analisis pengaruh mekanisme good corporate...
Post on 09-Apr-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2009)
Yohanes Yanuar Setyantomo
Pembimbing: Nur Cahyonowati SE., M.Si., Akt
Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the influence of good corporate
governance mechanism about earnings management in manufacturing companies
listed at Indonesian Stock Exchange during 2007 to 2009. The examined variables
in this research are consisting of independent variables, dependent variable and
control variable. The independents variables such as the structure of ownership
managerial, independent commissioner board, quality of auditor, independent
audit committee, frequency of committee meetings. While, the dependent variable
is earnings management which is measured by discretionary accrual estimated by
using Jones modified model. Last, the control variables are firm size and
leverage.
The population of this research is 99 samples from manufacturing
companies listed at Indonesian Stock Exchange during 2007 to 2009. The
sampling method used in this research is purposive sampling method. In addition,
the data analysis method used is analysis regression and descriptive statistics.
The result of this research indicates that the mechanism of good corporate
governance which is represented by the structure of ownership managerial,
independent commissioner board, quality of auditor, independent audit
committee, and frequency of committee meeting do not have an effect on earnings
management. However, this result has established that leverage gave positive
influence toward earning management.
Keywords : good corporate governance, structure of ownership managerial,
independent commissioner board, quality of auditor, independent
audit committee, frequency of committee meeting, earnings
management.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan cerminan dari suatu kondisi perusahaan,
karena di dalam laporan keuangan terdapat informasi-informasi yang dibutuhkan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Jatiningrum, 2000).
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan dapat dibedakan
menjadi dua kelompok besar yaitu pihak internal dan pihak eksernal. Pihak
internal dalam hal ini adalah manajemen perusahaan yang berkewajiban
menyusun laporan keuangan. Pihak eksternal adalah pemegang saham,
pemerintah dan kreditur yang sangat memerlukan informasi keuangan dalam
mengambil keputusan untuk menanamkan modal, memberikan pinjaman serta
untuk memperoleh dana pembangunan dalam bentuk pajak (Jin dan Machfoedz,
1998).
Zaki Baridwan (1992) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan
ringkasan dari suatu proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan ini menjadi media bagi
perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai kinerja
perusahaan sebagai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pihak-pihak
eksternal. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi
perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi (Ujiyantho dan
Pramuka, 2007).
Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan sering menjadi target
rekayasa melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan
kepuasaannya. Tindakan yang mementingkan kepentingan sendiri (opportunistic)
tersebut dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga
laba dapat diatur, dinaikkan atau diturunkan sesuai keinginannya. Perilaku
manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya tersebut dikenal
dengan istilah manajemen laba (Nuryaman, 2008).
Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses
penyusunan laporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau
menurunkan laba akuntansi untuk mendapatkan keuntungan pribadi (Scott, 2000).
Persoalan keagenan timbul sebagai akibat dari adanya yaitu ketidakselarasan
kepentingan antara pemegang saham (principal) dengan manajemen perusahaan
(agent). Dalam hal ini prinsipal tidak dapat mengawasi aktivitas agen sedangkan
manajer (agen) lebih banyak mengetahui informasi internal dan keadaan
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (prinsipal) sehingga
menyebabkan konflik kepentingan akan semakin meningkat. Kondisi seperti ini
dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information
asymmetric).
Berdasarkan teori keagenan untuk mengatasi masalah ketidakselarasan
kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan
(agent) adalah dengan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) (Nuryaman, 2008). Good corporate governance merupakan
mekanisme pengendalian untuk mengatur dan mengelola perusahaan dengan
maksud untuk meningkatkan kemakmuran dan akuntabilitas perusahaan yang
tujuan akhirnya untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (Monk dan Minow, 2001 dalam Nuryaman, 2008). Pengelolaan
laba yang opportunistic oleh manajemen dalam suatu perusahaan diyakini akan
dapat dibatasi dengan adanya mekanisme good corporate governance.
Herawaty (2008) menyatakan bahwa manajemen laba oleh manajemen dapat
diminimalisasikan melalui mekanisme monitoring untuk menyelaraskan
perbedaan kepentingan pemilik dan manajemen. Mekanisme monitoring tersebut
antara lain meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajer, peran
monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen dan kualitas auditor.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Herawaty (2008) menemukan bahwa
kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika
kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan
memanipulasi laba untuk kepentingannya. Oleh karena itu semakin besar
kepemilikan manajerial maka kecenderungan manajemen untuk melakukan
manajemen laba menjadi semakin kecil karena terdapat kesamaan tujuan antara
pemegang saham dengan manajemen dimana agen akan meningkatkan kinerja dan
bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal.
Dewan komisaris yang independen secara umum mempunyai pengawasan
yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan
kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer
(Chtourou et al., 2001). Semakin kompeten dewan komisaris maka diyakini akan
semakin mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan dalam pelaporan
keuangan.
Meutia (2004) menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang lebih
besar, kualitas audit yang dihasilkan juga lebih baik. Penggunaan auditor yang
berkualitas tinggi dipercaya dapat mengurangi kesempatan bagi perusahaan untuk
berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat. Auditor yang
bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara
lebih dini, sehingga tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan akan dapat dikurangi.
Vafeas (2005) dalam Sanjaya (2008) menemukan bahwa komite audit yang
lebih banyak melakukan pertemuan dan lebih independen, manajer kemungkinan
tidak menaikkan laba. Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa tingkat
manajemen laba diharapkan dapat dikurangi melalui pertemuan dan pengamatan
secara langsung yang dilakukan oleh komite audit. Dengan melaksanakan fungsi
dan tanggung jawabnya dalam mengawasi manajemen, komite audit diharapkan
dapat mengurangi perilaku oportunistik (earning management) yang dilakukan
oleh para manajer. Dengan adanya prinsip good corporate governance yang
berprinsip pada keadilan, transparansi, akuntanbilitas, dan pertanggungjawaban
diharapkan dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang
mengakibatkan informasi dalam laporan keuangan menjadi tidak akurat.
Penelitian mengenai mekanisme good corporate governance yang
mempengaruhi manajemen laba telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil
penelitian yang beragam. Penelitian Siregar dan Utama (2005), dan Nuryaman
(2008) menunjukkan bahwa dewan komisaris tidak memberikan pengaruh
terhadap manajemen laba. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Palestin (2006) menunjukkan bahwa dewan komisaris independen mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian Nasution dan
Setiawan (2007) dan Wedari (2004) menemukan bahwa komite audit berpengaruh
terhadap manajemen laba. Penelitian ini tidak didukung dengan penelitian yang
dilakukan Palestin (2006) dan Sanjaya (2008) yang membuktikan bahwa komite
audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Mengingat ketidakkonsistennya hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka
penelitian ini berusaha meneliti kembali mekanisme good corporate governance
yang diproksikan dengan struktur kepemilikan manajerial, dewan komisaris
independen, dan kualitas auditor, komite audit independen, frekuensi pertemuan
komite audit yang diduga berpengaruh terhadap manajemen laba.
Rumusan Masalah
1. Apakah struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen
laba?
2. Apakah dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba?
3. Apakah kualitas auditor berpengaruh terhadap manajemen laba?
4. Apakah komite audit independen berpengaruh terhadap manajemen laba?
5. Apakah frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh terhadap manajemen
laba?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme good corporate governance yang
diproksikan dengan struktur kepemilikan manajerial, dewan komisaris
independen, kualitas auditor, komite audit independen, dan frekuensi pertemuan
komite audit terhadap manajemen laba.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada (1) para
pemakai laporan keuangan dan investor dalam memahami pengaruh mekanisme
good corporate governance terhadap manajemen laba, yang diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.
(2) Para akademis sebagai informasi dan pengembangan untuk penelitian
selanjutnya.
TELAAH PUSTAKA
Teori Keagenan (Agency Theory)
Penjelasan tentang konsep manajemen laba tidak terlepas dari teori
keagenan (agency theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Pamudji dan
Trihartati (2009) mengatakan bahwa dalam teori keagenan (agency theory),
hubungan keagenan sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang
diterapkan antara pemegang saham (principal) dan manajemen (agen). Prinsipal
mendelegasikan beberapa kewenangan kepada agen untuk mengambil keputusan.
Agency Theory menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu manusia
pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), manusia memiliki daya
pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan
manusia selalu menghindari resiko (risk averse) (Eisenhardt, 1989 dalam
Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Dari asumsi sifat dasar manusia ini dapat
dijelaskan bahwa konflik kepentingan antara kepentingan principal dan
kepentingan agent muncul karena masing-masing individu termotivasi oleh
kepentingannya sendiri-sendiri. Pihak principal termotivasi untuk
menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat, sedangkan
agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
psikologisnya. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam
perusahaan dimana masing-masing pihak yaitu prinsipal dan agen berusaha untuk
mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki.
Konflik kepentingan semakin meningkat karena principal tidak dapat
memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja
sesuai dengan keinginan pemegang saham (Watts dan Zimmerman 1986 dalam
Pamudji dan Trihartati, 2009). Kondisi ini dikenal dengan asimetri informasi
(asymmetric information). Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana
manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki
oleh pihak luar perusahaan (Rahmawati, dkk, 2006).
Adanya konflik kepentingan dan asimetri informasi yang muncul antara
principal dan agent ini mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak
sebenarnya kepada principal terutama jika informasi yang disajikan tersebut
berhubungan dengan pengukuran kinerja agent.
Good Corporate Governance
Kaihatu (2006) menyebutkan bahwa good corporate governance (GCG)
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna
menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini
menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk
memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder.
Good corporate governance ini menjadi suatu cara untuk menjamin bahwa
manajemen bertindak yang terbaik demi kepentingan stakeholders. Dengan sistem
good corporate governance yang ada diperusahaan ini, maka akan dapat
menciptakan suatu nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, dan
diyakini akan dapat membatasi adanya tindakan manajemen laba oleh manajer.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang
dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001)
adalah sebagai berikut:
1. Fairness (keadilan).
Menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Transparency (transparansi).
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, akurat dan tepat pada
waktunya mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan para pemegang kepentingan (stakeholders).
3. Accountability (akuntanbilitas).
Menjelaskan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Responsibility (pertanggungjawaban).
Memastikan kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Manajemen Laba
Scott (1997) dalam Wedari (2004) mendefinisikan manajemen laba
sebagai tindakan manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan
kepentingan pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode
akuntansi. Sedangkan Setiawati dan Na’im (2000) menyebutkan bahwa
manajemen laba merupakan campur tangan manajemen dalam proses pelaporan
keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri.
Scott (2000) dalam Rahmawati, dkk (2006) mengemukakan beberapa
motivasi terjadinya manajemen laba:
1. Bonus Purpose
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak
secara opportunistic untuk melakukan laba dengan memaksimalkan laba saat
ini (Healy, 1985).
2. Political Motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan karena
adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan
yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling
nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak
pendapatan.
4. Pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan
untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka
akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki harga pasar sehingga perlu
menetapkan nilai saham yang akan ditawarkan. Hal ini menyebabkan manajer
perusahaan yang go public melakukan manajemen laba untuk memperoleh
harga yang lebih tinggi atas sahamnya.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Teknik manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat
dilakukan dengan tiga teknik, yaitu:
1. Memanfaatkan Peluang Untuk Membuat Estimasi Akuntansi.
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan)
terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih,
estimasi biaya garansi, amortisasi aktiva tak berwujud, dan lain-lain.
2. Mengubah Metode Akuntansi.
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu
transaksi, contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode
depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser Periode Biaya Atau Pendapatan.
Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat
atau menunda pengeluaran untuk penelitian sampai periode akuntansi
berikutnya, menunda atau mempercepat pengiriman produk ke pelanggan.
Kerangka Pemikiran
Adanya konflik kepentingan dan asimetri informasi yang terjadi antara
prinsipal dan agen dalam teori agensi menyebabkan timbulnya manajemen laba
yang dilakukan oleh manajer. Menurut teori keagenan salah satu mekanisme yang
dapat digunakan untuk meminimumkan konflik kepentingan tersebut adalah
dengan tata kelola perusahaan yang baik. Penerapan mekanisme good corporate
governance dalam sistem pengendalian dan pengelolaan perusahaan menjadi salah
satu cara dalam meminimalisasi adanya tindakan manajemen laba yang dilakukan
oleh para manajer perusahaan. Penerapan good corporate governance yang
diproksikan dengan struktur kepemilikan manajerial, dewan komisaris
independen, kualitas audit, komite audit independen dan frekuensi pertemuan
komite audit diduga mampu mengurangi praktik manajemen laba. Berdasarkan
keterangan di atas, maka kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Kerangka Pemikiran Penelitian
Perumusan Hipotesis
Struktur Kepemilikan Manajerial dengan Manajemen Laba.
Kepemilikan manajerial merupakan suatu kondisi dimana manajer
memiliki saham dalam perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sebagai
pemegang saham perusahaan. Jensen & Meckling (1976) dalam Herawaty (2008)
menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk
mengurangi masalah keagenan dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
manajer dengan pemegang saham. Dengan peningkatan kepemilikan manajerial
dalam perusahaan akan mampu mendorong manajer untuk meningkatkan
kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham, menciptakan kinerja perusahaan
secara optimal dan memotivasi manajer dalam bertindak agar lebih berhati-hati,
karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas tindakannya. Midiastuty dan
Mahfoedz (2003) menguji pengaruh mekanisme good corporate governance
terhadap praktik manajemen laba. Penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan
manajerial dapat digunakan untuk meminimalkan konflik keagenan.
Variabel Independen:
- Struktur Kepemilikan Manajerial
- Dewan Komisaris Independen
- Kualitas Auditor
- Komite Audit Independen
- Frekuensi Pertemuan Komite
Audit
Variabel Kontrol:
- Ukuran Perusahaan
- Leverage
Variabel Dependen:
Manajemen Laba
H1 : Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
Dewan Komisaris Independen dengan Manajemen Laba
Menurut Egon Zehnder International (2000) dalam Palestin (2008), dewan
komisaris merupakan inti dari good corporate governance yang ditugaskan
menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam
mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntanbilitas. Dechow et
al., (1996) dalam Darmawati (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang
melakukan manipulasi laba lebih besar kemungkinan memiliki dewan komisaris
yang didominasi oleh manajemen. Sementara itu Beasly (1996) yang dikutip oleh
Darmawati (2003) menemukan bahwa perusahaan yang tidak curang memiliki
dewan komisaris yang presentase anggota luarnya lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan yang curang. Dewan komisaris independen yang merupakan
bagian dari komisaris perseroan mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap
manajemen. Dengan kata lain semakin independen dewan komisaris, maka akan
semakin mengurangi kemungkinan terjadinya manajemen laba. Penelitian Wedari
(2004) menguji pengaruh proporsi dewan komisaris eksternal terhadap aktivitas
manajemen laba. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan disimpulkan bahwa
dewan komisaris eksternal berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
H2 : Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba
Kualitas Auditor dengan Manajemen Laba
Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan
mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor
terkait laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu, dalam proses
pengauditan laporan keuangan, kualitas audit menjadi suatu hal yang harus
diperhatikan oleh para auditor. Sanjaya (2008) menyebutkan bahwa dimensi
kualitas auditor yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah ukuran
kantor akuntan publik (KAP) karena nama baik perusahaan (KAP) dianggap
merupakan gambaran yang paling penting. Kualitas auditor dipandang sebagai
kemampuan untuk mempertinggi kualitas suatu laporan keuangan bagi
perusahaan. Akuntan publik sebagai auditor eksternal yang relatif lebih
independen dari manajemen dibandingkan auditor internal diharapkan dapat
meminimalkan adanya praktik manajemen laba dan mampu meningkatkan
kredibilitas informasi akuntansi dalam laporan keuangan. Meutia (2004) yang
meneliti tentang hubungan antara kualitas auditor dengan manajemen laba
menemukan bahwa semakin tinggi kualitas auditor maka semakin rendah
manajemen laba yang terjadi di perusahaan tersebut.
H3 : Kualitas auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Komite Audit Independen dengan Manajemen Laba
Sulistyanto (2008) menyebutkan bahwa komite audit merupakan pihak
yang bertugas untuk membantu komisaris dalam rangka peningkatan kualitas
laporan keuangan dan peningkatan efektivitas audit internal dan eksternal.
Peraturan Bapepam No.IX.1.5 (lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-
29/PM/2004 tanggal 24 September 2004) tentang pembentukan dan pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit menjelaskan bahwa anggota komite audit yang
independen adalah anggota komie audit yang:
Bukan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum atau
pihak lain yang memberi jasa audit, jasa non audit, dan jasa konsultasi lain
kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam
bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab
untuk merencanakan, memimpin atau mengendalikan kegiatan emiten atau
perusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh
komisaris, kecuali komisaris independen.
Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten
atau perusahaan publik.
Tidak mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan
sampai derajat kedua baik secara vertikal maupun horinzontal dengan
komisaris, direksi atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik
dan atau hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan
dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik.
Komite audit bertugas untuk mengawasi proses pelaporan keuangan dalam
perusahaan, sehingga keberadaan komite audit dalam perusahaan akan
memperkecil kemungkinan terjadinya manajemen laba. Verschoor (1993) dalam
Wedari (2004) mengenai pengawasan pada audit eksternal diharapkan dapat
meningkatkan independensi auditor sehingga dapat memperbaiki efektivitas audit.
Semakin tinggi persentase anggota independen maka semakin kecil earning
management yang dilakukan oleh perusahaan.
H4 : Komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba.
Frekuensi Pertemuan Komite Audit dengan Manajemen Laba
Vafeas (2005) dalam Sanjaya (2008) menemukan bahwa ketika komite
audit lebih banyak melakukan pertemuan dan lebih independen, manajer
kemungkinan tidak menaikkan laba. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa
komite audit yang lebih sering mengadakan pertemuan dan pengamatan secara
langsung, diharapkan dapat mengurangi tingkat manajemen laba dalam
perusahaan. Komite audit perusahaan yang melakukan kesalahan dalam pelaporan
keuangan memiliki frekuensi pertemuan lebih sedikit daripada komite audit
perusahaan yang tidak melakukan kesalahan dalam pelaporan keuangan (Beasley
et al. 2004 dalam Pamudji dan Trihartati, 2009). Komite audit yang tidak aktif
tidak memungkinkan untuk memonitori manajemen secara efektif sehingga
kesempatan manajer untuk melakukan manajemen laba akan semakin besar.
Xie et al. (2003) dalam Pamudji dan Trihartati (2009) melaporkan bahwa
jumlah pertemuan komite audit berhubungan negatif dengan tingkat manajemen
laba. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa komite audit yang melakukan
pertemuan secara teratur akan menjadi pengawas yang lebih baik dalam
mengawasi proses pelaporan keuangan.
H5 : Frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
METODE PENELITIAN
Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen
laba. Dalam penelitian ini pengukuran manajemen laba menggunakan
discretionary accrual. Discretinary accrual menggunakan komponen akrual
dalam mengatur laba karena komponen akrual tidak memerlukan bukti kas secara
fisik sehingga dalam mempermainkan komponen akrual tidak disertai kas yang
diterima atau dikeluarkan (Sulistyanto, 2008). Sedangkan Angelo (1986) dalam
Meutia (2004) menyatakan bahwa komponen discretionary accrual merupakan
bagian akrual yang dapat dimanipulasi oleh manajer. Hal ini disebabkan karena
manajer memiliki kemampuan untuk mengontrolnya dalam jangka pendek.
Sebaliknya komponen non-discretionary accrual ditentukan oleh faktor-faktor
luar seperti kondisi ekonomi atau permintaan terhadap penjualan serta faktor-
faktor lain yang tidak dapat dikontrol oleh pihak manajer.
Manajemen laba diukur dengan discretionary accrual yang dalam
penelitian ini menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al, 1995).
Midiastuty (2003) menyebutkan bahwa untuk mengukur DAC terlebih dahulu
mengukur total akrual. Total akrual diklasifikasikan menjadi komponen
discretionary dan nondiscretionary dengan tahapan:
a. Mengukur total accrual dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi.
Total Accrual (TAC) = laba bersih setelah pajak (net income) – arus kas
operasi (cash flow from operating)
b. Menghitung nilai accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS
(Ordinary Least Square):
TACt/ A
t-1 = α
1(1/ A
t-1) + α
2((ΔREV
t - ΔREC
t) / A
t-1) + α
3(PPE
t / A
t-1) + e
Dimana
TACt : total accruals perusahaan i pada periode t
At-1
: total aset untuk sampel perusahaan i pada akhit tahun t-1
REVt : perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
RECt : perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t
PPEt : aktiva tetap (gross property plant and equipment) perusahaan tahunt
c. Menghitung nondiscretionary accruals model (NDA) adalah sebagai berikut:
NDAt = α1(1/ A
t-1) + α
2((ΔREV
t - ΔREC
t) / A
t-1) + α
3(PPE
t / A
t-1)
Dimana
NDAt : nondiscretionary accruals pada tahun t
α : fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada
perhitungan total accruals
d. Menghitung discretionary accruals
DACt : (TACt / A
t-1) - NDA
t
Dimana
DACt : discretionary accruals perusahaan i pada periode t
Variabel Independen
Struktur Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial diukur dengan persentase jumlah saham yang
dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal perusahaan yang dimiliki.
Dewan Komisaris Independen
Dewan Komisaris independen diukur dengan persentase jumlah komisaris
independen dari seluruh jumlah anggota dewan komisaris yang ada.
Kualitas auditor
Kualitas auditor diukur dengan menggunakan variabel dummy. Jika
perusahaan diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan KAP Big Four maka
mendapat nilai 1 dan 0 jika perusahaan diaudit oleh KAP yang tidak berafiliasi
dengan KAP Big Four. Wedari (2004) dalam Sanjaya (2008) menjelaskan nama-
nama KAP yang berafiliasi dengan Big Four adalah sebagai berikut:
a. Sidharta & Sidharta yang berafiliasi dengan KPMG.
b. Prasetio, Sarwoko, dan Sandjaja yang berafiliasi dengan Ernest and Young.
c. Hans Tuanakotta dan Mustofa yang berafiliasi dengan Deloitte Touche
d. Hadi Sutanto yang berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers.
Komite Audit Independen
Komite audit independen diukur dengan presentase antara jumlah anggota
komite audit yang independen (memenuhi syarat independensi yang disyaratkan
oleh Bapepam) terhadap total jumlah komite audit.
Frekuensi Pertemuan Komite Audit
Frekuensi pertemuan antar anggota komite audit diukur dengan jumlah
pertemuan antar anggota komite audit yang dilakukan dalam satu tahun.
Variabel Kontrol
Ukuran Perusahaan
Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan diukur dengan log natural total
aset perusahaan pada akhir tahun. Alasan yang mendasari peneliti memasukkan
ukuran perusahaan adalah political cost hypothesis. Pada perusahaan yang besar
yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi
yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa
mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan.
Leverage
Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total asset. alasan
memasukkan leverage adalah debt to Equity Hypothesis yaitu pada perusahaan
yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut
cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan pendapatan
maupun laba.
Rasio leverage dihitung seperti di bawah ini:
Leverage = Total Hutang
Total Asset
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdatar di
Bursa Efek Indonesia dengan periode tahun 2007-2009. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling method.
Metode analisis
Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Model regresi yang dikembangkan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
DA = α0
+ β1SK + β
2BOC + β
3AUDIT + β
4ACIND + β
5ACMEET + β
6
SIZE+ β7
LEV+ ε1.i
DA = nilai absolut discretionary accrual (proksi dari manajemen laba).
Digunakan nilai absolut karena yang menjadi perhatian dalam
penelitian ini adalah besaran dari pengelolaan laba (akrual
diskresioner) tersebut, bukan arahnya (positif atau negatif).
α0
= konstanta
β1,2,3,4,5
= koefisien variabel
SK = persentase kepemilikan saham manajemen terhadap total
saham perusahaan
BOC = dewan komisaris independen dari total anggota dewan
komisaris
AUDIT = 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP BIG 4 dan 0 jika diaudit o
oleh KAP non BIG 4.
ACIND = persentase anggota komite audit independen terhadap
seluruh anggota komite audit
ACMETT = jumlah pertemuan antar anggota komite audit dalam satu tahun
SIZE = log total asset
LEV = Total hutang/total asset
ε1
= residual of error
i = perusahaan ke i
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Obyek Penelitian
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tahun 2007-2009.
Pengambilan sampel dipilih dengan menggunakan purposive sampling method.
Jumlah sampel yang diperoleh 33 perusahaan sehingga observasi secara
keseluruhan diperoleh sebanyak 99 data pengamatan. Selanjutnya sejumlah data
tersebut digunakan untuk analisis data dan pengujian hipotesis.
Analisis Data
Analisis Statistik Deskriptif
Tabel 4.1
Deskripsi variabel penelitian
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
SK 99 0.0000 25.6100 3.7893 6.2404
BOC 99 0.2000 0.6000 0.3590 0.0862
ACIND 99 0.3300 1.0000 0.9084 0.1713
ACMEET 99 2.0000 14.0000 6.7171 3.3229
SIZE 99 9.8408 13.9491 12.0587 0.8634
LEV 99 -0.3806 0.8621 0.4922 0.2218
DA 99 0.0007 1.6054 0.2083 0.1891
Valid N (listwise) 99
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa struktur kepemilikan saham
manajerial (SK) menunjukkan rata-rata sebesar 3.7893% dengan standar deviasi
sebesar 6.2404. Nilai terendah (minimum) dari kepemilikan saham manajerial
adalah sebesar 0,00%. Nilai tertinggi (maximum) adalah 25,61%. Variabel dewan
komisaris independen (BOC) dari perusahaan sampel diperoleh rata-rata sebesar
0.3590 atau sebesar 35,90% dengan standar deviasi sebesar 0.8620. Nilai terendah
(minimum) adalah sebesar 0.2000 atau sebesar 20,0%, nilai tertinggi (maximum)
mencapai 0.6000 atau sebesar 60,0%.
Variabel komite audit independen (ACIND) diperoleh rata-rata sebesar
0.9084 dengan standar deviasi sebesar 0.1713. Nilai terendah (minimum) dari
variabel komite audit independen adalah 0.33 atau sebesar 33% dan nilai tertinggi
(maximum) dari variabel komite audit independen adalah 1.00 atau 100%. Pada
variable frekuensi pertemuan komite audit (ACMEET) dalam satu tahun dari
perusahaan sampel menunjukkan rata-rata sebesar 6.7172 dengan standar deviasi
sebesar 3.3229. Nilai terendah (minimum) sebesar 2.00 yang menunjukkan
pertemuan komite audit paling sedikit sebanyak 2 kali. Nilai tertinggi (maximum)
sebesar 14.00 yang berarti pertemuan komite audit yang paling banyak adalah 14
kali.
Data variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan menunjukkan rata-rata
sebesar 12.0587, dengan standar deviasi sebesar 0.8634. Nilai terendah
(minimum) dari ukuran perusahaan adalah sebesar 9,8408. Nilai tertinggi
(maximum) untuk ukuran perusahaan adalah sebesar 13,9491. leverage
menunjukkan rata-rata sebesar 0.4922 dengan standar deviasi sebesar 0.2218.
Nilai terendah (minimum) dari leverage perusahaan adalah sebesar -0,3806. Nilai
tertinggi (maximum) adalah 0,8621
Estimasi rata-rata manajemen laba diperoleh rata-rata sebesar 0,2083 yang
menunjukkan besarnya pengelolaan laba. Dengan stándar deviasi pada
discretionary acrual (DA) sebesar 0.1891. Nilai terendah (mínimum) DA adalah
sebesar 0,0007 yang menunjukkan kecilnya tindakan menurunkan laba. Nilai DA
tertinggi (maximum) adalah sebesar 1,6054. Untuk variabel Kualitas auditor
memiliki nilai terendah (minimum) sebesar 0 dan nilai tertinggi (maximum)
sebesar 1. hasil distribusi frekuensi bahwa dari 99 sampel perusahaan sebanyak 53
perusahaan sampel diaudit oleh KAP BIGFOUR dengan persentase sebesar
53.5%, dan sebanyak 46 perusahaan diaudit oleh KAP Non BIGFOUR dengan
persentase sebesar 46.5%. berikut tabel distribusi frekuensi untuk variabek
kualitas auditor:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi
Kualitas Auditor
Jumlah Perusahaan Presentase
BIGFOUR 53 53.5%
Non BIGFOUR 46 46.5%
Total 99 100%
Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Tabel 4.3
Uji normalitas awal
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 99
Normal Parametersa,b
Mean
.0000000
Std. Deviation .18128301
Absolute .148
Positive .148
Negative -.113
Kolmogorov-Smirnov Z 1.475
Asymp. Sig. (2-tailed) .026
Sumber: Data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.4
Uji normalitas setelah mengeluarkan outlier
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 94
Normal Parametersa,b
Mean
.0000000
Std. Deviation .09591536
Absolute .049
Positive .045
Negative -.049
Kolmogorov-Smirnov Z .478
Asymp. Sig. (2-tailed) .976
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2011
Pada tabel 4.3 hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan signifikansi di
bawah 0,05 yaitu 0,026 yang berarti nilai residual tidak terdistribusi secara
normal. Hal ini berarti H0 tidak diterima dan data residual tidak terdistribusi
normal. Untuk itu, data-data yang diindikasikan sebagai outlier dikeluarkan dari
model analisis. Setelah mengeluarkan 5 data outlier, hasil pengujian dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov memiliki signifikansi di atas 0,05 yaitu
0,976 yang menunjukkan nilai residual terdistribusi secara normal. Hal ini
menunjukkan bahwa H0 diterima yang berarti data residual terdistribusi normal
dan model regresi layak untuk dipakai dalam penelitian ini.
Tabel 4.5
Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF
SK 0.681 1.468
BOC 0.949 1.053
AUDIT 0.586 1.707
ACIND 0.753 1.327
ACMEET 0.897 1.115
SIZE 0.598 1.673
LEV 0.760 1.316
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2011
Tabel 4.6
Uji Glejser
Coefficiensa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t.
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .124 .118 1.050 .297
SK .001 .001 .108 .851 .397
BOC -.042 .072 -.063 -.582 .562
AUDIT .019 .016 .165 1.203 .232
ACIND -.063 .041 -.188 -1.553 .124
ACMEET .000 .002 .012 .110 .913
SIZE .002 .010 .021 .158 .875
LEV -.019 .032 -.070 -.584 .561
a. Dependent Variable: AbsRes
Sumber: data yang diolah,2011
Tabel 4.7
Uji Autokorelasi Model Regresi
Model Summaryb
Model R R.Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .458a
.210 .145 .09974 2.186
a. Predictors: (Constant), LEV, SIZE , BOC, ACMEET, ACIND, SK, AUDIT
b. Dependent Variable:DA
Sumber: Data sekunder yang diolah, tahun 2011
Berdasarkan hasil uji multikolonieritas pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa
semua nilai tolerance lebih dari 0,10 dan semua nilai VIF kurang dari 10.
Sehingga disimpulkan model regresi bebas dari multikolinieritas dan data layak
digunakan dalam model regresi. Sedangkan pada tabel 4.6 uji heteroskedastisitas
dengan menggunakan Uji Glejser menunjukkan semua variabel bebas tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai mutlak residualnya. Hasil ini
ditunjukkan nilai signifikansi variabel independen (SK, BOC, AUDIT, ACIND,
ACMEET, SIZE, LEV) lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dan tidak memiliki
masalah heteroskedastisitas. Dan pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa model
regresi tidak memiliki masalah autokorelasi. Hal ini ditunjukkan dengan Durbin
watson yang menunjukkan nilai sebesar 2.186. Dengan demikian nilai DW berada
diantara du dan 4 – du.
Analisis Regresi
Tabel 4.8
Koefisien determinasi model regresi
Model Summaryb
Model R R.Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .458a
.210 .145 .09974
Predictors : (Constant), LEV, SIZE , BOC, ACMEET, ACIND, SK, AUDIT
a. Dependent Variable: DA
Sumber: Data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.9
Uji F Model Regresi
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .227 7 .032 3.258 .004a
Residual .856 86 .010
Total 1.082 93
a. Predictors: (Constant), LEV, AUDIT, BOC, ACMEET, ACIND, SK, SIZE
b. Dependent Variable: DA
Sumber: Data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.10
Uji t Model Regresi
Coefficienta
Model
Unstandadized
Coefficients
Standardized
Coefficient
t.
Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .091 .199 .459 .648
SK -.001 .002 -.059 -.508 .613
BOC -.146 .122 -.118 -1.199 .234
AUDIT .054 .027 .250 1.996 .049
ACIND .086 .069 .138 1.253 .214
ACMEET .008 .003 .259 2.554 .012
SIZE -.006 .016 -.049 -.396 .693
LEV .120 .054 .244 2.214 .029
a. Dependent Variable: DA
Sumber: Data yang diolah, 2011
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan nilai koefisien determinasi (Adjusted
R Square) adalah 0,145 Hal ini berarti kemampuan variabel independen dalam
menerangkan manajemen laba adalah 14,5%. Sedangkan sisanya yaitu 85,5%
dijelaskan oleh faktor-faktor lain selain variabel independen tersebut. Pada tabel
4.9 menunjukkan nilai F hitung dari model adalah 3.258 dengan nilai probabilitas
sebesar 0,004 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa model regresi dapat
digunakan dalam penelitian ini.
Hasil Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis variabel struktur kepemilikan manajerial terhadap
manajemen laba menunjukkan nilai t sebesar -0.508 dengan signifikansi sebesar
0.613. Nilai signifikansi tersebut > 0,05. Maka variabel kepemilikan saham
berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap manajemen laba yang berati
H1 tidak diterima.
Pengujian hipotesis variabel dewan komisaris independen menunjukkan
nilai t sebesar -1.199 dengan signifikansi sebesar 0.234. Nilai signifikansi tersebut
> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa dewan komisaris independen tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba yang berarti H2 tidak
diterima.
Pengujian hipótesis variabel kualitas audit terhadap manajemen laba
menunjukkan nilai t sebesar 1.996 dengan signifikansi sebesar 0.049. Nilai
signifikansi tersebut < dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas auditor
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba dengan arah positif
yang berarti H3 tidak diterima.
Pengujian hipótesis variabel komite audit independen terhadap manajemen
laba menunjukkan nilai t sebesar 1.253 dengan signifikansi sebesar 0.214. Tingkat
signifikansi > dari 0.05 yang berarti komite audit independen tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan variabel
komite audit independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
yang berarti H4 tidak diterima.
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel pertemuan komite audit
terhadap manajemen laba menunjukkan nilai t sebesar 2.554 dengan signifikansi
sebesar 0.012 Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Maka variabel
frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh positif secara signifikan terhadap
manajemen laba yang berarti H5 tidak diterima.
Pembahasan
Pengaruh struktur kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.
Pengaruh kepemilikan saham manajerial terhadap manajemen laba
menunjukkan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap manajemen
laba. Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan saham manajerial tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Alasan yang mendasari hasil
uji ini yaitu terdapat indikasi bahwa perusahaan sampel penelitian tidak
menggunakan kepemilikan manajerial untuk mengurangi manajemen laba. Hal ini
menunjukkan bahwa belum banyak manajemen perusahaan (khususnya
perusahaan dalam sampel) memiliki saham perusahaan yang dikelola dengan
jumlah yang cukup signifikan. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian
Midiastuty dan Machfoedz (2003) yang membuktikan bahwa semakin besar
saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan semakin rendah tindakan
manajemen laba. Namun hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Boediono (2005) yang menyatakan bahwa penerapan mekanisme
kepemilikan manajerial kurang memberikan kontribusi dalam mengendalikan
tindakan manajemen laba.
Pengaruh dewan komisaris independen terhadap manajemen laba.
Dari uji hipotesis yang dilakukan mengenai dewan komisaris independen
menunjukkan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap manajemen
laba. Hasil ini menunjukkan bahwa dewan komisaris independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Alasan yang mendasari hasil uji
ini yaitu bahwa penempatan atau penambahan anggota dewan komisaris
independen dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal, sementara
pemegang saham mayoritas (pengendali/founders) masih memegang peranan
penting sehingga kinerja dewan tidak meningkat bahkan dapat menurun
(Boediono, 2005).
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Nasution dan Setiawan
(2007) yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba. Namun
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka
(2007) yang menemukan bukti bahwa dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
Pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen laba
Dilihat dari hubungan antara variabel kualitas auditor dengan manajemen
laba yang positif menunjukkan bahwa perusahaan yang di audit oleh KAP Big
Four tidak terbukti membatasi perilaku manajemen laba yang dilakukan
perusahaan justru semakin meningkatkan tindakan manajemen laba. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh faktor independensi auditor. Auditor yang
termasuk Big Four lebih kompeten dibanding auditor Non Big Four, sehingga ia
memiliki pengetahuan lebih banyak tentang cara mendeteksi dan memanipulasi
laporan keuangan maupun melakukan tindakan manajemen laba. Hal ini didukung
dengan terjadinya kasus Enron yang baru terbongkar dalam waktu yang lama.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Palestin (2006) yang
menyatakan bahwa ukuran KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Meutia (2004) dan Sanjaya (2008) yang membuktikan bahwa
perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four memiliki nilai discretionary accrual
yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP Non-
Big Four.
Pengaruh komite audit independen terhadap manajemen laba
Dari uji hipotesis yang dilakukan, komite audit yang independen
menunjukkan pengaruh positif tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa
komite audit independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Alasan yang mendasari hasil uji tersebut bahwa komite audit yang independen
belum mampu mengoptimalkan fungsi pengawasan yang menjadi tanggung jawab
penuh dari dewan komisaris. Hal ini kemungkinan disebabkan komite audit
independen belum didukung dengan kompetensi yang memadai sehingga belum
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal sehingga fungsi dan
perannya tidak efektif.
Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pamudji dan Trihartati (2009) yang menemukan bahwa independensi komite audit
terbukti berpengaruh negatif terhadap tingkat manajemen laba. Namun penelitian
mendukung Siregar dan Utama (2005) yang menemukan bahwa komite audit
tidak terbukti mempengaruhi besaran pengelolaan laba secara signifikan.
Pengaruh frekuensi pertemuan komite audit terhadap manajemen laba
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi pertemuan komite
audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Adapun penjelasan yang dapat
digunakan untuk menerangkan hal tersebut yaitu diduga bahwa pertemuan komite
audit jarang dihadiri baik oleh pihak manajemen maupun oleh auditor eksternal.
Sehingga masalah-masalah yang terdapat dalam proses laporan keuangan tidak
terungkap dan tidak diketahui oleh komite audit. Hal tersebut menyebabkan
masalah yang ada dalam proses pelaporan keuangan tidak menemukan
penyelesaian.
Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Xie et al. (2003) yang
menemukan bahwa komite audit yang aktif berpengaruh negatif dengan tingkat
manajemen laba. Akan tetapi hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pamudji dan Trihartati (2009) yang membuktikan bahwa frekuensi
pertemuan komite audit ternyata tidak efektif mengurangi tingkat manajemen
laba.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba
Dari uji hipotesis yang dilakukan pada variabel kontrol yaitu ukuran
perusahaan yang diukur dengan menggunakan nilai logaritma total asset
menunjukkan nilai t sebesar -0.396 dengan signifikansi sebesar 0.693 diatas 0.05.
Hal ini berarti ukuran tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Siregar dan Utama (2005) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan negatif terhadap besaran pengelolaan laba. Namun hasil ini signifikan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap manajemen laba.
Pengaruh leverage terhadap manajemen laba
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan variabel kontrol
yaitu leverage berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap manajemen
laba. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin besar utang yang dimiliki
perusahaan maka semakin meningkatkan manajemen laba. Hal ini juga
menunjukkan bahwa besarnya utang merupakan faktor yang memotivasi
perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian yang dlakukan oleh Widyaningdyah (2001), dan Darmawati
(2003) yang menemukan bahwa leverage berpengaruh positif terhadapmanajemen
laba.
PENUTUP
Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran
Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme good
corporate governance yang diproksikan dengan struktur kepemilikan manajerial,
dewan komisaris independen, kualitas auditor, komite audit independen dan
frekuensi pertemuan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
tetapi penelitian ini berhasil membuktikan bahwa leverage berpengaruh positif
terhadap manajemen laba.
Beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini yaitu (1) Dalam
penelitian ini hanya melihat pada besaran pengelolaan laba (discretionary
accrual) bukan arahnya (positif atau negatif). (2) Penggunaan model accrual
Jones belum diyakini dapat memisahkan komponen non diskresionary akrual dan
diskresionary akrual dengan tepat. (3) Pengukuran dewan komisaris hanya
dilakukan dengan proporsi dewan komisaris independen, yang sebenarnya bisa
diukur dengan kompetensi, latar belakang pendidikan maupun alat ukur lainya. (4)
Periode tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini relatif pendek
yaitu hanya 3 tahun, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.
Oleh karena itu peneliti memberikan beberapa saran untuk penelitian
selanjutnya yaitu (1) Perlunya mempertimbangkan model berbeda yang akan
digunakan dalam menentukan discretionary accrual sehingga dapat melihat
adanya manajemen laba dengan sudut pandang yang berbeda. (2) Penelitian yang
akan datang hendaknya menambahkan variabel lain dalam memprediksi
manajemen laba seperti pengaruh kepemilikan institusional, ukuran dewan
komisaris, kompensasi bonus terhadap manajemen laba. (3) Pengukuran komite
audit dan dewan komisaris disarankan untuk menggunakan proksi lain seperti
kompetensi dan latar belakang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bapepam. 2004. Peraturan IX.1.5. 2004 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit, http://www.bumn.go.id/produk-
hukum/pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite/. diakses.
Tanggal 15 April 2011.
Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting. Yogyakarta: BPFE.
Boediono, Gideon SB. 2005. “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme
Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan
Menggunakan Analisis Jalur”. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo
Chtourou, SM., Jean Bedard, dan Lucie Courteau. 2001. “Corporate Governance
and Earnings Management”. Working Paper.
Darmawati, Deni. 2003. “Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu
Studi Empiris”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 5, No. 1.
FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II, Edisi 2.
Fitriasari, Debby. 2007. “Pengaruh Aktivitas dan Financial Literacy Komite Audit
terhadap Jenis Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi,
Makasar.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cet.
IV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Herawaty, Vinola. 2008. “Peran Praktek Corporate Governance sebagai
Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai
Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak.
Jatiningrum, 2000. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan
Penghasilan Bersih/Laba Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ”. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, No.2.
Jin, Liaw She, Mas’ud Mochfoedz, 1998, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Praktik Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ”, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia Vol.1, No. 2.
Klein, A. 2002. “Audit Committee, Board of Director Characteristic, and Earnings
Management”. http://papers.ssrn.com/.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Flores: Nusa Indah
Kaihatu, Thomas S. 2006. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indonesia”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.Vol.8, No. 1.
Meutia, Intan. 2004. “Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Manajemen Laba
untuk KAP Big 5 dan Non Big 5”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.
7, No. 3.
Midiastuty, Pratana Puspa dan Mas’ud Machfoedz. 2003. “Analisis Hubungan
Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”.
Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium
Nasional Akuntansi X. Makassar.
Nuryaman. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan
Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”.
Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
Palestin, Shatila Halima. 2006. “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Praktik
Corporate Governance dan Kompensasi Bonus Terhadap Manajemen Laba
(Studi Empiris di PT. Bursa Efek Indonesia)”.
Pamudji, Sugeng dan Apprillya Trihartati. 2009. “Pengaruh Independensi dan
Efektivitas Komite Audit Terhadap Manajemen Laba”. Jurnal Akuntansi
dan Auditing, Vol 6, No. 1.
Rahmawati, Yacob Suparno dan Nurul Qomariyah. 2006. “Pengaruh Asimetri
Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan
Public Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional
Akuntansi IX. Padang.
Sanjaya, I Putu Sugiartha. 2008. “Auditor Eksternal, Komite Audit, dan
Manajemen Laba”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 11, No. 1.
Scoot, William R. 2000. “Financial Accounting Theory 2nd
edition. Scarrborough
Ontario: Prentice Hall Canada, Inc.
Setiawati, Lilis dan Ainun Na’im. 2000. ”Manajemen Laba”. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, Vol.15, No.4.
Siregar, Sylvia Veronica dan Siddharta Utama. 2005. “Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance
Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management)”. Simposium
Nasional Akuntansi VIII. Solo.
Siswantaya, I Gede. 2007. “ Mekanisme Corporate Governance dan Manajemen
Laba Studi Pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek
Jakarta”. Tesis S2. Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.
Dipublikasikan.
Sucipto, Wulandari dan Anna Purwaningsih. 2007. “Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Profitabiltas dan Leverage Operasi Terhadap Praktik Perataan
Laba”. MODUS, Vol.19.
Sulistyanto, H. Sri. 2008. “Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris”. Jakarta:
Grasindo.
Verónica, Sylvia dan Yanivi Bachtiar. 2004. ”Good Corporate Governance,
Information Asymetry, and Earnings Management”. Simposium Nasional
Akuntansi VII. Denpasar.
Veronica, Sylvia dan Yanivi Bachtiar. 2003. “Hubungan Antara Manajemen Laba
Dengan Tingkat Pengungkapan laboran Keuangan”. Simposium Nasional
Akuntansi VI, Surabaya.
Ujiyantho, Arief Muh dan Bambang Agus Pramuka. 2007. “Mekanisme
Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”.
Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.
Wedari, Linda Kusumaning. 2004. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris
dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba”.
Simposium Nasional Akuntansi 7. Denpasar.
Widyaningdyah Agnes Utari. 2001. “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Earning Management Pada Perusahaan Go Public Di
Indonesia”. Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol. 3, No. 2.
Xie, Biao dan Wallace N Davidson III dan Peter 1 Dadalt. 2003. Earnings
Management and Corporate Governance: The Role of Board and the Audit
Committee." Journal of Corporate Finance. 9
top related