repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › chapter ii.pdf... · bab...

43
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisi Definisi konseptual : (Kusumastuti dan Basuki, 2014) Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik. Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktifitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. Definisi operasional / definisi praktis dari epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut : 1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak waktu antara bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam 2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi/bangkitan refleks 3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 EPILEPSI

II.1.1 Definisi

Definisi konseptual : (Kusumastuti dan Basuki, 2014)

Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan

untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan

konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini

mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.

Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat

aktifitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.

Definisi operasional / definisi praktis dari epilepsi adalah suatu

penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut :

1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks

dengan jarak waktu antara bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam

2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan

kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan

sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa

provokasi/bangkitan refleks

3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

15

II.1.2 Epidemiologi

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi yang dapat dijumpai

pada semua umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas.

Insidens epilepsi di negara berkembang sekitar 50 per 100.000 orang per

tahun (24-70 per 100.0000 orang per tahun), dan prevalensi yaitu sekitar 4

dan 10 per 100.000 orang (Sander, 2004).

Insiden median epilepsi di dunia 50,4 per 100.000/tahun (33,6-75,6).

pada negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi, insiden median 45,0

(30,3-66,7) dan pada negara dengan pendapatan per kapita menengah dan

rendah adalah 81,7 (28,0-239,5) (Octaviana dan Khosana, 2014).

Prevalensi epilepsi di negara sedang berkembang ditemukan lebih

tinggi daripada negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar

antara 4-7 per 1000 orang dan 5-74 per 1000 orang di negara sedang

berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah perkotaan yaitu 15,4 per 1000 (4,8-49,6) di

pedalaman dan 10,3 (2,8-37,7) di perkotaan. Pada negara maju, prevalensi

median epilepsi yang aktif adalah 4,9 per 1000 (2,3-10,3), sedangkan pada

negara berkembang di pedalaman 12,7 per 1000 (3,5-45,5) dan diperkotaan

5,9 (3,4-10,2) (Ngugi dkk 2010).

Di Asia, contohnya adalah insidensi epilepsi di Cina adalah 35/100.000

orang per tahun, dan di India 49,3/100.000 orang per tahun. Puncak insiden

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

16

di negara Cina (Shanghai) pada usia 10-30 tahun dan > 60 tahun, sedangkan

di India puncaknya pada usia 10-19 tahun (Octaviana dan Khosana, 2014).

Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (Pokdi Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian pada 18

rumah sakit di 15 kota pada tahun 2013 selama 6 bulan. Didapatkan 2288

pasien terdiri dari 487 kasus baru dan 1801 kasus lama. Rerata usia kasus

baru adalah 25,1+16,9 tahun, sedangkan rerata usia pada kasus lama adalah

29,2+16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke dokter

spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya berobat ke

dukun dan tidak berobat (Octaviana dan Khosana, 2014).

II.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy

(ILAE) terdiri atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan

epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi (Kusumastuti dan Basuki,

2014).

Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi :

1. Bangkitan parsial/fokal

1.1 Bangkitan parsial sederhana

1.1.1 Dengan gejala motorik

1.1.2 Dengan gejala somato sensorik

1.1.3 Dengan gejala otonom

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

17

1.1.4 Dengan gejala psikis

1.2 Bangkitan parsial kompleks

1.2.1 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan

kesadaran

1.2.2 Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran sejak

awal bangkitan

1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

1.3.1 Parsial sederhana yang menjadi umum

1.3.2 Parsial kompleks yang menjadi umum

1.3.3 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi

umum

2. Bangkitan umum

2.1 Lena (absence)

2.1.1 Tipikal Lena

2.1.2 Atipikal Lena

2.2 Mioklonik

2.3 Klonik

2.4 Tonik

2.5 Tonik-klonik

2.6 Atonik/astatik

3. Bangkitan tak tergolongkan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

18

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi :

1. Fokal/partial (localized related)

1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)

1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah

sentrotemporal (childhood epilepsy with centrotemporal

spikes)

1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada

daerah oksipital

1.1.3 Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)

1.2 Simtomatis

1.2.1 Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak-

anak (Kojenikow’s Syndrome)

1.2.2 Sindrom dengan bangkitan yang di presipitasi oleh suatu

rangsangan

1.2.3 Epilepsi lobus temporal

1.2.4 Epilepsi lobus frontal

1.2.5 Epilepsi lobus parietal

1.2.6 Epilepsi lobus oksipital

1.3 Kriptogenik

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

19

2. Epilepsi umum

2.1 Idiopatik

2.1.1 Kejang neonatus familial benigna

2.1.2 Kejang neonatus benigna

2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

2.1.4 Epilepsi lena pada anak

2.1.5 Epilepsi lena pada remaja

2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja

2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat

terjaga

2.1.8 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu

diatas

2.1.9 Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang

spesifik

2.2 Kriptogenik atau simtomatis

2.2.1 Sindrom West

2.2.2 Sindrom Lennox-Gastaut

2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik

2.2.4 Epilepsi mioklonik lena

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

20

2.3 Simtomatis

2.3.1 Etiologi nonspesifik

• Ensefalopati mioklonik dini

• Ensefalopati pada infantil dini dengan burst supression

• Epilepsi simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di

atas

2.3.2 Sindrom spesifik

2.3.3 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum

3.1 Bangkitan umum dan fokal

3.1.1 Bangkitan neonatal

3.1.2 Epilepsi mioklonik berat pada bayi

3.1.3 Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur

dalam

3.1.4 Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau Kleffner)

3.1.5 Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi di atas

3.2 Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

4. Sindrom khusus

4.1 Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu

4.1.1 Kejang demam

4.1.2 Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

21

4.1.3 Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian

metabolik akut, atau toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia,

hiperglikemi nonketotik

4.1.4 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi

reflektorik)

Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut :

1. Idiopatik : Tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis.

Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya

berhubungan dengan usia.

2. Kriptogenik : dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum

diketahui. Termasuk disini adalah Sindrom West, Sindrom Lennox-

Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan

ensefalopati difus.

3. Simtomatis : bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi

struktural pada otak, misalnya ; cedera kepala, infeksi sistem saraf

pusat, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran

darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan

neurodegeneratif.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

22

II.2 OBAT ANTI EPILEPSI

Sejak tahun 1912 beberapa OAE telah di kenalkan namun hanya

beberapa yang sering digunakan. Sebagian besar pasien epilepsi di terapi

dengan 4 macam OAE, yaitu : fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, dan asam

valproat (Ambrosio dkk, 2002).

Sampai dengan tahun 1993, OAE utama yaitu fenobarbital, fenitoin,

karbamazepin, dan asam valproat. Kemudian terdapat beberapa OAE

lainnya, dengan prinsip farmakoterapi yang lebih baik. Obat Anti Epilepsi

generasi terbaru disebut juga dengan OAE generasi kedua dan ketiga

(Conway, 2012).

Sebagian besar mekanisme kerja OAE sebagai antikonvulsan tidak

dapat dimengerti sepenuhnya. Mekanisme utama OAE yaitu menurunkan

eksitasi dari neuron dengan cara memblok saluran sodium dan saluran

kalsium atau reseptor glutamat antagonis. Beberapa jenis OAE dapat

meningkatkan gamma amino butyric acid (GABA). Mekanisme kerja dari

beberapa OAE dapat dilihat pada tabel 1 (Conway, 2012).

Pada sebagian besar pasien epilepsi, monoterapi merupakan pilihan

utama dalam manajemen epilepsi. Monoterapi memiliki keuntungan seperti

menghindari interaksi antara obat dan mengurangi komplikasi. Namun

apabila kejang tidak teratasi, maka perlu diberikan politerapi (Pylvanen,

2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

23

Tabel 1. Mekanisme Kerja Obat Anti Epilepsi

Dikutip dari : Conway, J.M. 2012. Antiepilepsy Drugs : Mechanisms of Action and Pharmacokinetics. Epilepsy.1(5): 1-11

Monoterapi merupakan pilihan utama pada saat awal pemberian OAE.

Sebagian besar pasien dapat terkontrol dengan monoterapi, yaitu sekitar 60-

69%. Bila monoterapi tidak efektif pada pasien, maka di ganti dengan OAE

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

24

jenis lainnya. Namun apabila OAE pertama memberikan efikasi dan toleransi

yang minimal, maka dikombinasikan dengan OAE lainnya (Sander, 2004).

Sebagian besar OAE mengalami biotransformasi hepatik, kecuali

Gabapentin dan Vigabantrin (Tabel 2). Obat-obat anti epilepsi lipofilik

mengalami konversi menjadi hidrofilik untuk ekskresi ginjal. Proses-proses

tersebut terdiri dari reaksi fase I dan fase II. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi,

reduksi dan hidroksilasi, sementara pada fase II yaitu konjugasi (Ahmed dan

Siddiqi, 2006).

Tabel 2. Metabolisme Obat Anti Epilepsi

Predominantly Metabolized by the

Liver

Partially Metabolized by the Liver

Extrahepatic Meatbolism or

Excretion Benzodiazepines Carbamazepine Ethosuximide

Felbamate Lamotrigine

Oxcarbazepine Phenobarbital

Phenytoin Tiagabine Valproate

Leviteracetam Topiramate Zonisamide

Gabapentin Vigabantrin

Dikutip dari : Ahmed, S.N., Siddiqi, Z.A. 2006. Antiepileptic Drugs and Liver Disease.15: 156-164 Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai

dengan jenis bangkitan dan sindrom jenis epilepsi. Pemberian obat dimulai

dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif atau timbul

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

25

efek samping (Tabel 3). Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis

maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka diganti dengan OAE

kedua. Caranya bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE

pertama, diturunkan bertahap (tappering off). Bila terjadi bangkitan saat

penurunan OAE pertama, maka kedua OAE tetap diberikan. Bila respons

yang didapat buruk, kedua OAE harus diganti dengan OAE yang lain.

Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan OAE

kedua, tetapi respons tetap sub optimal walaupun penggunaan kedua OAE

pertama sudah maksimal. Obat Anti Epilepsi kedua harus memiliki

mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama (Gunadharma dkk,

2014).

Interaksi OAE dengan obat-obatan lain yang dapat menyebabkan

perubahan konsentrasi serum OAE sebagian besar dijumpai pada

karbamazepin, fenitoin, dan fenobarbital. Sementara OAE generasi terbaru

jarang dijumpai perubahan konsentrasi akibat interaksi dengan obat-obat

lainnya. (Tabel 4) ( Perucca, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

26

Tabel 3. Dosis Obat Anti Epilepsi untuk Orang Dewasa

OBAT ANTI EPILEPSI DOSIS AWAL (mg/hari)

DOSIS RUMATAN (mg/hari)

JUMLAH DOSIS PER HARI

Carbamazepine 400-600 400-1600 2–3x Phenytoin 200-300 200-400 1-2x

Valproic Acid 500-1000 500-2500 2-3x Phenobarbital 50-100 50-200 1 Clonazepam 1 4 1 atau 2

Clobazam 10 10-30 1-2x Oxcarbazepine 600-900 600-3000 2-3x Levetiracetam 1000-2000 1000-3000 2x

Topiramate 100 100-400 2x Gabapentine 900-1800 900-3600 2-3x Lamotrigine 50-100 50-200 1-2x Zonisamid 100-200 100-400 1-2x

2-3x Pregabalin 50-75 50-600 Dikutip dari : Kusumastuti, K., Gunadharma, S., Kustiowati, E. Editor. 2014. Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Edisi V. Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. Airlangga University Press. Surabaya.

Tabel 4. Obat-obatan yang Dapat Meningkatkan Konsentrasi Serum OAE

Dikutip dari : Perucca, E. 2005. Clinically Relevant Drug Interactions with Antiepileptic Drugs. British Journal of Clinical Pharmacology. 61(3): 246-255

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

27

II.3 KARBAMAZEPIN

Karbamazepin (C15H12N2O) merupakan senyawa trisiklik yang cukup

efektif dalam mengobati kejang parsial. Obat ini pertama kali diperkenalkan

oleh Walter Schindler di Switzerland pada tahun 1953. Karbamazepin

pertama kali digunakan untuk mengobati trigeminal pada tahun 1962 dan

kemudian digunakan secara luas untuk mengobati epilepsi di Inggris pada

tahun 1965, lalu pada tahun 1974 diakui pemakaiannya di Amerika Serikat

(Ghamari dkk, 2013).

Karbamazepin (5H-dibenzapine-5-carboxamide) merupakan OAE yang

sering digunakan untuk mengobati epilepsi. Karbamazepin merupakan

derivat iminodibenzyl, yang secara struktural mirip dengan antidepresan

trisiklik. Obat ini dimetabolisasi di hepar, dan hanya sekitar 1% dari dosis

yang diberikan yang di ekskresikan dalam bentuk yang asli (Gambar 1)

(Ambrosio dkk, 2002).

Gambar 1. Struktur formula dari Karbamazepin Dikuti dari : Ambrosio, A.F., Siva, P.S., Carvalho, C.M., Carvalho, A.P., Carvalho, A.P. 2002. Mechanisms of Action of Carbamazepine and Its Derivatives, Oxcarbazepine, BIA 2-093, and BIA 2-024. Neurochemical Research. 27: 121-130

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

28

Secara umum, karbamazepin dapat menurunkan eksitabilitas neuron

atau meningkatkan inhibisi dengan mengganggu konduktansi sodium,

potasium atau kalsium atau mempengaruhi GABA, glutamat atau

neurotransmiter lainnya yang berperan dalam mencetuskan kejang (Ghamari

dkk, 2013).

Ikatan protein plasma karbamazepin mencapai 70-80% dan eliminasi

tergantung sepenuhnya pada biotransformasi hepatik melalui proses

eksposidasi dan hidroksilasi. Eliminasi karbamazepin terutama oleh sistem

sitokrom P-450 dan menghasilkan metabolit aktif, kemudian karbamazepin

mengalami autoinduksi. Clearance karbamazepin terjadi pada 30 hari setelah

terapi dan meningkat hingga 300%. Waktu paruh karbamazepin sekitar 10

sampai dengan 20 jam, namun dikurangi dengan autoinduksi 4-12 jam

(Ghamari dkk, 2013).

Efek samping karbamazepin yaitu dizziness, ataksia, diplopia, mual,

kelelahan, agranulositosis, lekopeni, trombositopenia, hiponatremia, ruam,

gangguan perilaku, tiks, peningkatan berat badan, disfungsi seksual,

neuropati perifer (Gunadarma dkk, 2014).

Karbamazepin dapat berinteraksi dengan OAE lainnya seperti asam

valproat, fenobarbital, fenitoin. Obat-obatan lain yang dapat berinteraksi

dengan karbamazepin, seperti antibiotik yaitu eritromisin, cimetidine,

propoxyphene, pil hormon kontrasepsi dan calcium channel blockers

(Ghamari dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

29

II.4 ASAM VALPROAT

Asam valproat diperkenalkan oleh Carraz (1964) sebagai antiepilepsi

dan digunakan secara luas di Amerika Serikat sejak tahun 1978. Asam

valproat merupakan OAE spektrum luas yang efektif untuk berbagai tipe

kejang dan sebagai pilihan pertama untuk epilepsi simtomatik dan epilepsi

umum idiopatik (Gambar 2) (Fagundes,2008).

Asam valproat memiliki efek farmakologik dengan meningkatkan

transmisi GABAergik, mengurangi pelepasan dan efek asam amino eksitatori,

memblokade sodium chanel dan memodulasi transmisi dopaminergik dan

serotonergik (Fagundes,2008).

Asam valproat tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sekitar 90%

asam valproat berikatan dengan protein plasma. Asam valproat

dimetabolisasi secara luas oleh konjugasi mikrosom glukoronidasi, beta-

oksidasi mitokondria dan sitokrom P450-dependent omega, oksidasi (omega-

1) dan (omega-2) (Fagundes,2008).

Efek samping utama yaitu mual, muntah, abdominal cramps serta

diare. Efek samping lainnya yaitu hepatotoksisitas dan pankreatitis

(Fagundes,2008).

Asam valproat dapat berinterakasi dengan obat lain seperti

lamotrigine, fenitoin, karbamazepin, ethosuksimid, felbamate, dan lorazepam

(Patsalos dkk, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

30

Gambar 2. Struktur formula dari Asam Valproat Dikutip dari : Fagundes, S.B.R. 2008. Valproic Acid : Review. Rev Neuroscience. 16(2): 130-136

II.5 FUNGSI TIROID

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas 2 lobus, yang

dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa

menggantungkan kelenjar ini pada fascia pratrakea sehingga pada setiap

gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah

kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid berbentuk

lonjong berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm.

Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium.

Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram (Djokomoeljanto,

2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

31

Biosintesis hormon tiroid dimulai dengan pengambilan unsur yodium

dari plasma dan berakhir dengan sekresinya ke dalam darah, dengan

menempuh beberapa langkah yaitu : trapping, oksidasi dan yodinasi,

coupling, penyimpanan, deyodinasi, proteolisis dan sekresi hormon (Kshanti,

2008).

Sekresi kelenjar tiroid yang normal tergantung pada TSH. Sekresi TSH

lalu di inhibisi oleh hormon tiroid dan di stimulasi oleh Thyrotropin Releasing

Hormone (TRH). Iodida dalam serum terjebak didalam sel tiroid, setelah

mengalami okidasi dan bereaksi dengan beberapa residu tyrosine dari

tiroglobulin, kemudian membentuk T4 dan T3 (Gambar 3) (Wood, 1995).

Kelenjar tiroid secara normal mengandung tiroglobulin dalam jumlah

yang banyak, yang sebagian besar terdapat di dalam lumen dari folikel tiroid.

Bila tiroglobulin di resorbsi kedalam sel folikel dari tiroid dan mengalami

hidroksilasi, maka T4 dan T3 disekresikan ke dalam sirkulasi. Kemudian

keduanya berikatan dengan ikatan serum protein spesifik, sehingga jumlah

T4 atau T3 yang bebas dalam sirkulasi terbatas (Wood, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

32

Gambar 3. Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis dan Jalur Ekstratiroid dari metabolisme hormon tiroid Dikutip dari : Wood, A.J.J. 1995. Drug Therapy. The New England Journal of Medicine. 333(25): 1688-1693 Beberapa obat dapat mempengaruhi fungsi tiroid secara langsung

atau tidak langsung, serta dapat bermanifestasi sebagai suatu penyakit.

Obat-obatan dapat mempengaruhi status fungsi tiroid dalam beberapa cara.

Obat-obatan dapat mempengaruhi homeostasis tiroid pada berbagai tingkat,

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

33

mulai dari sintesis, sekresi, transportasi atau pada organ target sehingga

menyebabkan hipotiroidsm atau hipertiroidsm. Obat-obatan dapat juga

mengubah konsentrasi serum hormon tiroid dengan cara mempengaruhi

jumlah ikatan protein atau jumlah yang berikatan dengan hormon, sehingga

dapat memodifikasi uptake selluler dan metabolisme hormon tiroid serta

mengganggu kerja hormon pada jaringan. Beberapa obat yang dapat

mempengaruhi fungsi tiroid dapat dilihat pada tabel 5 (George dan Joshi,

2007).

II.5.1 Tes Fungsi Tiroid

Tes fungsi tiroid adalah pemeriksaan penunjang pada kelainan tiroid

yang dikelompokkan menjadi pemeriksaan untuk melihat status hormon tiroid,

respons tiroid, etiologi kelainan tiroid, dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan

untuk melihat status hormon tiroid dan respons tiroid meliputi T3, T4, free

thyroxine (FT4), free triiodothyronine (FT3), dan TSH (Saksono, 2008).

Ringkasan tes yang digunakan dalam menilai fungsi tiroid dapat dilihat

pada tabel 6 (Gunder dan Haddow, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

34

Tabel 5. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi Fungsi Tiroid

Dikutip dari : George, J., dan Joshi, S.R. 2007. Drugs and Thyroid. JAPI. 55: 215-223

Universitas Sumatera Utara

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

35

Tabel 6. Pemeriksaan Darah untuk menilai Fungsi Tiroid

Dikutip dari : Gunder, L.M., Haddow, S. 2009. Laboratoty Evaluation of Thyroid Function. Diunduh dari : www.clinicaladvisor.com pada tanggal 28 Juni 2015

Universitas Sumatera Utara

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

36

II.5.2 Triiodothyronine (T3)

Triiodothyronine serum dapat digunakan sebagai komponen untuk

penapisan kelainan tiroid. Secara klinik, konsentrasi T3 memiliki nilai

diagnosis untuk kelainan hipertiroid dan pemantauan perbaikan kondisi tiroid.

Pada kelainan T3-Tirotoksikosis, dimana kadar T3 meningkat, tetapi T4 dan

FT4 normal, kadar T3 menjadi faktor dominan untuk menilai status tiroid.

Tetapi pada defisiensi iodium, seringkali ditemukan sedikit peningkatan T3,

menunjukkan bahwa pasien tersebut dalam status eutiroid (Saksono, 2008).

Kadar T3 dipengaruhi oleh kondisi yang berhubungan dengan

konsentrasi Thyroid Binding Globulin (TBG). Triiodothyronine sedikit

meningkat pada kehamilan dan pasien dengan terapi estrogen.

Triiodothyronine dapat menurun pada keadaan sakit berat, malnutrisi, gagal

ginjal (Saksono, 2008).

Serum total T3 normal pada dewasa sekitar 80-190 ng/dL.

Triiodothyronine menggambarkan fungsional dari jaringan perifer

dibandingkan dengan keadaan sekretori kelenjar tiroid. Sebagai tambahan,

T3 juga dapat digunakan pada kasus tiroid adenoma (Shivaraj dkk, 2009).

Pemeriksaan T3 bermanfaat untuk diagnosis hipertiroidsm atau untuk

menentukan tingkat keparahan. Pasien dengan hipertiroid memiliki

perubahan kadar T3. Pemeriksaan kadar T3 kurang membantu dalam kasus-

kasus hipotiroid (Gunder dan Haddow, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

37

II.5.3 Free Triidothyronine (FT3)

Free Triiodothyronine kurang lebih 0,2-0,4% dari total T3,

menggambarkan hormon tiroid yang aktif secara fisiologi. Pada umumnya

FT3 meningkat lebih banyak dibandingkan FT4 pada penyakit Graves dan

adenoma toksik. Serum FT3 sangat penting untuk membedakan kelainan-

kelainan tersebut (Saksono, 2008).

Nilai normal FT3 yaitu 2,3-5,0 pg/mL (35-77 pmol/L) (Carvalho dkk,

2013).

II.5.4 Thyroxine (T4)

Secara umum, serum T4 menggambarkan 90% sirkulasi hormon tiroid.

Thyroxine dalam darah terdapat dalam dua bentuk : T4 berikatan dengan

protein dan FT4 (tidak berikatan dengan protein). Fraksi FT4 hanya 5% dari

total T4, namun FT4 merupakan bentuk metabolit aktif dari hormon (Gunder

dan Haddow, 2009).

Konsentrasi normal total T4 pada dewasa sekitar 5-12 μg/dL (64-154

nmol/L). Nilai abnormal dapat dijumpai pada keadaan fisiologis pada wanita

hamil. Pada hipotiroidsm dengan kegagalan kelenjar tiroid, konsentrasi T4

dapat rendah. Penyebab primer hipotiroidsm dapat disebabkan oleh destruksi

kelenjar dan gangguan berat dalam hormonogenesis. Hipotiroidsm sekunder

disebabkan kegagalan pituitari dan hipotiroidsm tersier disebabkan oleh

kegagalan hipotalamik (Shivaraj dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

38

Peningkatan T4 didapatkan pada pasien hipertiroid, dan menurun

pada pasien hipotiroid. Kadar T4 berkaitan secara patologi dan fisiologi

dengan kadar kapasitas TBG. Beberapa obat berkompetisi ikatan dengan

TBG, sehingga kadar T4 menjadi rendah. kadar T4 pada neonatus lebih

tinggi dari orang dewasa (Saksono, 2008).

II.5.5 Free Thyroxine (FT4)

Free Thyroxine adalah fraksi T4 yang tidak terikat pada TBG.

Konsentrasi FT4 ini dapat diukur secara langsung dan tidak langsung

sebagai Free Thyroxine Index (FTI). Pengukuran langsung FT4 lebih lazim

digunakan untuk melihat kadar FT4. Pengukuran FT4 terbaik adalah dengan

menggunakan metode equilibrium dialisis. Hanya FT4 yang tidak terikat pada

TBG yang akan melewati membran. Jumlah FT4 yang melewati membran

akan diukur konsentrasinya sebagai FT4. Secara keseluruhan jumlah FT4

didalam sirkulasi hanya 0,02 bagian dari keseluruhan T4 (Saksono, 2008).

Nilai normal FT4 untuk dewasa dengan menggunakan metode

komparatif langsung yaitu 0,7-,.8 ng/dL (9-23 pmol/L). Batas atas dari FT4

dengan menggunakan metode equilibrium dialisis yaitu 2,5 ng/dL (Carvalho

dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

39

II.5.6 Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Secara fisiologis, TSH yang dihasilkan kelenjar hipofisis akan

meningkat atau menurun untuk mempertahankan kadar hormon tiroid

(Saksono, 2008).

Thyroid Stimulating Hormone memiliki nilai normal sekitar 0,5-4,5

mU/L. The American Association of Clinical Endocrinologists (AACE) pada

tahun 2003 menetapkan nilai TSH 0,3-3,0 mU/L (Shivaraj dkk, 2009).

Endokrinologis memakai pemeriksaan TSH sebagai pemeriksaan

primer untuk diagnosa dan manajemen penyakit tiroid. Dalam menilai fungsi

tiroid, pemeriksaan TSH atau T4 sebagai pemeriksaan dasar yang cukup

adekuat dalam menetapkan status hormon tiroid pada pasien (Shivaraj dkk,

2009).

Pada hipotiroid primer, T3 dan T4 rendah sedangkan TSH meningkat

secara bermakna. Sedangkan pada hipertiroid primer, kadar hormon-hormon

tiroid meningkat, sedangkan TSH seringkali tidak terdeteksi (Saksono, 2008).

II.6 FUNGSI HATI

Hepar berperan penting dalam fungsi vital untuk menjaga dan

homeostasis regulasi dari tubuh. Fungsi utama dari hepar yaitu metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak, detoksifikasi, sekresi empedu dan

penyimpanan vitamin. Hepatotoksisitas menunjukkan kerusakan hepar

karena zat kimia. Beberapa obat yang dikonsumsi dalam dosis yang

Universitas Sumatera Utara

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

40

berlebihan dan kadang pada rentang dosis terapetik juga dapat merusak

organ. Lebih dari 900 obat-obatan diimplikasikan dapat merusak hepar.

Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kerusakan subklinik yang

bermanifestasi pada abnormal tes enzim hepar (Pandit, 2012).

Medikasi merupakan penyebab peningkatan enzim hepar yang sering

dijumpai, salah satunya yaitu antikonvulsan yang dapat menyebabkan

peningkatan bilirubin, ALP, ALT (Tabel 7) (Fancher dkk, 2007).

Tabel 7. Medikasi yang dapat mempengaruhi Tes Fungsi Hati

Dikutip dari : Fancher, T.L., Kamboj, A., Onate, J. 2007. Interpreting Liver Function Tests. Current Psychiatry. 6(5): 61-68

Universitas Sumatera Utara

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

41

II.6.1 Tes Fungsi Hati

Pemeriksaaan kimia darah digunakan untuk mendeteksi kelainan hati,

menentukan diagnosis, mengetahui berat ringannya penyakit, mengikuti

perjalanan penyakit dan penilaian hasil pengobatan. Pengukuran kadar

bilirubin serum, AST, ALT, ALP, GGT, dan albumin sering disebut sebagai tes

fungsi hati atau Liver Function Test. Pada banyak kasus, tes-tes ini dapat

mendeteksi penyakit hati dan empedu asimtomatik sebelum munculnya

manifestasi klinik. Tes-tes ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama,

antara lain : (Amirudin, 2007)

1. Peningkatan aminotransferase, ALT, dan AST biasanya mengarah

pada perlukaan hepatoselular atau inflamasi

2. Keadaan patologis yang mempengaruhi sistem empedu intra dan

ekstrahepatik dapat menyebabkan peningkatan ALP dan GGT

3. Kelompok ketiga merupakan kelompok yang mewakili fungsi sintesis

hati, seperti produksi albumin, urea dan faktor pembekuan.

Tes Fungsi Hati tidak dapat menilai fungsi hati secara langsung dan

menentukan apakah hepatocyt injury atau kolestasis. Tes fungsi hati

standard meliputi penilaian enzim dan protein, khususnya ALT, AST, ALP,

total bilirubin, albumin dan total protein. Dalam tes fungsi hati biasanya juga

dinilai GGT dan Protrombin Time (PT). Alanine Aminotransferase dan AST

memiliki konsentrasi yang tinggi di hepar, namun ALT merupakan indikator

yang lebih spesifik untuk injury hepar. Alkaline Phosphatase terutama berasal

Universitas Sumatera Utara

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

42

dari hepar dan tulang. Bila kadar ALP meningkat secara menetap

mengindikasikan kolestasis kronik atau penyakit hati infiltratif (Fancher dkk,

2007).

Nilai normal tes fungsi hati untuk bilirubin 5-18 μmol/L, ALP 30-130

IU/L, AST 5-40 IU/L, ALT 5-35 IU/L, GGT 5-50 IU/l (Amirudin, 2007).

Pemeriksaan standard untuk tes fungsi hati meliputi ALT, AST, ALP,

total bilirubin, albumin, dan total protein. Selain itu juga dinilai GGT dan PT.

Nilai normal dan interpretasi dari tes fungsi hati dapat dilihat pada tabel 7

(Fancher dkk, 2007).

Tabel 8. Nilai normal tes fungsi hati

Dikutip dari : Fancher, T.L., Kamboj, A., Onate, J. 2007. Interpreting Liver Function Tests. Current Psychiatry. 6(5): 61-68

Universitas Sumatera Utara

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

43

Untuk menilai hasil dari fungsi hati harus berdasarkan gejala pasien,

pemeriksaan fisik, riwayat medik, riwayat penyakit dahulu dan riwayat

pemakaian obat. Interpretasi dari hasil tes fungsi hati dapat dilihat pada

gambar 4 (Fancher dkk, 2007).

Injury pada hepar didefinisikan apabila : (Fancher dkk, 2007)

a. Kadar ALT meningkat >3 kali dari batas atas nilai normal

b. Kadar ALP meningkat >2 kali dari batas atas nilai normal

c. Kadar bilirubin meningkat >2 kali dari batas atas nilai normal, bila

berhubungan dengan peningkatan kadar ALT atau ALP

Bila peningkatan kadar ALT predominan, dianggap sebagai suatu

injury hepatoseluler. Bila peningkatan kadar ALP predominan, maka

dianggap sebagai suspect injury kolestatik. Bila peningkatan pada ALT dan

ALP merupakan bentuk campuran dari injury hepatoseluler dan kolestatik

(Fancher dkk, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

44

Gambar 4 . Interpretasi Hasil Tes Fungsi Hati Dikutip dari : Fancher, T.L., Kamboj, A., Onate, J. 2007. Interpreting Liver Function Tests. Current Psychiatry. 6(5): 61-68

II.6.2 Bilirubin

Bilirubin merupakan produk katabolik hemoglobin yang dihasilkan

dalam sistem retikuloendotelial, dan dilepaskan dalam bentuk tidak

terkonjugasi kemudian masuk kedalam hati lalu diubah menjadi bentuk

bilirubin terkonjugasi yaitu mono dan diglukoronida oleh enzim UDP-

Universitas Sumatera Utara

Page 32: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

45

glucoronyltransferase. Serum bilirubin total yang normal bervariasi dari 2

sampai 21 μmol/L. Bilirubin tidak langsung (tak terkonjugasi) kurang dari 12

μmol/L dan bilirubin langsung (terkonjugasi) kurang dari 8 μmol/L (Gowda

dkk, 2009).

Kadar serum bilirubin lebih dari 17 μmol/L menunjukkan penyakit hati

dan kadar serum bilirubin lebih dari 24 μmol/L mengindikasikan tes

laboratorium hati abnormal. Jaundice terjadi bila konsentrasi bilirubin sekitar

40 μmol/L, dan dapat dilihat pada sklera, kulit, dan membran mukosa.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat terjadi oleh karena produksi bilirubin

secara berlebihan, penurunan pengambilan hati atau konjugasi atau

keduanya. Pada hepatitis viral, kerusakan hepatoseluler, kerusakan hati

iskemik atau oleh karena toksin dapat dijumpai kadar serum bilirubn

terkonjugasi yang lebih tinggi (Gowda dkk, 2009).

II.6.3 Alkaline Phosphatase (ALP)

Alkaline Phosphatase dapat dijumpai pada mukosa epitel dari usus

kecil, tubulus proksimal ginjal, tulang, hati dan plasenta. Alkaline

Phosphatase berperan dalam transportasi lipid di usus dan kalsifikasi tulang.

Aktivitas serum ALP terutama berasal dari hati. Pada hepatitis viral akut, ALP

biasanya normal atau meningkat. Peningkatan kadar ALP dalam waktu yang

cukup lama berhubungan dengan Hepatitis A yang disertai dengan

kolestasis. Metastasis hati dan tulang juga dapat menyebabkan peningkatan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

46

kadar ALP. Penyakit lain seperti penyakit infiltratif hati, abses, penyakit hati

granulomatosus dan amyloidosis dapat menyebabkan penigkatan kadar ALP

(Gowda dkk, 2009).

II.6.4 Aspartate Amino Transferase (AST)

Aspartate Amino Transferase mengkatalis reaksi transaminasi.

Aspartate Amino Transferase terdapat dalam 2 bentuk isoenzim yang

berbeda secara genetik, yaitu bentuk mitokondria dan sitoplasmik. Aspartate

Amino Transferase ditemukan dalam konsentrasi tertinggi yaitu di jantung,

dibandingkan dengan jaringan lain dalam tubuh seperti hati, otot rangka dan

ginjal. Peningkatan kadar AST mitokondria terlihat pada jaringan nekrosis

yang luas selama infark miokard dan juga penyakit hati kronik. Sekitar 80%

dari aktivitas AST hati merupakan kontribusi dari isoenzim mitokondria,

sedangkan sebagian besar aktivitas sirkulasi AST pada orang normal berasal

dari isoenzim sitosolik. Perubahan kadar AST biasanya dijumpai pada pasien

sirosis hati dan juga penyakit hati lainnya dengan kadar ALT yang juga

meningkat (Gowda dkk, 2009).

II.6.5 Alanine Amino Transferase (ALT)

Alanine Amino Transferase dapat ditemukan di ginjal, jantung, otot dan

konsentrasi yang tertinggi dijumpai di hati dibandingkan dengan jaringan lain

dari tubuh. Alanine Amino Transferase merupakan katalis sitoplasmik murni

Universitas Sumatera Utara

Page 34: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

47

dari reaksi transaminasi. Pada setiap cedera sel hati dapat meningkatkan

kadar ALT. Peningkatan kadar ALT lebih dari 300 U/L dianggap tidak spesifik.

Peningkatan kadar ALT lebih dari 500 U/L sering dijumpai pada penyakit

yang mengenai hepatosit secara primer seperti hepatitis viral, kerusakan hati

iskemik, dan kerusakan hati yang disebabkan oleh toksin. Meskipun terdapat

hubungan antara peningkatan kadar ALT yang sangat tinggi dan spesifitas

untuk penyakit hepatoseluler, puncak absolut dari peningkatan ALT tidak

berhubungan dengan luasnya kerusakan sel hati. Virus hepatitis seperti

A,B,C,D, dan E dapat menyebabkan peningkatan kadar ALT. Bila

peningkatan kadar ALT menetap hingga lebih dari 6 bulan setelah hepatitis

akut maka didiagnosa sebagai hepatitis kronik (Gowda dkk, 2009).

II.6.6 Gamma Glutamyl Transferase (GGT)

Gamma Glutamyl Transferase merupakan enzim mikrosomal yang

dijumpai pada hepatosit dan sel epitel empedu, tubulus ginjal, pankreas dan

usus. Gamma Glutamyl Transferase juga dijumpai pada membran sel yang

melakukan transportasi peptida kedalam sel yang melewati membran sel dan

terlibat dalam metabolisme glutation. Aktivitas serum GGT terutama

berhubungan dengan sistem hepatobilier, meskipun dijumpai dalam

konsentrasi yang lebih tinggi pada ginjal. Pada hepatitis viral akut, kadar GGT

akan mencapai puncak pada minggu kedua datau ketiga dan dapat bertahan

hingga 6 minggu. Peningkatan kadar GGT dapat dijumpai pada 30% pasien

Universitas Sumatera Utara

Page 35: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

48

hepatitis C kronik. Peningkatan kadar serum GGT hingga lebih dari 10 kali

dapat dijumpai pada alkoholisme. Serum GGT juga dapat sebagai marker

awal dari stres oksidatif (Gowda dkk, 2009).

II.7 RISIKO KARBAMAZEPIN TERHADAP FUNGSI TIROID

Karbamazepin mempunyai efek terhadap fungsi tiroid, yaitu penurunan

konsentrasi hormon tiroid. Hal ini disebabkan oleh karbamazepin sebagai

OAE generasi lama mengandung zat yang dapat merangsang enzim yang

dapat meningkatkan metabolisme glukoronide dari hormon tiroid (Anderson,

2004).

Salah satu hipotesis menyebutkan bahwa karbamazepin

mempengaruhi transport aktif transmembran dari T4 (bukan T3) pada

berbagai jaringan, sehingga pada sebagian besar pasien-pasien epilepsi

dijumpai penurunan kadar T4 sementara kadar TSH normal. Penurunan

kadar T4 dapat dijumpai pada satu bulan setelah terapi, kemudian menetap

selama terapi karbamazepin dilanjutkan. Karbamazepin dapat merubah

konsentrasi serum T4 oleh karena karbamazepin dapat menginduksi sistem

enzim P450, yang menginduksi sistem hepatik. Karbamazepin juga dapat

meningkatkan metabolisme hormon tiroid. Gangguan fungsi tiroid pada

pasien yang mendapat terapi karbamazepin tidak dimediasi oleh karena

aktivasi dari mekanisme autoimun. Namun perubahan klinik yang signifikan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

49

dari konsentrasi serum hormon tiroid selama terapi karbamazepin masih

belum diketahui pasti (Verotti dkk, 2009).

Cytochrome P450 complex (CYP3A) mengandung enzim-enzim yang

berperan pada oksidatif dan mengurangi reaksi. Dimana beberapa dari

enzim-enzim tersebut dapat di induksi oleh karbamazepin. Kemudian

menghasilkan produk khusus yang dapat mereduksi kadar hormon tiroid

(George dan Joshi, 2007).

Karbamazepin dapat mempercepat metabolisme dari hormon tiroid

dengan cara menginduksi sistem enzim hepatik P450 yang kemudian

menyebabkan peningkatan metabolisme hormon-hormon tiroid dan

mengganggu hormon tiroid berikatan dengan tiroid-globulin (Yilmaz dkk,

2014).

Kadar hormon tiroid (T4 dan T3) menurun pada 14 hari setelah

mendapat terapi karbamazepin (400mg/hari) pada subjek yang sehat. Hal ini

sesuai dengan rentang waktu dari kerja enzim yang terkandung dalam

karbamazepin (Anderson, 2004).

II.8 RISIKO KARBAMAZEPIN TERHADAP FUNGSI HATI

Karbamazepin dapat menginduksi enzim sehingga meningkatkan GGT

dan mempengaruhi ALP. Karbamazepin dapat menyebabkan kolestatik dan

injury hepatoseluler, serta pembentukan granuloma di hepar. Metabolit

karbamazepin memegang peranan penting dalam patogenesis hipersensitif

Universitas Sumatera Utara

Page 37: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

50

dan hepatotoksik karbamazepin. Pada studi metabolisme invitro

menggunakan inhibitor enzim dan enzim murni mengindikasikan adanya

pembentukan epoksid stabil dan metabolit reaktif, yang tergantung pada CYP

3A4. Secara invivo, karbamazepin sendiri dapat menginduksi metabolitnya

melalui CYP 3A4 serta pembentukan metabolit 2 dan 3 cincin hidroksil, yang

kemudian berubah menjadi oksida arene sementara yang tidak stabil, dimana

bentuk ini dapat menyebabkan pembentukan hapten (Pandit dkk, 2012).

Biotransformasi hepatik merupakan jalur eliminasi utama dari

karbamazepin. Epoksidasi dan hidroksilasi merupakan jalur metabolik dan

reaksi konjugasi yang berperan. Hasil metabolik utama yaitu 10,11-CBZ

epoksida merupakan bentuk aktif secara farmakologik. Karbamazepin dapat

menginduksi metabolismenya sendiri (autoinduction) yang dimulai dalam 24

jam pertama setelah terapi awal dan selesai dalam > 3-5 minggu dari terapi.

Reaksi hepatotoksik biasanya dijumpai dalam 3-4 minggu setelah dimulai

terapi dan tidak tergantung pada kadar serum karbamazepin. Gejala

hepatotoksik biasanya membaik setelah obat dihentikan (Ahmed dan Siddiqi,

2006).

Mekanisme karbamazepin dalam menyebabkan kerusakan hepar

masih kontroversi, namun diduga oleh karena obat ini di metabolisasi di

hepar dan di ekskresikan melalui urine sekitar 12%. Karbamazepin

mengalami metabolisme oksidatif menjadi beberapa epoksida. Epoksida

Universitas Sumatera Utara

Page 38: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

51

tersebut menyebabkan toksisitas hematologik dan hepatotoksisitas (Sabariah

dkk, 2014).

II.9 RISIKO ASAM VALPROAT TERHADAP FUNGSI TIROID

Pada penelitian terakhir dilaporkan bahwa asam valproat dapat

mempengaruhi fungsi tiroid pada pemakaian lebih dari 6 bulan. Diduga asam

valproat dapat menginhibisi somatostatin, yang merupakan inhibitor utama

dari sekresi TSH melalui GABA (Turan dkk, 2013).

Diduga asam valproat dapat mempengaruhi fungsi tiroid dengan cara

menginduksi sistem enzim mikrosom. Asam valproat mengalami metabolisasi

di hepar melalui konjugasi glukoronide dan oksidasi, yang kemudian

mempengaruhi kadar hormon tiroid dengan jalan menganggu jalur metabolik

hepatik (Teleanu dkk, 2013).

Pada beberapa penelitian terdahulu didapatkan pengaruh asam

valproat terhadap TSH, meskipun hal ini masih kontroversi. Peningkatan

kadar TSH pada pasien dengan asam valproat oleh karena asam valproat

dapat mempengaruhi sekresi, metabolisme, dan regulasi feedback dari

sekresi TSH. Asam valproat dalam mempengaruhi sekresi TSH diduga

melalui GABAnergik yang terkandung di dalam asam valproat. Disisi lain,

asam valproat juga mempengaruhi berat badan yang berhubungan dengan

kadar TSH (Pylvanen, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 39: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

52

Salah satu hipotesis menyebutkan bahwa pada pasien-pasien yang

menggunakan asam valproat mengalami inhibisi somatostatin, yang

merupakan inhibitor penting dalam sekresi TSH melalui stimulasi GABA.

Selain itu, asam valproat juga menyebabkan defisiensi selenium dan zinc,

yang berhubungan dengan kejadian hipotiroidsm subklinik (Turan dkk, 2014).

Asam valproat dapat mempengaruhi TSH, diduga oleh karena asam

valproat menyebabkan peningkatan GABA, yang berpengaruh pada kelenjar

pituitari dalam menghambat sekresi TSH (Gracious dkk, 2004).

II.10 RISIKO ASAM VALPROAT TERHADAP FUNGSI HATI

Asam valproat sudah sejak lama diketahui dapat menyebabkan

hepatotoksisitas akut. Terdapat 2 tipe asam valproat dalam menyebabkan

hepatotoksisitas. Tipe pertama yaitu perubahan kadar serum enzim hati dan

rendahnya kadar plasma fibrinogen yang tergantung pada dosis dari asam

valproat, dimana kondisi ini kembali normal setelah asam valproat dihentikan.

Tipe kedua yaitu reaksi idiosinkratik reversible, namun jarang ditemukan

(Koenig dkk,2006).

Hipotesis yang menjelaskan hubungan hepatotoksisitas dan asam

valproat yaitu disebabkan oleh interaksi beberapa faktor seperti faktor

genetik dan metabolik, serta efek obat pada metabolisme mitokondria.

Beberapa mekanisme asam valproat dalam menyebabkan hepatotoksisitas

yaitu pembentukan metabolit reaktif dari asam valproat, defisiensi koenzim A

Universitas Sumatera Utara

Page 40: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

53

yang diinduksi oleh asam valproat, defisiensi carnitine, gangguan

metabolisme dan stres oksidatif sebagai akibat aktifitas radikal bebas (Silva

dkk, 2008).

Beberapa mekanisme asam valproat dalam menyebabkan hepatopati

yaitu inhibisi dari oksidasi β dan posforilasi oksidatif, inhibisi glukoneogenesis

dan sintesis urea, efek steatogenik dan penurunan carnitine intraselluler.

Reduksi CoA interselluler merupakan jalur sentral utama dari asam valproat

dalam menyebabkan hepatotoksisitas (Koenig dkk,2006).

Asam valproat merupakan OAE yang telah dipakai secara luas. Asam

valproat biasanya dapat ditoleransi dengan baik, namun perubahan pada

fungsi hati dijumpai dapat dijumpai pada 20% pasien. Hipotesis tentang

mekanisme toksisitas asam valproat yaitu keterlibatan asam valproat dengan

oksidasi β dari lipid endogen. Asam valproat membentuk konjugasi ester

dengan carnitine yang pada akhirnya menyebabkan defisiensi carnitine

sekunder. Pada beberapa studi invitro mengindikasikan bahwa derivat

tioester dari asam valproat dan koenzim A dapat dijumpai dalam bentuk

metabolik sementara pada jaringan hepar. Deplesi dari koenzim A atau asam

valproat CoA ester sendiri dapat bertanggungjawab pada inhibisi dari

metabolisme mitokondria, pengurangan ATP dan akhirnya menyebabkan

kematian sel (Pandit dkk, 2012).

Terapi asam valproat dapat berhubungan dengan terjadinya

hiperammonemia, dengan dijumpai kadar AST, ALT dan ALP yang normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

54

Mekanisme hiperammonemia tersebut dapat merupakan suatu keadaan

kerusakan hepatik akut, namun dapat juga dijumpai pada terapi asam

valproat akut. Idiosinkratik toksisitas hepatik terhadap asam valproat

biasanya terjadi dalam 2-3 bulan pertama terapi (Ahmed dan Siddiqi, 2006).

Reaksi perubahan dari β-oksidasi ke bentuk ω-oksidasi merupakan

pencetus yang berperan dalam patogenesis. Bentuk ini kemudian menjadi 4-

enVPA, yang merupakan senyawa yang dapat menyebabkan steatosis

mikrovesikular sebagai tanda hepatik injury yang di induksi oleh asam

valproat. Mekanisme lainnya yaitu deplesi dari L-carnitine (Ahmed dan

Siddiqi,2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 42: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

55

II.11 KERANGKA TEORI

KARBAMAZEPIN

EPILEPSI

ASAM VALPROAT

HEPATOTOKSIK

GANGGUAN HORMON TIROID

KERUSAKAN HATI

Cytochrome P450 Kompleks

GANGGUAN FUNGSI TIROID

GANGGUAN FUNGSI HATI

CBZ ↑ALT, AST, ALP, GGT (Ahmed dkk,2006)

VA reduksi CoA interselluler hepatotoksisitas (Koenig dkk, 2007))

VA β oksidasi ω oksidasi 4-en VPA steatosis mikrovesikuler

VA mengganggu jalur metabolik hepatik kadar hormon tiroid (Teleanu dkk,

(VA ↑ GABA menginhibiisi somatostatine inhibisi sekresi TSH Turan dkk, 2013)

CBZ induksi CYP3A ggn transport aktif transmembran T4 kadar T4 ↓(Verotti dkk, 2009)

CBZ induksi CYP3A metaboilisme hormon tiroid ↑ ggn hormon tiorid berkatan dgn tiroid globulin (Yilmaz dkk, 2014)

CBZ induksi CYP3A produk khusus reduksi hormon tiroid (Geeorge dkk, 2007)

CBZ autoinduction reaksi hepatotoksik (Ahmed dkk, 2006)

CBZ CYP 3A4 epoksid stabil &metabolit reaktif (Pandit dkk, 2012)

VA T4 ↓, TSH ↑ pada bulan ke I, VI, XII (Yilmaz dkk, 2014) CBZ T4 ↓, T3 dan TSH normal

((Isojarvi dkk, 2001 &Veroti dkk, 2009) VA T4 ↓, T3 ↓, TSH ↑ (Punal

dkk, 1999)

VA ALP ↑, AST ↑, ALT ↑ (Salehiomran dkk, 2010)

CBZ ↑ALP (Husein dkk, 2013)

Universitas Sumatera Utara

Page 43: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65696 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 EPILEPSI II.1.1 Definisidi India puncaknya pada usia 10-19

56

II.12 KERANGKA KONSEP

EPILEPSI

KARBAMAZEPIN

FUNGSI HATI

FUNGSI TIROID

ASAM VALPROAT

Universitas Sumatera Utara