abstract predicting the value of demoplot carbon … · produksi rph penginuman kph bali barat...

40
viii ABSTRACT PREDICTING THE VALUE OF DEMOPLOT CARBON DEPOSIT OF PROVENANCE TEST OF JABON (Anthocephalus cadamba Miq) IN THE PRODUCTION FOREST OF RPH PENGINUMAN OF KPH WESTERN BALI Value of Carbon Deposits on demoplot of Jabon provenance testing using estimates through non-destructive methods and using allometric equation model introduced by Chave et al (2005). The research results showed that the number of trees that exist in the research plots as many as 385 stems, the growth rate of plants A. cadamba Miq showed an average diameter in the range of 15.91 cm with a maximum diameter of 26.7 cm, the average height of 12.16 m with The maximum height of 20.4 m. The growth rate of plants A. cadamba Miq on location of demoplot Jabon provenance testing in Melaya have a better growth rate than the growth of A. cadamba Miq in South Kalimantan. Total biomass of stands A. cadamba Miq has been achieved in the past four years amounted to 91.43 t ha -1 . The total value of organic matter from the litter of A. cadamba Miq in the past four years amounted to 0.42 t ha -1 , the value of the carbon percentage of litter of A. cadamba Miq amounted to 0.198 t ha -1 , so the total value biomass of A. cadamba Miq accumulated during the four years amounted to 91.85 t ha -1 . Carbon deposits on aboveground of A. cadamba Miq stands at 47% of the biomass is stored, so that the value of the percentage of carbon content stands of A. cadamba Miq amounted to 43.17 t ha -1 or approximately 10.79 t ha -1 per year. Provenances from West Sumbawa, has a better level of adaptability than the provenance of other, based on the parameters of the growth rate of the diameter and height of trees, the achievements of biomass and carbon storage stored the provenance of West Sumbawa has a value of biomass and the value of carbon storage which is greatest in comparison with the provenance of other, As for the value of biomass in western Sumbawa provenance of 8.48 t ha -1 , total carbon storage value of 3.99 t ha -1 . Keywords: Anthocephalus cadamba Miq, provenance, biomass, carbon deposits, Adaptation

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • viii

    ABSTRACT

    PREDICTING THE VALUE OF DEMOPLOT CARBON DEPOSIT

    OF PROVENANCE TEST OF JABON (Anthocephalus cadamba Miq)

    IN THE PRODUCTION FOREST OF RPH PENGINUMAN

    OF KPH WESTERN BALI

    Value of Carbon Deposits on demoplot of Jabon provenance testing using

    estimates through non-destructive methods and using allometric equation model

    introduced by Chave et al (2005). The research results showed that the number of

    trees that exist in the research plots as many as 385 stems, the growth rate of

    plants A. cadamba Miq showed an average diameter in the range of 15.91 cm with

    a maximum diameter of 26.7 cm, the average height of 12.16 m with The

    maximum height of 20.4 m. The growth rate of plants A. cadamba Miq on

    location of demoplot Jabon provenance testing in Melaya have a better growth

    rate than the growth of A. cadamba Miq in South Kalimantan. Total biomass of

    stands A. cadamba Miq has been achieved in the past four years amounted to

    91.43 t ha-1

    . The total value of organic matter from the litter of A. cadamba Miq in

    the past four years amounted to 0.42 t ha-1

    , the value of the carbon percentage of

    litter of A. cadamba Miq amounted to 0.198 t ha-1

    , so the total value biomass of A.

    cadamba Miq accumulated during the four years amounted to 91.85 t ha-1

    . Carbon

    deposits on aboveground of A. cadamba Miq stands at 47% of the biomass is

    stored, so that the value of the percentage of carbon content stands of A. cadamba

    Miq amounted to 43.17 t ha-1

    or approximately 10.79 t ha-1

    per year. Provenances

    from West Sumbawa, has a better level of adaptability than the provenance of

    other, based on the parameters of the growth rate of the diameter and height of

    trees, the achievements of biomass and carbon storage stored the provenance of

    West Sumbawa has a value of biomass and the value of carbon storage which is

    greatest in comparison with the provenance of other, As for the value of biomass

    in western Sumbawa provenance of 8.48 t ha-1

    , total carbon storage value of 3.99 t

    ha-1

    .

    Keywords: Anthocephalus cadamba Miq, provenance, biomass, carbon deposits,

    Adaptation

  • ix

    ABSTRAK

    PENDUGAAN NILAI SIMPANAN KARBON DEMOPLOT UJI

    PROVENAN JABON (Anthocephalus cadamba Miq) di KAWASAN HUTAN

    PRODUKSI RPH PENGINUMAN KPH BALI BARAT

    Pendugaan nilai simpanan karbon pada demoplot uji provenan Jabon dilakukan

    dengan metode non destruktif, serta menggunakan model persamaan alometrik

    yang diperkenalkan oleh Chave et al. (2005). Hasil penelitian menunjukkan,

    jumlah pohon dalam plot penelitian sebanyak 385 batang, tingkat pertumbuhan

    tanaman A. cadamba Miq menunjukkan diameter rata-rata di kisaran 15,91 cm

    dengan diameter maksimum 26,7 cm, tinggi rata-rata 12,16 m dengan tinggi

    maksimum 20,4 m. Tingkat pertumbuhan tanaman A. cadamba Miq pada lokasi

    demoplot uji provenan jabon di Melaya mempunyai tingkat pertumbuhan lebih

    baik dibandingkan dengan pertumbuhan A. cadamba Miq di Kalimantan Selatan.

    Total biomasa atas permukaan A. cadamba Miq terdiri dari biomasa pohon berdiri

    dan serasah. Biomasa total sebesar 91,43 t ha-1

    terakumulasi selama empat tahun.

    Nilai total bahan organik dari serasah A. cadamba Miq sebesar 0,42 t ha-1

    . Total

    biomasa tegakan A. cadamba Miq dalam kurun waktu empat tahun sebesar 91,85.

    Simpanan karbon atas permukaan dari tegakan A. cadamba Miq sebesar 47 % dari

    biomasa yang tersimpan, sehingga nilai persentase kandungan karbon tegakan A.

    cadamba Miq adalah sebesar 43.17 t ha-1

    atau sekitar 10,79 t ha-1

    . Nilai total

    bahan organik dari serasah A.cadamba Miq dalam kurun waktu empat tahun

    sebesar 0,42 t ha-1

    , nilai persentasi karbon serasah A. cadamba Miq sebesar 0.198

    t ha-1

    . Nilai simpanan karbon atas permukaan dari tegakan A. cadamba Miq

    merupakan nilai total dari persen karbon pohon dan serasah tegakan, sehingga

    nilai simpanan karbon tegakan A. cadamba Miq yang terakumulasi selama empat

    tahun sebesar 43.17 t ha-1

    atau sekitar 10,79 t ha-1

    per tahun. Provenan Sumbawa

    Barat memiliki tingkat daya adaptasi lebih baik jika dibandingkan dengan

    provenan lainnya berdasarkan parameter tingkat pertumbuhan diameter dan tinggi

    pohon, capaian biomasa dan simpanan karbon yang tersimpan maka provenan

    Sumbawa Barat memiliki nilai biomasa dan nilai simpanan karbon yang terbesar

    dibandingkan dengan provenan lainnya, adapun nilai biomasa provenan Sumbawa

    barat sebesar 8,48 t ha-1

    , nilai simpanan karbon sebesar 3,99 t ha-1

    .

    Kata kunci: Anthocephalus cadamba Miq, provenan, biomasa, Simpanan karbon,

    Adaptasi

  • x

    RINGKASAN

    PENDUGAAN NILAI SIMPANAN KARBON DEMOPLOT UJI

    PROVENAN JABON (Anthocephalus cadamba Miq) DI KAWASAN

    HUTAN PRODUKSI RPH PENGINUMAN KPH BALI BARAT

    Gas Rumah Kaca adalah gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami

    maupun antropogenik yang memiliki kemampuan menyerap dan memancarkan

    kembali radiasi infra merah ke bumi. Penyerapan dan pemancaran ini telah

    menyebabkan pemanasan atmosfer atau kenaikan suhu atmosfer dan perubahan

    iklim. Rehabilitasi hutan dan lahan merupakan bagian dari upaya mitigasi

    perubahan iklim, Pembuatan hutan tanaman harus terus dilakuan untuk

    meningkatkan jumlah serapan CO2, serta mempertahankan hutan alam untuk

    menekan pelepasan emisi karbon ke atmosfer. Guna mempercepat tingkat

    penutupan lahan akibat degradasi dan deforestasi dalam artian untuk menekan

    pelepasan emisi karbon serendah mungkin, maka perlu dilakukan penanaman

    dengan jenis-jenis fastgrowing, sehingga kurun waktu penutupan lahan tersebut

    tidak terlalu lama dan gas CO2 dapat diserap lebih banyak. Demoplot uji provenan

    jabon dibangun pada tahun 2011, terletak di desa Blimbingsari kecamatan Melaya

    Kabupaten Jembrana. Demoplot uji provenan jabon merupakan salahsatu kantung

    karbon, namun sampai dengan saat ini belum ada data hasil pengukuran nilai

    biomasa dan nilai simpanan karbon yang telah dicapai. Informasi nilai capaian

    biomasa dan simpanan karbon akan sangat bermanfaat dalam penentuan jenis

    fastgrowing sebagai tanaman penyerap karbondioksida. Jabon merupakan

    tanaman pioner yang dapat tumbuh baik pada tanah-tanah aluvial yang lembap

    dan umumnya dijumpai di hutan sekunder di sepanjang bantaran sungai dan

    daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang air secara permanen

    maupun secara periodik. Demoplot uji provenan jabon dibangun pada tahun 2011

    dengan jumlah provenan sebanyak 6 provenan yang terdiri dari Provenan

    Sumatera, Malang, Garut, Sumbawa Barat, Sumedang dan Banten. Penelitian ini

    bertujuan (1) Mengetahui nilai biomasa yang telah dicapai dalam kurun waktu

    empat tahun. (2) Menduga nilai karbon yang mampu diserap. (3) Mengetahui

    provenan yang paling mampu beradaptasi dengan baik, berdasarkan tingkat

    pertumbuhan diameter dan tinggi pohon. Persamaan alometri yang digunakan

    adalah persamaan alometri yang di perkenalkan oleh Chave et al. (2005) yang

    dibuat berdasarkan zona iklim, persamaan alometri yang digunakan adalah

    persamaan untuk zona iklim lembab dengan variabel yang digunakan adalah

    variable diameter, tinggi pohon dan berat jenis kayu.

    Pendugaan nilai simpanan karbon pada demoplot uji provenan jabon

    menggunakan metode non destruktif dan penggunaan model persamaan alometri.

    Pendugaan nilai simpanan karbon terfokus kepada biomasa atas permukaan (BAP)

    dari tegakan A. cadamba Miq yaitu biomasa pohon berdiri dan biomasa serasah.

    Jumah plot penelitian untuk pengukuran pohon berdiri adalah sebanyak 4 Plot

    dengan ukuran 60 x 40 m, variable yang diamati adalah diameter setinggi dada

  • xi

    (DBH) dan tinggi pohon total, plot penelitian tingkat serasah sebanyak 24 plot

    dengan ukuran 1 x 1 meter.

    Hasil Penelitian menunjukan, Jumlah pohon yang berada dalam plot

    penelitian sebanyak 385 batang, tingkat pertumbuhan tanaman A. cadamba Miq

    menunjukan diameter rata-rata berada pada kisaran 15,91 cm dengan diameter

    maksimum 26,7 cm, tinggi rata-rata mencapai 12,16 m dengan tinggi maksimal

    20,4 m, berdasarkan data tersebut tingkat pertumbuhan tanaman A. cadamba Miq

    yang berada pada dempolot uji provenan jabon di Melaya ternyata lebih tinggi

    dibandingkan dengan pertumbuhan A. cadamba Miq di Kalimantan Selatan. Nilai

    total biomasa pohon A. cadamba Miq yang telah dicapai dalam kurun waktu

    empat tahun sebesar 91,43 t ha-1

    , Nilai total bahan organik dari serasah

    A.cadamba Miq dalam kurun waktu empat tahun sebesar 0,42 t ha-1

    . Biomasa atas

    permukaan yang telah dicapai A. cadamba Miq dalam kurun waktu empat tahun

    adalah sebesar 91,85 t ha-1

    . Nilai simpanan karbon atas permukaan dari tegakan A.

    cadamba Miq sebesar 47 % dari biomasa yang tersimpan. Nilai simpanan karbon

    atas permukaan tegakan A. cadamba Miq yang terakumulasi selama empat tahun

    sebesar 43.17 t ha-1

    atau sekitar 10,79 t ha-1

    per tahun. Pohon melalui proses

    fotosintesis menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbohidrat

    dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar,

    buah dan-lain-lain. Nilai CO2 yang telah diserap tegakan A. cadamba Miq dalam

    kurun waktu empat tahun sebesar 135,02 t ha-1

    atau 33,76 ton/ha/tahun.

    Karbondioksida ekuivalen adalah nilai potensi karbondioksida yang dilepaskan

    oleh tegakan jika tegakan hutan tersebut terganggu. Nilai CO2 ekuivalen A.

    cadamba Miq sebesar 158,293 t ha-1

    .

    Provenan Sumbawa Barat merupakan salahsatu provenan yang mampu

    beradaptasi dengan baik berdasarkan nilai diameter dan tinggi rata-rata yang

    paling besar jika dibandingkan dengan provenan lainnya, nilai diameter rata-

    ratanya sebesar 18,48 cm dan tinggi rata-rata sebesar 16,53 m. Provenan

    Sumbawa Barat memiliki nilai simpanan biomasa dan nilai simpanan karbon

    paling besar dibandingkan dengan provenan lainnya, nilai biomasanya sebesar

    8.48 t ha-1

    sedangkan nilai simpanan karbonnya sebesar 3,99 t ha-1

    . Provenan

    Sumbawa Barat memiliki tingkat daya adaptasi lebih baik jika dibandingkan

    dengan provenan lainnya berdasarkan parameter tingkat pertumbuhan diameter

    dan tinggi pohon, capaian biomasa dan simpanan karbon yang tersimpan maka

    provenan Sumbawa Barat memiliki nilai biomasa dan nilai simpanan karbon yang

    terbesar dibandingkan dengan provenan lainnya, adapun nilai biomasa provenan

    Sumbawa barat sebesar 8,48 t ha-1

    , nilai simpanan karbon sebesar 3,99 t ha-1

    ,

    emisi yang telah diserap provenan Sumbawa Barat sebesar 14,63 t ha-1

  • xiv

    DAFTAR ISI

    Hal

    DAFTAR ISI ...................................................................................... xii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiv

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

    1. 1. Latar Belakang ................................................................... 1

    2. 2. Rumusan Masalah .............................................................. 5

    3. 3. Tujuan Penelitian ............................................................... 6

    4. 4. Mafaat Penelitian ............................................................... 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 7

    2. 1. Deskripsi Tanaman Jabon .................................................. 7

    3. 2. Demoplot Uji Provenan Jabon ........................................... 12

    4. 3. Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global .......................... 13

    5. 4. Biomassa dan Karbon ........................................................ 15

    6. 5. Karbon Hutan ..................................................................... 16

    7. 6. Metode Penghitungan Biomasa ......................................... 21

    8. 7. Penentuan Model Alometri ................................................ 23

    BAB III KERANGKA BERFIKIR , KONSEP DAN

    HIPOTESIS ...................................................................................... 27

    3. 1. Kerangka Berfikir .............................................................. 27

    3. 2. Konsep Penelitian .............................................................. 28

    3. 3. Hipotesis ............................................................................ 30

  • xv

    BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................... 31

    4.1 Rancangan Penelitian............................................................ 31

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 32

    4.3 Penentuan Sumber Data ........................................................ 32

    4.4 Bahan dan Alat Penelitian .................................................... 32

    4.5 Plot Pengamatan ................................................................... 33

    4.6 Analisis Data ......................................................................... 33

    BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................ 39

    5.1 Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon A. cadamba Miq . 39

    5.2 Pengambilan Sampel Serasah A. cadamba Miq ................... 42

    5.3 Pengukuran Berat Jenis Kayu ............................................... 43

    54. Biomasa Pohon pada Setiap Plot .......................................... 43

    BAB VI PEMBAHASAN .................................................................... 47

    6.1 Biomasa Pohon A. cadamba Miq ......................................... 47

    6.2 Biomasa Serasah A. cadamba Miq ....................................... 53

    6.3 Nilai Simpanan Karbon A. cadamba Miq............................. 54

    6.4 Daya Adaptasi Provenan A. cadamba Miq ........................... 55

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................. 59

    7.1 SIMPULAN .......................................................................... 59

    7.2 SARAN ................................................................................. 59

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 61

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................... 64

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    No Teks Hal

    2.1 Persamaan Alometri Chave et. al tahun 2005 ........................... 25

    2.2 Persamaan Alometri Brown et. al tahun 1997 ............................ 25

    5.1 Distribusi Diameter dan Tinggi Pohon Plot I ............................. 39

    5.2 Distribusi Diameter dan Tinggi Pohon Plot II ............................ 40

    5.3 Distribusi Diameter dan Tinggi Pohon Plot III........................... 40

    5.4 Distribusi Diameter dan Tinggi Pohon Plot IV .......................... 41

    5.5 Distribusi Diameter dan tinggi seluruh Plot Penelitian .............. 41

    5.6 Data Pengambilan Sampel Serasah ............................................ 42

    5.7 Data Pengamatan berat jenis kayu A. cadamba Miq .................. 43

    5.8 Biomasa A. cadamba tiap Provenan pada Plot I ......................... 44

    5.9 Biomasa A. cadamba tiap Provenan pada Plot II ....................... 44

    5.10 Biomasa A. cadamba tiap Provenan pada Plot III ...................... 45

    5.11 Biomasa A. cadamba tiap Provenan pada Plot IV ...................... 46

    5.12 Biomasa A. cadamba tiap Provenan dalam empat Tahun .......... 46

    6.1 Data Hasil Pengujian serasah A. cadamba Miq di Laboratorium 53

    6.2 Distribusi Diameter dan Tinggi Pohon masing-masing provenan 56

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    No Teks Hal

    2.1 Pohon Dan Buah Jabon ………………………………………………………………… 9 3.1 Kerangka Berfikir Pendugaan Karbon Tersimpan …………..…………….. 27 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ……………………….………………………………. 28 4.1 Skema Rancangan Penelitian …………………………………….…………………. 30 6.1 Tingkat Perkembangan Diameter Rata-Rata masing-masing

    Provenan .A. cadamba Miq……………………………………………….……………. 48 6.2 Tingkat Perkembangan Tinggi Rata- Rata masing-masing Provenan

    A. cadamaba Miq…………………………………………..………………………………. 49 6.3 Hubungan Antara Biomasa Dengan Diameter Batang Pohon A.

    cadamba Miq………………………………………………………………………………….

    50 6.4 Hubungan Antara Biomasa Dengan Tinggi Pohon A. cadamba Miq... 51 6.5 Distribusi Biomasa Provenan A. cadamba Miq….……………………………. 52 6.6 Pertumbuhan Biomasa A. cadamba Miq pada tiap plot………………….. 57

  • xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    No Teks Hal

    1. Peta Lokasi Penelitian .............................................................. 64

    2. Peta Blok Penanaman Demoplot Uji Provenan Jabon .............. 65

    3. Peta Plot Penelitian Pohon Demoplot Uji Provenan Jabon....... 66

    4. Peta Plot Penelitian Serasah Demoplot Uji Provenan Jabon .... 67

    5. Data hasil Pengukuran Pohon A. cadamba Miq ....................... 68

  • xix

    DAFTAR FORMULA

    No Teks Hal

    1. Persamaan Alometri Chave et.al (2005) .................................. 30

    2. Formula Volume Kayu ............................................................. 34

    3. Formula Berat Jenis Kayu ......................................................... 34

    4. Formula Pendugaan Biomasa.................................................... 35

    5. Formula Pendugaan biomasa bahan organik ............................ 36

    6. Formula Kandungan Karbon Bahan Organik ........................... 36

    7. Formula Kandung Karbon Biomasa Pohon .............................. 37

    8. Formula Kandungan Karbon Perhektar .................................... 37

    9. Formula Kandungan Karbon pada Plot ..................................... 37

    10. Formula Total Kandungan Karbon ........................................... 38

    11. Formula Massa CO2 ................................................................. 38

    12. Formula CO2 Equivalen ........................................................... 38

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Berdasarkan Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Hutan

    merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya

    alam hayati didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, satu

    dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut fungsinya hutan terbagi kedalam

    beberapa fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi.

    Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempunyai tiga isu yang menjadi

    fokus utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu

    menjaga kualitas lingkungan hidup untuk meningkatkan daya dukung lingkungan,

    ketahanan air dan kesehatan masyarakat, Meningkatnya penanganan perubahan

    iklim, baik berupa kegiatan mitigasi untuk menurunkan emisi GRK sebesar

    mendekati 26 persen pada tahun 2020, ketahanan pangan yaitu berupa

    memanfaatkan potensi Sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari

    untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.

    Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan oleh kegiatan

    manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan

    perubahan komposisi atmosfer secara global selain itu juga berupa variabilitas

    iklim alami yang teramati dalam kurun waktu yang dapat dibandingkan (Perpres

    RI No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumha

    Kaca). Inventarisasi GRK adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi

    mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala

  • 2

    dari berbagai sumber emisi (source) dan penyerapnya (sink) termasuk simpanan

    karbon (carbon stock), inventarisasi GRK dilakukan pada sumber emisi dan

    penyerapnya termasuk simpanan karbon yang meliputi: Pertanian, Kehutanan,

    Lahan Gambut, dan Penggunaan Lahan Lainnya, Pengadaan dan Penggunaan

    Energi (Perpres RI No. 71 tahun 2011). Sumber utama Gas Rumah Kaca (GRK)

    terutama karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O),

    hydrofluorocarbon (HFCs), perfluorocarbon (PFCs), sulfur heksafluorida (SF6).

    Gas Rumah Kaca adalah gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami maupun

    antropogenik yang memiliki kemampuan menyerap dan memancarkan kembali

    radiasi infra merah ke bumi. Penyerapan dan pemancaran ini telah menyebabkan

    pemanasan atmosfer atau kenaikan suhu atmosfer dan perubahan iklim.

    Degradasi hutan dan deforestasi Indonesia telah memposisikan negeri ini

    menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (GRK) ditingkat

    global. Emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfir pada suatu areal tertentu

    dalam jangka waktu tertentu. Penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca tersebut

    adalah akibat aktivitas perubahan penggunaan hutan, lahan dan kehutanan atau

    yang dikenal dengan istiah LULUCF (Land Use, Land-Use Change and

    Forestry).

    Protokol Kyoto atas konvensi kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa

    tentang Perubahan Iklim bersepakat mengatur penurunan emisi GRK akibat

    kegiatan manusia sehingga dapat menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan

    tidak membahayakan sistem iklim bumi. Protokol Kyoto menetapkan aturan

    mengenai tata cara, target, mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta

  • 3

    prosedur penaatan dan penyelesaian sengketa. Dampak pemanasan global

    tampaknya saat ini bukan sebuah isu lagi melainkan sudah menjadi fakta dan

    kenyataan dilapangan, dimana beberapa hal yang menjadi kekhawatiran akan

    dampak pemanasan global ini telah tampak dan sudah dirasakan oleh semua

    kalangan.

    Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai garis pantai

    terpanjang kedua di dunia, dengan jumlah penduduk yang besar dan

    kemampuan ekonomi yang terbatas, Indonesia berada pada posisi yang sangat

    rentan terhadap dampak perubahan iklim bagi lingkungan dan kehidupan bangsa

    Indonesia. Dampak tersebut meliputi turunnya produksi pangan, terganggunya

    ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta manusia, naiknya

    permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnya

    keanekaragaman hayati. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang

    membangun perlu mempercepat pengembangan industri dan transportasi dengan

    tingkat emisi rendah melalui pemanfaatan teknologi bersih dan efisien serta

    pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Protokol Kyoto menjamin

    bahwa teknologi yang akan dialihkan ke negara berkembang harus memenuhi

    kriteria tersebut melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau Clean

    Development Mechanism (CDM) yang diatur oleh Protokol Kyoto.

    Kegiatan Reducing Emission From Deforestation and Degradation

    (REDD+) merupakan salah satu upaya mitigasi atau pengurangan emisi akibat

    perubahan iklim disekitar kehutanan dengan cara mengurangi emisi dari

    deforestasi, degradasi serta konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan

  • 4

    cadangan karbon. Cadangan karbon pada dasarnya merupakan banyaknya karbon

    yang tersimpan pada vegetasi berupa biomassa baik yang berada dipermukaan

    tanah maupun yang berada di bawah permukaan tanah. Upaya pengurangan GRK

    di atmosfer (emisi) adalah dengan mengurangi pelepasan CO2 ke udara, maka

    jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah

    serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan emisi

    serendah mungkin.

    Upaya rehabilitasi hutan dan lahan merupakan bagian dari upaya mitigasi

    perubahan iklim, Pembuatan hutan tanaman harus terus dilakuan untuk

    meningkatkan jumlah serapan CO2, serta mempertahankan hutan alam untuk

    menekan pelepasan emisi karbon ke atmosfer. Menurut Direktorat Perbenihan

    Hutan tahun 2002. Tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

    sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang bermutu baik secara genetik

    maupun fisik dan fisiologis. Pembangunan sumber sumber benih yang bermutu

    perlu terus dilaksanakan untuk mendukung program rehablitasi hutan dan lahan,

    pembangunan demoplot sumber benih merupakan langkah awal guna mencoba

    tingkat adaptasi suatu tanaman terhadap tapak yang akan dilakukan rehabilitasi

    hutan dan lahan, penggunaan jenis-jenis tanaman pioneer yang mempunyai sifat

    fastgrowing sehingga tingkat tutupan lahan dapat diperoleh dalam waktu yang

    cukup singkat.

    Guna mempercepat tingkat penutupan lahan akibat degradasi dan

    deforestasi dalam artian untuk menekan pelepasan emisi karbon serendah

    mungkin, maka perlu dilakukan penanaman dengan jenis-jenis fastgrowing,

  • 5

    sehingga kurun waktu penutupan lahan tersebut tidak terlalu lama dan gas CO2

    dapat diserap lebih banyak . Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

    benih jenis fastgrowing dapat dicapai melalui kegiatan penunjukan sumber benih

    atau pembangunan sumber benih, salahsatunya adalah pembangunan demoplot uji

    provenan jabon. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq) merupakan salahsatu jenis

    fastgrowing dengan daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap berbagai tapak

    penanaman serta tingkat penyebarannya cukup luas di nusantara.

    Demoplot uji provenan jabon dibangun pada tahun 2011, terletak di desa

    Blimbingsari kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana. Kondisi tegakan jabon

    telah mampu menutup lahan yang semula merupakan lahan terbuka dalam kurun

    waktu empat tahun, serta merupakan salahsatu kantong karbon (carbon pool).

    Tegakan A. cadamba Miq pada demoplot uji provenan jabon sebagai kantong

    karbon belum ada data hasil pengukuran nilai biomasa dan nilai simpanan karbon

    yang telah dicapai. Informasi nilai capaian biomasa dan simpanan karbon akan

    sangat bermanfaat dalam penentuan jenis fastgrowing sebagai tanaman penyerap

    karbondioksida.

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah penelitian pada demoplot uji provenans jabon

    adalah sebagai berikut :

    a. Apakah nilai biomasa yang telah di capai demoplot uji provenan jabon dalam

    kurun waktu empat tahun dapat diduga?

    b. Apakah nilai serapan karbon yang disimpan oleh demoplot uji provenan jabon

    dalam kurun waktu empat tahun dapat diduga?

  • 6

    c. Provenan jabon mana yang dapat beradaptasi dengan baik pada lokasi

    penelitian berdasarkan tingkat pertumbuhan diameter dan tinggi pohon yang

    dicapai dalam kurun waktu empat tahun?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk

    1. Mengetahui nilai biomasa yang telah dicapai Demoplot uji provenan jabon

    dalam kurun waktu empat tahun

    2. Menduga nilai karbon yang mampu diserap oleh tegakan Demoplot uji

    provenan jabon dalam kurun waktu empat tahun.

    3. Mengetahui provenan yang paling mampu beradaptasi dengan baik,

    berdasarkan tingkat pertumbuhan diameter dan tinggi pohon dari ke enam

    provenan tersebut.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kemampuan

    adaptasi tanaman jabon pada areal hutan, sehingga dapat dijadikan rujukan dalam

    pemilihan jenis tanaman untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan terutama

    untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara.

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data nilai simpanan

    karbon dari tanaman jabon, sehingga dapat dijadikan acuan ketika akan memilih

    jenis-jenis tanaman jabon yang akan dibudidayakan sebagai penyerap karbon

    untuk mengurangi tingkat emisi karbon di atmosfir, dalam rangka upaya mitigasi

    dampak perubahan iklim.

  • 7

    BAB II

    TINJAUN PUSTAKA

    2.1. Deskripsi Tanaman Jabon

    Jabon secara taksonomi mempunyai nama ilmiah Anthocephalus cadamba

    Miq termasuk ke dalam famili: Rubiaceae, genus Anthocephalus, Spesies

    Anthocephalus cadamba, Sinonim: Anthocephalus chinensis (Lamk.) A. Rich. Ex.

    Walp., Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil., Nauclea cadamba (Roxb.),

    Neolamarkcia cadamba (Roxb.) Bosser, Sarcocephalus cadamba (Roxb.) Kurz.,

    Anthocephalus indicus A. Rich., Anthocephalus morindaefolius Korth.

    (Soerianegara dan Lemmens, 1994).

    Anthocephalus cadamba Miq merupakan jenis tanaman berasal dari daerah

    tropis terutama Asia Selatan, Asia Tenggara (China, India, Malaysia Papua New

    Guinea, Filipina, Vietnam) dan Australia. A. cadamba Miq terdapat beberapa

    nama lokal di Indonesia antara lain Sumatera dikenal galupai, galupai bengkal,

    harapean, johan, kalampain, kelampai, kelempi, kiuna, lampaian, pelapaian,

    selapaian, serebunaik; Jawa dikenal jabon, jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian;

    Kalimantan disebut ilan, kelampayan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak;

    Sulawesi dikenal bance, pute, loeraa, pontua, suge manai, sugi manai, pekaung,

    toa; wilayah Nusa Tenggara dikenal gumpayan, kelapan, mugawe, sencari, kawak

    dan di wilayah Papua disebut aparabire, masarambi (Martawijaya dkk. 1989).

    A. cadamba Miq di negara Asia Tenggara lainnya dikenal dengan istilah

    bangkal, kaatoan bangkal (Brunei); mau-lettan-she, maukadon, yemau (Birma);

  • 8

    thkoow (Kamboja); kadam, cadamba, commonburr-flower tree (Inggris); koo-

    somz, sako (Laos); kelempayan, laran, selimpoh (Malaysia); labula (Papua

    Nugini); kaatoan bangkal (Filipina); krathum, krathum-bok, taku (Thailand)

    (Soerianegara dan Lemmens, 1994).

    2.1.1 Botani

    Krisnawati (2011) menyatakan jabon termasuk pohon berukuran besar

    dengan batang lurus dan silindris serta memiliki tajuk tinggi seperti payung

    dengan sistem percabangan yang khas mendatar. Tinggi pohon dapat mencapai 45

    m dengan diameter batang 100–160 cm dan kadang-kadang berbanir hingga

    ketinggian 2 m. Kulit pohon muda berwarna abu-abu dan mulus sedangkan kulit

    pohon tua kasar dan sedikit beralur.

    Daun menempel pada batang utama, berwarna hijau mengilap,

    berpasangan dan berbentuk oval-lonjong (berukuran 15–50 cm x 8–25 cm). Daun

    pada pohon muda yang diberi pupuk umumnya lebih lebar, dengan posisi lebih

    rendah di bagian pangkal dan meruncing di bagian puncak. Bunga terdiri dari

    kepala-kepala terminal bulat tanpa brakteol, bertangkai harum, berwarna oranye

    atau kuning.

    A. cadamba Miq memiliki bunga biseksual, terdiri dari lima bagian,

    kelopak bunga berbentuk corong. Mahkota bunganya gamopetal berbentuk seperti

    cawan. Benang sarinya ada lima, melekat pada tabung mahkota dengan filamen

    pendek. Buahnya merupakan buah majemuk, berbentuk bulat dan lunak, bagian

    atas terdiri dari empat struktur berongga atau padat.

  • 9

    Buah jabon mengandung biji yang sangat kecil berbentuk kapsul

    berdaging yang berkelompok rapat bersama untuk memben tuk daging buah yang

    berisi sekitar 8.000 biji. Biji kadang berbentuk trigonal atau tidak teratur dan tidak

    bersayap (Soerianegara dan Lemmens, 1994).

    2.1.2 Penyebaran

    A. cadamba Miq tumbuh secara alami di Australia, Cina, India, Indonesia,

    Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Singapura dan Vietnam. Jabon merupakan jenis

    tanaman yang disukai tidak hanya di habitat alaminya, tetapi juga di luar habitat

    alaminya. Jabon juga telah berhasil diintroduksikan di Kosta Rika, Puerto Riko,

    Afrika Selatan, Suriname, Taiwan,Venezuela dan negara-negara subtropis dan

    tropis lainnya (Orwa et al. (2009).

    (a) (b)

    Gambar 2.1 Bentuk pohon (a) buah jabon (b)

  • 10

    2.1.3 Tempat tumbuh

    Jabon merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanah-

    tanah aluvial yang lembap dan umumnya dijumpai di hutan sekunder di sepanjang

    bantaran sungai dan daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang

    air secara permanen maupun secara periodic, terkadang dapat ditemukan di areal

    hutan primer, dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada tanah-

    tanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara dan Lemmens, 1994). Cahaya

    merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan jabon, suhu maksimum

    untuk pertumbuhan jabon berkisar 32–420C dan suhu minimum berkisar anatar

    3–15,50C. Curah hujan tahunan rata-rata di habitat alaminya berkisar 1500–5000

    mm. Jabon dapat pula tumbuh pada daerah kering dengan curah hujan tahunan

    sedikitnya 200 mm (misalnya di bagian tengah Sulawesi Selatan). Jenis ini

    tumbuh baik pada ketinggian 300–800 m di atas permukaan laut. Di daerah

    khatulistiwa, jenis ini tumbuh pada ketinggian 0–1000 m dpl (Martawijaya dkk,

    1989).

    2.1.4 Karakteristik kayu

    Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras

    berwarna putih kekuningan sampai kuning terang; tidak dapat dibedakan dengan

    jelas warnanya dari kayu gubal (Martawijaya dkk.1989). Tekstur kayu agak halus

    sampai agak kasar, berserat lurus, kurang mengilat dan tidak berbau. Kerapatan

    kayunya berkisar 290–560 kg/m pada kadar air 15%. Kayu jabon mudah

    dikerjakan baik dengan tangan maupun mesin, mudah dipotong dan diketam, serta

    menghasilkan permukaan kayu yang halus. Kayunya juga mudah dipaku, dibor

  • 11

    dan dilem. Namun demikian, kayu jabon dinilai tidak tahan lama. Hasil uji kayu

    di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata kayu jabon dapat tahan kurang dari 1,5

    tahun apabila dibiarkan di atas tanah. Kayu jabon termasuk mudah dikeringkan

    dengan sedikit atau tanpa cacat. Kayu Jabon harus segera diolah setelah di panen

    untuk menanggulangi jamur (noda) biru pada permukaan kayu, atau harus diberi

    perlakuan dalam waktu 48 jam atau direndam dalam air (Soerianegara dan

    Lemmens, 1994).

    2.1.5 Kegunaan

    Kayu jabon dapat digunakan untuk bahan baku kayu lapis, konstruksi

    ringan, lantai, pulp dan kertas, langit-langit, kotak, peti, mainan, ukiran, korek api,

    sumpit dan pensil ). Kayu jabon juga dapat dipakai untuk bahan pembuatan

    sampan dan perkakas rumah sederhana jika dikeringkan dengan benar, digunakan

    untuk lapisan inti atau lapisan permukaan vinir (kayu lapis) dan cocok pula untuk

    bahan papan partikel, papan semen dan papan blok pulp kadang kadang dicampur

    dengan jenis kayu lain, umumnya kayu yang berserat panjang. Pohon jabon dapat

    berfungsi sebagai peneduh dan hiasan di tepian jalan dan desa-desa serta

    pelindung bagi tanaman lain pada sistem wanatani. Jabon juga digunakan untuk

    program reboisasi dan penghijauan; dapat memperbaiki sifat-sifat fisika dan

    kimia tanah di bawah tegakan karena serasah cabang, ranting dan daun-daun yang

    lebar dan besar mampu meningkatkan kandungan karbon organic tanah, kapasitas

    tukar kation dan nutrisi tanaman (Orwa et al. (2009).

    Ekstrak dari daun jabon dapat berfungsi sebagai obat kumur dan daun

    segarnya dapat digunakan sebagai pakan ternak atau kadang-kadang digunakan

  • 12

    sebagai piring dan serbet. Kulit kayu yang kering digunakan sebagai bahan tonik

    dan obat untuk menurunkan demam. Pewarna kuning dari kulit akar dapat

    berfungsi sebagai tanin (Soerianegara dan Lemmens, 1994).

    2.2 Demoplot Uji Provenan Jabon

    Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2011) menyatakan salah satu

    persyaratan keberhasilan pembangunan hutan tanaman di masa mendatang sangat

    ditentukan oleh penyediaan benih bermutu tinggi, yaitu unggul mutu genetiknya

    dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya, benih

    bermutu tinggi akan dapat meningkatkan kualitas tegakan, produksi kayu, daya

    tahan terhadap hama dan penyakit, serta memperpendek daur. Benih bermutu

    dapat diperoleh dari tegakan hutan alam atau tanaman yang ada atau dari tegakan

    yang khusus dibangun untuk menghasilkan benih bermutu. Sumber benih yang

    berkualitas dapat diperoleh melalui dua cara yaitu melalui penunjukan sumber

    benih dan pembangunan sumber benih. Kegiatan pembagunan demoplot uji

    provenan jabon berada di wilayah Desa Blimbingsari Kecamatan Melaya

    Kabupaten Jembrana Provinsi Bali tepatnya di Kawasan Hutan Produksi RPH

    Penginuman KPH Bali Barat. Kondisi lahan tersebut sebelumnya merupakan

    lahan bekas illegal loging dan telah lama dimanfaatkan oleh petani sekitar hutan

    untuk menanam jenis palawija, pada saat musim kemarau lahan tersebut menjadi

    lahan kosong sehingga pada saat musin hujan tiba sering terjadi erosi. Materi

    tanaman/ bibit berasal dari 6 provenan yaitu Provenan Malang, Garut, Sumatera,

    Sumbawa Barat, Sumedang dan Banten. Penanaman Demoplot uji provenan jabon

    dilakukan pada tahun 2011 dengan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 1.440

  • 13

    batang, saat ini tanaman telah mencapai umur sekitar 4 tahun (BPTH Bali dan

    Nusa Tenggara, 2011) . Berdasarkan hasil monitoring pada tahun 2014 yang

    dilakukan oleh BPTH Bali dan Nusa Tenggara persentase tumbuh tanaman

    mencapai 75,9 % dengan jumlah tanaman yang hidup sebanyak 1.093 batang,

    tinggi tanaman maksimal mencapai 1.700,00 cm dengan tinggi rata-rata adalah

    798,88 cm adapun diameter tanaman maksimal yaitu 22,00 cm dengan diameter

    rata-rata yaitu 10,93 cm

    2.3 Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global

    Gas rumah kaca yang selanjutnya disebut GRK adalah gas yang

    terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan

    memancarkan kembali radiasi inframerah (Perpres RI No. 71 tahun 2011). Gas-

    gas di atmosfer yang bersifat seperti rumah kaca disebut “Gas Rumah Kaca”.

    Terminologi Gas Rumah Kaca diartikan sebagai gas yang terkandung dalam

    atmosfer, baik alami maupun dari kegiatan manusia (antropogenik), yang

    menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah, sebagian radiasi

    matahari dalam bentuk gelombang pendek yang diterima permukaan bumi

    dipancarkan kembali ke atmosfer dalam bentuk radiasi gelombang panjang

    (radiasi infra merah). Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh GRK

    berada pada lapisan atmosfer bawah dekat dengan permukaan bumi, akan diserap

    dan menimbulkan efek panas yang dikenal sebagai “Efek Rumah Kaca”

    (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012).

    Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi

    akibat peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Pemanasan global

  • 14

    akan diikuti dengan perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan di

    beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan, di

    belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan

    disebabkan kenaikan suhu. Peningkatan suhu global ini akan mempengaruhi

    proses fisik dan kimia yang ada baik di bumi maupun atmosfer dan pada akhirnya

    berdampak pada perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan perubahan yang

    terjadi pada sistem iklim global akibat langsung atau tidak langsung dari

    aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan

    variabilitas iklim yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.

    Perubahan yang terjadi akibat fenomena ini diantaranya kenaikan tinggi muka air

    laut, perubahan pola angin, meningkatnya badai, perubahan pola hujan dan siklus

    hidrologi dan lain-lain dan akhirnya berdampak pada ekosistem hutan, daratan,

    dan ekosistem alam lainnya. (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012).

    Berdasarkan laporan IPCC tahun 2007 kemungkinan manusia yang

    menyebabkan terjadinya perubahan iklim adalah sebesar 90%, keadaan ini lebih

    tinggi dari laporan terakhir dari IPCC pada tahun 2001 dimana kemungkinan

    manusia sebagai penyebab perubahan iklim adalah sebesar 60%. Laporan tersebut

    juga mengungkapkan bahwa penyebab utama terjadinya peningkatan gas rumah

    kaca (GRK) seperti peningkatan gas carbon dioksida yang disebabkan oleh

    penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan, yaitu dari lahan

    hutan menjadi sistem penggunaan lahan lainnya, kegiatan industri, khususnya CO2

    dan dan gas lainnya, terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan

    oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta

  • 15

    pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri,

    karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas rumah

    kaca yang terakumulasi di udara dan menyaring energi panas matahari yang

    dipantulkan oleh permukaan bumi di zona atmosfer, sementara lautan dan vegetasi

    menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang

    berlebihan akibat emisi, hal ini berarti bahwa setiap tahun jumlah akumulatif dari

    gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat

    pemanasan global.

    2.4 Biomassa dan Karbon

    Hutan alami merupakan penyimpan karbon tertinggi bila dibandingkan

    dengan sistem penggunaan lahan (SPL) lainnya, dikarenakan keragaman

    pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah

    yang banyak. Kerusakan hutan menyebabkan manfaat tidak langsung dari hutan

    berkurang, yaitu hutan merupakan penyerap karbon terbesar dan memainkan

    peranan yang penting dalam siklus karbon global serta dapat menyimpan karbon

    sekurang kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain

    seperti padang rumput, tanaman semusim dan tundra. Tumbuhan memerlukan

    sinar matahari, gas asam arang (CO2) yang diserap dari udara serta air dan hara

    yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses

    fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat,

    kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam

    tubuh tanaman berupa kandungan karbon yang tersimpan (sequestrasi) karbon

    baik yang berada diatas permukaan tanah maupun yang berada dibawah

  • 16

    permukaan tanah (Sutaryo, 2009).

    Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau

    volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di

    atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering

    per satuan luas (Brown, 1997). Sejalan dengan perkembangan isu yang terkait

    dengan biomassa hutan, maka penelitian atau pengukuran biomassa hutan

    mengharuskan pengukuran biomassa dari seluruh komponen hutan. Pengukuran

    biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah

    permukaan dari pepohonan, semak, palem, anakan pohon, dan tumbuhan bawah

    lainnya, tumbuhan menjalar, liana, epifit dan sebagainya ditambah dengan

    biomassa dari tumbuhan mati seperti kayu dan serasah.

    Pohon melalui proses fotosintesis menyerap CO2 dari atmosfer dan

    mengubahnya menjadi karbohidrat dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya

    seperti dalam batang, daun, akar, buah dan-lain-lain. Perubahan kuantitas

    biomassa dapat terjadi karena suksesi alami dan oleh aktifitas manusia seperti

    silvikultur, pemanenan dan degradasi atau perubahan terjadi karena adanya

    bencana alam (Sutaryo, 2009).

    2.5 Karbon Hutan

    Sutaryo (2009) menyatakan biomasa hutan berperan penting dalam siklus

    biogeokimia terutama dalam siklus karbon, dari keseluruhan karbon hutan

    sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan, konsekuensi jika terjadi

    kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah

    karbon di atmosfer.

  • 17

    Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup

    (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sedimen seperti fosil

    tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah karbon yang berasal dari makhluk

    hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan

    karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi

    Akumulasi gas rumah kaca akibat perubahan tutupan lahan dan kehutanan

    diperkirakan sebesar 20% dari total emisi global yang berkontribusi terhadap

    pemanasan global dan perubahan iklim. Upaya mitigasi perubahan iklim perlu

    melibatkan sektor perubahan tutupan lahan dan kehutanan. Mengingat hutan

    berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi secara

    alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien di bumi

    sekaligus menjadi sumber emisi gas rumah kaca pada saat tidak dikelola dengan

    baik (Solichin, 2011).

    Sutaryo (2009) menyatakan hutan, tanah laut dan atmosfer semuanya

    menyimpan karbon atau sering dikenal dengan kantong karbon aktif (active

    carbon pool). Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan karbon dengan

    meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon

    yang tersimpan di hutan. Kondisi saat ini yang terjadi selain kerusakan hutan

    tingginya laju pembakaran bahan bakar fosil sehingga jumlah karbon yang berada

    di atmosfer meningkat dengan pesat. Tumbuhan akan mengurangi karbon (CO2)

    di atmosfer melalui proses fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan

    tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer,

    karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua

  • 18

    komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan

    bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan

    juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut,

    jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan

    karbon yang ada di atas permukaan.

    Ardhana (2015) menyatakan biomasa adalah total berat basah atau berat

    kering dari vegetasi yang dinyakan dalam satuan ton. Biomasa tegakan adalah

    akumulasi biomasa pohon persatuan luas area, dinyatakan dalam ton per hektar.

    Biomasa pohon bagian atas adalah total berat basah atau berat kering tanur bagian

    pohon diatas permukaan tanah yang meliputi batang, cabang, daun, bunga dan

    buah, dinyatakan dalam satuan ton.

    Pendugaan stock karbon berdasarkan biomasa dibutuhkan nilai faktor

    konversi biomasa ke stock karbon yang disebut dengan fraksi karbon, nilai fraksi

    karbon sebaiknya menggunakan nilai yang sesuai dengan jenis dan tipe ekosistem

    yang diduga, apabila nilai faraksi karbo spesifik jenis atau tipe ekosistem tidak

    tersedia, maka nilai farkasi karbon yang di tetapkan IPCC dapat digunakan yaitu

    sebesar 0,47 (Puslitbanghut, 2013). Badan Standarisasi Nasional (2011)

    menyatkan nilai persentasi kandungan karbon dari biomasa pohon adalah sebesar

    47 % (SNI 7724:2011) .

    Karbondioksida ekuivalen adalah nilai potensi karbondioksida yang

    dilepaskan oleh tegakan jika tegakan hutan tersebut terganggu. Nilai ketetapan

    karbondioksida ekuivalen sebesar 3,67, nilai tersebut diperoleh melalui

    perbandingan massa molekul relative CO2 (44) dengan massa atom relative C (12)

  • 19

    (Puslitbanghut, 2013).

    Gratimah (2009) menyatakan atom karbon yang terdapat pada

    karbondioksida berbanding lurus dengan atom karbon yang terdapat pada glukosa

    (C6H12O6), untuk memperoleh nilai CO2 yang diserap tegakan terhadap adalah

    dengan mengalikan antara massa glukosa dengan tetapan nilai 1,47. Rumus untuk

    menghitung massa karbondioksida (CO2) dihasilkan dari persamaan reaksi

    fotosintesis sebagai berikut :

    Energi Matahari

    6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2

    Berdasarkan persamaan reaksi tersebut diketahui bahwa 1 mol C6H12O6 memiliki

    kesetaraan dengan 6 mol CO2, dengan demikian maka cara perhitungannya yaitu:

    [

    ] X

    [

    ] X 44

    Cadangan karbon disimpan dalam bentuk biomasa tumbuhan antara lain :

    a. Bagian hidup (bagian tumbuhan masih hidup yaitu batang, ranting, tajuk pohon

    dan tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim;

    b. Bagian mati (nekromasa) masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang

    masih tegak maupun yang sudah rebah, tonggak, serasah yang belum lapuk;

  • 20

    c. Tanah (bahan organik) sisa makhluk hidup tumbuhan, hewan, manusia yang

    telah mengalami pelapukan sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi

    bagian tanah, ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.

    Cadangan karbon yang ada di alam dapat dibedakan menjadi empat

    kelompok yaitu :

    a. Karbon diatas permukaan tanah meliputi biomasa pohon, biomasa tumbuhan

    bawah, nekromasa dan serasah. Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan

    umumnya terdapat pada komponen pepohonan, untuk mengurangi tindakan

    perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi menggunakan

    persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang.

    b. Karbon di dalam tanah meliputi Biomasa akar dan bahan organik tanah, akar

    menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar langsung kedalam tanah,

    dan keberadaannya dalam tanah cukup lama. Pada tanah hutan biomasa akar

    lebih didominasi oleh akar-akar besar (lebih dari 2 mm), sedangkan pada tanah

    pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek. Biomasa

    akar dapat diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama) sama dengan cara

    untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diemeter batang.

    Bahan organik tanah berupa sisa tumbuhan, hewan dan manusia yang ada

    dipermukaan dan didalam tanah sebagian atau seluruhnya dirombak oleh

    arganisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah (Ardhana,

    2015).

    Sutaryo (2009) menyatakan kegiatan inventarisasi karbon hutan, carbon

    pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon yaitu biomassa atas

  • 21

    permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik

    tanah.

    a. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan,

    termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang,

    kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata

    tumbuhan bawah di lantai hutan.

    b. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan

    yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu

    yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang

    lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan

    organik tanah dan serasah.

    c. Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan

    sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari

    diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang

    terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang

    tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di

    tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang

    telah ditetapkan.

    d. Karbon organik tanah mencakup carbon pada tanah mineral dan tanah

    organik termasuk gambut.

    2.6 Metode Penghitungan Biomassa

    Penghitungan biomasa dapat dilakukan dengan 4 (empat) cara utama

    yaitu sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;

  • 22

    sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan

    hutan secara in situ; Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan pembuatan

    model. (Sutaryo, 2009).

    a. Sampling dengan pemanenan

    Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk

    akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. Metode ini

    diterapkan untuk mengukur biomassa hutan dengan mengulang beberapa area

    atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan

    persamaan alometrik. metode ini terhitung akurat untuk menghitung biomass

    pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan sangat memakan

    waktu.

    b. Sampling tanpa pemanenan

    Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengkukuran tanpa

    melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur

    tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk

    mengekstrapolasi biomassa.

    c. Pendugaan melalui penginderaan jauh.

    Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama

    untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Kendala yang umumnya adalah

    karena teknologi ini relatif mahal dan secara teknis membutuhkan keahlian

    tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh pelaksana kegiatan. Metode ini

    juga kurang efektif pada daearah aliran sungai, pedesaan atau wanatani

    (agroforestry) yang berupa mosaic dari berbagai penggunaan lahan dengan

  • 23

    persil berukuran kecil (beberapa ha saja). Hasil pengideraan jauh dengan

    resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area kegiatan

    menjadi kelas-kelas vegetasi yang relative homogen. Hasil pembagian kelas

    ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan.

    Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik

    memerlukan hasil pengideraan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini

    akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar.

    d. Pembuatan model

    Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan

    intensitas pengamatan insitu atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya,

    model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sample plot yang diukur

    berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau

    melalui persamaan allometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa .

    (Australian Greenhouse Office, 1999).

    2.7. Penentuan Model Alometri

    Model alometri adalah model regresi yang menyatakan hubungan antara

    ukuran atau pertumbuhan dari salah satu komponen individu pohon dengan

    keseluruhan komponen dari individu pohon tersebut (Puslitbang, 2013). Menurut

    Solichin (2011) Allometry merupakan evolusi morfologi makhluk hidup yang

    didasari atas hubungan antara ukuran dari makhluk hidup tersebut dengan ukuran

    salah satu bagian makhluk hidup tersebut. Sedangkan persamaan alometrik yang

    digunakan untuk pendugaan kandungan biomasa atau karbon merupakan

    hubungan antara salah satu parameter pohon, misalnya diameter atau tinggi,

  • 24

    dengan jumlah total biomasa atau karbon yang terkandung dalam pohon tersebut.

    Pendugaan biomasa pohon dengan model alometri menggunakan variable

    data diameter setinggi dada (DBH) dan tinggi pohon serta berat jenis kayu.

    Penggunaan persamaan allometrik yang spesies spesifik baik dan bahkan mutlak

    diterapkan pada pendugaan biomassa pada hutan tanaman yang umumnya

    monokultur. Komunitas atau ekosistem dengan variasi species yang terbatas atau

    sangat didominasi oleh species tertentu seperti mangrove juga baik apabila

    menggunakan persamaan yang species spesifik, sampling dilakukan dengan

    jumlah pohon yang dapat mewakili ukuran dan distribusi spesies dalam suatu

    hutan untuk menyusun persamaan lokal dengan presisi tinggi terutama pada

    hutan dengan keragaman spesies tinggi sangat memakan biaya dan waktu.

    (Solichin, 2011). Keuntungan menggunakan persamaan umum misalnya

    berdasarkan zona ekologi atau kelompok spesies adalah kecenderungan bahwa

    persamaan tersebut disusun dengan jumlah sample pohon yang banyak dan

    dengan rentang diameter yang besar, hal ini akan meningkatkan presisi dari

    persamaan alometri yang umum digunakan dalam menduga biomassa tegakan

    salah satunya melalui pendekatan zona iklim pada lokasi yang akan dilakukan

    pengukuran biomassa tegakan yang diperkenalkan oleh Brown (1997) dan Chave

    et al. (2005). Kedua persamaan tersebut zona iklim dibagi kedalam tiga zona

    yaitu Zona kering, zona lemban dan zona basah. Zona iklim tersebut dibagi

    berdasarkan curah hujan rata-rata tahunan yang terjadi didaerah tersebut.

    Menurut Harja, 2012 hubungan diameter dan tinggi pohon mempunyai

    kecenderungan berkorelasi positif, namun pada hubungan tersebut juga

  • 25

    dipengaruhi oleh kondisi iklim. Pohon dengan ukuran diameter yang sama

    cenderung mempunyai dimensi tinggi yang lebih besar pada kondisi iklim basah

    dibandingkan pada iklim kering. Salah satu alasan yang dapat menjelaskan

    adalah adanya persaingan untuk mendapatkan cahaya pada daerah beriklim

    basah, karena ketersediaan air memungkinkan pohon untuk tumbuh lebih cepat

    dan menunjang kerapatan pohon yang lebih tinggi.

    Tabel 2.1 Persamaan Alometri Chave et al. tahun 2005

    Zona Iklim Rumus Alometri

    Kering (< 1500)

    mm/tahun

    1. (AGB) est = 0.112 (ρD2H)0.916

    2. (AGB) est = ρ x exp (-0.667 + 1.784 ln(D)+ 0.207 (ln(D))

    2-0.0281 (ln(D))

    3

    Humid/Lembab

    (1500-4000)

    mm/ tahun

    1. (AGB) est = 0.0509 x ρD2 H

    2. (AGB) est = ρ x exp (-1.499 + 2.148 ln(D) + 0.207 (ln(D))

    2-0.0281 (ln(D))

    3

    Basah (> 4000)

    mm/ tahun

    1. (AGB) est = 0.0776 x ρD2H

    0.94

    2. (AGB) est = ρ x exp (-1.239 +1.980 ln(D) + 0.207 (ln(D))

    2-0.0281 (ln(D))

    3

    Sumber : Chave et al. tahun 2005

    Tabel 2.2 Persamaan Alometri Brown et al. tahun 1997

    Zona Iklim Rumus Alometri

    Kering (< 1500)

    mm/tahun

    1. Y = exp [-1.996 + 2.32 *ln (D)]

    2. Y = 10^[-0.535 + Log (BA)]

    Humid/Lembab

    (1500-4000)

    mm/ tahun

    1. Y = 42.69 – 12.800 (D) + 1.242 (D2)

    2. Y = exp [-2.134 + 2.530 * ln (D)]

    Basah (> 4000)

    mm/ tahun

    1. Y = 21.297 – 6.953 (D) + 0.740 (D2)

    Sumber : Brown et al. tahun 1997

  • 26

    Persamaan pertama digunakan jika data yang diambil adalah data DBH

    dan tinggi pohon, namun jika data yang diambil hanya DBH maka persamaan

    yang digunakan adalah persamaan no. 2. Persamaan alometri yang dikembangkan

    oleh Chave et al. (2005) telah di coba sebanyak 20 lokasi dengan jumlah pohon

    yang menjadi data adalah sebanyak 1.808 pohon dengan rentang diameter antara 5

    – 156 cm, data-data diameter dan tinggi pohon diambil dari beberapa Negara

    antara lain : Indonesia, Kamboja, India, Malaysia, Brazil, Venezuela, Mexico,

    Costa Rica, Poeto Rico, Australia, New Guinea. Persamaan umum yang

    diperkenalkan oleh Brown tahun 1997 variabel yang digunakan hanya diameter

    pohon tidak ada parameter lainnya.

    Menurut Virni et al. (2014) Persamaan alometrik yang dikembangkan oleh

    Chave et al. (2005) adalah yang paling mendekati biomassa di lapangan hal ini

    disebabkan variable yang yang digunakan dalam pendugaan nilai biomasa pohon

    adalah diameter dan tinggi pohon.

  • 27

    BAB III

    KERANGKA BERFIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

    3.1. Kerangka Berfikir

    Salahsatu faktor penyumbang pemanasan global yang mengakibatkan

    terjadinya perubahan iklim adalah adanya kegiatan deforestasi dan degradasi

    hutan baik dengan cara pengalihfungsian lahan, illegal logging, perambahan

    hutan yang tidak terkendali dan pembakaran hutan. Pemerintah Indonesia

    berkomitmen untuk mengatasi dampak perubahan iklim yaitu dengan melakukan

    rencana aksi nasional gas rumah kaca (RAN GRK), rencana aksi tersebut memuat

    rencana tindakan-tindakan strategis untuk menstabilkan level emisi GRK yaitu

    dengan melakukan penyerapan karbon di atmosfir kedalam biomasa tanaman.

    Kegiatan rehabilitasi, reboisasi, restorasi dan konservasi pelestarian

    sumberdaya hutan merupakan tindakan penyeraan karbon di atmosfir kedalam

    biomasa tanaman. Guna mempercepat terlaksananya rehabilitasi lahan dan hutan,

    maka penanaman tanaman pioneer yang bersifat fastgrowing species merupakan

    salah satu alternatif yang dilakukan agar penutupan lahan kritis yang terjadi dapat

    terlaksana dengan cepat untuk mengurangi emisi GRK. Demoplot uji provenan

    jabon sampai dengan saat ini telah mencapi umur 4 tahun, kondisi lahan yang

    sebelumnya merupakan lahan terbuka bekas illegal loging kondisi saat ini telah

    tertutup dengan tajuk tanaman jabon.

  • 28

    Gambar 3.1. Kerangka berfikir pendugaan karbon tersimpan

    Perhitungan total cadangan karbon hutan didasarkan pada kandungan

    biomassa dan bahan organik pada sumber karbon (carbon pools) yaitu biomasa

    atas pohon berdiri dan serasah.

    3.2 Konsep Penelitian

    Proses penimbunan karbon (C) dalam tubuh tanaman hidup dinamakan

    proses sekuestrasi karbon (C- sequestration), jumlah C yang disimpan dalam

    tanaman (biomasa) pada Demoplot uji provenan jabon dapat menggambarkan

    banyaknya emisi CO2 di atmosfer yang diserap oleh jabon.

    TINGGI, DIAMETER POHON,

    VOLUME TEGAKAN

    DEMOPLOT UJI PROVENAS JABON

    DATA HASIL PENGUKURAN

    TEGAKAN

    BIOMASA TEGAKAN

    PENGHITUNGAN DAN PENDUGAAN

    KARBON TERSIMPAN

    TOTAL KARBON YANG TERSIMPAN OLEH

    DEMOPLOT UJI PROVENANS JABON

  • 29

    Gambar 3.2. Kerangka konsep penelitian

    Perhitungan biomassa pohon semestinya menggunakan persamaan

    alometrik sesuai spesies tertentu diawali pengukurannya dengan penebangan dan

    penimbangan dari seluruh bagian pohon, namun hal tersebut membutuhkan biaya

    dan waktu yang tidak sedikit. Pendugaan biomassa tegakan dapat dilakukan

    dengan menggunakan beberapa persamaan alometri yang telah dikembangkan

    oleh para peneliti sebelumnya.

    Persamaan alometri yang diperkenalkan oleh Chave et al. (2005)

    didasarkan atas zona iklim pada lokasi yang akan diamati. Suarsa (2015)

    mengatakan bahwa tingkat curah hujan untuk daerah Melaya dalam rentang waktu

    selama 10 tahun yaitu tahun 1991 sampai dengan 2010 memiliki rata-rata curah

    hujan bulanan adalah sebesar 1.808 mm/tahun. Mengacu kepada persamaan yang

    dikembangkan oleh Chave et al. (2005) maka lokasi penelitian termasuk kedalam

    pada zona iklim basah, persamaan alometri yang sesuai untuk digunakan adalah :

    BIOMASA

    TEGAKAN

    PERSAMAAN

    CHAVE et al. 2005

    PERSAMAAN

    ALOMETRI

    ZONA IKLIM

    (kering, lembab dan

    basah)

  • 30

    …………. (1)

    Keterangan :

    BAP : Biomasa Atas Permukaan (kg/pohon)

    ρ : Berat jenis kayu (g/cm3)

    D : Diameter pohon (cm)

    H : Tinggi pohon (m)

    Berdasarkan persamaan tersebut maka variable yang harus di ambil pada saat

    penelitian adalah diameter setinggi dada (D), tinggi pohon total (H) dan berat

    jenis kayu.

    3.3 Hipotesis Penelitian

    1. Total biomasa tegakan jabon yang terdapat dalam demoplot uji provenan jabon

    dapat diduga dengan menggunakan variabel diameter, tinggi dan berat jenis

    kayu jabon (ρ).

    2. Total nilai serapan karbon yang tersimpan dalam demoplot uji provenan jabon

    dapat diduga melalui total nilai biomassa dari tegakan tegakan tersebut.

    3. Provenan jabon Sumbawa Barat merupakan provenan yang mampu beradaftasi

    dengan baik, karena secara visual tingkat pertumbuhan vegetatif provenan

    Sumbawa Barat lebih baik dibandingkan dengan provenan lainnya.

    (BAP) = 0.0509 x ρD2H