repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab 2 tinjauan pustaka 2.1...

34
12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Posyandu 2.1.1 Definisi Posyandu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu, mendefinisikan adalah Pos Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak. Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat yang selanjutnya disingkat (UKBM) adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan Pukesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Kelompok Kerja Opersional Pembinaan Pos Pembinaan dan Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut (Pokjanal Posyandu) adalah kelompok kerja yang tugas dan fungsinya mempunyai keterkaitan dalam pembinaan penyelenggaraan/pengelolaan posyandu yang berkedudukan di Pusat, Provinsi,

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu

2.1.1 Definisi Posyandu

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2007 tentang Pedoman

Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu,

mendefinisikan adalah Pos Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut Posyandu

adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dikelola

dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan

memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan

dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak.

Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat yang selanjutnya disingkat

(UKBM) adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar

kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan

bimbingan dari petugas kesehatan Pukesmas, lintas sektor dan lembaga terkait

lainnya.

Kelompok Kerja Opersional Pembinaan Pos Pembinaan dan Pelayanan

Terpadu yang selanjutnya disebut (Pokjanal Posyandu) adalah kelompok kerja yang

tugas dan fungsinya mempunyai keterkaitan dalam pembinaan

penyelenggaraan/pengelolaan posyandu yang berkedudukan di Pusat, Provinsi,

13

Kabupaten/Kota dan Kecamatan, Pokja posyandu adalah kelompok kerja yang tugas

dan fungsinya mempunyai keterkaitan dalam pembinaan

penyelenggaraan/pengelolaan posyandu yang berkedudukan di Desa. Kader posyandu

adalah anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu untuk

mengelola kegiatan posyandu (Permendagri RI, 2007).

2.1.2 Tujuan Posyandu

1. Tujuan umum

Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia

melalui upaya pemberdayaan masyarakat.

2. Tujuan khusus

a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar,

terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama

berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang

berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (kemenkes RI, 2011).

2.1.3 Manfaat Posyandu

Posyandu memiliki banyak manfaat untuk masyarakat, diantaranya adalah:

1. Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga sehingga :

a. Keluarga menimbang balitannya setiap bulan agar terpantau pertumbuhannya

b. Bayi 6- 11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru (100.000 IU)

14

c. Anak 12- 59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah (200.000 IU)

setiap 6 bulan (Februari dan Maret).

d. Bayi umur 0- 11 bulan memperoleh imunisasi (Hepatitis B 4 kali, BCG 1 kali,

Polio 4 kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali).

e. Bayi diberi Air Susu Ibu (ASI) saja sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI

Ekslusif).

f. Bayi umur 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI dan pemberian ASI

dilanjutkan sampai umur 2 tahun.

g. Bayi dan anak yang diare segera diberikan ASI lebih sering dari biasa,

makanan seperti biasa serta larutan oralit dan minum air lebih banyak.

h. Ibu hamil mau memeriksakan diri secara teratur dan mau melahirkan ditolong

oleh tenaga kesehatan.

i. Ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap hari.

j. Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil mendapatkan imunisasi Tetanus

Toxoid (TT).

k. Setelah melahirkan ibu segera melaksanakan inisiasi menyusui dini (IMD).

l. Ibu hamil, nifas dan menyusui makan makanan bergizi lebih banyak sebelum

hamil.

m. Keluarga mengunakan garam beryodium setiap kali memasak.

n. Keluarga mengkonsumsi pagan/ makanan beragam dan gizi seimbang.

2. Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat, sehingga: persalinan ibu ditolong

oleh tenaga kesehatan, mengunakan air bersih dan sabun, keluarga memanfaatkan

15

air bersih untuk kehidupan sehari- hari, rumah bebas jentik nyamuk, keluarga

buang air besar/ kecil mengunakan jamban, keluarga makan buah dan sayur setiap

hari dan tidak ada anggota keluarga merokok didalam rumah.

3. Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare, demam

berdarah , ispa dan penyakit yang dapat dapat dicegah dengan imunisasi sehingga

keluarga tidak menderita hepatitis, TBC, polio, difteri, batuk rejan tetatus dan

campak.

4. Mendukung pelayanan Keluarga Berencana (KB).

5. Mendukung pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam penganekaragaman

pangan melaui pemanfaatan perkarangan untuk budidaya tanaman, sayuran buah-

buahan, ternak ikan dan ternak unggas.

6. Pemanfaatan penyuluhan, kenseling/ rujukan konseling bila diperlukan.

2.1.4 Sasaran Utama Posyandu

Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya adalah : bayi, anak

balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur (PUS).

2.1.5 Kegiatan Posyandu

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan 5 utama yaitu Kesehatan Ibu dan

Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi, Penanggulangan diare dan

Kegiatan tambahan dalam keadaan tertentu masyarakat misalnya: perbaikan

kesehatan lingkungan, pengendalian penyakit menular, dan berbagai program

pembangunan masyarakat desa lainnya. Posyandu yang seperti ini disebut dengan

nama posyandu terintegrasi.

16

2.1.6 Penyelengaraan Posyandu

A. Waktu penyelenggaraan

Posyandu buka satu kali dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih sesuai

dengan hasil kesepakatan, apabila diperlukan hari buka posyandu dapat lebih dari

satu kali dalam sebulan.

B. Tempat penyelenggaraan

Tempat penyelenggaraan kegiatan posyandu sebaiknya berada pada lokasi

yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelenggaraan tersebut dapat di

salah satu rumah warga, halaman rumah, balai Desa/Kelurahan, balai RW/RT/Dusun,

salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran, atau tempat khusus yang

dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

C. Penyelenggaraan kegiatan

Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan digerakkan oleh kader

posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Pada saat

penyelenggaraan posyandu minimal jumlah kader adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini

sesuai dengan jumlah langkah yang dilaksanakan oleh posyandu, yakni yang

mengacu pada sistim 5 langkah. Kegiatan yang dilaksanakan pada setiap langkah

serta para penanggungjawab pelaksanaannya secara sederhana dapat diuraikan

sebagai berikut.

1. Langkah pertama kegiatan pendaftaran pelaksana oleh kader

2. Langkah kedua kegiatan penimbangan pelaksana oleh kader

3. Langkah ketiga kegiatan pengisian KMS pelaksana oleh kader

17

4. Langkah keempat kegiatan penyuluhan pelaksana oleh kader

5. Langkah kelima kegiatan pelayanan kesehatan pelaksana oleh kader atau kader

bersama petugas kesehatan

D. Tugas dan tanggungjawab para pelaksana

Terselenggaranya pelayanan posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun

tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan posyandu

adalah sebagai berikut.

1. Kader

Sebelum hari buka posyandu, antara lain:

a. Menyebarluaskan hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat.

b. Mempersiapkan tempat pelaksanaan posyandu.

c. Mempersiapkan sarana posyandu.

d. Melakukan pembagian tugas antar kader.

e. Berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya.

f. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan.

Hari buka posyandu, antara lain:

a. Melaksanakan pendaftaran pengunjung posyandu.

b. Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang

c. berkunjung ke posyandu.

d. Mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS

e. dan mengisi buku register posyandu.

f. Pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS.

18

g. Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan gizi sesuai

dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT.

h. Membantu petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan sesuai

kewenangannya.

i. Setelah pelayanan posyandu selesai, kader bersama petugas kesehatan

melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut.

Di luar hari buka posyandu, antara lain:

a. Mengadakan pemutakhiran data sasaran posyandu: ibu hamil, ibu nifas dan ibu

menyusui serta bayi dan anak balita.

b. Membuat diagram batang (balok) SKDN tentang jumlah Semua balita yang

bertempat tinggal di wilayah kerja posyandu, jumlah balita yang mempunyai

Kartu Menuju Sehat (KMS) atau Buku KIA, jumlah balita yang datang pada

hari buka posyandu dan jumlah balita yang timbangan berat badannya naik.

c. Melakukan tindak lanjut terhadap : sasaran yang tidak datang dan sasaran yang

memerlukan penyuluhan lanjutan.

d. Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar berkunjung ke posyandu saat

hari buka.

e. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri

pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan.

2. Petugas puskesmas

Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di posyandu satu kali

dalam sebulan. Dengan perkataan lain kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas

19

tidak pada setiap hari buka posyandu (untuk posyandu yang buka lebih dari 1 kali

dalam sebulan). Peran petugas Puskesmas pada hari buka posyandu antara lain

sebagai berikut:

a. Membimbing kader dalam penyelenggaraan posyandu.

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan KB di langkah 5 (lima). Sesuai

dengan kehadiran wajib petugas Puskesmas, pelayanan kesehatan dan KB oleh

petugas Puskesmas hanya diselenggarakan satu kali sebulan. Dengan perkataan

lain jika hari buka posyandu lebih dari satu kali dalam sebulan, pelayanan

tersebut diselenggarakan hanya oleh kader posyandu sesuai dengan

kewenangannya.

c. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling kesehatan, KB dan gizi kepada

pengunjung posyandu dan masyarakat luas.

d. Menganalisa hasil kegiatan posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas

serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai

dengan kebutuhan posyandu.

e. Melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap ibu hamil, bayi dan anak

balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila dibutuhkan.

3 Stakeholder (Unsur Pembina dan Penggerak Terkait)

a. Camat, selaku penanggung jawab Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL)

posyandu Kecamatan:

1. Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut kegiatan posyandu.

20

2. Memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan kinerja posyandu.

Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu secara

teratur.

b. Lurah/ Kepala Desa atau sebutan lain, selaku penanggung jawab Kelompok

Kerja (POKJA) posyandu Desa/ Kelurahan:

1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan

posyandu.

2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat hadir pada hari

buka posyandu.

3) Mengkoordinasikan peran kader posyandu, pengurus posyandu dan tokoh

masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu.

4) Menindaklanjuti hasil kegiatan posyandu bersama Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat (LPM), Lembaga Kemasyarakatan atau sebutan lainnya.

5) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu secara

teratur.

c. Instansi/Lembaga Terkait:

1) Badan / Kantor / Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa

(BPMPD) berperan dalam fungsi koordinasi penyelenggaraan pembinaan,

penggerakan peran serta masyarakat, pengembangan jaringan kemitraan,

pengembangan metode pendampingan masyarakat, teknis advokasi,

fasilitasi, pemantauan dan sebagainya.

21

2) Dinas Kesehatan, berperan dalam membantu pemenuhan pelayanan sarana

dan prasarana kesehatan (pengadaan alat timbangan, distribusi Buku KIA

atau KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan tenaga

teknis kesehatan.

3) SKPD KB di Provinsi dan Kabupaten/Kota, berperan dalam penyuluhan,

penggerakan peran serta masyarakat melalui BKB dan BKL.

4) BAPPEDA, berperan dalam koordinasi perencanaan umum, dukungan

program dan anggaran serta evaluasi.

5) Kantor Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian, Dinas

Perindustrian dan UKM, Dinas Perdagangan dan sebagainya, berperan

dalam mendukung teknis operasional Posyandu sesuai dengan peran dan

fungsinya masing-masing.

d. Kelompok Kerja (POKJA) posyandu:

1) Mengelola berbagai data dan informasi yang berkaitan dengankegiatan

posyandu.

2) Menyusun rencana kegiatan tahunan dan mengupayakan adanya sumber-

sumber pendanaan untuk mendukung kegiatan pembinaan posyandu.

3) Melakukan analisis masalah pelaksanaan program berdasarkan alternatif

pemecahan masalah sesuai dengan potensi dan kebutuhan desa/kelurahan.

4) Melakukan bimbingan dan pembinaan, fasilitasi, pamantauan dan evaluasi

terhadap pengelolaan kegiatan dan kinerja kader posyandu secara

berkesinambungan.

22

e. Tim Penggerak PKK:

1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu.

2) Penggerakkan peran serta masyarakat dalam kegiatan posyandu.

3) Penyuluhan, baik di Posyandu maupun di luar posyandu.

4) Melengkapi data sesuai dengan Sistim Informasi Posyandu (SIP) atau Sistim

Informasi Manajemen (SIM).

f. Tokoh Masyarakat/forum peduli kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk)

1) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan posyandu.

2) Menaungi dan membina kegiatan posyandu.

3) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam

kegiatan posyandu.

g. Organisasi Kemasyarakatan/LSM:

1) Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam kegiatan posyandu, antara

lain: pelayanan kesehatan masyarakat, penyuluhan, penggerakan kader

sesuai dengan minat dan misi organisasi.

2) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan

posyandu.

h. Swasta/ Dunia Usaha:

1) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan

posyandu.

2) Berperan aktif sebagai sukarelawan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu.

23

E. Pembiayaan posyandu

Sumber biaya untuk pembiayaan kegiatan posyandu berasal dari berbagai

sumber, antara lain:

1. Masyarakat : iuran pengguna/pengunjung posyandu, iuran masyarakat umum

dalam bentuk dana sehat, sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok

masyarakat, sumber dana sosial lainnya, misal dana sosial keagamaan, Zakat,

Infaq, Sodaqoh (ZIS).

2. Swasta/ Dunia Usaha: Peran aktif swasta/dunia usaha juga diharapkan dapat

menunjang pembiayaan posyandu. Misalnya dengan menjadikan posyandu

sebagai anak angkat perusahaan. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana,

sarana, prasarana, atau tenaga, yakni sebagai sukarelawan posyandu.

3. Hasil Usaha: pengurus dan kader posyandu dapat melakukan usaha yang hasilnya

disumbangkan untuk biaya pengelolaan posyandu. Contoh kegiatan usaha yang

dilakukan antara lain: Kelompok Usaha Bersama (KUB). Hasil karya kader

posyandu, misalnya kerajinan, Taman Obat (TOGA).

4. Pemerintah, bantuan dari pemerintah terutama diharapkan pada tahap awal

pembentukan, yakni berupa dana stimulant atau bantuan lainnya dalam bentuk

sarana dan prasarana Posyandu yang bersumber dari dana APBN, APBD

Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Pemanfaatan dan pengelolaan dana yang diperoleh posyandu, digunakan untuk

membiayai kegiatan posyandu, antara lain dalam bentuk:

1) Biaya operasional posyandu.

24

2) Biaya penyediaan PMT.

3) Pengganti biaya perjalanan kader.

4) Modal usaha KUB dan bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan.

2.1.7 Tingkat Perkembangan Posyandu

Untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu, dikembangkan metode

dan alat telaah perkembangan Posyandu, yang dikenal dengan nama telaah

kemandirian posyandu. Tujuan telaah adalah untuk mengetahui tingkat

perkembangan posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut:

1. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh

kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat

terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan

rutin bulanan posyandu, di samping karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula

karena belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan

peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan

lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau

lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan

cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih

menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan posyandu.

25

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan

lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau

lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan

program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang

dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK

di wilayah kerja posyandu.

4. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan

lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau

lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan

program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang

dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal

di wilayah kerja posyandu (Kemenkes RI, 2011).

Tabel 2.1 Tingkat Perkembangan Posyandu

No Indikator Pratama Madya Purnama Mandiri 1 Frekwensi penimbangan <8 > 8 > 8 > 8 2 Rerata kader tugas <5 ≥5 ≥5 ≥5 3 Rerata cakupan D/S < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50% 4 Cakupan kumulatif KIA < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50% 5 Cakupan kumulatif KB < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50% 6 Cakupan kumulatif Imunisasi < 50% < 50% ≥ 50% ≥ 50% 7 Program tambahan - - + + 8 Cakupan dana sehat < 50% < 50% < 50% ≥ 50%

Sumber : Kemenkes RI, 2011

26

2.2 Pelayanan Anak Balita di Posyandu

2.2.1 Pengertian Pelayanan Anak Balita di Posyandu Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/ MENKES/

PER/VII/ 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang

merupakan tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselengarakan daerah

Kabupaten/ Kota, salah satu indikatornya Pelayanan Kesehatan Anak Balita adalah :

1. Setiap anak umur 12 - 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan

setiap bulan, minimal 8 kali dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita

dan Pra Sekolah, Buku KIA/ KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya.

2. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan pertinggi/panjang

badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah

pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman

Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak-kanak.

3. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak

balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk

menentukan status gizinya dan upaya tindak lanjut

4. Pemantauan perkembangan meliputi penilaian perkembangan gerak kasar, gerak

halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan daya

dengar, daya lihat. Jika ada keluhan atau kecurigaan terhadap anak, dilakukan

pemeriksaan untuk gangguan mental emosional, autisme serta gangguan

pemusatan perhatian dan hiperaktifitas.

27

5. Bila ditemukan penyimpangan atau gangguan perkembangan harus dilakukan

rujukan kepada tenaga kesehatan yang lebih memiliki kompetensi.

6. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak usia 12-59 bulan

minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan) dan tercatat pada Kohort Anak Balita dan

Prasekolah atau pencatatan pelaporan lainnya. Pelayanan dilaksanakan oleh

tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor

lain yang dalam menjalankan tugasnya melakukan stimulasi dan deteksi dini

penyimpangan tumbuh kembang anak.

7. Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak umur 12-

59 bulan 2 kali pertahun (bulan Februari dan Agustus).

8. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi

anak balita sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan

kesehatan

9. Target SPM di tahun 2010 sebesar 90 persen (Kemenkes RI, 2008).

2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Pamantauan Anak

Balita di Posyandu

2.3.1 Pendidikan Ibu

Pendidikan formal merupakan pendidikan di sekolah yang diperoleh secara

teratur, bertingkat dan dengan mengikuti syarat- syarat di lembaga yang jelas.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal- hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup menurut Mantra dalam

Wawan dan Dewi (2011).

28

Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) mengambarkan model

sistem kesehatan (health system model) yang merupakan model kepercayaan

kesehatan. Di dalam model Anderson ini terdapat tiga kategori utama dalam

pelayanan kesehatan salah satunya adalah karekteristik predisposisi, karekteristik ini

digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai

kecenderungan untuk mengunakan pelayanan kesehatan yang berbeda- beda , hal ini

disebabkan karena adanya ciri- ciri demografi, struktur sosial seperti tingkat

pendidikan, pekerjaan dan kesukuan.

Penelitian yang dilakukan Silaen (2012) hasil analisis menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan tingkat

pemanfaatan posyandu (p = 0,001) yang berarti pendidikan rendah atau tinggi

mempengaruhi tindakan ibu dalam memanfaatkan posyandu. Analisis multivariat

menerangkan bahwa pendidikan rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan

tingkat pemanfaatan posyandu (p = 0,001), OR 13,85 artinya kemungkinan ibu

dengan pendidikan rendah untuk memanfaatkan posyandu kurang 13,85 kali lebih

tinggi dibanding memanfaatkan posyandu baik atau cukup pada kelompok ibu dengan

pendidikan tinggi pada analisis multivariat penelitian ini, pendidikan merupakan

variabel yang paling dominan berhubungan dengan tingkat pemanfaatan posyandu

karena mempunyai OR yang paling tinggi dan pada analisis bivariat variabel

pendidikan berhubungan secara signifikan dengan tingkat pemanfaatan Posyandu.

29

2.3.2 Pekerjaan Ibu

Menurut Thomas yang dikutip dari Wawan dan Dewi (2011) pekerjaan adalah

yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga, berkerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi

ibu- ibu mempunyai pengaruh terhadap keluarga. Ibu yang berkerja akan lebih sibuk

sehingga tidak ada waktu untuk kunjungan ke posyandu dibanding ibu yang tidak

bekerja.

Penelitian Aminudddin dkk (2011) berkaitan dengan peningkatan peran

posyandu partisipatif mengemukakan bahwa pekerjaan ibu rumah tangga

memberikan waktu luang yang banyak untuk membawa anak balita ke posyandu

untuk penimbangan atau mendapatkan pelayanan kesehatan yang lain seperti

imunisasi, pemberian vitamin A, pemeriksaan kehamilan dan penyuluhan kesehatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2012) hubungan antara

pekerjaan ibu dengan perilaku kunjungan Ibu bayi dan balita ke posyandu

menunjukan proporsi ibu yang bekerja mempunyai perilaku kunjungan lebih rendah

dibandingkan dengan proporsi ibu yang tidak bekerja/ ibu rumah tangga. Peluang ibu

yang bekerja mempunyai peluang 1,18 kali dibandingkan ibu bayi dan balita yang

tidak bekerja, namun perbedaan peluang ini tidak bermakna (nilai p=0,081 dan 95%

CI:0,93-1,51).

2.3.3 Umur Anak Balita

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah periode usia balita,

karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan

30

perkembangan anak selanjutnya. Tahap – tahap usia tumbuh kembang anak adalah

usia bayi: 0 -1 tahun, usia pra sekolah :1- 6 tahun dan usia sekolah: 6 -18 tahun masa

sekolah (Soetjiningsih, 1995)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741 tahun 2008 tentang

SPM Kesehatan, salah satu indikatornya Pelayanan Kesehatan Anak Balita adalah :

Setiap anak umur 12 - 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan

setiap bulan, minimal delapan kali dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita

dan Pra Sekolah, Buku KIA/ KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya.

Survei awal yang dilakukan pada duapuluh ibu yang tidak rutin membawa

balita ke posyandu di Desa Rantau Pauh, ibu tidak memanfaatkan pelayanan balita

di posyandu dengan alasan anaknya sudah tidak di imunisasi lagi dan usia anaknya

sudah besar. Penelitian Djaiman (2003) berkaitan dengan faktor- faktor yang

mempengaruhi ibu balita berkunjung ke posyandu adalah faktor umur balita, tenaga

penolong persalinan, kemampuan membaca ibu, jumlah anak, status pekerjaan ibu,

dan ketersedian waktu ibu untuk merawat anak, faktor yang paling berpengaruh

terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur balita 12 sampai 35 bulan.

Penelitian Sandjaja dkk (2005) berkaitan dengan cakupan penimbangan anak

balita di Indonesia terdapat tren semakin meningkat umur anak balita semakin rendah

cakupan penimbangan. Cakupan penimbangan anak umur ≥ 48 bulan hanya separuh

dari cakupan penimbangan pada bayi.

31

2.3.4 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap terhadap obyek terjadi melalui panca indra

manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.

Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal,

pengetahuan sanggat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan semangkin luas pula

pengetahuannya, akan tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengigat bahwa peningkatan pengetahuan tidak

mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui

pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua

aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif, kedua aspek ini akan menentukan sikap

seseorang, semangkin banyak aspek positif dan objek yang yang diketahui maka akan

menimbulkan sikap baik atau positif terhadap objek tertentu menurut WHO dalam

Notoatmodjo (2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2011) tentang pengaruh pengetahuan

terhadap pemanfaatan posyandu, uji statistik menunjukkan variabel pengetahuan

berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu oleh ibu yang mempunyai balita.

Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik pengetahuan ibu

32

yang mempunyai balita tentang posyandu maka akan meningkat pemanfaatan

posyandu.

2.3.5 Sikap Ibu

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb

salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau

kesedian untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi

tindakan suatu perilaku.

Salah satu teori yang berkaitan dengan determinan perubahan perilaku adalah

teori WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu

adalah karena adanya pemahaman dan pertimbangan yakni dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek

(dalam hal ini adalah objek kesehatan). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka

seseorang terhadap objek, sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari

orang lain yang paling dekat, sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi

suatu objek (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian yang dilakukan Nasution (2012) berkaitan dengan analisis

kunjungan balita ke Posyandu, faktor sikap, norma subjektif, perceived behavioral

control dan intensi ibu dapat memengaruhi kunjungan balita ke posyandu dengan

nilai F=0,001. Secara langsung sikap berpengaruh terhadap kunjungan balita ke

33

posyandu. Besarnya pengaruh sikap terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah

sebesar 0,088 atau 8,8%. Artinya baik tidaknya kunjungan balita ke posyandu

dipengaruhi oleh sikap ibu yang mempunyai balita sebesar 8,8% sedangkan

selebihnya 91,2% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Jika intensi meningkat

maka dipengaruhi oleh sikap sebesar 0,088.

2.3.6 Penyediaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Posyandu

Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader dan petugas kesehatan. Jenis

pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan

pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT)

lokal, suplementasi vitamin A dan tablet Fe.

Salah satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2010-2014 adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan

menurunkan prevalensi pendek menjadi 32%. Kementerian Kesehatan menyediakan

anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang antara lain dapat digunakan

untuk pembinaan posyandu dan penyuluhan serta penyediaan makanan tambahan

pemulihan gizi untuk balita gizi kurang (Kemenkes RI, 2011b).

Pembiayaan untuk kegiatan posyandu berasal dari berbagai sumber yaitu dari

masyarakat, swasta dan pemerintah, dana yang diperoleh posyandu digunakan untuk

membiayai kegiatan posyandu, antara lain dalam bentuk antara lain biaya

operasional posyandu dan penyediaan PMT posyandu (Kemenkes RI, 2011a).

Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno dkk (2007) mengenai posyandu

dengan cakupan penimbangan lebih dari 70%, salah satu variabel yang diteliti

34

mengenai penyediaan makanan tambahan (PMT) di posyandu dengan kategori

teratur dan menarik, jarang, sangat jarang di Posyandu. Dari hasil analisis

penyedian PMT, pengobatan, bidan, kesadaran rnasyarakat, dan luas wilayah

posyandu yang sedang dan baik berkaltan dengan tingkat pencapaian penirnbangan

diatas 70%, pelaksanaan PMT yang baik sangat dipengaruhi oleh peranan Bidan.

Peran kader atau motor penggerak posyadu yang mempunyai rasa sosial yang tinggi

dapat mernbantu pelaksanaan PMT yang baik juga dukungan tokoh rnasyarakat yang

baik. Keberhasilan pelaksanaan upaya perbaikan kesehatan dan gizi harus melibatkan

masyarakat, karena itu bidan harus menjalin hubungan baik dengan tokoh

masyarakat, kader dan pimpinan desa.

2.3.7 Dukungan Keluarga

Green (1980) dalam Notoadmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi

oleh faktor perilaku dan faktor diluar perilaku , selanjutnya perilaku itu sendiri

terbentuk oleh faktor- faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan dukungan keluarga yaitu suami, orang tua yang merupakan kelompok

referensi.

Penelitian Silaen (2012), hasil penelitian memberi gambaran bahwa

dukungan suami merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tindakan ibu dalam

memanfaatkan posyandu, dukungan suami yang tinggi akan memberi peluang lebih

besar kepada ibu untuk memanfaatkan posyandu. Sebaliknya dukungan suami yang

rendah merupakan faktor penghambat bagi ibu dalam memanfaatkan posyandu.

35

Suami tidak melarang ibu untuk membawa balita ke posyandu merupakan suatu

bentuk dukungan emosional yang sangat berarti bagi ibu dalam tindakannya untuk

memanfaatkan posyandu. Perlu peningkatan pengetahuan suami tentang posyandu

untuk meningkatkan dukungan suami terhadap pemanfaatan posyandu, mengingat

suami merupakan pengambil keputusan dalam keluarga.

2.3.8 Dukungan Bidan

Green (1980) dalam Notoadmodjo (2012) mengemukakan bahwa faktor faktor

pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan atau tenaga bidan merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Bidan dapat menjadi rool model atau contoh yang diikuti bagi masyarakat untuk

berperilaku hidup sehat dan rujukan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas atau Bidan yang diwajibkan di

posyandu satu kali dalam sebulan. Peran Bidan dan tenaga kesehatan lain pada hari

buka posyandu antara lain sebagai berikut: membimbing kader dalam

penyelenggaraan Posyandu, menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan Keluarga

Berencana di langkah 5 (lima), menyelenggarakan penyuluhan dan konseling

kesehatan, KB dan gizi kepada pengunjung posyandu dan masyarakat luas,

menganalisa hasil kegiatan posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas serta

menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan

posyandu dan melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap ibu hamil, bayi

dan anak balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila dibutuhkan

(Kemenkes RI, 2011).

36

Penelitian yang dilakukan Suryaningsih (2012) hasil penelitian menunjukan

bahwa proporsi kunjungan ibu ke posyandu dengan pernah mendapat bimbingan

petugas kesehatan lebih tinggi (86,9%) dibandingkan proporsi ibu ke posyandu yang

tidak pernah mendapat bimbingan petugas kesehatan (75%) dan secara statistik

terdapat hubungan yang bermakna antara bimbingan petugas kesehatan dengan ibu

berkunjung ke posyandu (P = 0,027). Peluang responden yang pernah mendapat

bimbingan dan dukungan petugas kesehatan 1,14 kali dibanding responden yang

tidak pernah mendapat bimbingan dan dukungan dari petugas kesehatan.

2.3.9 Dukungan Kader Posyandu

Penelitian Aminuddin dkk ( 2011) ada pengaruh signifikan antara kunjungan

ibu ke posyandu dan peran kader, perubahan yang paling besar pada komponen ibu

balita adalah frekuensi kunjungan ke posyandu sebagai akibat kader yag telah aktif

sehingga ibu balita menjadi lebih intensif ke posyandu.

Ibu balita yang mendapat pembinaan dari kader akan berpartisipasi dengan

baik ke posyandu. Karena mereka akan merasa diakui dan diperhatikan

keberadaannya oleh pengelola posyandu sehingga rutin datang ke posyandu (sambas,

2002).

Terselenggaranya pelayanan posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun

tugas, tanggung jawab peran serta masing-masing pihak dalam menyelenggarakan

posyandu bagi kader dan pengurus posyandu dapat mewujudkan aktualisasi dirinya

dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan

37

penurunan Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita.

Tugas dan tanggung jawab kader posyandu adalah sebagai berikut:

1. Sebelum hari buka posyandu, antara lain adalah menyebarluaskan hari buka

posyandu melalui pertemuan warga setempat, mempersiapkan tempat

pelaksanaan posyandu, mempersiapkan sarana posyandu, melakukan pembagian

tugas antar kader, berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya,

mempersiapkan bahan PMT penyuluhan.

2. Pada hari buka posyandu, antara lain adalah melaksanakan pendaftaran

pengunjung posyandu, melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang

berkunjung ke posyandu, mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS

dan mengisi buku register posyandu, pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS,

melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan gizi sesuai

dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT, membantu petugas kesehatan

memberikan pelayanan kesehatan dan KB sesuai kewenangannya, setelah

pelayanan posyandu selesai kader bersama petugas kesehatan melengkapi

pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut (Kemenkes RI,

2011b).

2.4 Landasan Teori

Derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat berdasarkan konsep

H.L. Blum (1974) dipengaruhi oleh empat faktor utama yakni: lingkungan (fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan dan

38

keturunan, perilaku sebagai salah satu determinan kesehatan adalah respons

seseorang terhadap stimulus. Upaya pemberantasan penyakit menular dan tidak

menular, perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan tanpa mempertimbangkan aspek

perilaku niscaya tidak dapat berhasil dengan baik, hal ini disebabkan karena semua

masalah kesehatan selalu mempunyai aspek perilaku sebagai faktor resiko

(Notoatmodjo, 2010)

2.4.1 Konsep Perilaku Kesehatan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian

informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus dan

berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar

klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan

atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari mau

menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan aspek tindakan atau

practice (Kemenkes RI, 2011).

Dari segi biologik, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas mahluk hidup

yang bersangkutan, dan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia)

adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati langsung maupun

yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012)

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner, maka perilaku kesehatan adalah

suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaiatan dengan sakit

39

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan,

perilaku kesehatan dapat diklasifikasika menjadi tiga kelompok antara lain :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan

agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana sakit.

2. Perilaku pencarian dan pengunaan sistem atau fasilitas kesehatan (health seeking

behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari

mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial

budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi

kesehatannya, dengan perkataan lain bagaimana seseorang mengelola

lingkungannya sehingga tidak mengangu kesehatannya sendiri , keluarga atau

masyarakatnya. Misal bagaimana mengelola pembuangan tinja, tempat

pembuangan sampah, pembuangan limbah, pengeloalaan air minum dan

sebagainya.

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

tergantung pada karakteristik atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan.

40

aktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut

determinan perilaku yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Seorang ahli psikologi pendidikan Benyamin Bloom (1908) dalam

Notoatmodjo (2012), membagi perilaku manusia kedalam tiga domain sesuai dengan

tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan ranah atau kawasan yakni : Kognitif

(cognitive), afektif (affective), psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya

teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Melalui panca indera manusia yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa da raba. Pengetahuan atau ranah

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang tercakup dalam dalam domain

kognitif mempunyai enam tingkatan yakni : Pertama Tahu (know), Kedua

Memahami (comprehension), Ketiga Aplikasi (aplication), Keempat Analisis

(analysis), Kelima Sintesis (synthesis), Keenam Evaluasi (evaluation).

41

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek.Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas ,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai

penghayatan terhadap objek.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinka, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu

yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, ada

fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, juga diperlukan faktor dukungan

(support) dari pihak lain misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua.

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena

perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal

(lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yakni

aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit ditarik garis

yang tegas batas-batasnya. Secara lebih terinci perilaku masusia merupakan refleksi

dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat,

motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.

Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan

yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut gejala kejiwaan

42

tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya faktor

pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio- budaya masyarakat dan sebagainya,

sehingga proses terbentuknya perilaku ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar

berikut :

Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia ( Notoatmodjo, 2012)

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua

faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan diluar perilaku (non-

behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga

faktor antara lain :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai- nilai dan sebagainya.

b. Faktor- faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas- fasilitas atau sarana kesehatan

misal Puskesmas, obat, obatan, alat kontrasepsi, posyandu, jamban dan

sebagainya.

Pengalaman Keyakinan Lingkungan Sosial Budaya

Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat

Perilaku

43

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi

dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, trandisi dan sebagainya. Disamping

itu ketersedian fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan

juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak

mau mengimunisasikan anaknya atau menimbang berat badan balita di Posyandu

dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat

imunisasi dan manfaat Posyandu bagi anaknya (predisposing factors). Atau

barangkali juga karena rumahnya jauh dari Posyandu atau Puskesmas tempat

mengimunisasikan dan penimbangan anaknya (enabling factors). Sebab lain

mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya

tidak pernah membawa anaknya di Posyandu atau mendapatkan imunisasi

reinforcing factors (Notoatmodjo, 2012).

44

Gambar 2.2 Landasan Teori

(predisposing factors) Faktor – faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Kepercayaan - Keyakinan - Nilai- nilai - Manfaat - Dan sebagainya

(Health Behavior) Perilaku Kesehatan

(enabling factors) Faktor- faktor Pemungkin - Lingkungan fisik - Sarana Kesehatan - Fasilitas Kesehatan - Jarak tempuh - Dan sebagainya

(Reinforcing factors) Faktor- faktor Pendorong - Sikap dan dukungan

petugas kesehatan - Sikap dan dukungan

masyarakat - Sikap dan dukungan

keluarga - Dan sebagainya

45

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Dependen Variabel Independen

Variabel Independen Faktor – faktor Predisposisi • Pendidikan ibu • Pekerjaan ibu • Umur anak balita • Pengetahuan ibu • Sikap ibu

Faktor- faktor Pemungkin • Penyediaan PMT di

posyandu

Faktor- faktor Pendorong • Dukungan keluarga • Dukungan bidan • Dukungan kader posyandu

Pelayanan pemantauan anak balita di posyandu