repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · web view bab i - universitas...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIAPERIODE 1992-2009
OLEH:
Endang Suswati
A 111 07 108
FAKULTAS EKONOMIJURUSAN ILMU EKONOMI
UNIVERSITAS HASANUDDINMakassar
2011
HALAMAN PENGESAHAN
i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR INDONESIA
PERIODE 1995-2009
Skripsi
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
OLEH:
Endang Suswati
A 111 07 108
Mengetahui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Abd. Hamid Paddu, M.A DR. Indraswati Tri Abdirevianne, M.A
NIP. 19590361 198503 1 002 NIP. 19651012 199903 2 001
KATAMPENGANTAR
ii
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah maka skripsi ini terselesaikan sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi.
Judul skripsi yang penulis tulis yaitu “Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Impor Di Indonesia Periode 1992-2009”. Dalam penulisan ini ada banyak kendala dan
kesulitan yang penulis hadapi mulai dari studi pustaka sampai pada penyusunan skripsi ini. Hal
ini disebabkan karena terbatasnya pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti, cara
mengumpulkan dan menganalisis data, cara menyusun hasil penelitian, kurangnya literature
acuan yang ditemukan dan terbatasnya waktu penulis dalam mengumpulkan dan mengolah data.
Tetapi itu semua tidak membuat penulis putus asa malah penulis lebih bekerja keras, penuh
ketabahan dan kesungguhan serta berdoa kepada Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan bantuan serta
bimbinngan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tuaku, Darawiah dan Lazim yang telah membuatku hadir di dunia ini.
Memberikan dukungan baik materil maupun non materil, membuat penulis dapat
menyelesaikan pendidikan sejak kecil hingga mencapai gelar sarjana.
2. Kedua mertuaku H. Hamzah Demmatadju dan Hj. A. Kurniati yang telah banyak membantu
dan memberikan dorongan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini sehingga
penulis dapat meraih gelar kesarjanaan.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Rahmatia, MA selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi, Ibu DR. Indraswati Tri
Abdi Revianne, MA selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Drs. Agung Mangilep, SE,
iii
M.Si. selaku Penasehat Akademik, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan
hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu Ekonomi.
4. Dr. H. Hamid Paddu, MA dan Dra. Hj, Indraswati Tri Abdi Revianne, MA selaku
pembimbing I dan II atas bantuan dan bimbingannya selama penulisan skripsi ini tanpa
bantuan dan bimbingan anda berdua tulisan ini tidak akan ada.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi yang telah mendidik dan membagikan
ilmunya kepada penulis. Pak Hidayat Ely yang sudah memberikan les khusus pada awal
penulisan skripsi ini ketika penulis tidak tahu harus memulai dari mana, Pak Anas selaku
dosen yang selalu menjadi musuh buatku terima kasih dukungannya. Bagi semua dosen yang
tidak sempat penulis sebutkan namanya penulis juga menghaturkan banyak terima kasih atas
pembelajaran selama tahun kuliah penulis.
6. Kakak-kakakku yang telah banyak membantu selama penulis menyelesaikan studi.
7. Seseorang yang menemaniku selama hampir 4 tahun ini, memberikan segala bantuannya
kepadaku dan memberikanku hadiah paling berharga di dunia ini yang membuatku
bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Pak Parman, pak Masse, Pak Marsus, Pak Safar, Ibu Ros, Ibu Sari Bulan dan seluruh
karyawan dan staf Fakultas Ekonomi Unhas yang senantiasa memberi bantuan kepada
penulis selama ini.
9. Semua teman-teman angkatanku Excelsior dan juga buat temanku Alm. Rifky yang telah
mendahului kembali ke sisi-Nya, sketsa yang kau berikan masih ku simpan dan menjadi
kenangan-kenangan
10. Teman-temanku sakaligus angkatan seniorku Vier Spiritum yang telah memberikan
pertemanan di kampus selama ini.
iv
11. Teman-temanku Signum Crues dengan pertemanannya selama ini walaupun kita beda
angkatan tapi kita tetap seumur.
12. Senir-senior angkatan 2002-2004 dan juga junior 2008-2009 yang mungkin pernah penulis
membuat susah kepada kalian.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Atas segala
bantuan, kerja sama, uluran tangan yang telah diberikan dengan ikhlas hati kepada penulis
selama menyelesaikan studi hingga rampungnya skripsi ini, tak ada kata yang dapat
terucapkan selain terima kasih. Begitu banyak bantuan yang telah diberikan bagi penulis,
sehingga tak ada yang dapat dilakukan. Namun melalui doa dan harapan dari penulis semoga
amal kebajikan yang telah disumbangkan dapat diterima dan memperoleh balasan yang lebih
baik dari Sang Maha Sempurna Pemilik Segalanya, Allah SWT. Amin.
Mohon maaf, penulis terlalu lemah dan tidak sempurna untuk menyelesaikan skripsi ini
sebagaimana mestinya. Sehingga lagi-lagi penulis, meminta dan mengharapkan masukan dan
saran dari semua pihak agar dapat menutupi keterbatasan yang ada, semoga dapat menjadi
lebih baik dari pada sebelumnya.
Makassar, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
v
Halaman
Halaman Judul....................................................................................................i
Halaman Pengesahan……………………………………………………………ii
Abtraksi ………………………………………………………………………...iii
Kata Pengantar………………………………………………………………….iv
Daftar Isi………………………………………………………………………viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2 Landasan Teori................................................................................................11
2.1 Pengertian Impor.....................................................................................11
2.2 Efek Inflasi Terhadap Impor...................................................................12
2.3 Efek Nilai Tukar Terhadap Impor...........................................................16
2.4 Efek Produk Domestik Bruto Terhadap Impor.......................................21
2.5 Efek Suku Bunga Terhadap Impor ..........................................................24
2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya....................................................................26
2.7 Kerangka Pemikiran.................................................................................27
2.8 Hipotesis...................................................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup.................................................................……………..32
vi
3.2 Jenis Dan Sumber Data...........................................................................32
3.3 Variabel Penelitian..................................................................................32
3.4 Metode Analaisis Data............................................................................33
3.5 Defenisi Operasional...............................................................................40
3.5.1 Inflasi.................................................................................................40
3.5.2 Nilai Tukar riil...................................................................................40
3.5.3 PDB riil..............................................................................................40
3.5.4 Suku Bunga riil..................................................................................41
3.5.5 Impor..................................................................................................41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum...……………………………………………………..……42
4.1.1 Perekonomian Indonesia……………………………………………….42
4.1.2 Perkembangan Impor Indonesia tahun 1992-2009……………………50
4.1.3 Perekembangan Inflasi, suku bunga, nilai tukar di Indonesia tahun 1992-
2009……………………………………………………………..60
4.2 Hasil dan Pembahasan………………………………………………………..64
4.2.1 Hasil dan Analisis Pembahasan terhadap Total Impor di Indonesia…...65
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...……………………………………………………..………….80
5.2 Saran…....………………………………….…………………..…………......81
Daftar Pustaka…………………...……………………………………………...83
LAMPIRAN
Hasil Analisis Regresi…………...……………………………………………….
vii
Gambar :
Gambar 2.1..........................................................................................................30
Gambar 3.1..........................................................................................................37
Gambar 4.3..........................................................................................................66
Table :
Table 1.0 Impor Indonesia 1995-2009..................................................................5
Tabel 4.1.5.1 Perkembangan Produk Domesti Bruto (PDB)…………………………..46
Tabel 4.1.5.2 Perkembangan Produk Domesti Bruto (PDB) sector industry……49
Tabel 4.1.2.1 Perkembangan Impor Indonesia Tahun 1993 – 2007……………..52
Tabel 4.1.2.3 Persentase Kontribusi Impor Golongan...........................................59
Tabel 4.1.3Perkembangan Inflasi, suku bunga dan nilai tukar Indonesia Tahun 1990 – 2007
60
Table 4.2.1 Hasil Analisis Regresi……………………………………………....67
Tabel 4.2.2 Total dari direct dan indirect hubungan variabel independen terhadap impor
indonesia (total impor (Y4), impor bahan baku dan penolong (Y5) dan impor barang penolong
(Y6))...............................................................................68
viii
ABSTRAKSI
Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor di
Indonesia. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi impor Indonesia adalah suku
bunga dan inflasi secara langsung dan tidak langsung, nilai tukar, PDB total dan PDB sector
industry secara langsung. Analisis impor yang digunakan mencakup total impor dan impor
menurut golongan (impor bahan baku dan penolong dan impor). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh suku bunga dan iflasi terhadap impor secara langsung dan
tidak langsung melalui nilai tukar dan produk domestic bruto. Metode pengumpulan data
yaitu dengan metode pengumpulan data sekunder dengan kurun waktu selama 18 tahun. Adapun
alat analisis yang digunakan adalah TSLS (Two Stage Least Square) dengan menggunakan Amos
18. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap total impor dan impor barang modal
secara langsung dan berpengaruh tidak signifikan terhadap impor bahan baku dan penolong.
Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan secara tidak langsung terhadap total impor dan bahan
baku dan penolong. Sedangkan inflasi tidak berpengaruh terhadap barang modal. Suku bunga riil
bepengaruh negatif dan signifikan secra langsung terhadap total impor dan impor barang modal
serta bahan baku dan penolong. Suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan secra tidak
langsung terhadap total impor dan impor bahan baku. Sedangkan suku bunga rill tidak
berpengaruh signifikan secara tidak langsung terhadap impor barang modal.
Key word : suku bunga, inflasi, nilai tukar, PDB, dan impor
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Perekonomian global merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan
perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang
semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas territorial negara. Globalisasi
perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus
modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur
dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan
semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar
produk dalam negeri ke pasar international secara kompetitif, sebaliknya juga akan
membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Dengan
kata lain, globalisasi bisa dikatan sebagai adanya satu era baru di dalam perdagangan
internasional. Dengan adanya perdagangan internasional, maka akan berpengaruh
terhadap komponen-komponen neraca pembayaran.
Defisit neraca pembayaran akan berakibat sistemik terhadap perekonomian dalam
suatu negara. Defisit sebagai akibat impor lebih besar daripada ekspor, maka bisa
berakibat pada menurunnya kegiatan ekonomi dalam negeri karena konsumen membeli
barang bukan buatan dalam negeri, melainkan barang impor. Harga valuta asing yang
naik akan berakibat pada barang impor yang menjadi mahal. Hal ini akan berdampak
x
pada kegiatan ekonomi dalam negeri akan terhambat karena kegairahan pegusaha untuk
menanamkan modal ke dalam negeri akan menurun.
Dengan demikian, sama halnya dengan masalah pengangguran dan inflasi,
masalah difisit dalam neraca pembayaran juga memiliki efek yang buruk bagi
perekonomian baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Oleh karena itu setiap negara
harus menghindari adanya defisit dalam neraca pembayaran. (Sadono Sukirno, 2002 :
17-18).
Salah satu faktor yang sudah dijelaskan di atas adalah defisit dalam neraca
pembayaran. Hal ini berarti antara impor lebih besar dari pada ekspor. Komponen dari
neraca pardagangan adalah ekspor dan impor. Pencatatan dalam neraca ini bisa defisit
atau surplus. Defisit berarti impor lebih besar dari ekspor. Surplus berarti impor lebih
kecil dari ekspor. Sedangkan jika antara impor dan ekspor sama, keadaan ini dinamakan
balance trade (Dumairy, 1996: 91).
Fluktuasi nilai impor selama kurun waktu 1995– 2009, telah ikut berpengaruh
besar terhadap perekonomian. Dalam kondisi tertentu, impor cenderung berpengaruh
positif. Begitu pula ketika terjadi penurunan nilai impor berimplikasi pada terjadinya
kelesuan pada perekonomian, khususnya pada sektor produksi.
Untuk keperluan konsumsi barang impor cukup berperan, mengingat negara-
negara berkembang termasuk Indonesia belum mampu memenuhi sendiri segala
kebutuhannya. Di samping itu impor terkadang jauh lebih efisien daripada memproduksi
sendiri. Namun setiap negara berusaha untuk mengurangi impor barang konsumsi
mereka.
xi
Untuk keperluan produksi, maka impor yang dimaksud adalah impor bahan
baku dan barang modal. Kedua jenis barang tersebut berhubungan langsung dengan
proses produksi, dimana proses produksi akan berkaitan erat dengan pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan negatif impor bahan baku dan barang modal berimplikasi pada
proses produksi. Produksi barang dalam negeri menurun drastis sehingga menyebabkan
inflasi dan pengangguran. Oleh karena itu, dengan perdagangan luar negeri
memungkinkan untuk mengimpor mesin-mesin atau alat-alat modern untuk memproduksi
kebutuhan dalam negeri. Dari proses ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas
dan menghasilkan atau memproduksi sendiri barang-barang yang sebelumnya harus
diimpor.
Nilai impor Indonesia Desember 2009 mencapai US$10,33 miliar atau meningkat
17,15 persen dibanding November 2009 yang besarnya US$8,81 miliar, sedangkan
selama Januari-Desember 2009 nilai impor mencapai US$96,86 miliar atau turun 25,03
persen dibanding periode yang sama tahun 2008. Impor nonmigas Desember 2009
mencapai US$8,22 miliar atau meningkat 17,75 persen dibanding impor November 2009,
sedangkan selama Januari-Desember 2009 mencapai US$77,87 miliar atau turun 21,06
persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Impor migas Desember 2009
mencapai US$2,10 miliar atau meningkat 14,88 persen disbanding impor November
2009, sedangkan selama Januari-Desember 2009 mencapai US$18,99 miliar atau turun
37,85 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai impor nonmigas
terbesar Desember 2009 masih sama seperti November 2009 yaitu golongan barang
mesin/pesawat mekanik dengan nilai US$1,42 miliar, walaupun mengalami peningkatan
sebesar 12,13 persen dibanding bulan sebelumnya. Negara pemasok barang impor
xii
nonmigas terbesar selama Januari-Desember 2009 masih ditempati oleh Cina dengan
nilai US$13,50 miliar dengan pangsa 17,33 persen, diikuti Jepang US$9,82 miliar (12,61
persen) dan Singapura US$9,24 miliar (11,86 persen). Sementara impor nonmigas dari
ASEAN mencapai 23,18 persen dan Uni Eropa sebesar 11,11 persen. Impor menurut
golongan penggunaan
barang selama Januari-
Desember 2009 dibanding
periode yang sama tahun
sebelumnya
mengalami
penurunan untuk semua
golongan, yaitu impor
barang konsumsi sebesar
18,63 persen, bahan
baku/penolong
sebesar 29,99 persen, dan
barang modal sebesar
4,47 persen(Badan
Pusat Statistik 2010).
Table 1.0
Impor Indonesia 1995-2009 (Juta US$)
xiii
Tahun
Volume
(Ribu Ton)
Nilai
(Juta $)
2000 67.388,9 33.514,8
2001 65.566,8 30.962,1
2002 72.741,2 31.288,9
2003 69.705,1 32.550,7
2004 81.320,6 46.524,5
2005 83.664,5 57.700,9
2006 83.808,9 61.065,5
2007 89.935,6 74.473,4
2008 129.197,3 98.664,3
2009 91.354,4 96.829,2
Sumber : Badan Pusat Statistik
Dari data statistik impor Indonesia terlihat bahwa dari tahun 2000 – 2009 secara
umum meningkat. Walaupun pada tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 30.962,1
juta dollar, begitupun antara tahun 2008-2009 mengalami penurunan menjadi 96.829,2
juta Dollar. Sedangkan, dari tahun 2002 sampai 2008 terus mengalami peningkatan.
Fluktuasi nilai impor selama kurun waktu 2000 – 2009, telah ikut berpengaruh
besar terhadap perekonomian. Dalam kondisi tertentu, impor cenderung berpengaruh
positif. Begitu pula ketika terjadi penurunan nilai impor berimplikasi pada terjadinya
kelesuan pada perekonomian, khususnya pada sektor produksi.
Untuk keperluan konsumsi barang impor cukup berperan, mengingat negara-
negara berkembang termasuk Indonesia belum mampu memenuhi sendiri segala
kebutuhannya. Di samping itu impor terkadang jauh lebih efisien daripada memproduksi
sendiri. Namun setiap negara berusaha untuk mengurangi impor barang konsumsi
mereka.
Untuk keperluan produksi, maka impor yang dimaksud adalah impor bahan
baku dan barang modal. Kedua jenis barang tersebut berhubungan langsung dengan
proses produksi, dimana proses produksi akan berkaitan erat dengan pertumbuhan
xiv
ekonomi. Pertumbuhan negatif impor bahan baku dan barang modal berimplikasi pada
proses produksi. Produksi barang dalam negeri menurun drastis sehingga menyebabkan
inflasi dan pengangguran. Oleh karena itu, dengan perdagangan luar negeri
memungkinkan untuk mengimpor mesin-mesin atau alat-alat modern untuk memproduksi
kebutuhan dalam negeri. Dari proses ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan
menghasilkan atau memproduksi sendiri barang-barang yang sebelumnya harus diimpor.
Bukan rahasia umum lagi bahwa masayarakat Indonesia adalah masyarakat yang
sangat konsumtif, maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk, kita haruh mengimpor
barang dari luar negeri sebab sebagian besar industri dalam negeri tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu prouksi dalam negeri masih mengimpor
bahan baku dari luar negeri untuk menghasilkan produk untuk di konsumsi maupun untuk
di ekspor sebahagiannya.
Impor dalam kaitannya terhadap pertumbuhan ekonomi, ketika pertumbuhan
ekonomi meningkat maka permintaan dalam negeri meningkat sehingga untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri maka dilakukan impor dari negara lain, makin besar
kemungkinan impor maka makin besar pula permintaan akan valuta asing yang
menyebabkan kurs valuta asing cenderung meningkat harganya sehingga mata uang
domestic melemah terhadap mata uang asing. Karena pembelian barang impor meningkat
maka cadangan devisapun berkurang sebab cadangan devisa berfungsi untuk membiayai
transaksi luar negeri dan untuk berjaga-jaga, termasuk impor (Nopirin 1995:148).
Realisasi impor juga ditentukan oleh kemampuan negara tersebut membiayai
impornya. Keynes mengemukakan bahwa besar kecilnya impor lebih dipengaruhi oleh
pendapatan negara tersebut. Analisis makro ekonomi menganggap bahwa makin besar
xv
pendapatan nasional suatu negara maka semakin besar pula impornya (Herlambang,
2001).
Impor juga sebagai akibat dari meningkatnya inflasi dalam negeri sehingga untuk
mengstabilkan harga dalam negeri kita harus mengimpor barang, kebijakan ini dilakukan
melalui kebijakan pemerintah bukan melalui mekanisme pasar. Inflasi juga dapat
bersumber dari kenaikan harga barang-barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud
apabila barang-barang yang diimpor mengalami kenaikan harga mempunyai peranan
yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan. Inflasi sebagai akibat
dari impor juga dapat menumbulkan stagflasi seperti yang terjadi pasca krisis ekonomi,
stagflasi menggambarkan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran
semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin tinggi
(Sadono Sukirno 2004).
Bagi negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, maka impor
dimaksudkan untuk mendukung proses industrialisasi. Oleh karena itu, impor akan lebih
banyak berupa bahan baku untuk industri, mesin-mesin atau barang-barang modal
lainnya untuk memproduksi barang-barang tertentu untuk keperluan dalam negeri atau
untuk kebutuhan ekspor.
Berdasarkan latar belakang dan kondisi di atas, maka ingin diteliti mengenai
keadaan tersebut dengan judul “Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Impor di Indonesia Tahun 1992- 2009”.
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah
bersangkutan dengan permintaan impor Indonesia, yaitu :
xvi
1. Bagaimanakah pengaruh inflasi dan tingkat suku bunga terhadap permintaan impor
Indonesia secara langsung?
2. Bagaimanakah pengaruh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap permintaan
impor di Indonesia secara tidak langsung, melalui nilai tukar dan PDB?
1.3Tinjauan Penelitian
Dengan rumusan masalah di atas yang telah di paparkan maka tujuan di buatnya
skripsi ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh inflasi dan tingkat suku bunga secara langsung
terhadap permintaan impor Indonesia.
2. Untuk menganalisis pengaruh inflasi dan tingkat suku bunga secara tidak langsung
terhadap permintaan impor Indonesia melalui PDB dan nilai tukar.
1.4Manfaat Penelitian
Dengan melaksanakn penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak terkait antaranya:
1. Dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai
ekonomi internasional
2. Bagi peneliti berguna untuk menambah pengetahuan dalam bidang perdagangan
internasional.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai msalah faktor-faktor yang
mempengaruhi impor Indonesia.
xvii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Landasan Teori
2.1 Pengertian Impor
Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke
dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara 2 negara atau lebih. Impor juga bisa
dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke
xviii
wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996 :
403).
Impor ditentukan oleh kesanggupan atau kemampuan dalam menghasilkan
barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Yang berarti nilai impor
tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut. Makin tinggi
pendapatan nasional, semakin rendah menghasilkan barang-barang tersebut, maka
impor pun semakin tinggi. Sebagai akibatnya banyak kebocoran dalam pendapatan
nasonal.
Perubahan nilai impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi sosial politik, pertahanan dan keamanan, inflasi, kurs valuta asing serta
tingkat pendapatan dalam negeri yang diperoleh dari sektor-sektor yang mampu
memberikan pemasukan selain perdagangan internasional. Besarnya nilai impor
Indonesia antara lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya permintaan impor dalam negeri.
2.2 Efek Inflasi Terhadap Impor
inflasi merupakan suatu keadaan di mana terjadi kenaikan harga-harga secara
tajam (absolute) yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu cukup lama.
Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula
sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. Sedangkan menurut Keynes inflasi
adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, harga adalah dimana mempertukarkan
uang dengan barang atau jasa (Mankiw 2003).
Inflasi yang terus berlanjut apalagi sampai melampaui angka dua digit dapat
berpengaruh pada distribusi pendapatan dan alokasi faktor produksi nasional. Selai
xix
itu prospek pembangunan jangka panjang merupakan bagian penting dari kegiatan
ekonpmi suatu negara. Inflasi akan terus bertambah cepat apabila tidak diatasi.
Inflasi yang bertambah serius akan mengurangi investasi yang produktif,
mengurangi ekspor dan mengurangi impor. Kecenderungan ini akan memperlambat
pertumbuhan perekonomian (Sadono Sukirno, 2002 : 16).
Inflasi juga menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah daripada
barang yang dihasilkan dalam negeri. Maka pada umumnya inflasi akan
menyebabkan impor berkembang lebih cepat dibandingkan dengan ekspor. (Sadono
Sukirno, 2002).
Penyebab terjadinya inflasi yaitu. Pertama, Inflasi tarikan permintaan
(demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan
dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya
volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan
jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi
tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian
menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu
kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam
situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan
volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga
disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral
dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai
dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. Kedua, Inflasi
xx
desakan biaya ( cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi
dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara
umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-
lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata
permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang
baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya
masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca,
atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi
(penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di
pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal
ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Inflasi juga dapat bersumber dari kenaikan harga barang-barang yang
diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang-barang yang diimpor mengalami
kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran
perusahaan-perusahaan. Inflasi sebagai akibat dari impor juga dapat menumbulkan
stagflasi seperti yang terjadi pasca krisis ekonomi, stagflasi menggambarkan dimana
kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu
yang sama proses kenaikan harga-harga semakin tinggi (Sadono Sukirno 2004).
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap
harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang
tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
xxi
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi
demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat
sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus
merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank
sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada
tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang
independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di
luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi
menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen, salah satunya disebabkan
intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk
mendorong perekonomian, akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat
suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral
juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini
disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh
tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak
diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
2.3 Efek Nilai Tukar atau Kurs Terhadap Impor
Nilai tukar atau kurs didefinisikan sebagai harga mata uang domestik
(Salvatore,,1997). Sedangkan (Mankiw, 2003) membedakan nilai tukar menjadi
xxii
dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan mata uang
dari suatu negara ke negara lain. Sedangkan nilai tukar riil (real exchange raet)
adalah nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa dari negara lain.
Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian
terbuka, karena ditentukan oleh adanya kseimbangan antara permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca
transaksi berjalan maupun bagi variabelvariabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat
dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan
nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi
ekonomi yang relatif baik atau stabil (Salvator, 1997). Ketidakstabilan nilai tukar ini
mempengaruhi arus modal atau investasi dan pedagangan Internasional. Indonesia
sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dan
ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari rnelonjaknya biaya produksi sehingga
menyebabkan harga barangbarang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan
melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan
dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri.
Pada dasarnya jenis sistem nilai tukar yang utama meliputi, pertama, nilai
tukar mengambang (floating exchange rate) yang terdiri dari : mengambang bebas
(clean floating rates) ditentukan oleh mekanisme pasar tanpa campur tangan
pemerintah dan mengambang terkendali (dirty floating rates), ada campur tangan
pemerintah. Kedua, sistem nilai tukar tertambat (pegged exchange rates) yaitu
xxiii
menambatkan nilai mata uangnya dengan mata uang lain atau sekelompok mata uang.
Ketiga, sistem tertambat merangkak (crawling pegs) yaitu melakukan sedikit
perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak
menuju suatu nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keempat, sekeranjang mata
uang (basket of currencies), menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang
mata uang. Kelima, nilai tukar tetap (fixed exchange rates) yaitu negara
mengumumkan suatu nilai tukar tertentu atas mata uangnya dan menjaga nilai tukar
ini dengan menyetujui untuk membeli atau menjual valas dalam jumlah tak terbatas
pada nilai tukar tersebut (Kuncoro, 1996 : 27). Fluktuasi yang dialami oleh nilai tukar
rupiah akan berpengaruh pada aktifitas ekspor dan impor dan sebaliknya perubahan
pada aktifitas tersebut juga bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah. Maka, melalui
sektor luar negeri tersebut akan dimulai proses kontaminasi perekonomian domestik
oleh perekonomian luar negeri.
Perubahan nilai tukar dibedakan menjadi apresiasi dan depresiasi. Apresiasi
adalah suatu peningkatan nilai tukar mata uang yang dihitung oleh jumlah mata uang
yang dihitung oleh asing yang dibelinya. Sedangkan depresiasi adalah suatu
penurunan nilai mata uang asing yang dihitung oleh jumlah mata uang asing yang
dapat dibelinya. Jika nilai tukar berubah sehingga 1 yen dapat membeli lebih banyak
mata uang , perubahan ini disebut apresiasi yen. Jika nilai tukar berubah sedemikian
rupa sehingga 1 yen hanya bisa membeli lebih sedikit mata uang mengalami
apresiasi, dikatakan bahwa mata uang itu menguat karena dapat membeli labih
banyak uang asing. Demikian pula ketika suatu mata uang mengalami depresiasi
dikatakan bahwa mata uang tersebut melemah (Mankiw, 2003: 220-221).
xxiv
Purchasing power parity adalah hubungan antara harga barang dan jasa
dengan nilai tukar mata uang asing (Ir. Burhanuddin Abdullah,terjemahan Lindert and
Kindleberger,1995: 356). Purchasing power Parity merupakan suatu model yang
menerangkan bagaimana tingkat Pertukaran saat ini cenderung untuk menyesuaikan
terhadap perbedaan tingkat inflasi. PPP yang diperkenalkan oleh ahli ekonomi
Swedia, Gustav Cassel pada 1918 (dalam Versi relatifnya) mengatakan bahwa
ekspektasi perubahan kurs adalah karena perbedaan dalam ekspektasi tingkat inflasi
pada Negara-negara tersebut (kurs suatu mata uang dengan mata uang lainnya
ditentukan oleh Purchasing power dari masing-masing mata uang yang
diperbandingkan dan karenanya nilai tukar/kurs tersebut akan bergerak pada arah
yang ditentukan oleh perbedaan tingkay inflasi dari Negara-negara tersebut). Atau
nilai tukar satu mata uag terhadap yang lainnya akan bersesuaikan untuk
merefleksikan perubahan dalam tingkat harga dari dua Negara tersebut. Purchasing
Power Parity yang didasarkan pada Hukum Satu Harga. Ini menyatakan bahwa nilai
tukar akan menyesuaikan sehingga komoditi akan sama tanpa biaya di negara yang
dibeli masuk. Hukum Satu Harga menyatakan bahwa dalam pasar yang efisien
dimana terdapat aliran bebas barang, jasa dan modal suatu komoditi hanya memiliki
satu harga berapapun jumlah negara yang dibeli. Ide di balik Hukum Satu Harga ini
adalah jika biaya komoditas yang lebih di satu negara dari yang lain, arbitrasi akan
dimungkinkan dengan menggerakkan komoditas dari negara dengan harga lebih
rendah kepada orang dengan harga yang lebih tinggi.
Sifat kurs valuta asing sangat tergantung dari sifat pasar. Apabila transaksi
jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valas akan
xxv
berubah- ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Apabila
pemerintah menjalankan kebijakan stabilitas kurs, tetapi tidak mempengaruhi
transaksi swasta, maka kurs ini hanya akan berubah- ubah di dalam batas yang kecil,
meskipun batas- batas ini dapat di ubah dari waktu ke waktu. Macam- macam kurs
sendiri dibedakan menjadi: System Kurs Yang Berubah-ubah, Dalam pasar bebas,
perubahan kurs terganutng pada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran dan
permintaan. Faktor valuta asing merupakan debit dalam neraca pembayaran
internasional. Faktorfaktor yang berasal baik dalam atau luar negeri termasuk
pendapatan impor periode lalu, tingkat bunga dan harga akan mempengaruhi
penawaran dan permintaan kurs valas. Kurs valas akan cenderung naik (harga mata
uang sendiri turun). Inflasi akan menyebabkan kurs valas naik, kenaikan tingkat
bunga dalam negeri cenderung menarik modal masuk dalam negeri. Kurs valas akan
turun (harga mata uang sendiri naik). Semua kegiatan ekonomi dan pemerintah (fiscal
dan moneter) yang mempengaruhi pendapatan, hadga dan tingkat bunga juga akan
berpengaruh terhadap valuta asing. Kebijakan permerintah (kenaikan pengeluaran
misalnya) akan menaikkan pendapatan dan harga, kenaikan pendapatan dan harga ini
akan menyebabkan impor naik dan berarti akan meningkatkan permintaan valuta
asing. Akibatnya kurs valuta asing akan naik (terdepresiasi mata uang sendiri). Di
samping faktr ekonomi yang dapat menpengarui perubahan kurs valas aka naik.
Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi pergeseran permintaan dan penawaran.
System Kurs Stabil, System kurs bebas sering menimbulkan adanya tindakan
spekulasi sebagai akibat dari ketridaktentuan di dalam kurs baluta asing karena itu
banyak negara yang kemudian menjalankan politik untuk menstabilan kurs. Pada
xxvi
dasarnya kurs yang stabil bisa timbul karena pemerintah menyediakan dana untuk
stabilisasi kurs (stabilization funds) dan suatu negara menggunakan system standar
emas. Pengawasan Devisa, dalam system ini pemerintah memonopoli seluruh system
transaksi valuta asing tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar
dan melindungi pengaruh depresiasi dari negara lain, terutama dalam hal negara
tersebut menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibanding dengan
permintannya. Untuk itu pemerintah perlu mengalokasikan di dalam penggunannya,
yaitu digunakan untuk tujuan- tujuan sesuai dengan program pemerintah. Alokasi
biasanya digunakan dengan lisensi impor.
2.4 Produk Domestik Bruto Terhadap Impor
Menurut Mankiw, Produk Domestik Bruto (gross domestic product/ GDP)
adalah nilai dari semua barang dan jasa yang di produksi di suatu negara selama
kurun waktu tertentu. Menurut Sadono Sukirno, PDB(gross domestic product/ GDP)
adalah nilai barang dan jasa suatu Negara yang di produksikan oleh factor-faktor
preoduksi milik warga Negara dan Negara asing. Sedangkan PNB (gross national
produc/GNP) adalah nilai barang dan jasa yang dihitung dalam pendapatan nasional
adalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh factor-faktor produksi yang dimiliki
oleh warga Negara tersebut baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Menurut Samuelson (1992), PDB adalah jumlah output total yang
dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai
barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan
kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara
yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukan ke dalam PDB. Sebagai
xxvii
gambaran PDB Indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga
negara asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikuti sertakan produk WNI
di luar negeri (Herlambang, 2001).
Sukirno (1994) mendefinisikan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam
suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga negara
tersebut dan warga negara asing. Sedangkan Wijaya (1997) menyatakan bahwa
PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan jasa-
jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode waktu tertentu
biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-
barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu
(biasanya satu tahun).
Jika harga barang dan jasa di pasar internasinal lebih murah dan memiliki
kualitas yang lebih baik daripada barang dalam negeri maka Negara tersebut akan
cenderung menimpor barang tersebut. Namun imporpun dapat terjadi dikarenakan
pendapatan dalam negeri meningkat sehingga kemampuan penduduk untuk
membeli barang-barang imporpun meningkat (Sadono Sukirno 2004).
Hubungan pendapatan nasional dan impor dapat tercernin dalam
persamaan :
Y = C + I + G + X – M
Dari rumus diatas kita dapat melihat bahwa impor merupakan variabel dari PDB,
yang meerupakan varibel kebocoran dari pendapatan nasional.
xxviii
PDB mencerminkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara, PDB
yang meningkat menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat meningkat. Ketika
pendapatan mengalami peningkatan berarti daya beli masyarakat menigkat , namun
ketika pasar dalam negeri supply barang lebih kecil daripada demand, maka untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah akan mengekspor barang baik
barang konsumsi maupun bahan baku untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Biasanya kebutuhan impor barang konsumsi melalui kebijakan pemerintah
sedangkan bahan produksi melalui mekanisme pasar.
2.5 Efek Suku Bunga Terhadap Impor
Bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa ini merupakan
suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang
pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman tersbut disebut "pokok
utang" (principal). Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal
jasa ( bunga ) dalam suatu periode tertentu disebut "suku bunga. Sedangkan
menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah pembayaran yang
dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.
Menurut Nopirin (1992:176) fungsi tingkat bunga dalam perekonomian
yaitu alokasi faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang dipakai
sekarang dan di kemudian hari. ada dua jenis faktor yang menentukan nilai suku
bunga, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan
nasional, jumlah uang beredar, dan inflasi. Sedang faktor eksternal merupakan
suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai valuta asing yang diduga.
xxix
Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga
di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan
yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat
untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum
cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi
selau tinggi.
Tipe-tipe Suku Bunga
Ada 2 tipe suku bunga, yaitu :
1. Real Interest Rate
Koreksi atas tingkat inflsi dan didefinisikan sebagai nominal interest rate
dikurangi Real rate = Nominal rate – Rate of inflation
2. Nominal Interest Rate.
Tingkat suku bunga yang biasanya tertera di rekening koran dimana mereka
memberikan tingkat pengembalian untuk setiap investasi yang dilakukan.
Kaita antara tingkat suku bunga dengan nilai tukar dapat dilihat dalam teori
interest rate parity. Sebuah teori yang menyatakan bahwa perbedaan suku bunga antara
kedua negara adalah sama dengan perbedaan antara nilai tukar maju dan kurs spot Paritas
tingkat bunga memainkan peran penting dalam pasar valuta asing, menghubungkan suku
bunga, nilai tukar spot dan kurs valuta asing.
Hubungan langsung antara tingkat suku bunga terhadapa impor, dapat kita lihat
dari dua kondisi melalui sisi importir. Pertama, ketika importir tidak memiliki modal
usaha maka importer harus meminjam kepada bank sedangkan ketika tingkat suku bunga
tinggi maka importir akan menunda niatnya sebab jika dia meminjam uang maka return
xxx
yang harus di bayar cukup besar. Kedua, ketika importir memiliki modal untuk
melakukan impor tetapi pada saat bersamaan tingkat suku bunga meningkat maka
importir akan menunda impor dan lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank
2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian Sigit Yuniyanto (2003) yang menganalisis pengaruh Produk Domestik
Bruto (PDB), nilai kurs rupiah, penanaman modal asing (PMA), Penanaman modal dalam
negeri (PMDN) dan cadangan devisa terhadap permintaan impor jangka pendek dan
jangka panjang di Indonesia. Alat analisis yagn digunakan adalah OLS- PAM Double log.
Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah ada pengaruh positif antara PDB,
terhadap permintaan impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kurs
rupiah memiliki pengaruh yang negative terhadap permintaan impor Indonesia, dalam
jangka pendek. Sedangkan cadangan devisa memiliki pengeruh yang positif terhadap
permintaan impor dalam jangka pendek dan jangka panjang. Selain itu PMA dan PMDN
juga memiliki pengaruh yang positif terhadap permintaan impor Indonesia.
Penelitian Dani Rustyaningsih tahun 2003 yaitu mengenai Analisa Faktor-Faktor
yang mempengeruhi permintaan impor barang konsumsi di Indonesia tahun 1990.1-
2003.4 Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa PDB tidak signifikan, sedangkan impor
periode sebelumnya dan kurs berpengaruh signifikan terhadap impor barang konsumsi di
Indonesia.
Penelitian Hadi Cahyono 2008 yaitu factor-faktor yang mempengaruhi
permintaan impor Indonesia dari Amerika Serikat 1985-2008. Hasil dari prnrlitian tersebut
menyatakan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif daan signifikan terhadap impor, PDB
xxxi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor, dan inflasi berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap impor.
2.7 Kerangka Pemikiran
Kemajuan perekonomian suatu negara dapat dilihat dari kemampuan negara
tersebut dalam meningkatkan pendapatan nasionalnya dari tahun ke tahun. Bagi
kebanyakan negara berkembang seperti Indonesia, kemajuan tersebut ditandai dengan
proses transformasi dari perekonomian yang di dominasi oleh sektor primer menjadi
perekonomian yang didominasi sektor industri. Dengan adanya proses transformasi
tersebut, maka industrialisasi dari negara-negara tersebut mulai bangkit sehingga
meningkatkan pula kebutuhan akan barang modal berupa mesin-mesin, peralatan
produksi, dan lain-lain. Tetapi karena kemampuan dalam negeri relatif terbatas, maka
harus didapatkan dari luar negeri. Untuk itu dibutuhkan devisa yang besar dalam
mengimpor perlengkapan-perlengkapan industri.
Dalam teori ekonomi dijelaskan bahwa peningkatan pendapatan merupakan
faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan atas barang dan jasa.
Oleh karena itu, jika pendapatan nasional meningkat maka peluang untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri juga cenderung meningkat. Sementara
bagi negara yang pendapatan nasionalnya rendah kemungkinan akan mengurangi barang-
barang impor.
Selain pendapatan, nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi juga sangat
berpengaruh terhadap impor. Terjadinya depresiasi nilai tukar mendorong harga (Rp)
yang harus dibayar oleh masyarakat untuk memperoleh barang impor meningkat.
xxxii
Sehingga akan mendorong masyarakat mengurangi pembelian terhadap barang-barang
impor. Bagi industri, hal ini berpengaruh langsung kepada kemampuan membeli barang-
barang modal seperti mesin-mesin dan alat-alat industri lainnya, yang akhirnya dapat
menurunkan kapasitas produksi dalam negeri.
Inflasi mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perdagangan
internasional antar negara. Bila tingkat inflasi dalam negeri terlalu tinggi, maka akan
mengakibatkan turunnya daya saing barang dan jasa dalam negeri. Bahkan pada kondisi
yang serius, harga barang dan jasa dalam negeri bisa lebih tinggi dibandingkan dengan
barang dan jasa produksi luar negeri. Kondisi ini, secara teoritis akan mengundang
meningkatnya pembelian terhadap barang dan jasa luar negeri. Dengan kata lain,
aktivitas impor akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam
negeri.
Suku bunga juga sangat berperan penting dalam perdagangan internasional sebab
dengan meningkatnya suku bunga akan berpengaruh terhadap nilai tukar dimana capital
inflow akan masuk ke dalam negeri sehingga nilai tukar akan menurun yang kemudian
akan menyebabkan nilai impor meningkat sebab harga barang luar negeri akan menjadi
murah.
Hubungan antara Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, tingkat sukun bunga
dan inflasi terhadap impor di Indonesia baik impor barang konsumsi maupun impor
bahan baku/barang penolong dan barang modal dapat dilihat pada skema berikut :
xxxiii
Gambar 2.1
2.8 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap pertanyaan yang
diajukan. Dari permasalahan di atas dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut,:
xxxiv
-+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
-
-
-
INFLASI(X1)
SUKU BUNGA (X2)
NILAI TUKAR (Y1)
PDB INDONESIA
(Y2)
PDB SEKTOR INDUSTRI
(Y3)
IMPOR BARANG
MODAL (Y6)
IMPOR INDONESIA
(Y4)
+
+
-
-
+-
IMPOR BAHAN BAKU
DAN PENOLONG
(Y5)
IMPOR INDONESIA
(Y4)
1. Diduga bahwa tingkat inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor
Indonesia (total impor, impor bahan baku dan penolong dan impor barang modal)
secara langsung, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap impor Indonesia total impor, impor bahan baku dan penolong dan impor
barang modal) secara langsung.
2. Diduga bahwa tingkat inflasi dan suku bunga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap permintaan impor Indonesia (total impor, impor bahan baku dan penolong
dan impor barang modal)secara tidak langsung melalui nilai tukar. Sedangkan, inflasi
dan suku bunga berpengaruh berpengaruh negatif terhadap impor Indonesia (total
impor, impor bahan baku dan penolong dan impor barang modal) secara tidak
langsung melalui PDB (total PDB dan PDB sektor Industri).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Ruang Lingkup
Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dijadikan objek
penelitian, maka penelitian ini membahas mengenai permintaan barang-barang impor
Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ialah inflasi, kurs, PDB dan suku
bunga.
xxxv
3.2 Jenis Dan Sumber Data
1. Jenis data
Data yang digunakan adalah data time serie selama 18 tahun mulai dari tahun 1992-
2009 dimana data tersebut berkaitan dengan impor, inflasi, kurs, PDB dan suku
bunga.
2. Sumber Data
Sumber data berasal dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS)Kota
Makassar,dari buku-buku, jurnal-jurnal ataupun melalui internet.
3.3 Variabel Penelitian
1. Variable Independent yang digunakan yaitu :
a. Inflasi
b. Suku bunga
2. Variable dependent yaitu :
a. Nilai Tukar
b. Produk Domestik Bruto (PDB)
c. Impor Indonesia. (total impor, impor bahan baku dan penolong dan impor barang
modal)
3.4 Metode Analisis Data
Alat analisis yang digunakan adalah dengan regresi linier berganda. Untuk
melihat apakah ada pengaruh variabel independen (inflasi dan suku bunga) terhadap
variabel dependen (nilai tukar, PDB dan impor indonesia (total impor, impor bahan baku
dan penolong dan impor barang modal)) dengan menggunakan regresi linier berganda.
Pengelolaan data mggunakan Amos 18.
xxxvi
Analisis di atas dapat di tuliskan dalam persamaan sebagai berikut :
Y1 = f(X1,X2)………………………………………………………………..(1)
Y2 = f(X1,X2)………………………………………………………………..(2)
Y3 = f(X1,X2)………………………..……………………………………..(3)
Y4 = f(X1,X2,Y1,Y2)………………………………………………………..(4)
Y5 = f(X1,X2,Y1,Y3)………………………………………………………..(5)
Y6 = f(X1,X2,Y1,Y3)………………………………………………………..(6)
Y1 = α0 + α1X1 + α2X2 + e1 (7)
Y2 = β0 + β1X1 + β2X2 + e2 (8)
Y3 = π0 + π1X1 + π2X2 + e3 (9)
Y4 = δ0 + δ1X1 + δ2X2 + δ3Ŷ1 + δ4Ŷ2 + e4
Y4 = δ0 + δ1X1 + δ2X2 + δ3(α0 + α1X1 + α2X2 + e1) + δ4(β0 + β1X1 + β2X2 + e2) + e4
Y4 = δ0 + δ1X1 + δ2X2 + δ3α0 + δ3α1X1 + δ3α2X2 + δ3e1 + δ4β0 + δ4β1X1 + δ4β2X2 + δ4e2 +
e4
= γ0 + γ1X1 + γ2X2 + μ4 (10)
Y5 = θ0 + θ1X1 + θ2X2 + θ3Ŷ1 + θ4Ŷ3 + e3
Y5 = θ0 + θ1X1 + θ2X2 + θ3(α0 + α1X1 + α2X2 + e1) + θ4(π0 + π1X1 + π2X2 + e3) + e5
xxxvii
Y5 = θ0 + θ1X1 + θ2X2 + θ3α0 + θ3α1X1 + θ3α2X2 + θ3e1 + θ4π0 + θ4π1X1 + θ4π2X2 + θ4e3 +
e5
= Ω0 + Ω1X1 + Ω2X2 + μ5 (11)
Y6 = σ0 + σ1X1 + σ2X2 + σ3Ŷ1 + σ4Ŷ3 + e6
Y6 = σ0 + σ1X1 + σ2X2 + σ3(α0 + α1X1 + α2X2 + e1) + δ4(π0 + π1X1 + π2X2 + e3) + e6
Y6 = σ0 + σ1X1 + σ2X2 + σ3α0 + σ3α1X1 + σ3α2X2 + σ3e1 + σ4π0 + σ4π1X1 + σ4π2X2 +
σ4e3 + e6
= φ0 + φ1X1 + φ2X2 + μ6 (12)
Dimana :
γ0 = δo + δ2α0 + δ4β0
γ1 = δ1 + δ3α1 + δ4β1
γ2 = δ2 + δ3α2 + δ4β2
μ4 = e4 + δ3e1 + δ4e2
Ω0 = θo + θ2α0 + θ4π0
Ω1 = θ1 + θ3α1 + θ4π1
Ω2 = θ2 + θ3α2 + θ4π2
μ5 = e5 + θ3e1 + θ4e3
φ0 = σo + σ2α0 + σ4π0
φ1 = σ1 + σ3α1 + σ4π1
φ2 = σ2 + σ3α2 + σ4π2
μ6 = e4 + σ3e1 + σ4e3
β0 = Konstanta
xxxviii
β1 ,β2 ,α1,α2,π1,π2,θ1,θ2,θ3,θ4,σ1,σ2σ3,σ4,δ1,δ2,δ3,δ4, = Parameter
X1 = Inflasi Indonesia
X2 = suku Bunga riil Indonesia
Y1 = Nilai Tukar Indonesia
Y2 = PDB Indonesia
Y3 = PDB sektor Industri
Y4 = Impor Indonesia
Y5 = Impor Bahan Baku Dan Penolong
Y6 = Impor Barang Modal
e1, e2, e3, e4,e5,e6 = Varibel Pengganggu
xxxix
σ3
σ4
θ4
θ3
δ3
δ3
σ2σ1
δ2 δ1
θ1
θ2
π1
π2
β2α2
α1
+
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
INFLASI(X1)
SUKU BUNGA (X2)
NILAI TUKAR (Y1)
PDB INDONESIA(Y2)
PDB SEKTOR INDUSTRI(Y3)
IMPOR BARANG MODAL (Y6)
+
+
-
-
+
IMPOR BAHAN BAKU DAN PENOLONG (Y5)
IMPOR INDONESIA (Y4)
Gambar 3.1
No. Arah Pengaruh
Antar Simbol Koefisien Estimasi Untuk Pengaruh VariabelLangsung Tidak langsung Total pengaruh
xl
Β1
--
Variabel/Hipotesis 1 Hipotesis 1
a)x1→Y4 δ1 Melalui y1 δ3α1 Melalui Y2 δ4β1 b)X1→ Y1 α1
X1→ Y2 β1
2 Hipotesis 2 a)x2→ Y4 δ2 Melalui Y1 δ3α2 Melalui Y2 δ4β2 b)x2→ Y1 α2 x2→ Y2 β2
3 Hipotesis 3 a)x1→Y5 θ1 Melalui Y1 θ3α1 Melalui Y3 θ4π1 b)x1→Y1 α1 x1→Y3 π1
4 Hipotesis 4 a)x2→ Y5 θ2 Melalui Y1 θ3α2 Melalui Y3 θ4π2 b)x2→ Y1 α2 x2→ Y3 π2
5 Hipotesis 5 a)x1→Y6 σ1 Melalui Y1 σ3α1 Melalui Y3 σ4π1 b)x1→ Y1 α1
X1→ Y3 π1
6 Hipotesis 6 a)x2→ Y6 σ2 Melalui Y1 σ3α2 Melalui Y3 σ3π2 b)x2→ Y1 α2 x2→ Y3 π2
Dimana :
xli
γ1 = δ1+ δ3α1 + δ4β1 adalah pengaruh total x1 terhadap y4 yang terdiri dari pengaruh langsung x1
terhadap y4 sebesar δ1 ditambah pengaruh tidak langsung melalui y4 sebesar δ3α1 + δ4β1.
γ2 = δ2+ δ3α2+ δ4β2 adalah pengaruh total x2 terhadap y4 yang terdiri dari pengaruh langsung x2
terhadap y4 sebesar δ2 ditambah pengaruh tidak langsung melalui y4 sebesar δ3α2+ δ4β2.
Ω1 = θ1+ θ3α1 + θ4π1 adalah pengaruh total x1 terhadap y5 yang terdiri dari pengaruh langsung x1
terhadap y5 sebesar θ1 ditambah pengaruh tidak langsung melalui y5 sebesar θ3α1 + θ4π1.
Ω2 = θ2+ θ3α2 + θ4π2 adalah pengaruh total x2 terhadap y5 yang terdiri dari pengaruh langsung x1
terhadap y5 sebesar θ2 ditambah pengaruh tidak langsung melalui y5 sebesar θ3α2 + θ4π2 .
φ1 = σ1+ σ3α1+ σ4π1 adalah pengaruh total x1 terhadap y6 yang terdiri dari pengaruh langsung x1
terhadap y6 sebesar σ1 ditambah pengaruh tidak langsung melalui y6 sebesar σ3α1+ σ4π1 .
φ2 = σ2+ σ3α2+ σ3π2 adalah pengaruh total x2 terhadap y6 yang terdiri dari pengaruh langsung x2
terhadap y6 sebesar σ2 ditambah pengaruh tidak langsung melalui y6 sebesar σ3α2+ σ3π2.
Untuk mengestimasi parameter-parameter di atas adalah dengan menggunakan
metode kuadran terkecil dua tahap (two stage least square (TSLS))..
3.5 Definisi Operasional
3.5.1 Inflasi
Inflasi diukur dengan persentase perubahan Indeks harga konsumen (IHK) atau
consumer price index (CPI) Indonesia, dalam persen (%) dari tahun 1992-2009.
3.5.2 Nilai Tukar
Nilai tukar yang akan digunakan dalam analisis adalah Nilai Tukar riil dalam Rupiah
per Dollar US (Rp/US $), dari tahun 1992-2009. Nilai Tukar adalah nilai di mana seseorang
dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari
negara lain di Indonesia.
xlii
3.5.3 PDB
PDB atas dasar harga konstan adalah PDB yang mengoreksi PDB harga
berlaku dengan memasukkan pengaruh harga. PDB ini menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada tahun dasar. Tahun
dasar yang digunakan adalah tahun dasar 2000. PDB yang Akan digunakan untuk di
analisis adalah Total PDB dan PDB menurut lapangan usaha yaitu pada sektor indistri
di Indonesia dari tahun 1992-2009.
3.5.4 Suku Bunga riil
Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu.
Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai harga yang
harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu Rupiah sekarang dengan satu Rupiah di
waktu mendatang. Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga riil, yaitu suku bunga
yang telah dikurangi dengan inflasi.suku bunga riil yang digunkan yaitu suku bunga riil
Indonesia, yang dinyatakan dalam persen (%) dari tahun 1992-2009.
3.5.5 Impor
Impor adalah pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri dengan
perjanjian antar dua negara. Yang akan digunakan dalam analisis ini yaitu total nilai
Impor dan Impor menurut jenis penggunaannya, yaitu impor bahan baku dan barang
modal di Indonesia dari tahun 1992-2009.
xliii
BAB IV
Hasil dan pembahasan
4.1 GAMBARAN UMUM
4.1.1 Perekonomian Indonesia
Sewaktu Indonesia merilis jalan untuk terus berkembang, gejolak ekonomi muncul
pada tahun 1997-1998 dengan adanya krisis moneter. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun
1997 telah membawa perekonomian Indonesia pada kondisi yang sangat sulit karena
beberapa indikator ekonomi mengalami gejolak yang tajam. Gejolak ekonomi tersebut
membuat perekonomian Indonesia menjadi tidak stabil. Inflasi naik sangat tajam dari 11,05
xliv
% pada tahun 1997 menjadi 77,63 % pada akhir tahun 1998 atau naik 602,53 %. Belum lagi
ilai tukar rupiah terhadap US$ yang melemah dari Rp 4.650,00 menjadi Rp 8. 025,00 di akhir
tahun 1998. Sedangkan pendapatan nasional yang didasarkan dengan PDB riil Indonesia juga
mengalami penurunan dari 343409.4 Milyar Rupiah menjadi 343409,4.
Setelah mengalami kontraksi yang besar pada tahun 1998, sejak tahun 1999
perekonomian Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 1999 ekonomi
bertumbuh sekitar 0,79%, tahun 2000 sekitar 4,92%, tahun 2001 3,4%, dan 2002 sebesar
3,66%. Peningkatan pertumbuhan ini memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk
segerakeluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih di bawah target yang
diinginkan yaitu sebesar 4%. Hal ini memperlihatkan pemulihan perekonomian telah berjalan
ke arah yang lebih baik.
Setelah terjadinya krisis ekonomi Indonesia tahun 1998, gejolak ekonomi kembali
menghampiri Indonesia pada tahun 2008. Perekonomian global mengalami krisis financial
yang disebabkan oleh krisis yang dialami Amerika Serikat yang secara tidak langsung juga
berdampak kepada perekonomian Indonesia.
Sepanjang tahun 2008, terutama sampai triwulan ke III, ekonomi Indonesia masih
menunjukkan pertumbuhan yang baik, sehingga ketika pada tiga bulan terakhir tahun 2008
pertumbuhan ekonomi mulai melambat, maka secara keseluruan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2008 masih mencapai 6,1 %. Keadaan ini lebih baik dibandingkan
negara tetangga seperti Singapura yang diperkirakan hanya tumbuh 2,2%.
Pada awalnya krisis finansial global mulai merebak, sector keuangan di Indonesia
belum terkena dampak yang berarti, karena tidak ada perbankan Indonesia yang secara
langsung terkena dampak dari krisis subprime mortgages di Amerika Serikat yang telah
xlv
merugikan banyak lembaga keuangan raksasa di dunia. Selama tahun 2008, masyarakat
masih bisa menikmati bunga rendah, ketika BI menurunkan BI rate sampai 8%. Baru setelah
harga minyak bumi terus melesat BI rate naik, dan sektor konsumsi mulai melambat
pertumbuhannya.
Pertumbuhan ekonomi mengalami titik balik, ketika harga berbagai komoditas ekspor
menurun menyusul anjloknya harga minyak dunia. Ketakutan masyarakat dunia akan
terjadinya resesi telah menyebabkan menurunya permintaan terhadap berbagai produk
tersebut sehingga harga terus menurun. Akibatnya Indonesia yang semula mengandalkan
ekspor sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi mulai memasuki masa sulit. Berbagai
industri manufaktur terutama yang berorientasi ekspor seperti tekstil, sepatu dan elektronik,
mulai mengurangi kegiatannya termasuk mengurangi tenaga kerja karena permintaan pasar
ekspor yang menurun.
Memasuki tahun 2009, ekonomi Indonesia akan menghadapi tantangan yang berat.
Selama tahun 2008 ekonomi Indonesia relatif baik apabila melihat berbagai indikator
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2008 mecapai 6.1%, inflasi bisa ditekan menjadi
11,4%. Hal ini dikarenakan deflasi dalam dua bulan terakhir di kuartal akhir 2008.
Sedangkan pada tahun 2009 sendiri, pertumbuhan ekonomi masih posotif dan tingkat inflasi
sebesar 2,8 % atau terendah selama 10 tahun terkhir.
Secara keseluruhan hasil-hasil pembangunan, tercermin pada tingkat pertumbuhan
ekonomi nasional yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB), baik yang dihitung atas
dasar harga berlaku, maupun atas dasar harga konstan. Untuk melihat perkembangan PDB
dalam penulisan ini dihitung berdasar atas dasar harga konstan 2000.
xlvi
Pada tahun 2008, meskipun ekonomi dunia dilanda krisis financial global, pada
kenyataannya pendapatan nasional Indonesia masih cukup stabil bahkan pertumbuhannya
masih tinggi. Hal ini karena tingkat konsumsi masyarakat juga sangat besar sehingga
mendorong PDB untuk terus naik. PDB tertinggi masih dihasilkan oleh sektor industri
pengolahan yaitu sebesar 27.87% dari total PDB tahun 2008. Sedangkan PDB terendah
dihasilkan oleh sektor listrik, gas, dan air bersih yaitu hanya sebesar 0.82% dari total PDB
(www.bps.go.id).
xlvii
Tabel 4.1.5.1
Perkembangan Produk Domesti Bruto (PDB)
Tahun 1992 – 2009
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rp)
Tahun PDB Pertumbuhan (%)
1992 984.115.9 5,91
1993 1.156.448,61 6,56
1994 1.242.833,09 7,47
1995 1.344.994,06 8,22
1996 1.450.148,22 7,82
1997 1.518.303,78 4,70
1998 1.318.999,90 -13,13
1999 1.329.434,86 0,79
2000 1.394.843,95 4,92
2001 1.442.984,00 3,45
2002 1.505.216,40 4,31
2003 1.577.171,30 4,78
2004 1.656.516,80 5,03
2005 1.750.815,20 5,69
2006 1.847.292,90 5,51
2007 1.963.974,30 6,32
2008 2.082.456,10 6,01
2009 2.177.741,70 4,58
Sumber : Badan Pusat Statistik
xlviii
Pada tabel 4.1.5.1, terlihat pertumbuhan PDB mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun selama periode 1992– 2009. Pada tahun 1992 perkembangan PDB menjadi sebesar
Rp 984.115.9 milyar . Pada tahun 1993 perkembangan PDB menjadi sebesar Rp
1.156.448,61 milyar dan pada tahun 1994 sebesar Rp 1.242.833,09 milyar, hal ini berarti
terjadi kenaikan 7,47%. Disamping karena adanya peningkatan produksi secara fisik, juga
karena dipengaruhi oleh kenaikan tingkat harga / inflasi. Pada pertengahan tahun 1997,
indonesia seperti negara-negara lainnya di kawasan asia tenggara yang di hantam oleh krisis
ekonomi yang sangat parah, sehingga pada tahun 1998 terjadi penurunan menjadi
1.318.999,90 milliar, perkembangan ekonomi seperti penurunan PDB sebesar dibanding
tahun sebelumnya. Pada tahun 1999, dampak krisis ekonomi tersebut mulai bisa
dikendalikan dan PDB ada tahun tersebut tumbuh sebesar 0,79 %. Tahun 2000,
pertumbuhan ekonomi terus membaik sehingga mencapai 4,92 %. Selama tahun 2001
sampai 2004, pertumbuhan ekonomi tumbuh rata – rata sebesar 4, 39 %.
Krisis yang terjadi di Indonesia tidak saja telah memaksa rupiah terdepresiasi sangat
tajam tetapi juga menimbulkan kontraksi ekonomi yang sangat dalam. Penurunan nilai tukar
rupiah yang tajam disertai dengan terputusnya akses ke sumber dana luar negeri
menyebabkan turunnya kegiatan produksi secara drastis dan berkurangnya kesempatan kerja
sebagai akibat tingginya ketergantungan produsen domestik pada barang dan jasa impor.
Pada saat yang sama, kenaikan laju inflasi yang tinggi dan penurunan penghasilan
masyarakat telah mengakibatkan merosotnya daya beli sehingga kesejahteraan masyarakat
menurun drastis dan kantong-kantong kemiskinan domestik semakin meluas.
Selama tahun 2000 perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi yang
semakin kuat dengan pola pertumbuhan ekonomi yang semakin seimbang. Pertumbuhan
xlix
produk domestik bruto (PDB) tahun 2000 mencapai 4,92%, lebih tinggi dari prakiraan awal
tahun Bank Indonesia sebesar 3,0%–4,0%. Sejumlah kemajuan juga dicapai dalam proses
penyelesaian utang luar negeri pemerintah, telah selesainya program rekapitalisasi
perbankan, serta telah dicapainya kesepakatan dalam penyelesaian masalah BLBI antara
Pemerintah dan Bank Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik hingga mencapai 6,32%. Akselerasi
pertumbuhan ekonom, terutama berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi yang
mencatat pertumbuhan tinggi. Sementara dari sisi penawaran, penyumbang utama
pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor
pertanian. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan membaiknya
indicator kesejahteraan masyarakat. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan menurun menjadi 16,6% hingga pada tahun 2007. Selain meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dan stabilnya inflasi, membaiknya indikator kemiskinan juga terkait
dengan berbagai program sosial yang diluncurkan untuk membantu masyarakat miskin,
termasuk bantuan yang terkait dengan bencana alam. Pada tahun 2008 pertumbuhan
mencapai 6,01% dengan PDB sebesar 2.082.456,10 miliar. Pada tahun 2009 pertumbuhan
ekonomi mencapai 4,58 dengan PDB sebesar 2.177.741,70 miliar.
Tabel 4.1.5.2
Perkembangan Produk Domesti Bruto (PDB)
Tahun 1992 – 2009
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rp)
TAHUN PDB Industri1992 75419.71993 82558.6
l
1994 826491995 91637.11996 102259.71997 107629.71998 95320.61999 99058.52000 104986.92001 398323.92002 419387.82003 441754.92004 469952.42005 491561.42006 514100.32007 538084.62008 557764.42009 569550.8
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan table di atas dapat kita lihat bahwa PDB sector industri sejak tahun 1992
hingga 1997 terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 1998 PDB sektor industri
mengalami penurunan yang disebabkan oleh krisis ekonomi pada saat itu, namun pada tahun
1999 kembali meningkat secara terus menerus hingga 2009.
4.1.2 Perkembangan Impor Indonesia
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka impor memiliki peranan yang
sangat penting terutama dalam rangka pengembangan sector industri. Walaupun
perkembangan impor berfluktuasi, Namur impor tetap mengalami pertumbuhan. Fluktuasi
impor tidak terlepas dari berbagai peristiwa resesi ekonomi, krisis ekonomi, serta beberapa
kebijakan di bidang impor.
Impor dalam hal ini terdiri atas impor barang konsumsi, bahan baku dan barang-
barang penolong serta barang modal yang pada umumnya berasal dari negara maju, di
li
samping karena negara-negara berkembang masih kekurangan modal, juga untuk
mempercepat proses alih teknologi dari negara maju sehingga negara-negara berkembang
akan mampu memacu pertumbuhan ekonominya
Impor Indonesia meningkat sejalan dengan peningkatan pembangunan.
pengembangan kapasitas produksi dalam negeri memerlukan impor barang-barang modal
yang belum dapat diproduksi di dalam negeri perlu diimpor. Di samping itu pembangunan
proyek-proyek prasarana yang di perlukan untuk mendukung kapasitas produksi dalam
negeri yang semakin berkembang juga memerlukan impor.
Impor Indonesia sejak 1988 berasal dari 55 negara di seluruh dunia. Secara ratarata
ada delapan negara asal impor yang memilliki kontribusi (rata-rata) impor yang paling besar
yaitu Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Korea Selatan, Australia, Cina, Taiwan.
Namun demikian, kontribusi mereka tidaklah stabil. Telah terjadi perubahan struktur yang
cukup signifikan sejak lima tahun terakhir. Perubahan paling radikal adalah kontribusi Cina
yang berubah drastis sejak 1998 yaitu dari 7,19% menjadi 28,91 di tahun 2003. Perubahan
lainnya adalah kontribusi negara Singapura dari 20,17% di tahun 1998 menjadi 44,98% di
tahun 2003. Akibatnya urutan contributor terbesar menjadi berubah di tahun 2003 yaitu
Jepang, Singapura, Cina, Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, Jerman, dan Taiwan.
(Eko Atmaji dalam jurnal Analisa Impor Indonesia, 2004).
Impor berdasarkan golongan barang terdiri dari barang modal, barang konsumsi, dan
bahan baku/penolong. Impor yang khususnya bahan modal, barang konsumsi, dan bahan
baku akan mendorong peningkatan ekspor non migas Indonesia. Beberapa produk ekspor
masih memiliki kandungan impor yang cukup tinggi. Perkembangan impor mencerminkan
struktur produksi dalam negeri yang berkembang pesat.
lii
Tabel 4.1.2.1
Perkembangan Impor Indonesia Tahun 1993 – 2007
Sumber : Badan Pusat Statistik
Dalam tabel 4.2 terlihat bahwa nilai impor Indonesia pada tahun 1992 sebesar
27.279,6 Juta US $ dan impor Indonesia pada tahun 1993 meningkat menjadi sebesar
28.327,80 Juta US $. Pada tahun 1994 nilai impor sebesar 31.983,50 Juta US $ kemudian
pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1995 nilai impor Indonesia meningkat menjadi
40.628,70 Juta US $ dengan volume sebesar 55.360,2 ribu ton, dari data tersebut terlihat
terjadi peningkatan sebesar 20,01% pada volume impor dan 27,3% pada nilai impor.
Peningkatan dalam hal impor terus terjadi seiring dengan semakn besarnya kebutuhan
liii
TahunVolume
(Ribu Ton)
Nilai
(Juta US $)
2000 67.388,9 33.514,8
2001 65.566,8 30.962,1
2002 72.741,2 31.288,9
2003 69.705,1 32.550,7
2004 81.320,6 46.524,5
2005 83.664,5 57.700,9
2006 83.808,9 61.065,5
2007 89.935,6 74.473,4
2008 129.197,3 98.664,3
2009 91.354,4 96.829,2
barang-barang impor itu sendiri guna terjadinya peningkatan di bidang produksi. Hingga
pada tahun 1996 nilai impor sebesar 42.928,5 Juta US $ dengan volume sebesar 58.819,4
ribu ton mengalami penurunan nilai pada tahun 1997 sebesar 2,91% menjadi 41.679,8 juta
US $ dengan volume tetap meningkat sebesar 0,56% menjadi 59.148,4 ribu ton. Hal ini
dipengaruhi oleh terjadinya krisis nilai tukar yang dialami oleh banyak negara. Dimana
menyebabkan harga barang-barang impor meningkat dan hal ini terus berlanjut dimana pada
tahun 1998, sehingga volume impor menurun drastis menjadi 51.261,2 ribu ton dengan nilai
sebesar 27.336,9 juta US $. Pada tahun 1999 nilai impor terus menurun menjadi 24.003,32
juta US $ dengan peningkatan volume impor sebesar 21,42% menjadi 62.240,8 ribu ton.
Volume impor yang meningkat ini dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan impor
terhadap barang konsumsi khususnya beras.
Pada tahun 2000, nilai impor Indonesia mencapai 33.514,80 juta US $ atau meningkat
sekitar 39,10%. Namun pada tahun 2001 nilai impor Indonesia turun menjadi 30.962,1 juta
US $ dengan volume sebesar 65.566,8 ribu ton, dari data tersebut terlihat terjadi penurunan
sebesar 2,70% pada volume impor dan 7,62% pada nilai impor. Selanjutnya pada tahun 2002
volume impor Indonesia terus meningkat menjadi 72.741,2 ribu ton dengan nilai impor
sebesar 31.288,9 juta US $. Tahun 2003 – 2006 impor Indonesia terus mengalami
peningkatan. Tahun 2007 nilai impor Indonesia menjadi 74.473,4 juta US $ atau meningkat
sebesar 7,31% dan volumenya menjadi 89.935,6 ribu ton atau meningkat sebesar 21,96%.
Pada tahun 2008 nilai impor meningkat menjadi 98.664,3 US$ dan volume impor meningkat
menjadi 129.197,3 sedangkan pada tahun 2008 ke 2009 mengalami penurunan dari sisi nilai
maupun volume impor, pada tahun 2009 nilai impor menurun menjadi 96.829,2 dan volume
impor menurun menjadi 91.354,4.
liv
Dari tabel 4.1.2.2 (dilampirkan) tersebut dapat dilihat bahwa nilai impor barang
konsumsi pada tahun 1992 sebesar 1.212,8 juta US $ dengan volume impor barang konsumsi
sebesar 1.255,2 ribu ton.Nilai impor barang konsumsi pada tahun 1993 mengalami
peningkatan menjadi sebesar 1.146,1 juta US $., tetapi volume impor barang konsumsi
menurun menjadi sebesar 799,5 ribu ton.Pada tahun 1994 volume impor barang konsumsi
mengalami peningkatan menjadi 1.899,8 ribu ton dengan nilai impor sebesar 1.430,2 juta US
$ dan peningkatan ini berlanjut hingga tahun 1996.
Pada tahun 1997 volume impor barang konsumsi mengalami penurunan yang cukup
drastis, dimana pada tahun sebelumnya volume impor barang konsumsi sebesar 4.322 ribu
ton turun menjadi 2.338,3 ribu ton dan nilai impor barang konsumsi yang pada tahun
sebelumnya 2.805,9 juta US $ turun menjadi 2.166,3 juta US $. Penurunan pada nilai impor
barang konsumsi ini terus terjadi hingga 1998 meskipun dilain pihak volume impor barang
konsumsi meningkat menjadi 4.158,6 ribu ton. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
produksi yang negatif yang terjadi pada tahun 1997. Padi yang merupakan komponen utama
dalam sub sektor tanaman pangan mencatat pertumbuhan yang negatif sebesar 3,9% sebagai
akibat dari musim kering dan menurunnya luas areal panen. Berlanjutnya musim kering
hingga pertengahan tahun 1998 dikhawatirkan dapat mengganggu program swasembada
beras. Guna mengantisipasi permintaan yang masih kuat serta berbagai upaya untuk
cadangan pangan nasional maka pemerintah pun mengimpor beras dalam jumlah yang cukup
tinggi.
Pada tahun 1999 terjadi peningkatan, baik dari segi volume maupun nilainya. Nilai
impor barang konsumsi pada tahun tersebut meningkat 28,72 % dengan nilai sebesar 2.468,3
juta US $ dengan peningkatan volume sebesar 76,13% dengan jumlah volume sebesar
lv
7.324,5 ribu ton. Pada tahun 2000 terjadi penurunan pada volume barang konsumsi menjadi
sebesar 5.241,2 ribu ton walaupun pada nilai impornya meningkat menjadi sebesar 2.718,7
juta US $.
Pada tahun 2001 terjadi penurunan impor barang konsumsi baik dari segi nilai
maupun dari segi volumenya. Pada tahun tersebut nilai impor barang konsumsi turun menjadi
2.251,2 juta US $ dengan jumlah volume menjadi sebesar 4.071,2 ribu ton. Pada tahun 2002
nilai impor barang konsumsi terjadi peningkatan sebesar 17,74% dengan nilai sebesar
2.650,5 juta US $ dan peningkatan volume sebesar 38,62% dengan jumlah volume sebesar
5.643,4 ribu ton. Pada tahun 2003 volume impor barang konsumsi mengalami penurunan
menjadi 4.903,4 ribu ton walaupun dilain pihak nilai impor barang konsumsi tetap
mengalami peningkatan sebesar 8,01% menjadi 2.862,8 juta US $. Sama halnya tahun 2003,
pada tahun 2004 terjadi penurunan pada volume impor barang konsumsi menjadi 4.749,9
ribu ton yang diikuti dengan peningkatan pada nilai impor barang konsumsi menjadi 3.786,5
juta US $. Tahun 2005 terjadi peningkatan baik dari volume impor barang konsumsi sebesar
5.562,1 ribu ton maupun pada nilai impor barang konsumsi menjadi 4.620,5 juta US $.
Tahun 2006 terjadi penurunan pada volume impor barang konsumsi sebesar 15,38%
dengan jumlah volume sebesar 4.706,6 ribu ton walaupun pada nilainya terjadi peningkatan
sebesar 2,55% dengan nilai sebesar 4.738,2 juta US $. Pada tahun 2007 volume impor barang
konsumsi meningkat menjadi 6.714,4 ribu ton begitu pula dengan nilai impor barang
konsumsi menjadi sebesar 6.539,1 juta US $. Pada tahun 2008 impor konsumsi menjadi
8.303,7 juta US $, namun volumenya menurun menjadi 5368,1 ribu ton. Pada tahun 2009
sembilan impor konsumsi menurun menjadi 6.752,6 dengan volume seberat 4056,6 ribu ton.
Meskipun peningkatan impor barang konsumsi terus terjadi namun tetap diharapkan
lvi
kecenderungan untuk mengimpor barang konsumsi akan turun seperti yang mulai terlihat
pada tahun 2008-2009, guna mengurangi ketergantungan impor serta melindungi industri
dalam negeri sehingga sektor produksi dalam negeri dapat berkembang.
Sementara itu impor bahan baku/penolong cenderung mengalami peningkatan baik
dari segi nilai, volume maupun peranannya terhadap total impor. Pada tabel 4.2.2 jelas
terlihat pada periode 1992 – 2009 impor bahan baku/penolong merupakan bagian yang
terbesar dibanding jenis-jenis impor lainnya yitu dengan rata-rata share impor sebesar
74,70%. Impor bahan baku terdiri atas makanan & minuman untuk industri, bahan baku
untuk industri, bahan bakar & pelumas serta suku cadang & perlengkapan. Seperti yang
terlihat pada tabel impor bahan baku/ penolong memiliki bagian yang terbesar dibanding
jenis-jenis impor lainnya walaupun dilain pihak laju pertumbuhannya itu sendiri cukup
berfluktuasi bahkan pada tahun-tahun tertentu laju pertumbuhannya bernilai minus.
Untuk barang modaal cukup berkontribusi terhadap impor dengan rata-rata share
impor sebesar 18,27%. Impor brang modl cukup berfluktutif di bandingkan bahan baku.
Pada tahun 1992 volume impor sebsar 797,0 ribu ton dengn nilai sebsar 7.366,8 juta US $.
Pada tahun 1993 volume impor mengalami penurunan , volume impor menjadi sebsar 723,3
ribu ton dengn nilai sebsar 7.146,9 juta US $. Dari tahun 1994-1997 baik nilai maupun
volume impor bahan baku terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 mengalami
penurunan, volume impor menjadi sebsar 646,9 ribu ton dengn nilai sebsar 5.807,5 juta US
$. Pada tahun 1999 penurunan masih terjadi pada sisi nilai menjadi 3.060,0 juta US $,
sedangkan pada sisi volume impor meningkat menjadi sebsar 740,9 ribu ton. Pada tahun
2000 volume impor meningkat menjadi 1.070,9 ribu ton dan nilai impor meningkat menjadi
4.777,4 juta US $. Pada tahun 2001 volume impor meningkat menjadi 1.250,5 ribu ton dan
lvii
nilai impor meningkat menjadi 4.831,5 juta US $. Pada tahun 2002 mengalami penurunan,
volume impor menjadi sebsar 1.108,5 ribu ton dengn nilai sebsar 4.410,9 juta US $. Pada
tahun 2003 mengalami penurunan, volume impor menjadi sebsar 849,0 ribu ton dengn nilai
sebsar 4.191,69 juta US $. Pada tahun 2004 volume impor meningkat menjadi 1.213,2 ribu
ton dan nilai impor meningkat menjadi 6.533,8 juta US $. Pada tahun 2005 volume impor
meningkat menjadi 1.519,5 ribu ton dan nilai impor meningkat menjadi 8.288,4 juta US $.
Pada tahun 2006 volume impor meningkat menjadi 1.748,6 ribu ton dan nilai impor
meningkat menjadi 9.155,9 juta US $. Pada tahun 2007 penurunan terjadi pada sisi volume
impor bahan baku menjadi 1.480,2 ribu ton, sedangkan pada sisi nilai impor meningkat
menjadi sebsar 11.449,6 US $. Pada tahun 2008 volume impor meningkat cukup signifikan
menjadi 2.610,0 ribu ton dan nilai impor meningkat menjadi 21.400,9 juta US $. Pada tahun
2009 kembali penurunan terjadi pada sisi volume impor bahan baku menjadi 2.577,8 ribu
ton, sedangkan pada sisi nilai impor juga mengalami penurunan menjadi sebsar 20.438,5
juta US $.
Tabel 4.1.2.3
Persentase Kontribusi Impor Golongan
lviii
Sumber : Badan
Pusat Statistik
(data diolah)
Dari tabel dia
atas dapat kita lihat
bahwa ipor bahan baku sangat dominan terhadap impor indonesia menurut golongan dengan
share sebesar 74,70%, yang mana ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi dalam negeri
masih banyak bergantung dari luar nnegeri, di urutan berikutnya adalan impor barang modal
dengan share sebsar 18,27%, sedangkan urutan berikutnya adalah impor barang konsumsi
sebesar 7,03%, tren dari impor barang konsumsi cukup baik dengan melihat tren yang
semakin menurun, namun walaupun demikian kita harus tetap menekan laju impor barang
konsumsi untuk melindungi barang dalam negeri.
4.1.3 Perkembangan Inflasi, suku bunga dan nilai tukar Indonesia Tahun 1992 – 2007
Tabel 4.1.3
Perkembangan Inflasi, suku bunga dan nilai tukar Indonesia
Tahun 1990 – 2007
lix
TahunBarang konsumsi(%)
Bahan baku/ bahan penolong(%)
Barang modal(%)
2000 8.11 77.63 14.252001 7.27 77.12 15.602002 8.47 77.43 14.102003 8.79 78.33 12.882004 8.14 77.82 14.042005 8.01 77.63 14.362006 7.76 77.25 14.992007 8.78 75.85 15.372008 6.43 77.01 16.562009 6.97 71.92 21.11Rata-rata share 7,03 74,70 18,27
Tahun Tingkat Inflasi (%) nilai tukar nilai tukar Suku Bunga
Indonesia
2000 9.35 8421.78 11586.85 14.14
2001 12.55 10260.85 13018.44 17.6
2002 10.03 9311.19 10726.73 12.93
2003 5.06 8577.13 9480.99 8.31
2004 6.4 8938.85 9549.16 7.43
2005 17.11 9704.74 9704.74 12.75
2006 6.6 9159.32 8358.90 9.75
2007 6.59 9141 8070.09 8
2008 11.4 9698.96 8075.91 9.25
2009 2.8 10389.94 8103.40 6.5Sumber : berbagai sumber
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 20090
5
10
15
20
25
30
35
40
PERKEMBANGAN INFLASI, SUKU BUNGA DAN SUKU BUNGA RIIL INDONESIA
Suku Bunga RiilSuku Bunga IndonesiaTingkat Inflasi (%)
Gambar 4.1
lx
20002001
20022003
20042005
20062007
20082009
0
5000
10000
15000
20000
25000
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RIIL DAN NILAI TUKAR NOMINAL INDONESIA
nilai tukar riilnilai tukar nominal
Gambar 4.2
Dalam ekonomi, inflasi adalah meningkatnya harga- harga secara terus menerus.
Tingkat inflasi diukur dengan perubahan dalam indeks harga konsumen. Di Indonesia inflasi
yang timbul dikarena kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi akan menyebabkan
produksi turun dan penawaran total (aggregate supply) berkurang yang pada akhirnya akan
menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan biaya produksi dapat berasal dari kenaikan bahan
baku industri, perjuangan serikat buruh yang berhasil menuntut kenaikan upah dan lain-lain.
Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikkan harga dan turunnya produksi.
Inflasi di Indonesia sendiri juga mengalami fluktuasi. Inflasi tertinggi terjadi pada
tahun 1998 karena pada masa itu perekonomian Indonesia sedang mengalami goncangan
ekonomi dengan adanya krisis ekonomi. Inflasi tahun 1998 mencapai 77,63 %. Seiring
dengan membaiknya kinerja ekonomi nasional, maka tingkat inflasi mulai turun dan
pertumbuhan inflasi dapat dikendalikan
Dari tabel 4.1.3.1 di atas dapat kita lihat bahwa setelah adanya krisis ekonomi tahun
1998, tingkat inflasi perlahan mulai menurun. Pada tahun 1999 pertumbuhan inflasi bahkan
lxi
mencapai – 3762,19% dari 77,63% ke 2,01 %. Tingkat inflasi pada tahun- tahun selajtnya
relative stabil. Hanya pada tahun 2005 inflasi kembali naik dari 6,4% ke 17,2% pada tahun
2005. Kenaikan inflasi ini dikarenakan naiknya harga minyak mentah dunia yang berdampak
ke naiknya harga barang- barang secara umum. Pada tahun 2009, inflasi kembali turun dan
bahkan inflasi pada tahun 2009 ini merupakan inflasi terendah selama 10 tahun terakhir.
Inflasi pada tahun 2009 sebesar 2,8% atau turun -307,14% dari tahun sebelumnya.
Inflasi ini dikarenakan adanya krisis finansial global yang berdampak kepada perekonomian
Indonesia yang menyebabkan permintaan dunia menurun. Ini mengakibatkan terjadi
penurunan harga komoditas di pasaran internasional. Selain itu faktor lainnya karena
pemerintah tidak membuat kebijakan yang menyebabkan pricing shock seperti menaikkan
Tarif Dasar Listrik (TDL) atau Bahan Bakar Minyak (BBM) sepanjang tahun 2009.
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika setelah
diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14
Agustus 1998 telah membawa dampak dalam perkembangan perekonomian nasional baik
dalam sektor moneter maupun sektor riil. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika menjadi sangat besar pada awal penerapan sistem tersebut. Hal ini membuat
meningkatnya derajat ketidakpastian pada aktivitas bisnis dan ekonomi di Indonesia. Banyak
faktor baik yang bersifat non ekonomi maupun ekonomi, yang dituduh menjadi penyebab
dari bergejolaknya nilai tukar tersebut.
Faktor non ekonomi lebih sering dianggap sebagai penyebab gejolak nilai tukar
rupiah terhadap dolar. Untuk membuktikan, bahkan mengukur seberapa besar pengaruh non
ekonomi tersebut akan sangat sulit dilakukan. Keadaan tersebut berbeda dengan keberadaan
faktor ekonomi, yang antara lain seperti inflasi, tingkat suku bunga, jumlah uang beredar,
lxii
pendapatan nasional, dan posisi neraca pembayaran internasional, yang umumnya relatif
dapat lebih terukur.
Tahun 2001 nilai tukar rupiah terhadap dolar US meningkat menjadi Rp 10.260,85
per US $. Pningkatanl ini terjadi akibat peningkatan suku bunga AS dan penguatan mata
uang $ US terhadap berbagai mata uang dunia. Tahun 2002 – 2003 nilai rupiah kembali
menguat masing-masing sebesar 9,6% menjadi Rp 9.311,19 per US $ tahun 2002 dan
7,88% menjadi Rp 8.577,13 per US $ tahun 2003. Tahun 2004 dan 2005 nilai rupiah
kembali melemah menjadi Rp 8938,85 per US $ tahun 2004 dan Rp 9704,74 per $ US pada
tahun 2005. Tahun 2006 nilai rupiah menguat sebesar 5,62% yaitu 9.159,32 per US $ dan
tahun 2007 nilai rupiah kembali menguat menjadi Rp 9.141,00 per $ US. Pada tahun 2008
nilai rupiah kembali melemah menjadi Rp9.898,96 per US $ dan pada tahun 2009 Rp
10.389,94 per US $.
Secara umum perkembangan suku bunga SBI, sebelumnya dipengaruhi oleh inflasi
di Indonesia. Apabila inflasi naik maka maka pemerintah menaikan suku bunga SBI karena
secara otomatis akan mempengaruhi jumlah uang beredar. Pada tahun 2000, suku bunga SBI
mencapai 14,14%. Pada perkembangan selanjutnya, suku bunga SBI pada tahun 2001
meningkat menjadi 17,6% dikarenakan adanya peningkatan inflasi. Setelah itu suku bunag
SBI relative mengalami penurunan walaupun terjadi peningkatan pada tahun 2005 dan 2008.
4.2 Hasil dan pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan amos 18, mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi permintaan impor di Indonesia, baik analisis terhadap total
impor maupun terhadap impor golongan, maka dapat dipaparkan sebagai berikut :
lxiii
4.2.1 Hasil dan Analisis Pembahasan Terhadap Impor Di Indonesia
Pada table 4.2.1 merupakan hasil analisis regresi untuk analisa terhadap impor
Indonesia (total impor, impor bahan baku danpenolong dan impor barang modal)dengan
menggunakan amos18.
HASIL ANALISIS REGRESI
lxiv
-+
-
+-
INFLASI(X1)
NILAI TUKAR (Y1)
IMPOR INDONESIA
(Y4)
-3,512
-13,082
-690,149 IMPOR INDONESIA
(Y4)
Gambar 4.3
Table 4.2.1HASIL ANALISIS REGRESI
variabel independen Variabel dependen Estimasi S.E C.R P
inflasi (X1) Nilai Tukar (Y1) 62,787 27,557 2,278 0,023
PDB (Y2) -25068,895 3,024,467 -8.289 0,000
PDB industri (Y3) -10576,942 2,513,757 -4,208 0,000Nilai total impor (Y4)
-13,082 219,390 -0,060 0,952
Impor bahan baku 270,312 356,816 0,758 0,449
lxv
-3,437
0,060
0,004
-19330,637
-47,534,401
-101,358
62,787
-25068,895
-10576,942
270,312
-179,826
-396,102
-2,854,349
IMPOR BARANG
MODAL (Y6)
0,063
-1,656
IMPOR BAHAN BAKU
DAN PENOLONG
(Y5)
(Y5)Impor barang modal (Y6)
-179,826 75,362 -2,386 0,017
suku bunga (X2) Nilai Tukar (Y1) -101,358 50,235 -2,018 0,044
PDB (Y2) -47,534,401 5,513,463 -8,622 0,000
PDB industr (Y3) -19330,637 4,582,462 -4,218 0,000Nilai total impor (Y4)
-690,149 409,734 -1,684 0,092
Impor bahan baku (Y5)
-2,854,349 469,316 -6,082 0,000
Impor barang modal (Y6)
-396,102 137,352 -2,884 0,004
nilai tukar (Y1) Nilai total impor (Y4)
-3,512 0,835 -4,206 0,000
Impor bahan baku (Y5)
-3,437 2,058 -1,670 0.095
Impor barang modal (Y6)
-1,656 0,434 -3,817 0,000
Total PDB (Y2) Nilai total impor (Y4)
0,060 0,008 7,827 0,000
PDB sektor industri (Y3)
Impor bahan baku (Y5)
0,063 0,018 3,577 0,000
Impor barang modal (Y6)
0,004 0,004 1,097 0,273
Tabel 4.2.2Total dari direct dan indirect hubungan variabel independen terhadap impor indonesia
(total impor (Y4), impor bahan baku dan penolong (Y5) dan impor barang penolong (Y6))
No.
Arah Pengaruh Antar
Variabel/Hipotesis Penelitian
Simbol Koefisien Estimasi Untuk Pengaruh Variabel
Langsung Tidak langsung Total pengaruh
1 Hipotesis 1 a)x1→Y4 -13.082 -1737.723 Melalui y1 -220.50794* Melalui Y2 -1504.1337* b)X1→ Y1 62.787*
X1→ Y2 -25068.895*2 Hipotesis 2
a)x2→ Y4 -690.149 2517.884 Melalui Y1 355.969
lxvi
Melalui Y2 2852.064 b)x2→ Y1 -101.358 x2→ Y2 -47534.401
3 Hipotesis 3 a)x1→Y5 270.312 -611.834 Melalui Y1 -215.7989* Melalui Y3 -666.34735* b)x1→Y1 62.787* x1→Y3 -10576.942*
4 Hipotesis 4 a)x2→ Y5 -2854.349* 285238.927* Melalui Y1 289311.106* Melalui Y3 -1217.8301* b)x2→ Y1 -101.358 x2→ Y3 -19330.637
5 Hipotesis 5 a)x1→Y6 -179.826* -326.109 Melalui Y1 -103.975 Melalui Y3 -42.3078 b)x1→ Y1 62.787
X1→ Y3 -10576.9426 Hipotesis 6
a)x2→ Y6 -396,102* -623.050 Melalui Y1 -158.62527* Melalui Y3 -77.323 b)x2→ Y1 -101,358 x2→ Y3 -19330,637
Sumber : olah data amos(signifikan 5% dan 10%)
Berikut ini adalah pembahasan dari hasil di atas
Pengaruh inflasi (X1) terhadap :
1. Nilai Tukar (Y1)
Besarnya pengaruh langsung inflasi atau X1 terhadap nilai tukar atau Y1 adalah sebesar
62.787 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan inlasi sebesar 1%, maka nilai tikar
riil meningkat sebesar Rp 62.787 per US $. Tingkat probabilitas sebesar 0.023, yang
berarti inflasi berpengaruh nyata terhadap nilai tukar.
lxvii
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang tidak sesuai dengan
hipotesis yang mana hubungan inflasi dan nilai tukar adalah negatif dan signifikan.
Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan harga barang
dalam negeri akan lebih mahal dengan asumsi citeris paribus, maka orang akan lebih
memilih membeli barang dari luar negeri sehingga mendorong apresiasi Dollar terhadap
Rupiah.
2. Produk Domestik Bruto (Y2)
Besarnya pengaruh langsung inflasi atau X1 terhadap Produk Domestik Bruto atau Y2
adalah sebesar -25068.895 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan inlasi sebesar
1%, maka Produk Domestik Bruto menurun sebesar Rp 25.068,895 M. Dengan tingkat
probabilitas 0,000. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai
dengan hipotesis yaitu inflasi berpengaruh negatif terhadap PDB riil dan signifikan. Hal
ini disebabkan karena kenaikan inflasi akan menyebabkan kemampuan daya beli
masyarakat menurun.
3. Produk Domestik Bruto sector Industri (Y3)
Besarnya pengaruh langsung inflasi atau X1 terhadap Produk Domestik Bruto riil sektor
industri atau Y3 adalah sebesar -10576.942 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan
inlfasi sebesar 1%, maka Produk Domestik Bruto riil sectir industri menurun sebesar Rp
10576,94 milliar . Probabilitasnya yaitu 0,000
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan
signifikan. Hal ini disebabkan karena dengan kenaikan inflasi akan membuat daya beli
lxviii
masyarakat menurun sehingga produsen akan melakukan adjustment dengan
pengurangan produksi.
4. Total Impor (Y4)
Besarnya pengaruh langsung dari inflasi atau X1 terhadap impor atau Y4 adalah
sebesar -13.082 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan inlasi sebesar 1%, maka
impor sebesar 13,082 juta US $, dengan probabilitas 0.952. Hasil penelitian ini
seharusnya menunjukkan hubungan fungsional yang tidak sesuai dengan hipotesis bahwa
inflasi berpengaruh positif secara langsung terhadap impor dan signifikan. Namun dalam
analisis ini menunjukkan bahwa untuk jangka panjang inflasi tidak signifikan
mempengaruhi impor kita.
Ini disebabkan karena walaupun inflasi bergerak di dalm negeri, tidak akan
mempengaruhi impor sebab Impor kita lebih di dominasi oleh impor barang modal dan
bahan baku untuk sektor industry.
5. Impor bahan baku dan penolong (Y5)
Besarnya pengaruh langsung dari inflasi atau X1 terhadap impor bahan baku atau Y5
adalah sebesar 270.312 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan inlfasi sebesar
1%, maka impor bahan baku dan penolong meningkat sebesar 270.312 juta US $. Hasil
penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang tidak sesuai dengan hipotesis dan
tidak signifikan dengan probabilitas sebesar 0,449.
Temuan empirik yang menunjukkan bahwa inflasi dalam negeri tidak berpengaruh
terhadap impor Indonesia dari luar negeri karena sebagian masih memiliki kadungan
ekspor yang berasal dari Indonesia sendiri. Selain itu, impor dari luar negeri sebagian
besar adalah bahan penyangga konsumsi dan faktor produksi yang industry dalam negeri
lxix
tidak mampu menyediakan barang- barang tersebut. Sehingga pada saat inflasi rendah
permintaan impor dari luar negeri masih cukup tinggi.
6. Impor barang modal (Y6)
Besarnya pengaruh langsung dari inflasi atau X1 terhadap impor barang modal atau Y6
adalah sebesar -179.826 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan inlfasi sebesar
1%, maka impor barang modal menurun sebesar 179.826 juta US $. Hasil penelitian ini
menunjukkan hubungan fungsional yang tidak sesuai dengan hipotesis dan signifikan
pada 0,017. Hal Ini disebabkan karena kenaikan inflasi, maka pemerintah akan lebih
memilih untuk mengimpor barang penyangga konsumsi untuk melakukan adjustmen
terhadap harga dalam negeri, dibandingkan untuk membeli barang modal.
Pengaruh Suku Bunga (X2) Terhadap :
1. Nilai Tukar (Y1)
Besarnya pengaruh langsung suku bunga atau X2 terhadap nilai tukar atau Y1 adalah
sebesar -101.358 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan suku bunga sebesar 1%,
maka nilai tikar riil menurun sebesar Rp 101,36 per US$. Hasil penelitian ini
menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan signifikan.
Kondisi ini dikarenakan ketika terjadi kenaikan suku bunga di Indonesia maka capital
inflow kita semakin besar sehingga permintaan terhadap Rupiah naik, yang kemudian
akan mendorong Rupiah terapresiaai tehadap Dollar(US$).
2. Produk Domestik Bruto (Y2)
Besarnya pengaruh langsung suku bunga atau X2 terhadap Produk Domestik Bruto riil
atau Y2 adalah sebesar -47534.401 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan suku
bunga sebesar 1%, maka Produk Domestik Bruto menurun sebesar Rp 47.534,4 Milliar.
lxx
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan
signifikan dengan tingkat probabilitas 0,000. Ini dikarenakan ketika suku bunga
meningkat maka akan membuat masyarakat melihat opportunity costnya, dengan
menabung uangnya di bank, masyarakat akan mendapatkan return yang lebih besar tanpa
harus menanggung resiko, dibandingkan harus berinvestasi yang memiliki resiko.
3. Produk Domestik Bruto sector Industri (Y3)
Besarnya pengaruh langsung suku bunga atau X2 terhadap Produk Domestik Bruto riil
sektor industri atau Y3 adalah sebesar -19330.637 yang berarti bahwa ketika terjadi
peningkatan suku bunga sebesar 1%, maka Produk Domestik Bruto riil sektor industri
menurun sebesar Rp 19330,637 M. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan
fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan signifikan dengan probabilitas sebesar
0,000.
Hal ini dikarenakan ketika suku bunga meningkat maka akan membuat masyarakat
melihat opportunity costnya, dengan menabung uangnya di bank, masyarakat akan
mendapatkan return yang lebih besar tanpa harus menanggung resiko, dibandingkan
harus berinvestasi yang memiliki resiko.
4. Total Impor (Y4)
Besarnya pengaruh langsung dari suku bunga atau X2 terhadap impor atau Y4 adalah
sebesar -690.149 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan suku bunga sebesar 1%,
maka impor menurun sebesar 690,149 juta US $ . Hasil penelitian ini menunjukkan
hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan signifikan pada tingkat
probabilitas0,092.
lxxi
Hal ini dapat disebabkan dalam dua kondisi. Pertama, dengan kenaikan suku bunga maka
importir akan cenderung menyimpan uangnya di bank dibandingkan harus mengimpor.
Kedua, importir tidak dapat meminjam uang dari bank karena kenaikan suku bunga
sehingga menunda keinginannya untuk mengimpor.
5. Impor bahan baku dan penolong (Y5)
Besarnya pengaruh langsung dari suku bunga atau X2 terhadap impor bahan baku atau
Y5 adalah sebesar -2854.349 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan suku bunga
sebesar 1%, maka impor bahan baku dan penolong menurun sebesar 2854,349 juta US
$. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis
dan signifikan dengan probabilitas sebesar 0,000.
6. Impor barang modal (Y6)
Besarnya pengaruh langsung dari suku bunga atau X2 terhadap impor barang modal
atau Y6 adalah sebesar -396.102 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan suku
bunga sebesar 1%, maka impor barang modal menurun sebesar 396.102 juta US $.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang tidak sesuai dengan
hipotesis dan signifikan dengan probabilitas sebesar 0,004.
Kondisi yang terjadi pada impor barang modal dan bahan baku dan penolong, sama pada
kondisi nalisis pada total impor yaitu : . Pertama, dengan kenaikan suku bunga maka
importir akan cenderung menyimpan uangnya di bank dibandingkan harus mengimpor.
Kedua, importir tidak dapat meminjam uang dari bank karena kenaikan suku bunga
sehingga menunda keinginannya untuk mengimpor.
Pengaruh Nilai tukar (Y1) terhadap :
1. total Impor Indonesia (Y4)
lxxii
Besarnya pengaruh langsung dari nilai tukar atau Y1 terhadap impor atau Y4 adalah
sebesar -3.512 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan nilai tukar sebesar Rp
1/US$, maka impor menurun sebesar 3,512 juta US $ . Hasil penelitian ini menunjukkan
hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan signifikan. Hal ini sesuai hipotesa
bahwa kurs dan impor memiliki hubungan yang berbalikan (Nopirin, 1997).
Semakin tinggi nilai kurs (nilai mata uang sendiri turun relatif terhadap valuta asing)
maka menyebabkan harga produk ekspor menjadi semakin murah di mata buyer luar
negeri (importir). Dari sisi eksportir, naiknya nilai kurs (nilai mata sendiri turun relatif
terhadap valuta asing) akan meningkatkan produksi akibat keuntungan yang semakin
meningkat karena rupiah yang diperoleh lebih besar sehingga mendorong peningkatan
ekspor. Intinya depresiasi menyebabkan ekspor naik dan impor akan turun dan
sebaliknya.
2. Impor bahan baku dan penolong (Y5)
Besarnya pengaruh langsung dari nilai tukar atau Y1 terhadap impor bahan baku dan
penolong atau Y5 adalah sebesar -3.437 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan
nilai tukar sebesar Rp 1, maka impor menurun sebesar 3,437 juta US $ . Hasil penelitian
ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan signifikan
dengan probabilitas sebesar 0,095.
3. Impor barang modal (Y6)
Besarnya pengaruh langsung dari nilai tukar atau Y1 terhadap impor barang modal atau
Y6 adalah sebesar -1.656 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan nilai tukar
sebesar Rp 1, maka impor menurun sebesar 1,656 juta US $ . Hasil penelitian ini
lxxiii
menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan signifikan dengan
probabilitas sebesar 0,000.
Kondis yang terjadi pada pengaruh nilai tukar terhadap bahan baku dan penolong serta
barang modal disebabkan kerana ketika terjadi apresiasi nilai tukar maka akan
menyebabkan penurunan impor sebab harga barang-barang yang akan di impor menjadi
lebih mahal.
Pengaruh Produk Domestik Bruto (Y2) terhadap total Impor (Y4) yaitu :
Besarnya pengaruh langsung dari PDB riil atau Y2 terhadap impor atau Y4 adalah
sebesar 0.060 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan PDB riil sebesar Rp 1
milliar, maka impor meningkat sebesar 0.060 juta US$ atau 60.000 US $ . Hasil
penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis dan
signifikan.
Pengaruh Produk Domestik Bruto sector Industri (Y3) terhadap :
1. Impor bahan baku dan penolong (Y3)
Besarnya pengaruh langsung dari PDB riil sektor industri atau Y3 terhadap impor
bahan baku dan penolong atau Y5 adalah sebesar 0.063 yang berarti bahwa ketika terjadi
peningkatan PDB RIIL sebesar Rp 1 milliar, maka impor meningkat sebesar 63.000 US
$ . Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis
dan signifikan dengan probabilitas sebesar 0,000.
2. Impor barang modal (Y3)
lxxiv
Besarnya pengaruh langsung dari PDB riil sektor industri atau Y3 terhadap impor
barang modal atau Y6 adalah sebesar 0.004 yang berarti bahwa ketika terjadi
peningkatan PDB riil sebesar Rp 1 milliar, maka impor meningkat sebesar 4.000 US $ .
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan fungsional yang sesuai dengan hipotesis
tetapi tidak signifikan dengan probabilitas sebesar 0,973.. Walaupun Produk Domestik
Bruto sektor industri memiliki pengaruh terhadap peningkatan impor barang modal
namun belum cukup besar pengaruhnya terhadap impor barang modal.
Kondis yang terjadi pada pengaruh PDB riil sektor industri terhadap bahan baku dan
penolong serta barang modal disebabkan karena ketika terjadi ketika PDB sektor Industri
meningkat maka untuk menunjangg peningkatan industry tersebut para produsen harus
mengimpor barang sebab barang yang kita impor adalah barang-barang yang digunakan
sebagai barang penyangga industry baik industry makanan, tekstil, otomotif,
minyak,kendaraan-kendaraan berat,dll.
Total dari hasil analisis langsung dan tidak langsung, hubungan antara suku bunga
terhadap total impor dan impor bahan baku dan penolong adalah signifikan. Hal ini
terjadi karena ketika suku bunga naik maka para importir tidak akan melakukan invetasi
tetapi akan menyimpan uangnya di bank atau akan menunda pinjaman ke bank karena
bunga yang tinggi untuk melakukan impor, begitupun sebaliknya ketika suku bunga turun
maka importir akan mengalokasikan uangnya untuk melakukan impor karena dengan
suku bunga yang rendah maka ketika menyimpan uang di bank maka return yang
diterima tidak begitu besar dibandingkan harus mengimpor atau dengan suku bunga yang
turun maka return dari pinjaman yang dilakukan importr tidak begitu besar. Sedangkan
total hasil analisis langsung dan tidak langsung hubungan antara suku bunga terhadap
lxxv
impor barang modal adalah tidak signifikan sebab walaupun suku bunga terapresiasi
ataupun depresiasi impor barang modal dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam negeri
sebab impor barang modal mencakup alat-alat berat,kendaraan seperti BUS,dll.
Total dari hasil analisis langsung dan tidak langsung, hubungan antara inflasi
terhada total impor, impor bahan baku dan penolong serta im[or barang midal adalah
tidak signifikan sebab barang yang kita impor adalah barang penyangga sector industri
yang sangat di butuhkan untuk proses industri dalam negeri.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dari hasil
pengolahan data di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
lxxvi
1. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap total impor dan impor barang modal
secara langsung dan berpengaruh tidak signifikan terhadap impor bahan baku dan
penolong. Karena barang yang kita impor merupakan barang modal yang dapat di tunda
pembeliannya sehingga inflasi berpengaruh negatif terhadap impor kita. Sedangkan
impor bahan baku merupakan penyangga industri dalam negeri sehingga inflasi tidak
dapat mempengaruhi impor bahan baku.
2. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan secara tidak langsung terhadap total impor dan
bahan baku dan penolong. Sedangkan inflasi tidak berpengaruh terhadap barang modal.
Inflasi menyebabkan penurunan daya beli masyarakat sehingga sector industri akan
melakukan adjustmen.
3. Suku bunga riil bepengaruh negatif dan signifikan secra langsung terhadap total impor
dan impor barang modal serta bahan baku dan penolong. Ini diakibatkan karena importer
lebih cenderung untuk melakukan saving atau menunda impornya
4. Suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan secra tidak langsung terhadap total impor
dan impor bahan baku. Sedangkan suku bunga rill tidak berpengaruh signifikan secara
tidak langsung terhadap impor barang modal. Kondisi ini disebabkan karena barang luar
negeri yang menjadi mahal dan investor yang menunda investasinya sehingga industri
dalam negeri menurun.
5.2 Saran
Pemerintah sebaiknya mampu memaksimalkan potensi alam Indonesia untuk
memenuhi kegiatan produksi industri dalam negeri serta mampu memanfaatkan kelebihan
labor inidonesia, namun untuk mencapai hal ini di butuhkan perbaikan pada kesejahteraan
masyarakat khususnya sektor kesehatan dan pendidikan yang baik, agar mampu
lxxvii
menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Sehingga kita mampu melakukan
inovasi-inovasi yang efsien untuk industri kita.
Kemempuan dalam negeri adalah hal yang pokok, walaupun kita harus menjaga
variabel-variabel yang mempengaruhi impor Indonesia tetapi ketika kebutuhan penyangga
industri tidak di dapatkan di Indonesia, maka tetaplah impor menjadi alternatif pengusaha
dalam negeri.
Pemerintah harus mampu melindungi industri dalam negeri terkait dengan
kerjasama ACFTA. Saat ini barang-barang dari Cina sudah menguasai pasar-pasar di
Indonesia dan menggeser barang-barang dari dalam negeri maupun dari negara lain, hal
ini disebabkan oleh karena harga barang dari Cina yang lebih murah. Sebaiknya Indonesia
harus melakukan perbaikan industri dalam negeri, baik itu industri barang konsumsi,
bahan baku dan penolong, sebelum melakukan jalinan kerjasama dengan Cina sehingga
mampu melindungi industri-industri dalam negeri.
HASIL ANALISIS REGRESI
Number of variables in your model: 14
Number of observed variables: 8Number of unobserved variables: 6Number of exogenous variables: 8Number of endogenous variables: 6
lxxviii
Weights Covariances Variances Means Intercepts TotalFixed 0 0 6 0 0 6
Labeled 0 0 0 0 0 0Unlabele
d 24 0 2 0 0 26
Total 24 0 8 0 0 32Number of distinct sample moments: 36
Number of distinct parameters to be estimated: 26Degrees of freedom (36 - 26): 10
Estimates (Group number 1 - Default model)
Scalar Estimates (Group number 1 - Default model)
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Y1 <--- X1 62.787 27.557 2.278 .023 par_1
Y2 <--- X1 -25068.895 3024.468 -8.289 *** par_2Y3 <--- X1 -13328.704 2411.590 -5.527 *** par_3Y3 <--- X2 -23280.557 4396.215 -5.296 *** par_4Y2 <--- X2 -47534.401 5513.463 -8.622 *** par_5
Y1 <--- X2 -101.358 50.235 -2.018 .044 par_6
Y3 <--- e3 114484.369 19633.907 5.831 *** par_19Y2 <--- e2 143579.244 24623.637 5.831 *** par_20Y1 <--- e1 1308.201 224.355 5.831 *** par_21
Y4 <--- X1 -13.082 219.390 -.060 .952 par_7
Y5 <--- X1 -580.710 236.865 -2.452 .014 par_8
Y6 <--- X1 -35.329 76.055 -.465 .642 par_9
Y6 <--- X2 -419.762 133.797 -3.137 .002 par_10
Y5 <--- X2 -2213.770 416.693 -5.313 *** par_11
Y4 <--- X2 -690.149 409.734 -1.684 .092 par_12
Y4 <--- Y1 -3.512 .835 -4.206 *** par_13Y5 <--- Y1 -4.636 1.184 -3.917 *** par_14Y6 <--- Y1 -1.582 .380 -4.164 *** par_15
lxxix
Estimate S.E. C.R. P LabelY4 <--- Y2 .060 .008 7.827 *** par_16
Y6 <--- Y3 .010 .004 2.303 .021 par_17
Y5 <--- Y3 .054 .014 4.026 *** par_18Y4 <--- e4 4504.182 772.461 5.831 *** par_22Y5 <--- e5 6384.166 1094.875 5.831 *** par_23Y6 <--- e6 2049.906 351.556 5.831 *** par_24
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
EstimateY1 <--- X1 .445Y2 <--- X1 -.655Y3 <--- X1 -.636Y3 <--- X2 -.609Y2 <--- X2 -.682Y1 <--- X2 -.394Y3 <--- e3 .474Y2 <--- e2 .326Y1 <--- e1 .805Y4 <--- X1 -.005Y5 <--- X1 -.234Y6 <--- X1 -.076Y6 <--- X2 -.492Y5 <--- X2 -.489Y4 <--- X2 -.145Y4 <--- Y1 -.189Y5 <--- Y1 -.264Y6 <--- Y1 -.478Y4 <--- Y2 .870Y6 <--- Y3 .448Y5 <--- Y3 .460Y4 <--- e4 .149Y5 <--- e5 .223Y6 <--- e6 .381
Variances: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Labele3 2.000e2 2.000e1 2.000
lxxx
Estimate S.E. C.R. P Labele6 2.000e5 2.000e4 2.000
X1 265.135 90.940 2.915 .004 par_25
X2 79.784 27.366 2.915 .004 par_26
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
EstimateY3 .775Y2 .894Y1 .353Y6 .855Y5 .950Y4 .978
Matrices (Group number 1 - Default model)
Factor Score Weights (Group number 1 - Default model)
Total Effects (Group number 1 - Default model)
X2 X1 Y3 Y2 Y1
Y3 -23280.557 -13328.704 .00
0 .000 .000
Y2 -47534.401 -25068.895 .00
0 .000 .000
Y1 -101.358 62.787 .000 .000 .000
Y6 -492.188 -267.969 .010 .000 -1.582
Y5 -3011.510 -1597.590 .054 .000 -4.636
Y4 -3164.927 -1726.475 .000 .060 -3.512
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
X2 X1 Y3 Y2 Y1Y3 -.609 -.636 .00 .000 .000
lxxxi
X2 X1 Y3 Y2 Y10
Y2 -.682 -.655 .000 .000 .000
Y1 -.394 .445 .000 .000 .000
Y6 -.577 -.573 .448 .000 -.478
Y5 -.666 -.644 .460 .000 -.264
Y4 -.663 -.659 .000 .870 -.189
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
X2 X1 Y3 Y2 Y1
Y3 -23280.557 -13328.704 .00
0 .000 .000
Y2 -47534.401 -25068.895 .00
0 .000 .000
Y1 -101.358 62.787 .000 .000 .000
Y6 -419.762 -35.329 .010 .000 -1.582
Y5 -2213.770 -580.710 .054 .000 -4.636
Y4 -690.149 -13.082 .000 .060 -3.512
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
X2 X1 Y3 Y2 Y1
Y3 -.609 -.636 .000 .000 .000
Y2 -.682 -.655 .000 .000 .000
Y1 -.394 .445 .000 .000 .000
Y6 -.492 -.076 .448 .000 -.478
Y5 -.489 -.234 .460 .000 -.264
Y4 -.145 -.005 .000 .870 -.189
lxxxii
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
X2 X1 Y3 Y2 Y1
Y3 .000 .000 .000 .000 .000
Y2 .000 .000 .000 .000 .000
Y1 .000 .000 .000 .000 .000
Y6 -72.426 -232.640 .000 .000 .000
Y5 -797.740 -1016.880 .000 .000 .000
Y4 -2474.777 -1713.393 .000 .000 .000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
X2 X1 Y3 Y2 Y1Y3 .000 .000 .000 .000 .000Y2 .000 .000 .000 .000 .000Y1 .000 .000 .000 .000 .000
Y6 -.085 -.498 .000 .000 .000
Y5 -.176 -.410 .000 .000 .000
Y4 -.518 -.654 .000 .000 .000
Iteration
Negativeeigenvalue
s
Condition #
Smallesteigenvalu
e
Diameter F NTrie
s Ratio
0 e 2 -11.286 9999.000
4990.189 0 9999.00
0
1 e 0 10444.467 .941 2109.87
9 11 1.098
2 e 0 15260.151 1.311 1592.63
4 3 .000
3 e 0 5112.303 1.173 768.865 1 1.2554 e 0 1644.379 .316 406.733 1 1.2975 e 0 579.473 .220 230.291 1 1.2906 e 0 214.057 .186 150.885 1 1.2757 e 0 138.720 .167 120.782 1 1.2458 e 0 163.251 .131 112.704 1 1.1909 e 0 188.236 .069 111.646 1 1.104
lxxxiii
Iteration
Negativeeigenvalue
s
Condition #
Smallesteigenvalu
e
Diameter F NTrie
s Ratio
10 e 0 198.153 .016 111.613 1 1.02711 e 0 199.131 .001 111.613 1 1.00212 e 0 197.627 .000 111.613 1 1.000
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
par_1
759.388
par_2
.000
9147403.813
par_3
.000
.000
5815765.849
par_
.000
.000
.000
1932
lxxxiv
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
4
6709.819
par_5
.000
.000
.000
.000
30398269.754
par_6
.000
.000
.000
.000
.000
2523.566
par_7
.000
.000
.000
.000
.000
.000
48131.779
par
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
561
lxxxv
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
_8 0 0 0 0 0 0 0
04.863
par_9
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
5784.425
par_10
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
4932.875
17901.612
par_11
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
47845.426
.000
.000
173633.074
par_12
.000
.000
.000
.000
.000
.000
64545.3
.000
.000
.000
.000
167881.
lxxxvi
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
87
832
par_13
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-43.783
.000
.000
.000
.000
70.679
.697
par_14
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-87.959
.000
.000
141.993
.000
.000
1.401
par_15
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-9.069
14.640
.000
.000
.000
.000
.144
par_16
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.451
.000
.000
.000
.000
2.752
.000
.000
.000
.000
par_17
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.251
.439
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
par_
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
2.43
.000
.000
4.25
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
lxxxvii
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
18 8 9
par_19
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
385490315.457
par_20
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
606323513.218
par_21
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
50335.008
par
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
596
lxxxviii
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
_22
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
695.793
par_23
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1198752.066
par_24
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
123591.630
par_25
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
8270.165
par_
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
748.
lxxxix
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
26
880
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
par_1
1.000
par_2
.000
1.000
par_3
.000
.000
1.000
par_4
.000
.000
.000
1.000
par_5
.000
.000
.000
.000
1.000
par_6
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
xc
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
par_7
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_8
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_9
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_10
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.485
1.000
par_11
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.485
.000
.000
1.000
par_12
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.718
.000
.000
.000
.000
1.000
par_13
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-.239
.000
.000
.000
.000
.207
1.000
xci
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
par_14
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-.314
.000
.000
.288
.000
.000
1.000
par_15
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
-.314
.288
.000
.000
.000
.000
1.000
par_16
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.869
.000
.000
.000
.000
.883
.000
.000
.000
1.000
par_17
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.761
.756
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_18
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.761
.000
.000
.756
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_19
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
1.0
xcii
par_1
par_2
par_3
par_4
par_5
par_6
par_7
par_8
par_9
par_10
par_11
par_12
par_13
par_14
par_15
par_16
par_17
par_18
par_19
par_20
par_21
par_22
par_23
par_24
par_25
par_26
_20
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00
par_21
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_22
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_23
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_24
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_25
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
par_26
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
xciii
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 26 111.613 10 .000 11.161Saturated model 36 .000 0Independence model 8 234.109 28 .000 8.361Model RMR GFI AGFI PGFIDefault model 54302123546.836 .537 -.666 .149Saturated model .000 1.000Independence model 9231399292.150 .309 .111 .240
Model NFIDelta1
RFIrho1
IFIDelta2
TLIrho2 CFI
Default model .523 -.335 .547 -.380 .507
Saturated model 1.000 1.000 1.000Independence model .000 .000 .000 .000 .000
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model .357 .187 .181Saturated model .000 .000 .000Independence model 1.000 .000 .000Model NCP LO 90 HI 90Default model 101.613 71.296 139.387Saturated model .000 .000 .000Independence model 206.109 160.986 258.709
Model FMIN F0 LO 90 HI 90Default model 6.565 5.977 4.194 8.199Saturated model .000 .000 .000 .000
Independence model 13.771 12.124 9.470 15.218
Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model .773 .648 .905 .000Independence model .658 .582 .737 .000Model AIC BCC BIC CAIC
Default model 163.613 222.113 186.76
2 212.762
Saturated model 72.000 153.000 104.053 140.053
Independence model 250.109 268.109 257.23
2 265.232
xciv
Model ECVI LO 90 HI 90 MECVIDefault model 9.624 7.841 11.846 13.065Saturated model 4.235 4.235 4.235 9.000
Independence model 14.712 12.058 17.806 15.771
Model HOELTER.05
HOELTER.01
Default model 3 4Independence model 4 4Minimization: .156Miscellaneous: 2.985Bootstrap: .000Total: 3.141
Tabel 4.1.2.2
Perkembangan Nilai & Volume Impor
xcv
menurut Golongan Penggunaan Barang Tahun 1992 – 2007
Tahun
Nilai (Juta US $) Volume (Ribu Ton)
Barang Konsumsi
Bahan Baku & Penolong
Barang Modal
Barang Konsumsi
Bahan Baku & Penolong
Barang Modal
1992 1.212,8 18.700,0 7.366,8 1.255,2 33.964,1 797,0
1993 1.146,1 20.034,8 7.146,9 799,5 36.438,4 723,3
1994 1.430,2 23.133,6 7.419,7 1.899,8 43.329,0 899,7
1995 2.350,4 29.586,6 8.691,7 3.396,3 51.033,0 930,9
1996 2.805,9 30.469,7 9.652,9 4.322,0 53.344,3 1.153,1
1997 2.166,3 30.229,5 9.284,0 2.338,3 55.410,6 1.399,5
1998 1.917,6 19.611,8 5.807,5 4.158,6 46.455,7 646,9
1999 2.468,3 18.475,0 3.060,0 7.324,5 54.175,4 740,9
2000 2.718,7 26.018,7 4.777,4 5.241,2 61.076,8 1.070,9
2001 2.251,2 23.879,4 4.831,5 4.071,2 60.245,1 1.250,5
2002 2.650,5 24.227,5 4.410,9 5.643,4 65.989,3 1.108,5
2003 2.862,8 25.496,3 4.191,6 4.903,4 63.952,7 849,0
2004 3.786,5 36.204,2 6.533,8 4.749,9 75.357,5 1.213,2
2005 4.620,5 44.792,0 8.288,4 5.562,1 76.582,9 1.519,5
2006 4.738,2 47.171,4 9.155,9 4.706,6 77.353,7 1.748,6
2007 6.539,1 56.484,7 11.449,6 6.714,4 81.741,0 1.480,2
2008 8.303,7 187.226,50 21400,9 5368,1 90686,2 2610,0
2009 6.752,6 `69.638,1 20.438,5 4056,6 84720,0 2577,8
Sumber : Badan Pusat Statistik
xcvi
xcvii