abstrak kompleks fistula final

13
MODALITAS IMAGING PADA KOMPLEKS FISTULA Dr. Eddy Sudijanto SpRad SMF RADIOLOGI RSDK SEMARANG ABSTRAC Perianal fistulization is an inflammatory condition that affects the region around the anal canal, causing significant morbidity and often requiring repeated surgical treatments due to its high tendency to recur. To adopt the best surgical strategy and avoid recurrences, it is necessary to obtain precise radiologic information about the location of the fistulous track and the affected pelvic structures. Until recently, imaging techniques played a limited role in evaluation of perianal fistulas. However, magnetic resonance (MR) imaging now provides more precise information on the anatomy of the anal canal, the anal sphincter complex, and the relationships of the fistula to the pelvic floor structures and the plane of the levator ani muscle. MR imaging allows precise definition of the fistulous track and identification of secondary fistulas or abscesses. It provides accurate information for appropriate surgical treatment, decreasing the incidence of recurrence and allowing side effects such as fecal incontinence to be avoided. Radiologists should be familiar with the anatomic and pathologic findings of perianal fistulas and classify them . ABSTRAK Fistula perianal adalah adalah kondisi terjadi hubungan antara canalis analis dengan kulit dan perineum, yang menyebabkan morbiditas yang signifikan dan membutuhkan terapi pembedahan berulang karena memiliki angka kekambuhan yang tinggi. Untuk menentukan strategi pembedahan terbaik dan menurunkan angka kekambuhan maka informasi yang diberikan radiologi sangat penting dalam menentukan lokasi track fistula dan sturuktur pelvis yang terkena. Sampai sekarang, teknik imaging terbatas dalam evaluasi

Upload: marmutkupluk1396920

Post on 03-Oct-2015

225 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jkj

TRANSCRIPT

MODALITAS IMAGING PADA KOMPLEKS FISTULA Dr. Eddy Sudijanto SpRad SMF RADIOLOGI RSDK SEMARANG

ABSTRAC

Perianal fistulization is an inflammatory condition that affects the region around the anal canal, causing significant morbidity and often requiring repeated surgical treatments due to its high tendency to recur. To adopt the best surgical strategy and avoid recurrences, it is necessary to obtain precise radiologic information about the location of the fistulous track and the affected pelvic structures. Until recently, imaging techniques played a limited role in evaluation of perianal fistulas. However, magnetic resonance (MR) imaging now provides more precise information on the anatomy of the anal canal, the anal sphincter complex, and the relationships of the fistula to the pelvic floor structures and the plane of the levator ani muscle. MR imaging allows precise definition of the fistulous track and identification of secondary fistulas or abscesses. It provides accurate information for appropriate surgical treatment, decreasing the incidence of recurrence and allowing side effects such as fecal incontinence to be avoided. Radiologists should be familiar with the anatomic and pathologic findings of perianal fistulas and classify them .ABSTRAKFistula perianal adalah adalah kondisi terjadi hubungan antara canalis analis dengan kulit dan perineum, yang menyebabkan morbiditas yang signifikan dan membutuhkan terapi pembedahan berulang karena memiliki angka kekambuhan yang tinggi. Untuk menentukan strategi pembedahan terbaik dan menurunkan angka kekambuhan maka informasi yang diberikan radiologi sangat penting dalam menentukan lokasi track fistula dan sturuktur pelvis yang terkena. Sampai sekarang, teknik imaging terbatas dalam evaluasi fistula perianal. MRI dapat memberikan informasi yang akurat untuk terapi pembedahan, menurunkan insidensi rekurensi dan efek samping seperti inkontinesia fekal. Ahli radiologi harus terbiasa dengan temuan anatomis dan patologis fistula perianal dan dapat mengklasifikasikan .

Fistula perianal merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi dengan prevalensi 0,01. Biasanya mengenai laki-laki dengan rasio laki-laki: perempuan 2:1.Usia tersering 30-50 tahun. Gejala yang paling utama adalah adanya discharge ( pada 65 % kasus) tetapi nyeri lokal karena inflamasi juga sering di keluhkan.Lebih dari 90% fistula perianal diyakini timbul sebagai akibat drainase yang tidak baik dari kelenjar anal. Infeksi dan obstruksi pada aliran kelenjar anal dapat menyebabkan abses perianal akut. Beberapa dapat sembuh secara spontan sedangkan lainnya memerlukan insisi dan drainase sacara operatif. Abses yang tidak dapat dialirkan dengan baik akan bertahan dan mencari jalur drainase lainnya melalui intersfingter space atau menyebrangi kompleks sfingter sehingga menimbulkan suatu track fistula. Sisannya ( 10%) diakibatkan oleh kelainan lainnya seperti crohn disease, tuberkulosis, divertikulitis, infeksi pelvis, trauma, karsinoma anorektal atau terapi radiasi Ada 4 kategori fistula berdasarkan hubungan fistula dengan muskulus sfingter anal yaitu inter-sphincteric, trans-sphinncteric, supra-sphinnteric dan extra-sphincteric. Fistula anal juga dapat dikategorikan sebagai simple maupun kompleks. Fistula anal simple terdiri dari low trans-sphincteric dan intersphinteric yang melewati muskulus sphincter eksterna sejumlah 30%. Sedangkan fistula kompleks terdiri dari fistula high trans-sphincteric dengan atau tanpa high blind tract, supra-sphincteric dan ekstra-sphincter, fistula horseshoe, track multiple, anteriorly lying tract pada pasien wanita, serta fistula yang berhubungan inflamatory bowel disease, radiation, malignancy, pre-existing incontinence, atau diare kronik. Pada masa lalu, tehnik imaging hanya memberikan peran terbatas dalam evaluasi fistel perianal, namun saat ini tehnik imaging terutama MRI berperan penting. MRI mampu mengidentifikasi track infeksi dan abses yang biasanya sulit dideteksi . Disamping itu, radiologist dapat memberikan detail anatomi yang menggambarkan hubungan antara fistula dengan kompleks sfingter ani, sehingga dokter bedah dapat menentukan tehnik pembedahan terbaik yang secara signifikan dapat menurunkan resiko sekunder pembedahan seperti inkontinensia fecal. Pengetahuan anatomi kompleks sfingter anal dan ruang yang membatasi sangat penting dalam interpretasi imaging. Kanalis anal merupakan struktur berbentuk tabung panjang sekitar 4cm yang dibentuk oleh dua lapisan muskulus yaitu sfingter interna dan eksterna. Sfingter interna terdiri atas otot polos yang berjalan sirkuler sampai ke rektum. Melakukan kontraksi secara involunter, bertanggung jawab terhadap sekitar 85% relaksasi kanalis anal. Sfingter external terdiri atas musulus striatum, yang merupakan kelanjutan dari muskulus levetor ani dan puborektalis. Berperan penting dalam proses defekasi secara voluntari. Diantara sfingter ani interna dan ekstena terdapat intersfingter space yang berisi fat, jaringan areolar, dan muskulus longitudinal.

Gambar MRI potongan axial (a) T1WI,(b) T2WI memperlihatkan kompleks sfingter eksternal dan internal .Sfingter interna( Panah tipis) dan sfingter eksterna( Panah tebal) Fistulografi merupakan salah satu modalitas untuk mendeteksi adanya fistula perianal. Pada fistulografi, sebelum media kontras dimasukkan terlebih dahulu dibuat plan foto dengan proyeksi antero posterior (AP), selanjutnya stoma atau muara dikaterisasi dengan jarum halus dan kontras water solubel diinjeksikan secara perlahan melalui track fistula yang diikuti dengan fluoroskopi. Kemudian dilakukan pemotretan pada saat kontras yang telah diinjeksikan melalui muara fistula telah mengisi penuh saluran fistula. Hal ini dapat dilihat pada layar fluoroskopi dan ditandai dengan keluarnya media kontras melalui muara fistula . Jumlah media kontras yang dimasukkan tergantung dari luas muara fistula. Fistulografi memiiliki dua kelemahan utama yang pertama kegagalan pengisian track primer , hal ini dapat terjadi dikarenakan berisi debris atau terjadinya refluks kontras yang berlebihan pada stoma interna dan eksterna. Kedua muskulus sfingter tidak tervisualisasi dengan jelas sehingga hubungan antara track dengan sfingter tidak jelas. Ketidak mampuan untuk memvisualisasikan levator plate mengakibatkan kesulitan dalam menentukan lokasi perluasan apakah infra atau supra levator.Pemeriksaan Cross-sectional merupakan komponen esensial dalam asesment penyakit inflamasi perianal termasuk fistula. Dibeberapa negara CT masih menjadi standar untuk menginvestigasi adanya eksaserbasi. CT dapat menggambarkan fistula khususnya jika digunakan kontras pada IV dan rektal. Akan tetapi menggambarkan fistula saja tidaklah cukup. Fistula harus diklasifikasikan dengan tepat dan CT kurang dapat memberikan informasi secara akurat disebabkan atenuasi anal sfingter dan dasar pelvis sangatlah mirip dengan fistula. Endosonografi merupakan tehnik pertama yang digunakan untuk menggambarkan kompleks sfingter ani. Modifikasi sederhana dengan memutar probe rektal yang telah dilapisi dengan plastic kone menyebabkan transduser dapat ditarik melalui kanalis analis dan diletakan sangat dekat dengan struktur target organ. Tehnik ini sangat membantu dikarenakan dapat memperlihatkan adanya kerusakan pada sfingter ani. Pemeriksaan ini sederhana, cepat, invasif minimal dan dapat dilakukan kapan saja. Pasien berbaring lateral dekubitus atau prone. Probe dimasukan perlahan ke rektum distal kemudian ditarik sampai kanalis analis. Sfingter interna terlihat sebagai gambaran hipoekoik ring yang melingkari kanalis anal sedangkan sfingter eksterna memiliki ekogenesitas yang bervariasi. Intersfingter space dan muskulus longitudinal berada diantaranya dan memiliki ekogenesitas campuran, mudah dideteksi oleh transduser 10 MHz.Endosonografi mudah untuk mendeteksi stoma, karena biasanya terletak pada permukaan. Akan tetapi sangat sulit untuk melihat track fistula. Anal endosonografi memiiki beberapa kelemahan sebagai contohnya penetrasi ultrasound yang kurang pada sfingter eksterna terutama pada transduser frekuensi tinggi menyebabkan keterbatasan dalam memvisualisasikan infeksi supralevator dan ischioanal sehingga perluasan dari track primer sering luput dengan pemeriksaan endosonografi. Pemeriksaan ini juga sulit dalam membedakan fibrosis dan infeksi karena keduanya memperlihatkan lesi hipoekoik. Sehingga pemeriksaan tidak dianjurkan pada pasien yang kambuhan. Udara pada track juga dapat meyebabkan aqustic shadow yang menyerupai perluasan track. Endosonografi juga tidak dapat digunakan untuk melihat potongan koronal sehingga tidak dapat digunakan untuk melihat perluasan supra maupun infralefator. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu pemeriksaan diagnostik dalam bidang radiologi yang menghasilkan gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnit tanpa menggunakan sinar X. Satu pesawat MRI berbentuk tabung yang lengkap terdiri dari sistem magnet, alat pemancar radio frekuensi tinggi, alat penerima radio frekuensi tinggi, komputer dan tenaga listrik serta sistem pendingin.Keuntungan MRI adalah multiplanar imaging dan memiliki derajat diferensiasi soft tissue yang sangat baik, sehingga dapat memperlihatkan track fistula dalam berbagai proyeksi. Pemeriksaan MRI yang dilakukan dengan body or phased-array coils yang tidak memerlukan persiapan khusus pada pasien dan memberikan detail anatomis sphincter ani dan pelvis yang sangat baik. Imaging plane penting untuk segaris terhadap kanalis anal. Kanalis anal ditekuk menjauhi arah vertikal, sekitar 45 derajat pada arah sagital. Gambar aksial tegak lurus dan coronal tidak dapat dipergunakan untuk mengevaluasi sumber dan track fistula dengan tepat. Karena itu, diperlukan gambar oblik aksial dan coronal yang berorientasi pada orthogonal dan paralel terhadap canalis analis.Untuk mendapatkan orientasi yang tepat, sequens fast spin-echo (FSE) T2-weighted potongan sagital harus dibuat pertama kali, untuk memberikan overview pelvis dan memperlihatkan perluasan dan aksis kanalis anal. Penilaian orientasi kanalis anal pada MRI dapat diperoleh dari sequens tersebut, pada potongan true aksial dan coronal sepanjang aksis panjang kanalis anal sehingga dapat dilakukan penilaian yang tepat pada fistula perianal. Levator dan seluruh perineum harus termasuk dalam area yang dinilai untuk menyingkirkan sepsis dan infeksi pada track yang dapat menyebabkan rekurensi. Protokol yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi fistula perianal adalah sebagai berikut: oblique aksial T1-weighted FSE, oblique aksial T2-weighted FSE, dan oblique aksial dan oblique coronal fat-suppressed T1-weighted FSE dengan kontras gadolinium, orientasi perpendicular atau paralel pada aksis panjang kanalis analis. Potongan yang digunakan adalah aksial dan oblique coronal terhadap pelvis, tetapi potongan ini truly orthogonal dan paralel terhadap kanalis ani sehingga baik digunakan untuk menilai fistula perianal dengan tepat. Istilah aksial dan coronal tidak tepat digunakan untuk menunjukkan orientasi plane terhadap pelvis. Sekuens fat-suppressed T2-weighted seperti short inversion time inversion recovery (STIR) atau frequency-selective fat saturated T2-weighted FSE dapat digunakan untuk meningkatkan perbedaan antara cairan di dalam track atau abses. Frequency-selective fat suppresion harus digunakan dengan T2-weighted FSE sequens karena intensitas signal yang tinggi pada lemak dapat menyembunyikan track fistula atau abses, yang juga memiliki intensitas signal yang tinggi. Pada fat-suppressed T2-weighted image, cairan, pus, dan jaringan granulasi dapat dilihat sebagai area dengan intensitas signal yang tinggi dengan latar belakang lemak intensitas signal rendah Pemilihan protokol MR menjadi penting pada pasien pasien pasca operasi. Perubahan lapangan magnet lokal oleh benda asing dapat menyebabkan terjadinya artefak. Artefak dapat terjadi pada pasien pasien pasca operasi disebabkan oleh jahitan, seperti seton yang diletakkan melalui track fistula. Silk merupakan benang yang paling sering digunakan, dan paling sering menimbulkan artefak dibandingkan benang yang lainSekues T2WI sangat penting dalam menilai regio pelvis karena memberikan diferensiasi yang sangat baik antara soft tissue dengan organ pelvis. Sekuens spin echo base T2-WI 2 dimensi (2D) dilakukan pada berbagai potongan memiliki peranan penting pada protokol MRI standar. Sekuens baru menawarkan kesempatan untuk meningkatkan efisiensi dan kemampuan diagnostik. Sequens T2WI Turbo spin echo ( TSE) 3 dimensi dapat memberikan sumber data untuk dilakukan reformat . Karena itu single sekuens (3D) T2WI dengan reformat pada potongan aksial, koronal dan sagital dapat menggantikan sequens studi 2D. Tehnik imaging 3D memiliki beberapa keuntungan dibandingkan 2D diantaranya : tidak tergantung operator dalam menghasilkan gambaran imaging berbagai potongan, potongan lebih tipis dan waktu dapat lebih cepat. Beberapa sarana untuk mendiagnostik fistula perianal adalah MR fistulografi digital substraktion. Subtraktion MR Fistulografi berdasarkan enhancement abnormal pada dinding fistula yang mengalami inflamasi atau abses pada T1WI setelah pemberian kontras IV. Protokol pemeriksaan fistulografi memberikan gambaran visualisasi fistula sebagai struktur tubuler intestas tinggi yang mengandung cairan dengan berbagai intensitas, lemak disekitarnya tampak gelap. Sekuen diffusion-Weighted dapat juga dugunakan dalam mengevaluasi fistula perianal. Diffusion -WI mencerminkan perubahan pada mobilitas cairan yang disebabkan interaksi membran sel makromelekul dan jaringan disekitarnya karena jaringan inflamasi biasanya memiliki intensias sinyal yanng tinggi pada DWI sehingga dapat digunakan dalam mendiagnosis fistula ani biasanya sebagai tambahan pada T2WI pada pasien yang memiliki alergi kontras material. Perkembangan terakhir adalah pengunaan dinamik kontras enhance MR Imaging untuk menentukan derajat keaktifan pada perianal crohn disease. Dengan tehnik ini dilakukan sequens studi T1WI dan kurva intensitas time signal diperoleh untuk menentukan keaktifan fistula tersebut dengan mengukur volume dari pixel yang mengalami enhancement.Track fistula aktif tampak sebagai struktur linear yang hipointens pada T1-weighted image dan hiperitense pada T2-weighted image (paling baik dilihat dengan fat saturation) dan tampak menyangat dengan pemberian kontas. Jaringan granulasi dengan peningkatan vaskularisasi menyebabkan peningkatan hiperintensitas pada T2-weighted image dan menyangat pasca pemberian kontas. Track yang inaktif juga tampak hipointens pada T1-weighted image tetapi tidak terlalu hiperintens pada T2-weighted image maupun menyangat pasca pemberian kontras. Jaringan sekitar track juga dapat memberikan gambaran hiperintens pada T2-weighted image jika terdapat edema atau inflamasi. Jika track fistula telah terdeteksi, hubungan dengan kompleks sfingter dan lokasi opening interna dan eksterna harus dideskripsikan . Opening internal dapat dideskripsikan sebagai lokasi anterior-posterior dan kanan-kiri sehubungan dengan anal clock pada pasien dengan posisi supine. Kebanyakan fistula perianal berada pada posterior dari linea dentata. Integritas levator ani juga harus dinilai secara rutin, untuk menilai adanya kelainan suprasphincter atau translevator. Track sekunder memiliki gambaran yang mirip dengan track primer, dan arahnya harus dideskripsikan terhadap sphincter, levator ani, dan kulit. Abses perianal dapat terjadi di manapun sepanjang track fistula dan memiliki sentral hiperintens pada T2-WI disebabkan oleh adanya pus dengan peripheral rim enhancement karena adanya dinding jaringan fibrosa dan inflamasi di sekitarnya. Track yang menyeberangi levator ani memerlukan penilaian yang teliti pada pelvis untuk menilai kemungkinan adanya sumber primer pada pelvis.MRI memiliki peranan penting dalam menentukan tatalaksana fistula perianal yang tepat karena terapi yang tepat diperlukan informasi mengenai jenis fisula perianal dan derajat keterlibatan struktur disekitar pelvis. Pemeriksaan klinis sering sulit dilakukan karena adanya inflamasi dan indurasi pada pasien denagan anal sepsis. Operasi fistula sebelumnya, kompleksitas track fistula, kurangnya informasi tentang stoma fistula, salah identifikasi track primer dan luputnya track sekunder seringkali dilaporkan sebagai penyulit pada pembedahan. Pada MRI identifikasi dan lokalisasi seluruh fistula kriptoglanduler termsuk opening eksternal dan internal , track primer, sekunder, abses, merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan pada klasifikasi dan terapi fistula. Visualisasi hubungan antara track dengan anal fistula sangat perlu dilakukan sebelum melakukan prosedur yang melibatkan sfingter. MRI imaging juga digunakan untuk respon terapi pada pasien dengan crohn disease KESIMPULANImaging memiliki peranan dalam menentukan lokasi, arah track fistule, perluasan dan komplikasi fistula perianal termasuk menentukan klasifiksai sehingga dapat diputuskan metode pembedahan yang tepat. Berbagai macam modalitas dapat dipergunakan dalam menggambarkan fistula mulai dari tehnik konvensional yaitu Fistulografi, CT, USG dan MRI. Pemanfaatan modalitas MRI high tesla kedepan semakin dipelukan, tentunya peranan imaging lainnya dapat dikombinasikan dengan MRI sehinga nilai akurasinya semakin baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Criado Miguel De Jaime, Rivas Fraga Patricia, MR Imaging Evaluation Of Perianal Fistulas: Spectrum of Imaging Features, RadioGraphic 2012;32:175-1942. Lima Oliveira de Amaral Marcio Claudio, Magnetic resonance imaging evaluation of perianalfistulas: iconographic essay , Colgio Brasileiro de Radiologia e Diagnstico por Imagem, 2010 ;43(5):3303353. Pompili Guido Giovanni, MRI Anamy of the Anorectal Region, San paolo Hospital Milan, Italy Hal 9-18 4. Haligan steve, Imaging of Fistula in Ano, University of specialist Radiology,University collage Hospital, RSNA Vol 239, April 20065. Rickard, JFX Matthew, Anal Abscesses and Fistulas, Departemen of colorectal Surgery, Australia, 2005;75: 64-726. Hoffman N Norman , The Perirectal Fistula AN old problem. A new treatmen?, Colon and Rectal Surgical Associates , Juli 20067. Ryan B.Omalley, Rectal Imaging: Part 2, Perianal Fistula Evaluation on Pelvic MRI-What the Radiologist Needs to Know, AJR:199,July 20128. Moris John, Spencer A John, MR Imaging Classification of Perianal Fistulas and Its Implications for Patient Management, RadioGraphics 2000; 20: 623-6359. Afifi H Ahmed, Badawi A Hesham , MRI in Perianal Fistulae, Departements of clinical Radiology, Al Sabah Hospital Kuwait, Indian J radiol Imaging, Februari 2010 vol 2010. Bhaya Kumar Anil, MRI with Fistulogram for perianal fistula: A Successful combination, Clinical Gastrointestinal, 2007.www.siemens.com11. Brittenden John Tolan J.M Damian, Radiology of the post surgical abdomen, Springer london 2012, 279-28212. Koperen Van PJ, The anal fistula plug for closure dificut anorectal fistula, a prospective study, Disease of the colon and rectum, 2007;6:83-9113. Saranovic DJ, Endoanal Ultrasonography in estabshing the diagnosis of fecal incontinence, ACI?Strucni Rad, 159-162Gould S.W.T Image GuidedSurgery For Anal Fistula in a 0,5 T Interventional MRI Unit, Journal Of Magnetic Resonance Imaging 16:267-27614. Essawy El Alaat T Manar, Magnetic Resonance Imaging In Assesment Of Anorectal Fistulae and Its Role In Management, Departement of Radiology and diagnostic Imaging, Saudi Arabia, 2161-0693x15. Yildirim Nalan, Ideal combinatoin of MRI sequence for perianal fistula classification and the evaluation of additional findings for readers with varting levels of experience, Turish Society of Radiology 2012: 18:11-1916. Jones Jennifer, William Tremaine, Evaluation of Perianal Fistulas in Patients With Crohn's Disease, Medscape General Medicine. 2005;7(2):16.17. Brittenden John Tolan J.M Damian, Radiology of the post surgical abdomen, Springer london 2012, 279-28218. Hodler J, G.K. von Schulthess, Diseases of the Abdomen and pelvis,Springer 2006 , 74-8119. Steele R.Scott, Practice Parameters For the Management of Perianal Abscess and Fistula-in-Ano, Standart Practice Trask Force of the American Society of Colon and Rectal Surgeon, 2011:54:1465-147420. Koperen P.J Von, Perianal fistulas, Deveopments in the cassification and diagnostic techniques, and a new treatment strategy,nederland, 2009:1:19-31