seputar informasi yang dipertanyakan oleh auditor. Jenis
bukti ini dapat mendukung asersi manapun namun yang terutama
adalah yang berhubungan dengan existence or occurrence assertion.
5. Written Representations
Written Representations merupakan suatu pernyataan yang
ditandatangani oleh individu yang bertanggung jawab dan memiliki
pengetahuan seputar account, circumstances, atau event tertentu. Jenis
bukti ini mencakup management representation letters (rep letters) dan
written communications dari konsultan di luar perusahaan.
6. Mathematical Evidence
Mathematical evidence merupakan hasil dari recomputations
oleh auditor. Jenis bukti ini berhubungan dengan asersi valuation or
allocation.
10
7. Oral Evidence
Oral evidence merupakan bukti yang diperoleh melalui jawaban
verbal terhadap auditor inquiries oleh pihak manajemen dan key
personnel.
8. Physical Evidence
Physical evidence merupakan bukti yang diperoleh melalui
physical examination terhadap tangible resources. Jenis bukti ini
memungkinkan auditor untuk memperoleh pengetahuan personal
secara langsung mengenai existence of assets dan kualitas atau kondisi
dari assets tersebut.
II.1.3. Unsur-Unsur Temuan Audit
Mengacu pada pendapat Agoes, S. (2004) atribut temuan audit yang
mencakup lima unsur adalah sebagai berikut:
1. Kondisi (Condition)
Kondisi merupakan keadaan yang terjadi atas sesuatu yang
diteliti, mencakup apa yang sebenarnya sedang dilakukan, bagaimana
kinerja yang sedang berjalan, apa hasilnya. Audit memerlukan temuan
fakta awal dalam tahap pekerjaan lapangan (fieldwork). Ketika temuan
fakta digunakan untuk menyatakan suatu kondisi, auditor perlu
memeriksa dan menguji operasi dan data terkait untuk membuat fakta
lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik referensi kepada
temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.
11
2. Kriteria (Criteria)
Kriteria merupakan standar, norma, aturan, dan kebijakan yang
seharusnya dilakukan dan dipatuhi oleh setiap bagian dalam perusahaan.
Didalam menganalisis kondisi saat ini, auditor harus memperhatikan
kondisi apa yang diharapkan untuk dapat mencapai sasaran dan tujuan
organisasi. Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk suatu kondisi
yang spesifik, auditor memandang dari segi hukum dan perundang-
undangan yang relevan, kontrak-kontrak yang ada, kebijakan, sistem
dan prosedur, peraturan internal dan external, tanggung jawab dan
wewenang, standar-standar, jadwal, rencana dan anggaran, serta dasar-
dasar manajemen dan administrasi yang baik.
3. Sebab (Cause)
Temuan audit tidaklah lengkap sampai auditor secara penuh
mengidentifikasi penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari
kriteria. Faktor paling penting dari temuan audit yaitu menentukan
penyebab kelemahan. Tanggung jawab auditor adalah melaporkan apa
yang harus dilakukan untuk memperbaiki situasi dan mencegah
berulangnya akibat yang merugikan.
4. Akibat (Effect)
Akibat merupakan konsekuensi dari tindakan yang menyimpang
dari standar yang berlaku dan berpengaruh terhadap perusahaan. Akibat
menunjukkan hasil akhir dari kondisi yang sebenarnya atau potensial
yang akan terjadi.
12
5. Rekomendasi (Recommendations)
Rekomendasi merupakan tindakan yang diusulkan secara detail,
realistik, dan applicable kepada manajemen perusahaan untuk
memperbaiki kondisi serta mengatasi masalah agar tidak terjadi lagi.
II.2. Audit Ketaatan (Compliance Audit)
II.2.1. Pengertian Audit Ketaatan
Mengingat bahasan dalam skripsi ini adalah audit atas kepatuhan
ICS Dit SUDAWA yang identik dengan Sarbox, maka ada baiknya
diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian compliance audit. Boynton,
Johnson, dan Kell (2001) menyatakan, “A compliance audit involves
obtaining and evaluating evidence to determine whether certain financial
or operating activities of an entity conform to specified conditions, rules or
regulations.” (p. 4).
Whittington, O. R., & Pany, K. (2001) menyatakan, “Compliance
auditing involves testing and reporting on whether an organization has
complied with the requirement of various laws, regulations, and
agreements. The performance of a compliance audit is dependent upon the
existence of verifiable data and of recognized criteria or standards, such as
established laws and regulations, or an organization’s policies and
procedures.” (p.787).
13
Arens, et al. (2005) menyatakan, “The purpose of compliance audit
is to determine whether the auditee is following specific procedures, rules,
or regulations set down by some higher authority. Results of compliance
audits are typically reported to someone within the organizational unit
being audited rather than to a broad spectrum of users.” (p. 5).
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa audit
ketaatan merupakan suatu proses yang sistematis, yang dilakukan oleh
seorang auditor independen, untuk menentukan apakah pihak auditee telah
mematuhi prosedur, peraturan, atau regulasi tertentu yang telah ditetapkan
oleh pihak yang memiliki otoritas yang lebih tinggi.
II.2.2. Syarat Dan Tujuan Compliance Audit
Mengacu pada pendapat Whittington, O. R., et al. (2001) syarat dan
tujuan dilakukannya compliance audit adalah sebagai berikut:
1. Activities Allowed Or Unallowed
Untuk menentukan apakah organisasi mematuhi persyaratan
tertentu terkait dengan aktivitas yang diperbolehkan maupun yang tidak
diperbolehkan oleh program.
2. Allowable Costs/Cost Principles
Untuk menentukan apakah organisasi taat terhadap federal cost
accounting policies yang sesuai dengan program.
14
3. Cash Management
Untuk menentukan apakah penerima federal assistance tidak
menarik uang pada kelebihan dari kebutuhannya yang mendesak.
4. Davis-Bacon Act
Untuk menentukan apakah buruh yang bekerja pada federally
financed construction contracts dibayar dengan upah yang sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Secretary of Labor.
5. Eligibility
Untuk menentukan apakah individu-individu atau sekumpulan
individu yang telah bekerja pada suatu program memenuhi persyaratan
untuk berkerja pada program tersebut.
6. Equipment And Real Property Management
Untuk menentukan apakah pengamanan dan pemeliharaan
peralatan yang dibeli dengan federal assistance dan penggunaan
peralatan tersebut untuk tujuan yang sesuai.
7. Matching, Level Of Effort
Untuk menentukan apakah organisasi telah mengkontribusikan
sumber daya yang dimilikinya sendiri dalam jumlah yang tepat untuk
program tersebut.
8. Period Of Availability Of Federal Funds
Untuk memastikan bahwa dana federal dikeluarkan atau
diobligasikan pada periode dimana dana tersebut telah tersedia.
15
9. Procurement And Suspension And Debarment
Untuk menentukan bahwa organisasi peraturan yang sesuai
untuk pembelian dengan dana federal dan bahwa organisasi tidak
memiliki kontrak dengan vendor yang digantungkan atau debarred.
10. Program Income
Untuk menentukan apakah program income telah dicatat dengan
benar dan digunakan sesuai dengan kebutuhan program.
11. Real Property Acquisition And Relocation Assistance
Untuk menentukan apakah organisasi mematuhi persyaratan
property acquisition, appraisal, negotiation, dan residential relocation.
12. Reporting
Untuk menentukan apakah organisasi telah mematuhi
persyaratan prescribed reporting.
13. Sub recipient Monitoring
Untuk menentukan apakah primary recipient memonitor
kepatuhan dari sub recipients.
14. Special Tests And Provisions
Untuk menentukan apakah organisasi mematuhi persyaratan
spesifikasi lainnya yang dibutuhkan untuk diaplikasikan ke dalam
program tersebut.
16
II.3. Internal Control System (ICS)
II.3.1. Pengertian Dan Tujuan Internal Control System
Dalam suatu perusahaan baik itu perusahaan kecil maupun
perusahaan besar memerlukan pengendalian intern tanpa terkecuali. ICS
yang diterapkan pada perusahaan akan sangat berguna untuk mencegah
terjadinya penyimpangan dari tujuan semula yang akan dicapai ataupun
terhadap adanya kecurangan-kecurangan. Selain itu, ICS juga dapat
digunakan untuk melacak kesalahan-kesalahan yang sudah terjadi sehingga
dapat dikoreksi.
Ada beberapa pengertian yang mencoba menjelaskan mengenai ICS.
Treasury yang dikutip oleh Tunggal, A. W. (2007) menyatakan, “Internal
control is any action, originating within the organization, taken to manage
risk. These actions may be taken to manage either impact if the risk is
realized or the frequency of the realization of the risk.” (p.80).
Mengacu pada pendapat COSO yang dikutip oleh Tunggal, A. W.
(2007) pengertian ICS dapat dikemukakan sebagai suatu proses yang
dijalankan oleh dewan direksi, manajemen, dan oleh personal lainnya di
dalam entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai
tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
Keandalan pelaporan keuangan;
Efektivitas dan efisiensi operasi; dan
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
17
Cangemi dan Singleton (2003) menyatakan, “ICS is the policies,
practices, procedures and tools designed to:
1. Safeguard corporate assets,
2. Ensure accuracy and reliability of date captured and information
products,
3. Promote efficiency,
4. Measure compliance with corporate policies,
5. Measure compliance with regulations, and
6. Manage the negative events and effects from fraud, crime and
deleterious activities.” (p.66).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan
mengenai konsep-konsep dasar tertentu mengenai ICS, yaitu:
Pengendalian internal merupakan suatu proses;
Pengendalian internal merupakan “a means to or end” bukan “an end
in itself” ;
Pengendalian internal dipengaruhi oleh orang-orang;
Pengendalian internal bukan semata-mata manual kebijakan dan
formulir-formulir, tetapi orang pada setiap tingkat organisasi;
Pengendalian internal diharapkan memberikan hanya keyakinan
memadai (reasonable assurance) bukan keyakinan mutlak (absolute
assurance), kepada manajemen dan dewan komisaris suatu entitas;
Pengendalian internal digunakan untuk pencapaian tujuan dalam satu
dan lebih kategori yang terpisah, namun saling menutupi sebagian
(overlapping).
18
II.3.2. Komponen Internal Control System
Mengacu pada pendapat COSO yang dikutip oleh Tunggal, A. W.
(2007) ICS terdiri atas lima komponen yang saling berkaitan. Komponen-
komponen tersebut diturunkan dari cara-cara manajemen menjalankan
usaha, dan terintegrasi dalam proses manajemen. Komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Komponen ini mencakup sikap manajemen di semua tingkatan
terhadap operasi secara umum dan konsep pengendalian secara khusus.
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi,
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan
pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen ICS,
menyediakan disiplin dan struktur. Inti suatu usaha adalah orang-
orangnya – karakteristiknya masing-masing termasuk integritas, nilai-
nilai etika, dan kompetensi – dan lingkungan tempat mereka bekerja.
Hal-hal tersebut merupakan mesin penggerak perusahaan dan
merupakan fondasi segala sesuatunya ditempatkan. Lingkungan
pengendalian mencakup: etika, kompetensi, serta integritas dan
kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi. Juga mencakup struktur
organisasi serta kebijakan dan filosofi manajemen.
19
2. Penaksiran Atau Penentuan Resiko (Risk Assessment)
Risk Assessment merupakan identifikasi dan analisis resiko yang
relevan untuk mencapai tujuan entitas, membentuk suatu dasar untuk
menentukan bagaimana resiko harus dikelola. Risk Assessment
mencakup penentuan resiko di semua aspek organisasi dan penentuan
kekuatan organisasi melalui evaluasi resiko.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang
membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.
Kebijakan dan prosedur pengendalian harus ditetapkan dan
dilaksanakan untuk membantu memastikan bahwa tindakan-tindakan
yang diidentifikasi oleh manajemen diperlukan untuk menghadapi
resiko terhadap pencapaian tujuan entitas secara efektif dilakukan.
Aktivitas pengendalian mencakup persetujuan, tanggung jawab dan
kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian, rekonsiliasi,
karyawan yang kompeten dan jujur, serta internal check dan audit
internal.
4. Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication)
Informasi dan komunikasi merupakan pengidentifikasian,
penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu
yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.
Komponen ini merupakan bagian penting dari proses manajemen.
Manajemen tidak dapat berfungsi tanpa informasi. Komunikasi
informasi tentang operasi pengendalian internal memberikan susbstansi
20
yang dapat dipergunakan manajemen untuk mengelola operasinya. Di
sekitar aktivitas-aktivitas ini terdapat sistem informasi dan komunikasi
yang memungkinkan karyawan perusahaan mendapatkan dan menukar
informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan
mengendalikan operasinya.
5. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan adalah proses yang menentukan mutu kinerja
pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan merupakan
evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada
komunikasi informasi untuk tujuan pengendalian manajemen.
Keseluruhan proses harus dimonitor, dan dibuat perubahan bila
diperlukan. Dengan cara ini, sistem dapat bereaksi secara dinamis,
berubah seiring dengan perubahan kondisi.
Mengacu pada pendapat COCO yang dikutip oleh Tunggal, A. W.
(2007) komponen-komponen dan faktor-faktor ICS dapat diikhtisarkan
sebagai berikut:
• Control Environment
Integrity and ethical values
Commitment to competence
Board of Directors and Audit Committee
Management’s philosophy and operating style
Organizational structure
Assignment of authority and responsibility
Human resource policies and practices
21
• Risk Assessment
Objectives – entity wide
Objectives – activity level
Risks
Managing change
• Control Activities
Adequate separation of duties
Proper authorization of transactions and activities
Adequate documents and records
Physical control over assets and records
Independent checks on performance
• Information And Communication
Information
Communication
• Monitoring
Ongoing monitoring activities
Separate evaluations
Reporting deficiencies
22
II.3.3. JENIS FILOSOFI PENGENDALIAN
Mengacu pada pendapat Jackson, P., yang dikutip oleh Tunggal, A.
W. (2007) terdapat dua jenis filosofi pengendalian, yaitu:
1. Scientific – Hard Control:
Hard Control memiliki tiga asumsi, yaitu:
Manusia pada dasarnya tidak jujur, malas dan selalu berusaha
menolak untuk memenuhi komitmennya,
Organisasi adalah sebuah mesin,
Pengendalian dianggap efektif apabila karyawan melakukan apa
yang diberitahu oleh manajemen.
Pengendalian berdasarkan asumsi hard control meliputi: Policy
procedure, Organizations structure, Bureaucracy, Restrictive formal
processes, dan Centralized decision making.
2. Humanistic – Soft Control:
Soft control memiliki tiga asumsi, yaitu:
Manusia adalah jujur, bekerja keras, dan selalu memenuhi
komitmennya berdasarkan kemampuan yang terbaik,
Organisasi adalah social organism,
Pengendalian akan efektif apabila karyawan dan manajemen
bekerjasama mencapai shared objectives.
Pengendalian berdasarkan asumsi hard control meliputi:
Competence, Trust, Shared values, Strong leadership, High expectation,
Openness, dan High ethical standards.
23
II.4. Sarbanes-Oxley Act
II.4.1. Latar Belakang Dan Gambaran Umum Sarbanes-Oxley Act
Bermula dari adanya skandal akuntansi dan audit yang
meruntuhkan korporasi besar di Amerika Serikat, seperti Enron
Corporation, Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan regulasi atas
praktik akuntansi dan audit untuk perusahaan publik yang terdaftar di bursa
Amerika Serikat. Nama resmi undang-undang yang disahkan tanggal 30
Juli 2002 tersebut bernama “The Public Accounting Reform and Investor
Protection Act”.
Karena namanya yang panjang, regulasi ini kemudian populer
disebut “Sarbanes-Oxley Act (SARBOX)”. Sebutan ini diambil dari nama
dua orang pencetusnya, Senator Paul Spyros Sarbanes dan Congressman
Michael G. Oxley dalam kapasitasnya masing-masing sebagai ketua komisi
Banking, Housing and Urban Affairs di senat Amerika Serikat dan ketua
House Committee on Financial Services di kongres Amerika Serikat.
II.4.2. Ringkasan Isi Dari Sarbanes-Oxley Act
Dari berbagai referensi yang digunakan dalam skripsi ini, dapat
diikhtisarkan bahwa secara keseluruhan, Sarbox terdiri atas 11 Bab dan 67
section. Berikut gambaran ringkas dari Sarbox mengenai apa yang harus
dilakukan oleh perusahaan:
24
1. Pelaporan – Memperbaiki Pengungkapan (Disclosure):
Section 302:
Manajemen menjamin bahwa:
1. Pelaporan telah merefleksikan, secara wajar dan benar, semua
aspek material sehubungan dengan posisi keuangan perusahaan
dan,
2. Efektivitas pengendalian internal telah dievaluasi.
Section 401:
Menugaskan SEC menerbitkan peraturan untuk
meningkatkan pengungkapan atas transaksi off-balance sheet dan
informasi laporan keuangan pro forma.
Section 404:
Menugaskan SEC menerbitkan peraturan yang
mengharuskan adanya laporan tahunan manajemen dan atestasi
auditor, atas efektivitas pengendalian internal dan prosedur
pelaporan keuangan.
Section 409:
Menugaskan SEC menerbitkan peraturan mengenai
pengungkapan yang tepat waktu (real time) atas perubahan kondisi
keuangan dan operasional yang material, termasuk percepatan
laporan berkala.
25
2. Peran – Memperkuat Tata Kelola Perusahaan (Corporate
Governance):
Section 204:
Meningkatkan komunikasi antara auditor dan Komite Audit
atas kebijakan dan praktik akuntansi yang penting, alternatif
perlakuan akuntansi, dan komunikasi dengan manajemen lainnya
yang diwajibkan.
Section 301:
1. Komite Audit bertanggung jawab secara langsung atas
pemilihan dan pengawasan auditor,
2. Mengharuskan keanggotaan Komite Audit diisi oleh pihak yang
independen (independent directors),
3. Mengharuskan adanya prosedur penanganan keluhan dari
whistleblowers dan lainnya,
4. Mengharuskan perusahaan untuk menyediakan dana untuk
auditor dan penasihat lainnya apabila oleh Komite Audit
dipandang perlu.
Section 402:
Melarang pemberian future loans karyawan di masa
mendatang.
Section 407:
Keharusan adanya ahli keuangan dalam Komite Audit.
26
3. Perilaku – Mengembangkan Akuntabilitas Orang Dalam (insider):
Section 303:
Melarang Dewan Direksi/karyawan/lainnya secara curang
mempengaruhi, memaksa, atau memanipulasi atau menyesatkan
auditor independen.
Section 306:
Melarang orang dalam untu bertransaksi selama periode
penghetian dana pensiun (pension fund blackout period).
Section 403:
Mewajibkan percepatan pelaporan atas transaksi yang
dilakukan orang dalam (insider trading).
Section 406:
Mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan adanya
kode etik maupun perubahan atau pengabaian kode terkait.
Section 806:
Melarang pembalasan terhadap whistleblowers.
4. Pelaksanaan – Meningkatkan Pengawasan:
Section 101 dan 102:
Mewajibkan semua kantor akuntan publik untuk mendaftar
dan menyediakan informasi seperti nama klien, biaya yang
dikenakan, dan lain-lain kepada PCAOB.
27
Section 104:
PCAOB akan melakukan program pemeriksaan
berkelanjutan untuk menilai tingkat kepatuhan dari masing-masing
kantor akuntan publik terhadap Sarbox.
Section 108 dan 109:
Perusahaan wajib membayar biaya tahunan, berdasarkan
kapitalisasi market untuk membantu PCAOB dan FASB.
Section 408:
Review dari SEC atas 10-K dan 10-Q minimal tiga tahun
sekali.
Section 307:
Mewajibkan pengacara untuk melaporkan bukti pelanggaran
material atas securities laws.
5. Hukuman – Memperluas Sanksi:
Section 304:
Mewajibkan CEO dan CFO untuk mengembalikan bonus
yang diterima dan kompensasi lainnya (incentive-based or equity-
based) selama 12 bulan terakhir apabila terdapat penyajian ulang
laporan keuangan yang disebabkan oleh ketidakpatuhan yang
material atas Sarbox.
Section 804:
Memperpanjang batas waktu bagi litigasi (tuntutan hukum)
perusahaan sekuritas swasta yang berkaitan dengan kecurangan.
28
Section 906:
Meningkatkan hukuman kriminal bagi CEO/CFO yang
memberikan pernyataan yang tidak dapat dipercaya.
Section 1102:
1. Hukuman kriminal akan dikenakan atas pengubahan,
pemusnahan, perusakan, atau penyembunyian dokumen dengan
tujuan menghalangi proses hukum.
2. Hukuman kriminal akan dikenakan atas halangan, pengaruh,
atau gangguan terhadap proses hukum.
Section 105 dan 802:
Meningkatkan hukuman bagi akuntan yang lalai dalam
memberikan kesaksian, menyediakan dokumen atau bekerja sama
dalam proses pemeriksaan, serta penghancuran kertas kerja
akuntansi dan investigasi.
6. Hubungan – Menambah Independensi Auditor:
Section 201:
Melarang auditor dalam menyediakan 9 jasa non-audit yang
telah dispesifikasi dalam SOA.
Section 202:
Mewajibkan adanya persetujuan oleh Komite Audit untuk
semua jasa oleh kantor akuntan.
Section 203:
Mewajibkan rotasi lead dan concurring partner audit setiap
lima tahun.
29
top related