abstract

14
1 CAMPUR KODE PENGGUNAAN RAGAM BAHASA KOMUNITAS PEKERJA SALON KE DALAM BAHASA INDONESIA DI MALL RATU INDAH MAKASSAR Mix Code of Use Variety Language the Salon Workers Community into Indonesian Language to the Ratu Indah Mall in Makassar Pratiwi Syarief, Lukman dan Tadjuddin Maknun ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan wujud campur kode penggunaan ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia komunitas pekerja salon dan mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode penggunaan ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar. Penelitian ini dilakukan di Mall Ratu Indah Makassar, yang terletak sekitar satu kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Makassar (lapangan Karebosi). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung dengan observasi, perekaman, dan wawancara dengan pekerja salon di tiga buah salon di Mall Ratu Indah Makassar. Pengambilan sampel dilakukan secara purvosive sampling dari pertuturan pekerja salon di tiga buah salon yang mewakili lokasi penelitian. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif sebagaimana adanya kemudian diinterpretasi secukupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa percampuran kode yang ditemukan dalam ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia berupa wujud penyisipan kata juga dalam bentuk kata ulang serta ada beberapa penyisipan dalam wujud frasa. Faktor-faktor penyebab terjadinya penggunaan campur kode ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar adalah faktor situasi tutur, kesantaian, dan rahasia. ABSTRACT This study aims to describe a form of mixed code of use different languages of the salon worker communities into Indonesian salon workers community and to describe the factors that cause the occurrence of mixed code of use different languages of the salon worker communities into Indonesian at the Ratu Indah Mall Makassar. This research was conducted on the Ratu Indah Mall Makassar, which is located about one kilometer to the south of the central city of Makassar (Karebosi field). The method used in this research is direct observation, recording, and interviews with salon workers in three salons in Ratu Indah Mall of Makassar. Sampling is done in purvosive narrative sampling of salon workers in a salon that represents the three study sites. Data were analyzed using qualitative descriptive analysis as they are then interpreted sufficiently. The results showed that the mixing of code found in the variety of language communities to salon workers in the Indonesian language in the form of insertion of the word form is also in the form of repeated words and there are some in the form of insertion of the phrase. These factors cause the use of code mixing different languages salon worker community into Indonesian at the Ratu Indah Mall Makassar is the factor explained the situation, leisure, and confidential. Kata Kunci: Mix Code of Use Variety, Language, Salon Workers Community

Upload: may

Post on 20-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ABSTRACT

TRANSCRIPT

Page 1: ABSTRACT

1

CAMPUR KODE PENGGUNAAN RAGAM BAHASA KOMUNITAS PEKERJA SALON KE DALAM BAHASA INDONESIA DI

MALL RATU INDAH MAKASSAR

Mix Code of Use Variety Language the Salon Workers Community into Indonesian Language to the Ratu Indah Mall in Makassar

Pratiwi Syarief, Lukman dan Tadjuddin Maknun

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan wujud campur kode penggunaan ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia komunitas pekerja salon dan mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode penggunaan ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar. Penelitian ini dilakukan di Mall Ratu Indah Makassar, yang terletak sekitar satu kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Makassar (lapangan Karebosi). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung dengan observasi, perekaman, dan wawancara dengan pekerja salon di tiga buah salon di Mall Ratu Indah Makassar. Pengambilan sampel dilakukan secara purvosive sampling dari pertuturan pekerja salon di tiga buah salon yang mewakili lokasi penelitian. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif sebagaimana adanya kemudian diinterpretasi secukupnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa percampuran kode yang ditemukan dalam ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia berupa wujud penyisipan kata juga dalam bentuk kata ulang serta ada beberapa penyisipan dalam wujud frasa. Faktor-faktor penyebab terjadinya penggunaan campur kode ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar adalah faktor situasi tutur, kesantaian, dan rahasia.

ABSTRACT This study aims to describe a form of mixed code of use different languages of the salon worker communities into Indonesian salon workers community and to describe the factors that cause the occurrence of mixed code of use different languages of the salon worker communities into Indonesian at the Ratu Indah Mall Makassar. This research was conducted on the Ratu Indah Mall Makassar, which is located about one kilometer to the south of the central city of Makassar (Karebosi field). The method used in this research is direct observation, recording, and interviews with salon workers in three salons in Ratu Indah Mall of Makassar. Sampling is done in purvosive narrative sampling of salon workers in a salon that represents the three study sites. Data were analyzed using qualitative descriptive analysis as they are then interpreted sufficiently. The results showed that the mixing of code found in the variety of language communities to salon workers in the Indonesian language in the form of insertion of the word form is also in the form of repeated words and there are some in the form of insertion of the phrase. These factors cause the use of code mixing different languages salon worker community into Indonesian at the Ratu Indah Mall Makassar is the factor explained the situation, leisure, and confidential.

Kata Kunci: Mix Code of Use Variety, Language, Salon Workers Community

Page 2: ABSTRACT

2

PENDAHULUAN

Kode adalah istilah netral yang dapat mengacu kepada bahasa, dialek, sosiolek, atau ragam bahasa (Sumarsono, 2007:201). Pada penelitian perkodean ini mengacu pada dua buah kode, yaitu kode yang berupa bahasa, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa dominan/ kode utama dan kode yang berupa ragam bahasa, yaitu ragam bahasa komunitas pekerja salon yang sifatnya hanya berupa serpihan-serpihan (pieces) saja.

Perkembangan ragam bahasa komunitas pekerja salon secara umum berkaitan erat dengan aspek sosiolingistik tetapi secara kaidah, masuknya kode yang berupa penyisipan kata, kata ulang, dan frasa dari ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia sebagai kode utama pada setiap peristiwa tutur pekerja salon dikhawatirkan mengakibatkan terganggunya eksistensi bahasa Indonesia.

Contoh: 1. Habis dibonsai yah (bonsai= rebonding/ pelurusan rambut), 2. Ani-aninya lucu sekali (Ani-ani= anak-anak), dan 3. Kesempatan emasku hilma layang deh ( hilma layang= hilang) Tidak sedikit penyisipan kata, kata ulang, dan frasa dari ragam bahasa

komunitas pekerja salon yang masuk dalam kalimat percapakan bahasa Indonesia sehingga memungkinkan timbulnya kesalahpahaman berbahasa, khususnya antara pekerja salon sebagai penutur dan hadirnya orang ketiga (pelanggan). Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya percampuran kode tersebut disebabkan oleh faktor situasi tutur, kesantaian, dan rahasia/ tertutup.

Tulisan ini merupakan ringkasan sebagian hasil penelitian saya (Tesis, Unhas 2010) yang berjudul “Campur Kode Penggunaan Ragam Bahasa Komunitas Pekerja Salon ke dalam Bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar”.

Masalah dalam penelitiaan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan: Bagaimana wujud campur kode penggunaan ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar? Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya penggunaan campur kode ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar?

Penelitian ini memanfaatkan teori-teori sosiolinguistik, khususnya campur kode yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian, seperti teori Fasold (2004), Thelander (2004) yang berpendapat bahwa campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain. KAJIAN TEORI

Campur kode termasuk juga konvergensi kebahasaan (linguistic convergence). Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):

Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.

Page 3: ABSTRACT

3

2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing.

Beberapa wujud campur kode, 1. penyisipan kata, 2. penyisipan frasa, 3. penyisipan klausa, 4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan 5. penyisipan bentuk gabungan pembentukan asli dan asing.

Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004:115) menawarkan kriteria gramatika untuk campur kode. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Pendekatan penelitian ini adalah jenis penelitian sosiolinguistik. Untuk memeroleh data bahasa yang demikian, metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan langsung dengan observasi, perekaman, dan wawancara.

Penelitian ini dilakukan di Mall Ratu Indah Makassar, yang terletak sekitar satu kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Makassar (lapangan Karebosi). Data yang diteliti meliputi pemakaian bahasa pada lingkup pekerja salon mulai tanggal 1 Desember tahun 2010 sampai minggu keempat bulan Januari 2010 sebanyak 91 bentuk percakapan. Sumber data dalam penelitian ini adalah tiga buah salon yang ada di Mall Ratu Indah Makassar, yaitu salon Rudy, salon Yopie Kawula Muda, dan salon Johny Andrean .

Objek penelitian ini meliputi data lisan yang diperoleh dari tuturan informan pada saat para pekerja salon berbicara kepada para pekerja salon ataupun pelanggan. Data ini diperoleh melalui rekaman dan pengamatan yang intensif terhadap perilaku ujar informan pada saat berkomunikasi. Dalam pelaksanaan pengamatan, peneliti mencatat secara langsung keadaan/ situasi tutur, seperti pesan yang disampaikan dan ekspresi para pekerja salon.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan tuturan pekerja salon. Tuturan-tuturan yang digunakan oleh para pekerja salon pada tiga salon, yaitu salon Rudy, salon Yopie Kawula muda, dan salon Johny Andrean. Mengingat keterbatasan peneliti, baik dalam hal waktu, tenaga maupun pikiran, sedangkan jumlah percakapan yang menjadi populasi cukup banyak, maka peneliti menetapkan 50% sebagai sampel untuk bahan analisis.

Penetapan sampel sebanyak 91 bentuk percakapan yang mengandung campur kode ke dalam bahasa Indonesia yang didasarkan pada wilayah (area sampling). Peneliti mengambil 30 bentuk percakapan pada setiap salon secara purvosive sampling.

Page 4: ABSTRACT

4

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah observasi, perekaman, dan wawancara. Berikut ini diuraikan ketiga teknik pengumpulan data tersebut. 1) Observasi: Pada teknik ini peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap berbagai situasi di lapangan yang berhubungan dengan data yang diperlukan, 2) Perekaman: Teknik perekaman dilakukan peneliti dengan merekam ujaran informan selama berkomunikasi dengan pelanggan atau sesama pekerja salon. 3) Wawancara: Wawancara dilakukan kepada responden yang dianggap dapat memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Teknik Analisis Data berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mentranskrip data rekaman ke dalam bentuk tertulis, 2) Mengidentifikasi hasil pengamatan campur kode yang terjadi serta kode bahasa yang dialiterasikan, 3) Mengklasifikasi kosakata ragam bahasa salon berdasarkan pola dan bentuknya, 4) Menganalisis faktor-faktor pembangkit campur kode yang terjadi. Data disajikan dalam deskriptif kualitatif sebagaimana adanya kemudian diinterpretasi secukupnya.

WUJUD CAMPUR KODE PENGGUNAAN RAGAM BAHASA KOMUNITAS PEKERJA SALON KE DALAM BAHASA INDONESIA DI MALL RATU INDAH MAKASSAR

Ragam bahasa komunitas pekerja salon jika dianalisis beberapa kosakata yang menggunakan istilah nama tokoh tertentu, misalnya kera sakti yang berarti ’kuat’, andi meriam yang berarti ’mata’. Selain itu, mereka juga menggunakan nama daerah tertentu, misalnya mataram berarti ’mati’, buleleng berarti ’bule’, birma berarti ’biar’, manila berarti ’manis’, dan minahasa berarti ’minum’.

Hal yang paling menonjol dalam ragam bahasa komunitas pekerja salon adalah penggunaan penamaan/ nama orang, misalnya ani-ani berarti ’anak-anak’, batara berarti ’batuk’, batari berarti ’bapak-bapak’, dese/ diana berarti ’dia’, dukria berarti ’duduk’, endang berarti ’enak’, habibah berarti ’habis’, hamidah berarti ’hamil’, handoko berarti ’handuk’, inang berarti ’iya’, maharani berarti ’mahal’, mawar berarti ’mau’, nanda berarti ’nanti’, salsa berarti ’salon’, sukria berarti ’suka’, tamara berarti ’tamu’, dan tammi berarti ’minum’.

Selain itu, penggunaan kosakata dalam ragam bahasa komunitas pekerja salon banyak digunakan nama-nama binatang, misalnya kelinci berarti ’kecil’. Belalang berarti ’beli’, dan capung berarti ’banyak’. Selanjutnya, penggunaan nama brand tertentu, misalnya bluben yang berarti ’belum’, granada berarti ’gerah/panas’, hitachi berarti ’hitam’, kencana berarti ’kencing’, lambada berarti ’lambat’, motorola berarti ’motor’, rexona berarti ’rokok’.

Selebihnya, Ragam bahasa komunitas pekerja salon yang terpola memiliki perumusan dengan pemodifikasian dengan cara berikut:

(1) Mengubah bentuk dasarnya (kata bahasa Indonesia) dan tidak mengubah makna dasar (makna kata bahasa Indonesia), misalnya besok menjadi beskop, mahal menjadi maharani, mandi menjadi mandole, mana menjadi mandang, manis menjadi manila.

(2) Mengubah bentuk dasarnya (kata bahasa Indonesia) dan mengubah

Page 5: ABSTRACT

5

makna, misalnya adegan berarti ’ada’, bagasi berarti ’bagus’, cumi berarti ’cium’, gilingan berarti ’gila’, dan lain lain.

(3) Mengambil suku kata pertama kemudian dimodifikasi dengan segala bentuk dan variasinya dengan mengambil kata dari bahasa Indonesia, misalnya mau diambil suku kata pertama ma- kemudian dimodifikasi menjadi mawar dengan mengambil kata dari bahasa Indonesia. Contoh lain ’nanti’ menjadi nanda, ’kecil’ menjadi kelinci, ’salon’ menjadi salsa, ’suka’ menjadi sukria, dan lain-lain.

Ragam bahasa komunitas pekerja salon yang tidak memiliki pola dan tidak terumuskan dapat dilihat pada contoh rexona berarti ’rokok’, sirkuit berarti ’sedikit’, pere berarti ’cewek’, pejes berarti ’pijat’, peniti berarti ’pusing’, merekah berarti ’marah’, katu berarti kawin, lagam puspita berarti ’lagu’, jorse berarti ’jorok’, granada berarti ’gerah’, cacamarica berarti ’cari’, blimbingkan berarti ’bilangkan’, dan lain-lain.

Selain itu ada beberapa kosakata ragam bahasa komunitas pekerja salon yang menyerap ragam bahasa waria, dapat dilihat pada kosakata yang berakhiran -ong yang merupakan pola perumusan dari ragam bahasa waria. Misalnya tetong berarti ’tete/ buah dada’, cecong berarti ’cuci’, beyong berarti ’bayar’, belenjong berarti ’belanja’, bergeong berarti ’bergaya’, detong berarti ’datang’, gretong berarti ’gratis’, jetong berarti ’jatuh’, ebong-ebong berarti ’ibu-ibu’, eslong berarti ’asli’, kepelong berarti ’kepala’, dan lain-lain.

Ragam bahasa komunitas pekerja salon juga bersifat analogi dan asosiasi, yaitu dapat disamakan dengan kosakata dan makna bahasa Indonesia juga dapat dihubungkan dengan kosakata dan makna dalam bahasa Indonesia. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa komunitas pekerja salon juga termasuk kreol yang terjadi akibat dari kontak bahasa dan perkembangan linguistik yang terjadi karena dua bahasa berada dalam kontak dalam waktu yang lama. Bahasa Indonesia menjadi sumber dari ragam bahasa komunitas pekerja salon dan menjadi salah satu diantara mendominasi yang lain. Pada mulanya bentuk bahasa yang ada adalah pijin yang timbul karena urgensi komunikasi dalam komunitas pekerja salon yang kemudian berkembang terus menjadi kreol.

Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004:115) menawarkan kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dari alih kode. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Fasold, sejalan dengan pendapat Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2004:115) berpendapat bahwa campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain.

Mengacu pada Fasold yang sejalan dengan pendapat Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2004:115) dalam penelitian ini pun wujud campur kode penggunaan ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makasar, ditemukan dalam wujud penyisipan kata, kata ulang, dan frasa dari suatu ragam bahasa, yaitu ragam bahasa komunitas pekerja salon, di dalam bahasa

Page 6: ABSTRACT

6

Indonesia sebagai bahasa dominan/bahasa dasar yang mereka gunakan. Jadi, bahasa dasarnya adalah bahasa Indonesia.

Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004:115) juga menyatakan kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain. Kosakata tersebut penulis deskripsikan dalam bentuk kalimat. Jadi, penelitian ini berdasar kepada teori yang dikemukakan oleh Fasold yang sejalan dengan Thelander dalam (Chaer dan Agustina, 2004:115). Pekerja salon dalam telah menggunakan percampuran kode yang menggunakan kata, kata ulang, dan frasa dari satu ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia yang mereka gunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan sebagai bahasa dominan dan berfungsi sebagai kode utama, yaitu bahasa Indonesia tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari ragam bahasa komunitas pekerja salon, yang berupa penyisipan.

Fenomena yang terjadi pada campur kode ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing) yang bersumber dari bahasa dasar, yaitu bahasa Indonesia dengan segala variasinya. Adapun Wujud Campur Kode yang ditemukan dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1) Wujud Campur Kode dalam Penyisipan Kata Bentuk-bentuk kosakata seperti tenggolan, diamon, tidore, bergeong, dan alisya merupakan kosakata dari ragam bahasa pekerja salon yang mengalami percampuran kode ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa dasarnya adalah bahasa Indonesia kemudian pekerja salon dalam pertuturannya memasukkan serpihan-serpihan dalam wujud penyisipan kata, seperti contoh di bawah ini.

1(a) Tenggolan sayang sampai off. 2(a) Kok diamon aja, ada masalah? 3(a) Cong jangan tidore disitu!

4(a) Bergeong terus kau bikin. 5(a) Mbaknya cabut alisya?

2) Wujud Campur Kode dalam Penyisipan Kata Ulang Selain ditemukan wujudu campur kode dalam wujud penyisipan kata, juga ditemukan campur kode dalam wujud penyisipan kata ulang. Dapat dilihat pada contoh dibawah dengan memasukkan kata ulang yang berasal dari kosakata ragam bahasa pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia seperti, ani-ani, bala-bala, ebong-ebong, jali-jali, dan teli-teli.

6(a) Ani-aninya lucu sekali. 8(a) Banyak bala-balamu hari ini?

32(a) Malas sama ebong-ebong! 43(a) Sebentar malam kita jali-jali ke Anjungan?

90(a) Aldi lagi teli-teli saudaranya di kampung. 3) Wujud Campur Kode dalam Penyisipan Frasa

Page 7: ABSTRACT

7

Wujud campur kode dalam penyisipan frasa dapat juga dilihat pada contoh di bawah. Serpihan dari ragam bahasa komunitas pekerja salon yang masuk ke dalam pertuturan komunitas pekerja salon dapat berupa frasa, misalnya andi meriam, hilma layang, kera sakti, lagam puspita, dan organ tunggal. Bentuk penyisipan dalam wujud frasa ikut mewarnai percampuran kode mereka.

4(b) Awas Andi meriammu rusak gara-gara kontak lensa. 40(a) Kesempatan emasku hilma layang deh.

50(a) Kera saktinya angkat meja sendiri. 55(a) Huih lagam puspitanya kayak ajak kita dugem. 71(a) Tinggalnya sama organ tunggal? FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENGGUNAAN CAMPUR KODE RAGAM BAHASA KOMUNITAS PEKERJA SALON KE DALAM BAHASA INDONESIA DI MALL RATU INDAH MAKASSAR 1) Faktor Situasi Tutur: Kalimat-kalimat di bawah ini diklasifikasikan sebagai bentuk campur kode yang disebabkan oleh faktor situasi tutur berdasarkan pengaruh situasi tutur, warna emosi penutur, pembicaraan mengenai orang lain, dan pengaruh maksud tertentu penutur. Contoh:

a) Pengaruh Situasi Tutur: 58(a) Nyalakan saja lempongnya.

Contoh di atas berdasarkan pengaruh kode situasi tutur, yaitu ada konteks sebelumnya yang digunakan sebagai kode yaitu kata lempong berarti lampu. Penuturnya adalah pekerja salon yang dituturkan kepada sesama pekerja salon/ lawan tutur, sebelumnya ada konteks yang mengatakan bahwa (kalau nyala semua lempongnya, tidak muat wattnya) lalu kemudian dibalas oleh sesama pekerja salon bahwa (nyalakan saja lempongnya).

30(a) Tempat dukrianya basah. Penutur kalimat di atas adalah pekerja salon kepada sesama pekerja salon sebagai lawan tutur. Kata dukria berarti ‘duduk’ dalam kalimat tempat dukrianya basah. Digunakannya kata dukria karena pengaruh situasi tutur. Ada konteks sebelumnya yang juga menggunakan kata dukria, yaitu (dukria di sini saja).

69(a) Acara selamatan motorola di tempatku, datang nah. Penutur dan lawan tutur dalam hal ini pekerja salon dalam konteks sebelumnya membicarakan mengenai motor yang dalam ragam bahasa komunitasnya digunakan kata motorola yang dimiliki oleh salah satu pekerja salon yang baru saja di beli oleh suaminya. Kalimat di atas muncul sebagai akibat dari pengaruh kode dalam situasi tutur, konteks sebelumnya, yaitu (suamiku mau bikin acara kecil-kecilan habis beli motorola kemarin).

71(a) Organ tunggalnya di Jakarta. Bentuk campur kode pada contoh di atas dalam wujud penyisipan frasa yang hadir karena pengaruh kode yang mendahuluinya, yaitu (Tinggalnya sama organ tunggal?).

Page 8: ABSTRACT

8

Kata organ tunggal berarti ‘orangtua’ dalam ragam bahasa komunitas pekerja salon. Konteks yang berdasarkan pengaruh situasi tutur, maka pertuturan tersebut menyebabkan munculnya kalimat (organ tunggalnya di Jakarta).

19(a) Gentes model rambut sambung aja. Kata gentes berarti ‘gunting’, kehadirannya sama dengan contoh lainnya di atas. Ada pengaruh kode berdasarkan situasi, yaitu (Gentes model apa?) yang dipertuturkan antara sesama pekerja salon ketika mereka ada pelanggan tetap yang ingin menggunting rambutnya.

b) Warna Emosi Penutur: 2 (b) Putus ajiza kalau bertengkar terus.

Contoh di atas menggambarkan warna emosi penutur, bentuk campur kode di atas dari ragam bahasa komunitas pekerja salon. Kata ajiza berarti ‘saja’ yang masuk ke dalam bahasa Indonesia digambarkan dalam situasi yang sedikit emosional. Ketika salah seorang pekerja salon mengeluhkan kekasihnya yang selalu bertengkar dengannya dalam hubungan percintaan mereka.

3(a) Cong, jangan tidore di situ! Contoh di atas juga termasuk campur kode berdasarkan warna emosi. Situasinya ketika salah seorang pekerja salon (waria) yang tidur di tempat cuci rambut sehingga pekerja salon sebagai penutur menegur. Pertuturan tersebut berlaku sesama pekerja salon. Kata tidore berarti ‘tidur’.

28. Detong lagi perusak suasana. Pertuturan di atas juga diwarnai oleh perasaan emosi dan marah. Situasinya ketika seorang pekerja salon dari salon sebelah tiba-tiba datang. Orang yang kehadirannya tidak disukai dan diinginkan oleh penuturm, sehingga terjadilah bentuk campur kode di atas. Detong berarti ‘datang’.

76 (a) Bikin peniti aja pegawai training school. Contoh di atas menggambarkan warna emosi penutur kepada lawan tutur, yaitu penutur dalam hal ini pekerja salon kepada lawan tuturnya sesama pekerja salon. Situasinya diwarnai oleh rasa emosional, seorang pekerja salon merasa pusing dengan tingkah pegawai training school sebab mereka tidak bersungguh-sungguh dalam berlatih. Kata peniti berarti ‘pusing’.

81(b) Gara-gara sampean sering buat masalah. Pertuturan di atas antara sesama pekerja salon sebagai penutur dan lawan tutur. Kata sampean berarti ‘kamu’ ditujukan kepada lawan tutur dalam situasi salon yang sepi, sehingga pengunjung salon sangat sedikit disebabkan oleh pekerja salon yang sering buat masalah.

c) Pembicaraan Mengenai Orang Lain: 4(b) Bergeong terus kau bikin.

Pertuturan tersebut dalam situasi ketika seorang pelanggan tidak memberi uang tip setelah melakukan perawatan rambut kemudian pelanggan salon tersebut masih berlama-lama di depan kaca sambil terus menyisiri rambutnya sehingga untuk menyindir secara halus seolah-olah pekerja salon tersebut sedang berbicara kepada

Page 9: ABSTRACT

9

sesama pekerja salon padahal pertuturan tersebut muncul berdasarkan pembicaraan mengenai orang lain. Bergeong berarti ‘bergaya’.

13(b) Temanmu juga bences yah? Pembicaraan antara sesama pekerja salon mengenai orang lain, dalam hal ini teman dari lawan tutur. Bences berarti ‘banci’. Situasinya ketika lawan tutur, dalam hal ini pekerja salon waria membawa temannya ke salon yang gayanya seperti banci juga, sehingga muncullah pertuturan tersebut.

24(a) Lihat tasnya, bikin cembokur aja. Contoh di atas adalah pembicaraan sesama pekerja salon mengenai orang lain, yaitu pelanggan salon. Cembokur berarti ‘cemburu’, pelanggan salon memakai tas bermerek yang terkenal sangat mahal. Terjadilah pertuturan yang intinya membicarakan orang lain. 31(b) Gilingan juga yah tingkahnya. Pertuturan di atas berdasarkan pembicaraan penutur dan lawan tutur, yaitu pekerja salon mengenai seorang pelanggan bapak-bapak yang situasinya saat itu sedang membawa seorang gadis yang usianya lebih muda dari bapak-bapak tersebut. Gilingan berarti ‘gila’. 73(a) Body gitar patranya bo. Pertuturan antara sesama pekerja salon yang membicarakan orang lain, dalam hal ini pelanggan salon. Patra berarti ‘pantat’ yang mereka bicarakan ketika sedang bekerja.

d) Pengaruh Maksud Tertentu Penutur 22(a) Giliranmu cecong Nita.

Pertuturan tersebut muncul karena pengaruh maksud tertentu penutur, yaitu pekerja salon. Campur kode terjadi karena penutur dalam hal ini pekerja salon mempunyai maksud tertentu kepada sesamanya mengingatkan tugasnya untuk mencuci rambut pelanggan salon yang sudah masker rambut. Cecong berarti ‘cuci’. Situasi pekerja salon sebagai lawan tutur saat itu lagi menerima telpon, sebenarnya tuturan itu untuk menegur karena masih dalam waktu kerja, bukan untuk santai.

35(a) Aduh rasanya pengen mandole nih. Pekerja salon sebagai penutur dan lawan tuturnya antara sesama pekerja salon menuturkan kalimat diatas, mandole berarti ‘mandi’ karena ada maksud tertentu penutur, yaitu pekerja salon memberikan isyarat agar Acnya dinyalakan.

56(a) Aduh lapangan sekali. Contoh di atas merupakan pengaruh maksud tertentu penutur, jadi pertuturan tersebut muncul akibat adanya maksud tertentu penutur kepada lawan tutur, lapangan berarti ‘lapar’. Dalam situasi ini, penutur dalam hal ini pekerja salon mengharapkan agar lawan tuturnya, yaitu sesama pekerja salon yang kedudukannya sebagai kasir agar tidak menerima banyak pelanggan berhubung karena sudah jam istirahat/ makan siang.

88(a) Tamaramu masih muda sekali. Contoh di atas berdasarkan pengaruh maksud tertentu penutur kepada lawan tutur, yaitu sesama pekerja salon. Tuturan tersebut hadir dengan maksud tertentu penutur, situasinya ketika ada ‘tamu’/ tamara yang sedang gunting rambut. Penutur kepada

Page 10: ABSTRACT

10

lawan tutur sesama pekerja salon mengatakan tuturan tersebut kepada sesama pekerja salon yang sedang menggunting rambut seorang tamu/ pelanggan salon yang usianya terbilang masih sangat muda dan cakep.

91(a) Itu tuh lihat yang baju hitam, cekes toh? Contoh di atas juga berdasarkan pengaruh maksud tertentu penutur, ada kaliamat/ konteks setelah pertuturan tersebut yang diharapkan dari lawan tutur dalam hal ini sesama pekerja salon. Cekes berarti ‘cantik’ yang kemudian lawan tuturnya menjawab (wah besarnya tetongnya). Seorang gadis cantik berbaju hitam menjadi objek dari pembicaraan pekerja salon dengan maksud tertentu. 2.Faktor Kesantaian Bentuk campur kode yang disebabkan oleh faktor kesantaian dapat diklasifikasikan berdasarkan suasana santai, hangat, dan akrab. Tuturan dalam ragam bahasa salon tersebut digunakan pada saat berbicara dengan teman-teman sesama pekerja salon. Dalam suasana yang santai, yaitu dalam jumlah pelanggan yang sedikit atau bahkan tidak ada pelanggan. Pembicaraan tersebut hanya antara sesama pekerja salon. Contoh diambil beberapa data yang mewakili:

15(a) Beskop kita nonton yuk. Penutur dalam hal ini pekerja salon kepada lawan tutur yaitu sesama pekerja salon dalam percakapannya ketika tidak ada pelanggan mengajak temannya untuk nonton. Percakapan tersebut berlangsung dalam situasi santai ketika tidak sedang bekerja.

12(a) Asyiknya belenjong, lagi promo. Ketika mereka berkumpul dan tidak ada pelanggan, pekerja salon dengan situasi yang santai dan akrab berbincang-bincang mengenai promo diskon di sebuah toko sehingga mereka berinisiatif untuk berbelanja.

35(a) Nyalakan ACx Mbaknya granada. Ketika sedang bekerja dalam situasi santai, yaitu pelanggan tidak begitu banyak. Penutur kepada lawan tuturnya, sesama pekerja salon meminta untuk menyalakan AC karena pelanggan yang memintanya.

39(a) Kerennya hapipi terbarumu. Ketika berkumpul, pekerja salon dalam situasi yang hangat membicarakan mengenai hp terbaru yang dimiliki oleh sesama teman pekerja salon.

61(a) Manila sekali, teh apa ini? Dalam situasi informal, ketika istirahat pekerja salon sedang meminum teh yang rasanya manis sekali. Teh tersebut dibeli oleh sesama teman pekerja salon, sehingga penutur bertanya mengenai teh tersebut. 3.Faktor Tertutup/ Rahasia

Bentuk campur kode ragam bahasa komunitas pekerja salon yang digambarkan dalam bentuk kalimat di bawah ini terjadi karena faktor yang bersifat rahasia yang dapat dilihat berdasarkan komunikasi rahasia dan keperluan rahasia. Pertuturan tersebut muncul sebagai kalimat-kalimat yang sifatnya seperti sandi antara

Page 11: ABSTRACT

11

sesama pekerja salon. Mereka tidak ingin orang lain mengetahui maksud dan tujuan pembicaraannya, terlebih lagi kepada maknanya.

Penulis mengambil lima buah contoh yang mewakili, yaitu. Contoh:

7(a) Apose sih pegang-pegang? Penutur dalam hal ini pekerja salon menyampaikan kepada lawan tuturnya sesama pekerja salon. Tuturan tersebut sifatnya rahasia, mengingat materi percakapan pun terkesan tidak baik/ porno.

8(a) Banyak bala-balamu hari ini? Penutur dalam hal ini pekerja salon bertanya kepada lawan tutur agar pelanggan/ pendengar tidak mengerti maksud tuturan karena berkaitan dengan pelanggan, yaitu banyak uang tipmu hari ini?

8(a) Batari pelit! Percakapan antara sesama pekerja salon yang sifatnya rahasia sekali yang berhubungan dengan pelanggan, yaitu mengesankan bahwa bapak-bapak pelit. Pekerja salon tersebut kemumngkinan tidak mendapatkan uang tip setelah mengerjakan tugasnya.

6(a) Iya, tapi btw napasmu bawang terasi. Penggunaan kalimat di atas memiliki arti ‘Iya, tapi nafasmu bau terasi’. Peracakapan tersebut hadir antara sesama pekerja salon yang sedang membicarakan mengenai bau nafas penutur. Akan tetapi, sifatnya msih rahasia karena mereka tidak ingin diketahui oleh pelanggan, takut menimbulkan kesalahpahaman.

86(a) Dapat berepita? Penggunaan kalimat di atas memiliki arti ‘dapat berapa’, berupa pertanyaan antara sesama pekerja salon, hal ini juga berhubungan dengan uang tip yang dalam percakapan pekerja salon bersifat tertutup karena materi percakapannya mengacu kepada pelanggan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan yang perlu dikemukakan bahwa ragam bahasa komunitas pekerja salon ada yang terpola dan memiliki perumusan dan ada juga yang tidak terpola. Selain itu ada beberapa kosakata ragam bahasa komunitas pekerja salon yang menyerap ragam bahasa waria, dapat dilihat pada kosakata yang berakhiran –ong. Ragam bahasa komunitas pekerja salon yang terpola memiliki perumusan dengan pemodifikasian, dengan cara sebagai berikut : (1) Mengubah bentuk dasarnya (kata bahasa Indonesia) dan tidak mengubah makna

dasar (makna kata bahasa Indonesia). (2) Mengubah bentuk dasarnya (kata bahasa Indonesia) dan mengubah makna. (3) Mengambil suku kata pertama kemudian dimodifikasi dengan segala bentuk dan

variasinya dengan mengambil kata dari bahasa Indonesia. Adapun wujud percampuran kode yang ditemukan dalam ragam bahasa

komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia berupa wujud penyisipan kata,

Page 12: ABSTRACT

12

penyisipan kata ulang, dan penyisipan frasa. Penulis deskripsikan dalam bentuk percakapan dalam setiap kalimat pertuturannya. Faktor-faktor penyebab terjadinya penggunaan campur kode ragam bahasa komunitas pekerja salon ke dalam bahasa Indonesia di Mall Ratu Indah Makassar adalah faktor situasi tutur yang dapat diklasifikasikan berdasarkan pengaruh situasi tutur, warna emosi penutur, pembicaraan mengenai orang lain, dan pengaruh maksud tertentu penutur, juga bersifat kesantaian yang dapat dilihat dari suasana santai, hangat, dan akrab serta bersifat rahasia/ tertutup yang dapat dilihat berdasarkan komunikasi rahasia dan keperluan rahasia. Dalam situasi formal, jarang terjadi campur kode.

Saran yang perlu dikemukakan adalah ke depannya, diperlukan penelitian lanjutan yang khusus meneliti proses pembentukan kata dari ragam bahasa komunitas pekerja salon agar dapat diperoleh kaidah-kaidah pembentukannya dalam tataran morfologi.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologis Bahasa. Angkasa, Bandung. Antila, Raimo.1972. An Introduction to Historical and Comparative Linguistics.

Macmillan Publishing Co.Inc., New York. Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. PT. Refika Aditama,

Bandung. Barung, Juharni. 2009. Penggunaan Variasi Kosa Kata Bahasa Indonesia di

Kalangan Pekerja Salon di Mall Panakukang Makassar . Makassar. Bloomfield, Leonard. 1933. Language. Diindonesiakan oleh Sutikno. I. 1995. PT.

Gramedia, Jakarta. Bogaerde, B. van den., and A.E Baker. 2006. “Code Mixing in Mother-Child

Interaction in Deaf Families”. Sign Language and Linguistics. www.nias.knaw.nl/language_genesis/new_0/naam_5/

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. PT.

Rineka Cipta, Jakarta. Dede Oetomo. 1988. Bahasa Rahasia Waria dan Gay di Surabaya. Makalah Seminar

Sosiolinguistik II. Jakarta.

Page 13: ABSTRACT

13

Hudson, Richard A. 1996. Sociolinguistics. Second edition. Cambridge University Press, Cambridge.

Ibrahim, Abd. Syukur. 1995. Sosiolinguistik, Sajian, Tujuan, Pendekatan, dan

Problem. Usaha Nasional Surabaya Indonesia, Surabaya. Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kamus Linguistik. Penerbit Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta. Masyarakat Linguistik Indonesia. 2002. Linguistik Indonesia. Jurnal Ilmiah

Masyarakat Linguistik Indonesia.Tahun ke-23 Nomor 2. Jakarta. M.Moeliono, Anton. 1991. Santun Bahasa. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta. Poedjosoedarmo, Soepomo. 1978. Kode dan Alih Kode. Balai Penelitian Bahasa,

Yogyakarta. Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode, dan Alih Kode. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta. Saleh, Muhammad dan Mahmudah. 2006. Sosiolinguistik. Badan Penerbit UNM,

Makassar. Simanungkalit, Salomon.2006. 111 Kolom Bahasa Kompas. Penerbit Buku Kompas,

Jakarta. Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Suwito. 1983. Sosiolinguistik: Teori dan Problem. Henary Offset, Surakarta. Tanner, N. 1972. “Speech and Society among the Indonesian Elite: a Case Study of a

Multilingual Community” dalam Pride, J.B and Holmes, Janet. Wijana, Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2006. Sosiolinguistik Kajian Teori

dan Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Page 14: ABSTRACT

14