5_monang_sitorus

37
VISI (2009) 17 (1) 49 - 70 Pengaruh Pemberdayaan dan Pengawasan terhadap Kualitas Pelayanan Perijinan SIUP Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan Monang Sitorus ABSTRACT The aim of the research is to analyze the influence of empowering and contrroling improving on the quality ot trade permit service in board of industry and trade to Board of Industry and Trade of Medan City. The theory empowering testing writer by Clutterbuck dan Kernaghan (2003), and theory controlling testing writer by Stephen P. Robbins and Mary Coulter (2005). The theory service quality permit testing writer by Denhardt and Denhardt (2003). The use of methodology eksplanatori survey and responden sensus and influence the empowering (X 1 ) as well as of dimension to service quality (Y) is 45.1%. Influence the controlling (X 2 ) as well as of dimension to service quality (Y) is 20.3%. Influence the empowering (X 1 ) and controlling (X 2 ) to service quality (Y) 65.4% and the residue 34.6% influenced the other dissimilar factor (epsilon ------------- Keyword: empowering, controlling and service quality permit 1. Latar Belakang Penelitian Perijinan adalah termasuk kegiatan civil service, dan sebagai ciri/tanda bagi terbangunnya sektor ekonomi formal. Secara administratif, dari kegiatan perijinan diperoleh data potensi ekonomi, dan informasi dasar untuk mengukur pertumbuhan perekonomian yang dibangun melalui usaha-usaha formal. Karena itu, pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak terlepas dari kegiatan perekonomian yang dilakukan perusahaan sebagai subjek yang bergerak dalam berbagai bidang seperti industri jasa dan perdagangan. Karena itu, agar supaya data- data keberadaan perusahaan di suatu daerah dapat diinventariser, pemerintah Kota Medan membuat peraturan untuk menciptakan keteraturan izin operasional usaha perdagangan dengan menggulirkan Peraturan Daerah _____________ ISSN 0853 - 0203 49

Upload: indra-bioosh

Post on 02-Aug-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Pengaruh Pemberdayaan dan Pengawasan terhadap Kualitas Pelayanan Perijinan SIUP Pada Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kota Medan

Monang Sitorus

ABSTRACT

The aim of the research is to analyze the influence of empowering and contrroling improving on the quality ot trade permit service in board of industry and trade to Board of Industry and Trade of Medan City. The theory empowering testing writer by Clutterbuck dan Kernaghan (2003), and theory controlling testing writer by Stephen P. Robbins and Mary Coulter (2005). The theory service quality permit testing writer by Denhardt and Denhardt (2003). The use of methodology eksplanatori survey and responden sensus and influence the empowering (X1) as well as of dimension to service quality (Y) is 45.1%. Influence the controlling (X2) as well as of dimension to service quality (Y) is 20.3%. Influence the empowering (X1) and controlling (X2) to service quality (Y) 65.4% and the residue 34.6% influenced the other dissimilar factor (epsilon-------------Keyword: empowering, controlling and service quality permit

1. Latar Belakang PenelitianPerijinan adalah termasuk kegiatan civil service, dan sebagai ciri/tanda

bagi terbangunnya sektor ekonomi formal. Secara administratif, dari kegiatan perijinan diperoleh data potensi ekonomi, dan informasi dasar untuk mengukur pertumbuhan perekonomian yang dibangun melalui usaha-usaha formal. Karena itu, pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak terlepas dari kegiatan perekonomian yang dilakukan perusahaan sebagai subjek yang bergerak dalam berbagai bidang seperti industri jasa dan perdagangan. Karena itu, agar supaya data-data keberadaan perusahaan di suatu daerah dapat diinventariser, pemerintah Kota Medan membuat peraturan untuk menciptakan keteraturan izin operasional usaha perdagangan dengan menggulirkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang, Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan. Kemudian disusul Surat Keputusan Walikota Medan No. 35 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang, Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan.

Dengan dikeluarkannya Perda tersebut disamping bertujuan untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) juga dikandung untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan kegiatan usaha perdangangan. Mengingat bahwa upaya pendaftaran izin usaha perdagangan merupakan hal yang sangat vital dalam menunjang pembangunan kegiatan ekonomi daerah, maka pemberian pelayanan izin usaha perdagangan tersebut harus cepat, tepat, berkualitas dan terjangkau.

_____________ISSN 0853 - 0203

49

Page 2: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Untuk memenuhi amanah dari Perda tersebut yaitu memberikan pelayanan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) yang cepat, tepat, berkualitas dan terjangkau pimpinan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan mendorong karyawan di lingkungannya untuk mengikuti pemberdayaan melalui pendidikan dengan izin belajar atau tugas belajar dan berbagai pelatihan-pelatihan (Diklat) seperti Diklat Prajabatan, Diklat Kepemimpinan, Diklat Fungsional, dan Diklat Teknis. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 jumlah pegawai yang mengikuti pendidikan seperti tugas belajar 5 orang; izin belajar 15 orang. Sedangkan yang mengikuti Diklat Prajabatan 10 orang, Diklat Kepemimpinan 28 orang, Diklat Fungsional 5 orang, dan Diklat Teknis 21 orang. Disamping memberdayakan para pegawai dalam bentuk pendidikan dan pelatihan, pimpinan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan sebagai pimpinan penyelenggara pelayanan publik juga menerapkan pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan secara langsung oleh atasan pegawai yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Keputusan MENPAN No. 63 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Meskipun pegawai telah diberdayakan, dan dilakukan pengawasan melekat tetapi kualitas pelayanan perijinan SIUP belum berkualitas sebab hasil pengamatan peneliti di lapangan masih terlihat adanya gejala-gejala yang menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Gejala-gejala tersebut, salah satu diantaranya setiap pengurusan perijinan masyarakat selalu dibebani dengan biaya-biaya yang tidak resmi, prosedur pelayanan terlalu birokratis, dan setiap pengurusan izin melalui banyak meja-meja, dan tiap meja ada kutipan. Gejala lain, tidak adanya kepastian waktu mengenai pengurusan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Lama pengurusan atau waktu standar yang ditetapkan selama 7 hari, ternyata realisasinya di atas 2 (dua) minggu, tetapi apabila diurus calo dapat selesai 1 (satu) hari. Gejala lain menunjukkan, ketika klien sampai di ruangan kantor pelayanan, sikap para petugas kurang memberikan perhatian, keramahan, dan kesopanan. Para petugas kurang tanggap melayani para klien. Sehingga mengakibatkan munculnya keluhan-keluhan para klien terhadap perilaku aparat birokrasi dalam memperoleh pelayanan perijinan. Tentu saja fenomena tersebut akan mengakibatkan kekecewaan masyarakat terhadap bentuk pelayanan yang diterima.

Hasil temuan-temuan peneliti dilapangan tersebut sejalan dengan apa yang dilansir (dimuat) di media cetak harian Waspada 10 April 2007 diantaranya memuat berita tentang kepastian waktu pengurusan SIUP di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan tidak jelas, dimana waktu yang ditetapkan tidak konsisten, tetapi apabila di urus calo dapat selesai 1 (satu) hari. Demikian juga sikap para petugas yang memberikan pelayanan SIUP kurang tanggap, kurang ramah melayani para klien. Masyarakat sulit membedakan secara fisik antara petugas (aparat) dan bukan aparat (calo), sebab calo mempunyai akses ke “dalam lembaga”. Kemudian pada harian Medan Bisnis 2 Juli 2007, juga melansir bahwa prosedur pengurusan perijinan SIUP di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan terlalu birokratis, menunda-nunda waktu, serta melalui banyak meja-meja,

_____________ISSN 0853 - 0203

50

Page 3: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

dan tiap meja ada kutipan, sehingga masyarakat selalu dibebani dengan biaya-biaya yang tidak resmi.

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian di atas, maka tema sentral penelitian ini akan dituangkan dalam judul penelitian “pengaruh pemberdayaan dan pengawasan terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan”.

2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang fenomena yang disajikan diatas maka

dirumuskan pernyataan penelitian (problem statement), yaitu “adakah pengaruh pemberdayaan dan pengawasan terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan?

3. Hipotesis PenelitianHipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu:

1. Terdapat pengaruh pemberdayaan beserta dimensi-dimensinya yaitu tujuan-tujuan, sikap-sikap manajemen, pelatihan dan pengembangan, seleksi dan rekrutmen karyawan terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Medan

2. Terdapat pengaruh pengawasan beserta dimensi-dimensinya yaitu standars, measurements, comparison dan action terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Medan

4. Landasan Teori

4.a. Teori Pemberdayaan AparaturSesungguhnya, diantara sarana manajemen yang amat strategis/terpenting

dikelolah adalah men dan women. Agar mereka dapat bekerja dengan sungguh-sungguh maka perlu diberikan pemberdayaan. Pemberdayaan merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas pegawai dari keadaan yang ada sekarang atau dari kurang berdaya menjadi lebih berdaya sehingga pegawai semakin profesional dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Saefullah (2007:192) mengatakan bahwa ”semakin berdaya atau semakin memiliki kekuatan aparatur maka akan meningkatkan kemampuannya untuk menciptakan sikap profesionalisme dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya”. Hal senada juga diungkapkan Hughes, Ginnet and Curphy (2006:539) kata mereka ”pemberdayaan itu akan membuat pegawai semakin kuat, artinya ada perubahan sebelum ada pemberdayaan, seperti yang disajikan pada gambar berikut:

_____________ISSN 0853 - 0203

51

Page 4: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Gambar 1. : Hubungan antara sebelum dan sesudah Pemberdayaan.Sumber : Hughes, Ginnet and Curphy (2006:539)

Berdasarkan gambar 1 di atas ternyata ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan pemberdayaan kepada karyawan. Pemberdayaan ada jika dapat menghilangkan budaya menunggu perintah, petunjuk, atau pengarahan dari pimpinan (atasan) sebab yang ada adalah ketergantungan. Sebagaimana diungkapkan Tampubolon (2001: 169) mengatakan bahwa pemberdayaan tidak akan terjadi apabila ”orang hanya menunggu perintah, petunjuk, atau pengarahan dari pimpinan (atasan), sebab prakarsa, inovasi, dan kreativitas tidak berkembang yang berkembang adalah ketergantungan”. Hal senada juga diungkapkan, Gaspersz (1997:89) mengatakan karyawan merasa terberdaya (empowered employees) apabila mereka merasa: (1). Pekerjaan mereka merupakan milik mereka; (2). Mereka bertanggungjawab; (3). Mereka mengetahui di mana mereka berada; (4). Mereka memiliki beberapa pengendalian atas pekerjaan mereka.

Siagian (2001a:34) dan Soerjono (2000: 21) juga mengatakan bahwa ”salah satu bentuk pemberdayaan yang diberikan kepada pegawai ialah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal yang menyangkut pekerjaannya”. Jika diinterpretasikan pendapat para ahli tersebut intinya adalah untuk menciptakan ”rasa memiliki”. De Vrye (dalam Trielestari, 2006:9-10), mengatakan bahwa huruf E pada kata terakhir atau Empower merupakan bagian dari strategi kata SERVICE itu sendiri. Artinya, pemberdayaan sangat penting dan menentukan baik buruknya pelayanan. Dengan mendelegasikan wewenang berarti pimpinan berusaha mengembangkan kemampuan para pegawai bawahannya. Bahkan Stewart (1994:22-23) mempertajam lagi bahwa: ”pemberdayaan bukan hanya sebatas pada pendelegasian wewenang, melainkan merupakan cara yang amat praktis dan produktif mendapatkan yang terbaik dari diri kita dan dari staf kita, karena mereka dekat dengan pelanggan”. Dari pemahaman di atas, pemberdayaan terjadi jika kekuasaan atau power mengalir kepada pegawai/ staf garis depan (front line staf) sehingga didalam dirinya ada rasa memiliki dan mengendalikan tugas-tugasnya (Soerjono, 2000: 231).

Untuk mengetahui tolok ukur pemberdayaan yang diberikan kepada pegawai, para ahli organisasi dan manajemen merumuskan dimensi-dimensi pemberdayaan itu sendiri. Adapun dimensi-dimensi pemberdayaan menurut Luthans (2005:423) mengatakan ada tiga dimensi pemberdayaan yaitu (1).

_____________ISSN 0853 - 0203

Empowered EmployeeSelf determinedSence of meaningHigh competenceHigh influence

Unempowered EmployeesOther-determinedNot sure if what they do is importantLow competenceLow influence

52

Page 5: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Innovation; (2). Access to Information; (3). Accountability and Responsibility. Mc Shane and Glinow (2005:191) mengatakan terdapat empat dimensi pemberdayaan yaitu (1). Self-determination; (2). Meaning; (3). Competence; (4). Impact. Hughes, at.al (2006:537) terdapat dua jenis pemberdayaan baik dalam skop makro dan mikro. Pemberdayaan secara makro dimensinya: Motivation, Learning, Stress. Pemberdayaan secara mikro dimensinya: (1). Self determined; (2). Meaning; (3). Competence, (4). Influence. Clutterbuck dan Kernaghan (2003:209) mengatakan dimensi-dimensi pemberdayaan terdiri dari (1). Tujuan-tujuan; (2). Sikap-sikap manajemen; (3). Pelatihan dan pengembangan; (4). Seleksi dan rekrutmen karyawan; (5). Struktur dan sistem. Sedangkan pendapat Stewart (1994 : 112-127) dimensi-dimensi pemberdayaan meliputi : (1). Envision; (2). Educate; (3). Eliminate ; (4). Express; (5). Enthuse; (6). Equip; (7). Evaluate; (8). Expect.

Mengacu kepada dimensi-dimensi pemberdayaan yang disajikan di atas, teori pemberdayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai grand theory atau sebagai pisau analisis adalah teori pemberdayaan yang diciptakan oleh Clutterbuck dan Kernaghan (2003). Pertimbangan menggunakan teori ini. Pertama, Clutterbuck dan Kernaghan (2003) menggunakan dimensi pendidikan dan pengembangan. Hal ini dipertegas Siagian (2001b:195) mengatakan bahwa : ”pengembangan merupakan bagian integral dari kehidupan mutu kekaryaan seseorang, dan setiap pegawai berkepentingan merencanakan pengembangan karirnya”. Kedua, sesuai dengan fenomena yang ditemui dilapangan, yang menunjukkan bahwa pimpinan Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Medan telah memberdayakan pegawainya melalui pendidikan dan pelatihan. Meski pegawai telah diberdayakan namun belum menunjukkan pelayanan SIUP yang berkualitas.

Karena itu, menurut Clutterbuck dan Kernaghan (2003:209) mengemukakan ada 5 (lima) bidang manajemen yang perlu diperhatikan untuk menciptakan organisasi yang diberdayakan. Kelima dimensi ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Dimensi Tujuan-tujuan.Sebelum pemberdayaan dilakukan tujuan pemberdayaan itu perlu

dijelaskan kepada pegawai apa yang akan dicapai jika pemberdayaan itu dilakukan. Misalnya setelah pemberdayaan dilakukan diharapkan dalam satu minggu kantor pelayanan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan dapat meningkatkan penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) sebanyak 30%, atau dapat memangkas waktu perijinan dari 6 hari kerja menjadi 4 hari kerja.

Jika manajer dan staf jelas memahami tujuan pemberdayaan dan merasuk kedalam dirinya, maka sarana untuk mempercepat capaian tujuan pelayanan perijinan dapat diserahkan kepada masing-masing individu. Karena itu, manajer dan staf yang akan diberdayakan perlu bersepakat mengenai tujuan dilakukannya pemberdayaan, sebab tanpa ada kesepakatan bersama pemberdayaan tidak akan membuahkan hasil, atau justru menimbulkan pertengkaran atas sumber-sumber daya atau menimbulkan perselisihan dalam organisasi yang diakibatkan oleh

_____________ISSN 0853 - 0203

53

Page 6: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

tujuan-tujuan yang kacau dan saling berlawanan. Adanya kejelasan tujuan pemberdayaan antara manajer dan staf akan menjadi pedoman (pijakan) yang mendasari kegiatan pemberdayaan apa yang hendak ingin dicapai pegawai manakala ia diberdayakan, tujuan juga menjadi standar pelaksanaan pemberdayaan, maupun menjadi inpirasi atau pemberi dorongan dalam pemberdayaan.

2. Dimensi Sikap-sikap manajemenDisamping tujuan dipahami bersama para manajer sebagai pemberdaya

harus memiliki sikap yang tegas kepada siapa perbedayaan itu diberikan, apakah pemberdayaan itu diperuntuhkan kepada pegawai yang langsung berhadapan dengan klien?. Sikap seperti ini perlu ditegaskan. Clutterbuck dan Kernaghan (2003:210) mengatakan bahwa : ”pegawai di lini depan merupakan prioritas untuk diberdayakan, karena mereka memahami harapan-harapan pelanggan dan faktor-faktor yang menghambat dalam memenuhi harapan-harapan pelanggan”. Hal ini disebabkan bahwa keberadaan atau kelangsungan organisasi tergantung kepada klien atau pelanggan. Karena itu, sikap manajemen untuk memberdayakan pegawai di lini depan sangat vital untuk menentukan keberadaaan organisasi, karena pegawai di lini depan mempunyai pengaruh langsung kepada klien, atau objek yang berhubungan dengannya. Sikap manajer yang baik sebagaimana dikemukakan Hidayat dalam Majalah Prisma Volume 11 Tahun 1986 mengatakan bahwa ”Sikap manajer yang mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan organisasi hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Sikap manajemen seperti ini sangat penting diterapkan kepada setiap pegawai di lini depan.

3. Dimensi Pelatihan dan pengembanganMelalui pendidikan diharapkan akan menambah pengetahuan, kemampuan,

keterampilan, kompetensi dan wawasan pegawai sehingga kemampuannya meningkat dalam melaksanakan tugas serta siap menerima pelimpahan wewenang dan tanggung jawab baru. Para pegawai diharapkan dapat mengakomodasi semakin meningkatnya akan tuntutan klien terhadap pelayanan perijinan yang berkualitas. Dessler (2000:253) mengatakan bahwa “pelatihan itu pada hakekatnya adalah proses pembelajaran “training is essentially a learning process”. Pelatihan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan kerja pegawai dalam memenuhi tuntutan cara kerja yang paling efektif sesuai dengan harapan/keinginan pelanggan. Hal senada juga diungkapkan Barker (2000 : 116) bahwa “pada dasarnya pemberdayaan lebih besar melalui pendidikan dan pelatihan pegawai”. Pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai dipahami sebagai upaya untuk menambah pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan wawasan sehingga mereka semakin tanggap dalam melaksanakan tugas serta sikap menerima tugas baru. Pembelajaran melalui diklat, dan materi yang relevan dengan pekerjaan pegawai, diharapkan para pegawai dapat mengakomodasi pertumbuhan, perkembangan kebutuhan pelayanan pada masyarakat. Nawawi (2005:290) juga mengatakan bahwa : “pengembangan karier adalah usaha yang dilakukan secara formal untuk meningkatkan dan

_____________ISSN 0853 - 0203

54

Page 7: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

menambah kemampuan yang diharapkan berdampak dan pengembangan dan perluasan wawasan, yang membuka kesempatan mendapatkan posisi/jabatan yang memuaskan dalam kehidupan sebagai pekerja”.

4. Dimensi Seleksi dan rekrutmen karyawan

Kualitas sumber daya manusia dalam organisasi tergantung kepada kualitas calon-calon pegawai (input) yang akan diterima. Rekrutmen adalah proses menarik orang-orang atau pelamar yang mempunyai kompetensi, minat dan kualifikasi yang tepat untuk mengisi posisi pekerjaan tertentu, misalnya pekerjaan untuk melayani perijinan SIUP atau sebagai pegawai di lini depan. Clutterbuck dan Kernaghan (2003:214) mengatakan bahwa ”perekrutan berbasis kompetensi bisa membantu menembus stereotif-stereotif tradisional, artinya seleksi bukan hanya sekedar menyaring jumlah pelamar, apalagi ada unsur subjektivitas. Melainkan seleksi untuk menemukan pegawai yang akan lebih mudah diberdayakan. Clutterbuck dan Kernaghan (2003:214) mengatakan ”ciri-ciri kepribadian dasar, gaya kerja dan perilaku, bukan pengalaman, kualifikasi pendidikan atau kemampuan-kemampuan teknis, sebab bagaimanapun kita bisa mengajarkan memberdayakan berupa keterampilan-keterampilan teknis, tetapi melatih pegawai untuk mudah senyum bukan hal mudah”. Dengan demikian mendapatkan hasil seleksi yang tepat bukanlah hal yang mudah terutama merekrut orang-orang yang mudah senyum, menunjukkan sikap yang simpatik, dan menyapa klien dengan bahasa yang lembut dan sopan dalam memberikan pelayanan perijinan. Sebab menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi yang tepat merupakan cara yang tepat untuk memberdayakan mereka, sebab mereka dapat berkreasi dalam pekerjaannya karena sesuai dengan keahlian dan kecakapannya.

5. Dimensi Struktur dan sistem.Struktur dan sistem sangat penting dalam pemberdayaan pegawai

sebagaimana dikemukakan Clutterbuck dan Kernaghan (2003:215) yaitu “adanya mekanisme-mekanisme formal yang diatur dalam suatu struktur dan sistem yang baku”. Mekanisme formal ini akan mempermudah jalannya jalur komunikasi dua arah yang baik dari lini depan ke manajemen puncak. Dimana pegawai paling depan (front line) harus mendapatkan informasi yang sama mulai dari manajemen puncak mengenai harapan-harapan pelanggan dan persepsi pelanggan mengenai kinerja mereka.. Sehingga dalam hal ini terbentuk suatu pola tetap yang menunjukkan kedudukan, tugas dan wewenang setiap petugas layanan perijinan. Sebagaimana dikemukakan Handoko (1998:169) mengatakan bahwa: ”struktur adalah mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola”.

Struktur bertujuan untuk mengorganisir dan mendistribusikan pekerjaan diantara anggota-anggota organisasi sehingga aktivitas yang dilakukannya dapat berjalan dan mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Dengan dibentuknya struktur dan system dalam bentuk konfigurasi (bagan) yang baku akan menjadi pola tata hubungan yang baku dalam organisasi pelayanan perijinan. Struktur organisasi mengidentifikasi dan membedakan bagian-bagian individu suatu organisasi dan

_____________ISSN 0853 - 0203

55

Page 8: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

merekatkan mereka secara bersama-sama dalam melaksanakan tugasnya secara terintegrasi.

4.b. Teori PengawasanPengawasan adalah salah fungsi fundamental manajemen yang pada

hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara Das Sollen (standard) dengan Das Sein (situasi kenyataan yang diperoleh). Melakukan kegiatan membandingkan kerapkali akan melahirkan adanya penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan tersebut disebut gap. Menurut Winardi (1999:181) Gap adalah A problem is a deviaation from a standard (or from certain objective to be reacfed). Karena itu, fungsi controlling bukan saja mencakup tindakan mengawasi dan mengkonfrontir fakta adanya penyimpangan tetapi melakukan koreksi (perbaikan) terhadap deviasi-deviasi yang terjadi. Robbins and Coulter (2005:458) mengatakan “control the process of monitoring activities to ensure that they are being accomplished as planned and of correcting any significant deviation”. Sebagaimana diungkapkan Atmosudirdjo (1982:125) “pangkal dari semua pengawasan adalah rencana”. Hal senada juga dikemukakan Ruky (2002: 155) mengatakan bahwa “perencanaan yang baik akan memungkinkan kita melakukan pengawasan untuk mengukur kemajuan yang diperoleh dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan sehingga tindakan perbaikan dapat diambil bila kemajuan tersebut dianggap tidak memuaskan”. Misalnya, rencana penerbitan SIUP ditetapkan selama 6 hari kerja, inilah yang perlu diukur apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dapat diterbitkan pada 6 hari kerja. Winardi (1979 : 135), mengemukakan bahwa "Perencanaan dan pengawasan merupakan kedua belahan mata uang sama". Demikian juga menurut BAPPENAS (2007:47) mengatakan bahwa ”sistem pengawasan adalah salah satu bagian dari penerapan prinsip–prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance)”. Artinya, dalam pemerintahan yang baik mengharuskan atau dibutuhkan adanya pengawasan. Pentingnya pengawasan dalam pemerintahan yang baik (good governance) telah diatur dalam Keputusan MENPAN No. 63 Tahun 2004. Kemudian diperkuat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang OMBUSMAN Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik. Lembaga ini bertujuan untuk mengawasi atau mencegah penyimpangan pelayanan publik (maladministrasi) oleh penyelenggara negara peayanan publik baik instansi negara/pemerintah BUMN, BUMD BHMN termasuk swasta maupun perseorangan yang memberikan pelayanan publik tertentu yang didanai oleh APBN/APBD.

Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik ada beberapa dimensi-dimensi pengawasan yang perlu dipahami oleh pengawas. Hani Handoko (1998: 363) mengatakan terdapat; 5 (lima) dimensi pengawasan yaitu (1). Penetapan standar hasil yang diinginkan; (2). Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (3). Pengukuran pelaksanaan kegiatan; (4). Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan; (5). Pengambilan tindakan korektif bila diperlukan. Sedangkan, Robbins and Coulter (2005:460) terdiri dari empat dimensi yaitu: standars, measurements, comparison dan Action. Keempat dimensi-dimensi

_____________ISSN 0853 - 0203

56

Page 9: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

pengawasan yang diciptakan Stephen P. Robbins and Mary Coulter (2005) merupakan acuan atau grand theory dalam penelitian, lebih jelasnya ini akan diuraikan lebih lanjut. 1. Dimensi Menetapkan standar (Standards) yaitu penetapan patokan (target)

atau hasil yang diinginkan, untuk dapat dilakukan sebagai perbandingan hasil ketika berlangsungnya kegiatan organisasi. Standar juga merupakan batasan tentang apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan dan target organisasi. Adanya standar atau hasil yang diinginkan, maka dengan mudah untuk mengetahui penyimpangan kualitas pelayanan. Standar harus jelas, tepat dan dapat terukur termasuk dalam batas waktunya, sehingga mudah dikomunikasikan dan diterjemahkan atau dilaksanakan oleh para pelaksana. Adanya penetapan target atau sasaran yang diinginkan akan menjadi sebuah kriterium guna mengukur kenyataan yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan keadaan yang diinginkan. Selain kejelasan rumusan hasil atau terget yang diinginkan juga sebagai kejelasan tolok ukur standar kualitas layanan. Bila target yang diinginkan manajemen Dinas Perdagangan dan Perindustrian tidak jelas atau tidak terukur secara kuantitatif akan mengakibatkan tidak berfungsinya pengawasan.

2. Dimensi Pengukuran (measurement). Pengukuran merupakan proses yang berulang-ulang dilakukan dan terus menerus dan benar, baik intensitasnya dalam bentuk pengukuran harian, mingguan, atau bulanan sehingga tampak yang diukur antara mutu dan jumlah hasil. Penetapan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, menurut Handoko (1998:364), mengatakan ada beberapa pertanyaan yang penting yang harus dijawab sebelum melakukan pengukuran yaitu : (a). Berapa kali (how often) pelaksanaan seharusnya diukur-setiap jam, harian, mingguan, bulanan. (b).Dalam bentuk apa (what form) pengukuran dilakukan, apakah laporan tertulis, inspeksi mendadak, melalui telepon; (c). Siapa (who) yang akan terlibat melakukan pengawasan, manajer, staf departemen.

3. Dimensi Membandingkan (compare), yaitu membandingkan hasil yang dicapai dengan target atau standar yang telah ditetapkan, mungkin kinerja lebih tinggi, atau lebih rendah atau sama dengan standar. Proses ini akan menemukan adanya penyimpangan-penyimpangan antara standar dengan realisasi, apakah standar dapat tercapai. Melakukan perbandingan akan mudah mengetahui penyimpangan yang terjadi. Bila perbandingan tidak dilakukan antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang dihadapi maka fungsi manajemen tidak berfungsi. Karena itu, pihak manajemen Dinas Perdagangan dan Perindustrian perlu melakukan perbandingan antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang dihadapi.

4. Dimensi Melakukan tindakan (action,) yaitu keputusan mengambil tindakan koreksi-koreksi atau perbaikan. Bilamana telah terjadi penyimpangan (deviasi) antara strandar dengan realisasi perlu melakukan tindakan Follow-Up berupa mengoreksi penyimpangan yang terjadi. Proses Follow-Up atau tindakan ini dapat dilakukan apakah dengan merubah standar, ukuran atau norma. Menurut

_____________ISSN 0853 - 0203

57

Page 10: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Handoko (1998:365) tindakan koreksi mungkin berupa : (a). Mengubah standar mula-mula (barangkali terlalu tinggi atau terlalu rendah). (b). Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspeksi terlalu sering frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran itu sendiri). (c). Mengubah cara dalam menganalisa dan menginterpretasikan penyimpangan-penyimpangan. Keempat dimensi-dimensi pengawasan perlu dilakukan oleh pihak manajemen Dinas Perdagangan dan Perindustrian agar pengawasan itu dapat berfungsi dengan baik.

4.c. Teori Kualitas Pelayanan.Adapun defenisi konsep kualitas menurut Kotler (1997:49) “kualitas

adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat”. Hellriegel.at.al. (2005: 130) mengatakan “Quality is how well a product or service what it is supposed to do how closely and reliably is satisfies the specification to which it buitt or provided”. Robbins dan Coulter (2005:502) mendefenisikan “Quality as the ability of product or service to reliably do what it’s supposed to do and satisfy customer expectations”. Jika mengkaji pendapat ahli tersebut mereka sepakat bahwa kualitas adalah sifat atau ciri suatu produk layanan yang disediakan penyedia layanan agar dapat memuaskan para pelanggan. Atau, kualitas adalah karakteristik produk barang atau jasa yang mempertemukan persyaratan/tuntutan antara kebutuhan masyarakat dengan pelanggan yang menggunakannya. Intinya kualitas adalah adanya ciri atau kemampuan suatu produk atau pelayanan yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan yang diharapkan konsumen (penerima layanan), jika suatu produk dapat memberikan kepuasan kepada penerima layanan maka pelayanan itu disebut berkualitas.

Kemudian pendapat Lovelock dan Wright (2005:15) mengatakan agar penyedia layanan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas ada 4 (empat) fungsi inti yang harus dipahami yaitu: (1). Memahami persepsi masyarakat yang senantiasa berubah tentang nilai dan kualitas jasa atau produk; (2). Memahami kemampuan sumber daya dalam menyediakan pelayanan; (3). Memahami arah pengembangan lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas yang diinginkan masyarakat terwujud, dan (4). Memahami fungsi lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas jasa/produk tercapai dan kebutuhan setiap stakeholders terpenuhi. Pemahaman fungsi inti pelayanan publik tersebut dapat menjadi dasar untuk mempertinggi kualitas pelayanan yang baik. Sebagaimana diungkapkan Jasfar, (2005: 58) mengatakan bahwa “merupakan usaha apa saja yang digunakan untuk mempertinggi kepuasan pelanggan (whatever enhances customer satisfaction). Jika suatu produk layanan berkualitas maka akan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya”.

Kemudian, Zethaml, et al. (1990:36-37) mengemukakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi baik buruknya kualitas pelayanan yaitu (1). Word-of-mounth communication, yaitu apa yang didengar dari konsumen lain melalui komunikasi dari mulut ke mulut, hal ini merupakan factor yang sangat potensial

_____________ISSN 0853 - 0203

58

Page 11: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

dalam mempengaruhi konsumen, konsumen akan memberikan saran atau menginformasikan pada konsumen lain tentang pelayanan yang didapatkannya. (2). Personal needs, yaitu kebutuhan individu yang sangat tergantung terhadap karakteristik individu demikian juga terhadap situasi dan kondisi yang ada sehingga setiap konsumen memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap pelayanan yang dibutuhkannya. (3). Past experience, yaitu pengalaman di masa lampau juga mempengaruhi terhadap tingkatan harapan yang diinginkan konsumen. Apabila konsumen terbiasa dengan mendapatkan pelayanan-pelayanan yang memuaskan maka dia akan mengharapkan pelayanan minimal seperti yang pernah diterima bahkan lebih berkualitas lagi. (4). External communication from the service provider, yaitu komunikasi eksternal yang diberikan oleh pemberi layanan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara langsung melalui promosi, iklan dan tampilan-tampilan lain yang memberikan harapan akan pemenuhan kebutuhan konsumen.

Keempat faktor diatas menumbuhkan harapan yang didambakan atau diinginkan oleh konsumen ketika mendapatkan pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan. Antara harapan (kepuasan) pelanggan dengan penyedia layanan (front liner) bisa terjadi kesenjangan (gap). Menurut Zethaml, et al. (1990:37) terdapat 5 (lima) gap yang merupakan penyebab kegagalan dalam penyampaian jasa, yaitu : Gap 1 : Customers Expectations – Management Perceptions Gap; Gap 2: Management’s Perceptions-Service Quality Specification Gap; Gap 3: Service Quality Specifications – Service Delivery Gap; Gap 4 : Service Delivery – External Communications Gap; Gap 5: Expected Service – Perceived Service Gap. Penilaian konsumen terhadap kualitas jasa adalah hasil dari perbandingan antara harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman mereka (setelah menerima jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka mereka akan puas dan persepsinya positif, jika tidak terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.

Dengan demikian, tujuan utama dalam peningkatan kualitas pelayanan sebagaimana menurut Lovelock dan Wright (2005: 97) adalah untuk memperkecil kesenjangan (gap) sedapat mungkin. Untuk memperkecil kesenjangan (gap), dalam pelayanan publik salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi dimensi-dimensi pelayanan publik itu sendiri, yaitu dengan cara melihat kesenjangan antara pelayanan yang diberikan atau diharapkan pelanggan (expected service) dengan pelayanan yang dirasakan oleh penerima layanan (percieved service).

Adapun dimensi-dimensi kualitas pelayanan menurut pakar ahli administrasi negara yaitu Denhardt and Denhardt (2003: 61) mengatakan terdapat 8 delapan dimensi kualitas pelayanan sektor publik yaitu Convenience (kemudahan); Security (keamanan); Reliability (kehandalan); Personal attention (perhatian pada orang); Problem-solving (pemecahan masalah); Fairness (keadilan); Fiscal resposibility (tanggungjawab keuangan); Citizen influence (pengaruh masyarakat). Rosenbloom (1992:141) membagi kedalam tiga dimensi yaitu Efficiency (timeliness); Competence dan Fairness. Mc Kevit David (1998:53) menetapkan empat dimensi yaitu Tangibles; Reliability; Responsiveness; Assurance; Empathy.

_____________ISSN 0853 - 0203

59

Page 12: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Sedangkan Valarie A. Zeithaml.at.al.(2006: 117) yang berlatar belakang bisnis ini membagi kedalam lima dimensi yaitu Reliability (Kehandalan); Responsiveness (Daya Tanggap); Assurance (Jaminan); Empathy (Empati) dan Tangibles (Keberwujudan).

Berdasarkan dimensi-dimensi pelayanan publik yang disajikan para ahli di atas, maka grand teori yang akan digunakan (diujicobakan) sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori yang diciptakan Denhardt and Denhartd. Pertimbangan menggunakan teori ini. Pertama, mereka memasukkan dimensi “keadilan” (fairness) sebagai filosofi administrasi publik, sebab tanpa ukuran keadilan adimistrasi publik kurang tepat. Sebagaimana ditegaskan John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice (1971) yang dikutip Frederickson (2003:60) mengatakan bahwa “keberadaan lembaga-lembaga pemerintahan adalah menciptakan keadilan (Justice) dalam mengatur struktur dasar kehidupan masyarakat. Hal senada juga diungkapkan Henry (2004:171) mengatakan bahwa filosofi justice-as- fairness merupakan dasar (fundasi) kerangka dasar bagi para pelaksana administrasi negara”. Artinya, para pelaksana administrasi negara harus memahami dengan tegas bahwa filosofi administrasi negara adalah ”keadilan” (fairness), sedangkan filosofi administrasi bisnis menurut Atmosudirdjo (1982: 315) adalah ”the philosofi of the Business berkisar pada keuntungan-keuntungan, dan fungsi laba (profit)”. Hal senada juga ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 pada halaman 17 bagian kesembilan dikatakan perlunya ”perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama yang menghambat iklim usaha ... perlakuan adil dan tidak diskrimanatif”. Kedua, sesuai dengan fenomena yang ditemukan di Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Medan, sebagaimana yang disajikan pada atar belakang diatas. Ketiga, dimensi-dimensi yang ditetapkan Denhardt and Denhardt (2003:61) memiliki keistimewaan yang dapat dikembangkan dalam daftar ukuran komprehensif untuk pemerintah daerah (one especially comprehensive list development for local government includes the following).

Karena itu, untuk mencapai keadilan sebagai filosofi administrasi publik Siagian (2001a. : 144) mengatakan bahwa ”aparatur pemerintah adalah bersikap adil (perlakuan adil), dan berada di atas semua golongan dalam menjalankan fungsi dan kegiatannya sebagai aparatur pemerintah”. Hal senada juga diungkapkan United Nation Development Program (UNDP) dalam Dwiyanto (2003:6) mengatakan bahwa karakteristik Good Governance salah salah satu diantaranya adalah ”keadilan”, yaitu adanya perlakuan yang sama (menjauhkan praktik diskriminatif) kepada warganya dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Meski nilai-nilai di atas perlu dimaksimumkan dalam penyelenggaraan administrasi publik, namun satu hal yang perlu diperhatikan bahwa pelayanan administrasi publik harus terjangkau, sebagaimana diungkapkan Nraha (2005:192) mengatakan bahwa : pelayanan pemerintahan meliputi pelayanan publik yang sifatnya “no choice”, tarifnya seterjangkau mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat terutama lapisan bawah, dan merupakan kewenangan pemerintah, dan pelayan civil yang sifatnya “no price”, biayanya tidak dibebankan (langsung)

_____________ISSN 0853 - 0203

60

Page 13: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

kepada orang yang dilayani, dan merupakan kewajiban pemerintah”. Demikian juga pendapat Osborne dan Plastrik (2000: 13) mengatakan bahwa “perlunya dilakukan pembaruan pemerintah, pembaruan dimaksud adalah transformasi system dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dan efektif, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi dalam pelayanan yang berkualitas”..

Kedelapan dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik/service quality (servqual) yang dikemukakan Denhardt and Denhardt (2003: 61) akan diuraikan lebih lanjut, yaitu: (1). Convenience (kemudahan), yaitu adanya tingkat kemudahan untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah. Pemerintah sebagai penyedia layanan SIUP tentu saja harus mudah diperoleh hasilnya oleh klien. Kemudahan dari segi lokasi menemukan kantor, kemudahan memberikan pelayanan yang tidak birokratis (berbelit-belit), tidak melelahkan, serta menangani masalah dengan mudah akan dapat menciptakan citra positif. Kemudahan memberikan pelayanan akan mempengaruhi mutu pelayanan perijinan itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan Siagian (2001b:133) mengatakan bahwa “konsep pelayanan sesungguhnya mencakup “kemudahan” akses dalam berhubungan dengan aparatur pemerintah untuk sesuatu urusan atau kepentingan tertentu”. (2). Security (keamanan), yaitu adanya rasa keamanan ketika masyarakat menerima layanan dari pemerintah, pelayanan yang disediakan pemerintah membuat masyarakat merasa aman dan tidak was-was atau ragu-ragu ketika mereka menerima layanan tersebut. Dengan adanya layanan yang diterima klien akan merasa dirinya terlindungi dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena itu, petugas yang memberikan pelayanan harus berpengetahuan luas, terlatih, terpercaya sehingga tidak ada keragu-raguan timbulnya kesalahan dalam pemberian layanan. Adanya kepastian keamanan seperti kepastian petugas, kepastian/ kejelasan informasi pelayanan dan kepastian/ketepatan waktu pelayanan, akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Adanya jaminan keamanan ketika mengurus SIUP akan membuat orang betah, dan tidak was-was. Misalnya, saat klien memasuki pekarangan kantor pelayanan SIUP, mereka tidak kahwatir karena adanya petugas keamanan yang menjaga kenderaanya ditempat parkir. (3). Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan pelayanan secara cepat dan terpercaya pada saat diminta masyarakat. Cepat memberikan pelayanan berarti sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada konsumen atau pelanggan. Kemampuan untuk memenuhi janji sesuai dengan yang telah ditawarkan serta dapat dipertanggungjawabkan, terhandal atau tidak melenceng dari apa yang dijanjikan, akurat dan konsisten, serta dijamin baik produknya maupun tidak cacat. (4). Personality attention (perhatian kepada orang), yaitu aparat yang menyediakan layanan informasi kepada masyarakat harus diperhatikan, memberikan perhatian dengan suasana yang bersahabat, serta berusaha mengetahui keinginan klien, akan membuat mereka dihargai dan dihormati. Petugas front terdepan harus dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, mereka benar-benar memberikan perhatian yang besar dan khusus, dan berusaha untuk mengerti dan memahami apa keinginan, kemauan dan kebutuhan klien. Siagian (2001.b. :165) mengatakan

_____________ISSN 0853 - 0203

61

Page 14: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

bahwa orang yang memiliki ”ettention” bukanlah muda tersinggung dan bukan pula ”alergi” terhadap kritikan yang mungkin datang dari berbagai pihak dan memiliki kemampuan melakukan deteksi secara dini terhadap berbagai hal yang terjadi dan memberikan renspon yang sesuai”. (5). Problem solving approach (pendekatan pemecahan masalah), yaitu petugas pelayanan harus memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat, sebab dengan informasi yang diberikan kepada masyarakat dengan jelas akan dapat membantu klien, terutama bagi mereka yang belum berpengalaman berurusan dengan pemerintah. Keterbukaan dalam pemberian informasi pelayanan serta keterbukaan dalam menerima keluhan akan layanan dari masyarakat terhadap lembaga memberikan peluang penghargaan atas hak manusia

Demikian juga klien yang baru pertama kali berurusan, mungkin masih bingung atau menjadi masalah baru bagi dirinya. Manakala klien menghadapi masalah tentu saja perlu dilakukan proses pemecahan masalah sehingga tercipta susana kerja yang serasi dan harmonis dalam rangka pelayanan perijinan. Adanya unit pelayanan informasi, pihak penyedia layanan dan penerima layanan akan terbantu dalam pemecahan masalah bagi kedua belah pihak. Petugas layanan informasi yang ramah dan sopan, serta informasi yang disediakan akurat dan dapat memenuhi harapan akan dapat menciptakan citra positif kinerja pemerintah. Dalam ”Modul Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kepenrintahan Yang Baik” yang diterbitkan Bapenas (2007:79) mengatakan bahwa ”untuk mengetahui harapan (ekspektasi) yang berkembang dalam masyarakat, aparat perlu memprakarsai terwujudnya jejaring aspirasi melalui penyediaan layanan pengaduan masyarakat. Penyediaan layanan tersebut dilengkapi dengan tahapan tindaklanjutnya sehingga dapat langsung dilakukan pemecahan masalah (problem solving)”. (6). Faireness (perlakuan adil/keadilan), bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus diperlakukan sama (netral) untuk semua orang. Implementasi keadilan pada sektor publik dan swasta tentu ada perbedaan, pelayanan pada sektor swasta adanya perlakuan keistimewaan bagi pelanggan potensial (benar-benar memberikan keuntungan), sedangkan pelayanan pada sektor publik perlakuan adalah sama. Itu sebabnya, aparatur dalam melaksanakan tugas pelayanan harus menjaga netralitas, sebagaimana dikemukakan Siagian (2001a:134) mengatakan bahwa: ”sikap netral aparatur harus berada di atas semua golongan dan menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas segala-galanya. Netralitas berarti tidak bersikap membeda-bedakan, misalnya atas dasar latar belakang sosial, kemampuan ekonomi, primordialisme dan lain sebagainya”.

Karena itu, menurut Black’s Law Dictionary (dalam Frederickson, 2003:59) mendefenisikan keadilan dalam pengertian yang paling luas adalah : ”Keadilan menunjuk pada semangat dan kebiasaan berbuat jujur dan benar serta kelurusan yang mau mengatur pergaulan antar manusia-aturan berbuat terhadap orang-orang lain, sebagaimana yang kita inginkan diperbuat oleh mereka terhadap kita; atau, sebagaimana diungkapkan oleh Justinian, ”hidup jujur, tidak merugikan orang lain, memberikan pada setiap orang hak-haknya”. (7).Fiscal responsibilty (tanggungjawab keuangan), yaitu ukuran tingkat dimana masyarakat percaya

_____________ISSN 0853 - 0203

62

Page 15: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

bahwa pemerintah daerah mampu menyediakan pelayanan sebagaimana mestinya dan menggunakan uang secara bertanggungjawab. Penetapan alokasi anggaran belanja untuk pelayanan kepentingan publik yang memadai akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Mardiasmo (2004:103) mengatakan bahwa : ”Dalam pengelolaan keuangan daerah harus beroritentasi kepada kepentingan publik (public oriented). Hal tersebut merupakan tuntutan kepada pemerintah daerah untuk membuat laporan pertanggungjawaban keuangan dan transparansi informasi anggaran kepada publik”.

Karena itu, dalam otonomi daerah pengelolaan keuangan daerah kini dituntut penggunaan dana yang berbasis kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi dan berpihak kepada kepentingan publik. Sebagaimana diungkapkan Siagian (2001b:165) mengatakan transparansi yaitu ”adanya keterbukaan penggunaan dana yang dipungut dari rakyat, persyaratan yang harus dipenuhi oleh warga masyarakat yang menginginkan jasa pelayanan tertentu”. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban seseorang sesuai dengan authority yang ia miliki”, sedangkan responsibilty adalah pertanggungjawaban pimpinan terhadap kinerja organisasi yang dipimpinnya”. (8). Citizen influence (pengaruh masyarakat), yaitu adanya kepercayaan dari masyarakat, bahwa mandat yang mereka berikan kepada pemerintah dapat mempengaruhi kualitas pelayanan yang mereka terima dari pemerintah daerah. Jasfar (2005:167) mengatakan ”kepercayaan (trust) adalah perekat yang memungkinkan organisasi untuk mempercayai orang lain dalam mengorganisir dan menggunakan sumberdaya secara efektif dalam menciptakan nilai tambah untuk stakeholder”. Kepercayaan yang terbina untuk mempercayai orang lain akan menimbulkan kepercayaan diri yang tinggi serta akan kemampuan dan keinginannya untuk memenuhi janji yang ditawarkan kepada pelanggannya. Pasolong (2007:145) mengatakan bahwa : ”kepuasan masyarakat terhadap organisasi publik sangat penting karena adnya hubungan kepercayaan masyarakat. Semakin baik kepemerintahan dan kualitas pelayanan yang diberikan, maka semakin tinggi kepercayaan masyarakat (high trust)”. Sebagaimana diungkapkan Siagian (2001.b.:165) mengatakan bahwa ”tidak menjaga kepercayaan dapat berarti akan menimbulkan kekecewaan rakyat yang pada gilirannya mungkin berakibat pada timbulnya krisis kepercayaan kepada pemerintah”. Karena itu, aparatur pemerintah harus antisipatif dan proaktif, yaitu mampu mengenali sifat, jenis dan bentuk perubahan yang terjadi, dan mengantisipasinya secara dini. Artinya, tidak menunggu sampai terjadi sesuatu baru memberikan reaksi yang dianggap perlu. Sikap proaktif yaitu mampu mendeteksi gejala-gejala perubahan pelayanan yang timbul dimata publik.

5. Metodologi Penelitian

5.a. Desain PenelitianPenelitian ini menjelaskan dan menganalisis tingkat keterpengaruhan

variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan desain penelitian kuantitatif dan metode eksplanatori survey sebagaimana dikemukakan Sugiyono

_____________ISSN 0853 - 0203

63

Page 16: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

(2006 : 75). Sebelum disusun dan ditetapkan alat ukur data terebih dahulu dibuat operasionalisasi variabel. Populasi penelitian ini adalah aparatur Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan dengan jumlah seluruhnya sebanyak 120 orang. Karena jumlah pegawai tidak begitu besar, maka peneliti menggunakan semuanya sebagai responden melalui sensus. Karena sifatnya sensus maka pengujian hipótesis tidak dilanjutkan kepada uji t atau uji F. Untuk menjaring data menggunakan instrumen berupa angket yang disusun secara terstruktur dengan menggunakan skala Likert dengan skor 1 sampai dengan 5 sebagaimana dikemukakan (Sugiyono, 2006 : 107), dengan option Sangat Baik/Selalu (angka/bobot 5); Baik/Sering (angka/bobot 4); Ragu-ragu/Kadang-kadang (angka/bobot 3); Tidak Baik/Jarang (angka/bobot 2); Sangat Tidak Baik/Tidak Pernah (angka/ bobot 1), atau pilihan jawaban tersebut tergantung kepada kandungan isi kuesioner itu sendiri, namun tetap dibuat pilihan sebanyak 5 (lima) option.

Sebelum pengumpulan data yang sebenarnya dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan pengujian kusioner, dengan menguji validitas, dan reliabilitas. Uji validitas menggunakan alat uji statistik dengan rumus korelasi Pearson Product Moment Correlation (Sugiyono 2006:46). Sedangkan untuk menguji reliabilitas/konsistensi dengan metode belah dua (split half test) atau menggunakan rumus Spearman Brown dalam Sugiyono (2006:149).

5.b. Rancangan Analisis Data dan Uji HipotesisRancangan analisis diawali dari pengumpulan dan pengolahan data yang

terkumpul melalui hasil wawancara kuesioner (angket) dengan tahapan yaitu: (1). masa persiapan, (2).Penerapan, (3). Tabulasi data. Jika semuanya sudah benar ditabulasi, maka langkah ketiga yaitu penerapan hasil tabulasi data kedalam pendekatan penelitian. Tetapi karena data yang terkumpul masih data yang berskala ordinal, sedangkan syarat data untuk dapat digunakan dalam statistik inferensial (analisis jalur) sebagai analisis utama dalam pengujian hipotesis pada penelitian, maka sekurang-kurangnya data yang berskala ordinal harus dikoversi menjadi data skla interval. Metoda yang digunakan adalah Method of Succesive Interval (MSI) yang diciptakan Rasyid (1994: 131-134). Sedangkan rancangan uji hipotesis digunakan uji analisis jalur (Path Analysis). Analisis Jalur digunakan dengan pertimbangan bahwa pola hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah korelatif atau kausalitas, hubungan antar variabel adalah linear atau non eksponensial, dan tingkat pengukuran semua variabel adalah minimal interval.

6. Hasil dan Pembahasan Sebagaimana disebutkan pada hipotesis pertama yaitu “terdapat pengaruh

pemberdayaan beserta dimensi-dimensinya yaitu tujuan-tujuan, sikap-sikap manajemen, pelatihan dan pengembangan, seleksi dan rekrutmen karyawan terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Medan”. Maka berdasarkan hasil perhitungan uji statistik path analysis diperoleh koefisien jalur pengaruh pemberdayaan (X1) beserta dimensi-

_____________ISSN 0853 - 0203

64

Page 17: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

dimensinya terhadap kualitas pelayanan perijinan (Y) atau (PYX1) sebesar 0,592, atau 0.592 x 0.592 x 100% = 34.1%, artinya ada pengaruh signifikan. Dengan demikian hipotesis pertama dapat dibuktikan secara ilmiah. Sedangkan hipotesis kedua, ”terdapat pengaruh pengawasan beserta dimensi-dimensinya yaitu standars, measurements, comparison dan action terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Medan”.

Hipotesis kedua ini juga terbukti secara ilmiah, sebab berdasarkan hasil perhitungan koefisien jalur pengawasan (X2) beserta dimensi-dimensinya berpengaruh terhadap kuailitas pelayanan perijinan (Y) atau (PYX2) sebesar 0,323, atau 0.323 x 0.323 x 100% = 10.3% artinya ada pengaruh signifikan. Apabila pengaruh pengawasan (X2) terhadap kualitas pelayanan perijinan (Y) melalui pemberdayaan (X1) sebesar 10,3% + 10,0% = 20,3%. Sedangkan pengaruh pemberdayaan (X1) terhadap kualitas pelayanan perijinan (Y) melalui pengawasan (X2) sebesar 35,1% + 10,0% = 45,1%. Kemudian korelasi pemberdayaan (X1) dengan pengawasan (X2) atau rx1x2 = 0,530 artinya signifikan atau pengaruh positif.

Gambar 1: Path Diagram Model Persamaan Struktural Pengaruh Pemberdayaan dan Pengawasan terhadap Kualitas Pelayanan Perijinan

Dengan demikian pemberdayaan dan pengawasan terhadap kualitas pelayanan perijinan adalah 0.592 x 0.592 + 0.323 x 0.323 x 100% = 65,4% atau sangat signifikan. Artinya, jika pemberdayaan dan pengawasan dilakukan dengan baik, maka akan terjadi perubahan kualitas pelayanan sebesar 65.4%. Secara teoritis pengaruh signifikan ini didukung pendapat Indrawijaya (2000:122) intinya “terdapat keeratan yang cukup tinggi antara pengawasan dan pemberdayaan terhadap pelayanan yang berkualitas. Sedangkan adanya hubungan pemberdayaan dan pengawasan terhadap kualitas peayanan secara teoritis juga diungkapkan Siagian (1995:28); dan Thoha (2005 : 4-5). Demikian juga pendapat Stewart (1990 : 133) mengatakan “yang diperlukan dalam organisasi yang diberdayakan adalah bahwa seseorang harus melakukan pengawasan”. Hal senada juga diungkapkan Ndraha (2003 : 146) mengatakan bahwa "pengawasan merupakan fungsi manajemen yang pada hakekatnya sama pentingnya dengan fungsi manajemen

_____________ISSN 0853 - 0203

65

X1

X2

Y

ε1

Pyx1 = 0,592

Pyx2 = 0,323

rx1x2 = 0,530

Pze1 = 0,588

Page 18: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

lainnya seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan termasuk fungsi pemberdayaan staf/ pegawai".

Jika dibahas lebih lanjut pemberdayaan dan pengawasan mempunyai hubungan yang erat, dimana pemberdayaan merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan kemampuan pegawai dari keadaan yang ada sekarang dari kurang berdaya menjadi lebih berdaya. Pemberdayaan merupakan upaya mengeliminir berbagai rintangan birokratis yang menghalangi para staf/ pegawai dalam menjalankan tugas pekerjaan. Pemberdayaan juga sebagai upaya mendorong dan mengijinkan individu-individu untuk mengambil tanggung jawab guna perbaikan cara mereka melaksanakan pekerjaan. Pemberdayaan lebih besar melalui pendidikan dan pelatihan pegawai serta meningkatkan rasa memiliki merupakan suatu hal yang paling mendasar dalam konsep pemberdayaan pegawai.

Meskipun pegawai telah diberdayakan, bukan berarti mereka tidak perlu diwasi, sebab pengawasan merupakan fungsi manajemen yang harus dilakukan, yaitu proses pengukuran kinerja (pelayanan) dan pengambilan tindakan koreksi untuk menjamin hasil-hasil yang diinginkan (Schermerhorn (1999 : 182). Sebab, tujuan pengawasan itu sendiri adalah memastikan bahwa rencana-rencana dapat diselesaikan dan sesuai dengan atau melampaui sasaran-sasaran dan standar kinerja anggota organisasi. Sedangkan tujuan pemberdayaan adalah mendorong kemandirian staf dalam melaksanakan tugas pekerjaan dan untuk meningkatkan kinerja (kualitas pelayanan) organisasi. Dengan demikian adanya kemandirian staf dalam melaksanakan tugas pelayanan perlu juga mereka diawasi apakah dengan kemandirian itu dapat menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan.

Perlu disadari bahwa pengawasan itu dilakukan bukan setelah selesai pekerjaan dilakukan, melainkan dimulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, dan penggerakan (pemberdayaan) agar perilaku karyawan tetap kondusif memberikan pelayanan perijinan yang berkualitas. Karena itu, pemberdayaan dan pengawasan memberikan sumbangan yang begitu besar terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian kota Medan. Atau kualitas pelayanan perijinan mempunyai hubungan yang kausal yang sangat signifikan dan positif dengan pemberdayaan dan pengawasan karyawan. Dengan kata lain, jika pelayanan perijinan belum berkualitas pada Dinas Perindustrian dan Perdangan Kota Medan maka hal itu disebabkan masih kurangnya pemberdayaan dan pengawasan secara baik dan benar.

Tetapi perlu disadari terwujudnya kualitas perijinan SIUP bukan hanya ditentukan oleh kedua variabel tersebut (pemberdayaan dan pengawasan) melainkan ada faktor lain (epsilon) yang tersembunyi dan mempengaruhi kualitas pelayanan perijian SIUP itu sendiri sebesar 100% - 65,4% = 34,6% yang tidak terdeteksi dalam penelitian ini yang diduga antara lain kepemimpinan, lingkungan kerja, budaya kerja. Jika dinterpretasikan pengaruh pemberdayaan dan pengawasan terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP, yaitu semakin diberdayakan dan diawasi pegawai maka akan semakin berpengaruh terhadap kualitas pelayanan perijinan SIUP. Demikian juga sebaliknya, semakin kurang

_____________ISSN 0853 - 0203

66

Page 19: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

diberdayakan dan diawasi karyawan, maka akan semakin tidak berkualitas pelayanan perijinan SIUP.

7. KesimpulanBerdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas dapat ditarik

kesimpulan terdapat keterpengaruhan pemberdayaan dan pengawasan beserta dimensi-dimensinya, terhadap kualitas pelayanan perijinan. Kedua varibel bebas ini tampaknya seperti dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan, sebab meski pemberdayaan telah dilaksanakan untuk menciptakan kemandirian pegawai dalam melaksanakan tugasnya, namun harus diimbangi dengan implementasi pengawasan. Besarnya pengaruh pemberdayaan sebesar 45.1% dan pengawasan sebesar 20.3%. Atau pengaruh kedua variabe bebas ini terhadap kualitas pelayanan perijinan sebesar 65,4% atau sangat signifikan, sedangkan sisanya sebesar 34,6% dipengaruhi faktor lain yang tidak terdeteksi dalam penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo. Prajudi. 1982. Administrasi dan Management Umum. Jakarta : Ghalia Indonesia.

BAPPENAS. 2007. Modul Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik. Jakarta: Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik.

------------.2007. Penerapan Tata Kepemerintahan Yang Baik. Jakarta: Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik.

Barker, Alan, 2000. How to Better at ... Managing People. Terjemahan Soesanto Boedidarmo. Bagaimana Membuat Lebih Baik Pada Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta : PT Alex Media Komputerindo Gramedia

Denhardt, V, Janet and Denhardt, Robert.B. 2003. The New Public Service. New York : Armonk

Dessler, Gary. 2000. Human Resource Management, International Edition, 8th Ed. New Jersey : Prentice Hall, Inc.

Dwiyanto, Agus. 2003.Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Univ. Gajah Mada, Kerjasama dengan PEG-USAID. Bank Dunia, dan Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia

Clutterbuck David, Kernaghan Susan. 2003. The Power of Empowerment Release the Hidden Talents of your Employees. Diterjemahkan Bern Hidayat. Jakarta: Gramedia

Frederickson,H.George.1997. The Spirit of Public Administration. San Franscisco : Jossey Bass Publishers.

_____________ISSN 0853 - 0203

67

Page 20: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Gaspersz, Vincent.1997. Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa. Jakarta : Gramedia

Handoko, Hani T. 1998. Manajemen. Edisi ke-2. Yogyakarta : BPFE

Henry Nicholas. 2004. Public Administration and Public Affairs eighth edition. New Delhi : Prentice –Hall of India Private Limited.

Hellriegel, Jackson and Slocum.2005. Management A Competency-Based Approach.

Hidayat. Konsep Dasar dan Pengertian Produktivitas Serta Interpretasi Hasil Pengukurannya”. Majalah Prisma Volume 11 Tahun 1986

Hughes, Richard L.,Ginnet Robert C., and Curphy, Gordon J. 2006. Leadership Enhancing the Lessons Experience. Boston : Mc Graw-Hill

Jasfar. Farida. 2005. Manajemen Jasa Pendekatan Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kotler Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Analisis Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Alih bahasa Hendra Teguh dkk. Jakarta : PT. Dadi Kayana Abadi.

Lovelock, Christoper H., dan Wright, Lauren K. 2005. Principles of Service Marketing and Management. Diterjemahkan Agus Widyanto. Jakarta : PT Intermasa

Luthans Freud. 2005. Organization Behavior. Tent Edition. Boston : Mc Graw-Hill International Edition

Mc Kevit David. 1998. Managing Core Public Service. Massachuselts : Blackwell Publishers

Mc Shane, Steven,L., Glinow Von Mary, Ann, 2005. Organizational Behavior. Boston : Mc Grwa-Hillim

Nawawi Hadari. H., 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology Ilmu Pemerintahan Jilid I dan II. Jakarta : PT. Rineka Cipta

---------.2005. Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama. Jakarta : Sirao Credentia Center

Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung : ALFABETA

Rasyid Al Harun. 1994. Statistika Sosial, disunting oleh Teguh Kismantoroadji. Bandung : Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Robbins, Stephen P., Coulter Mary. 2005. Management. International Edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.

_____________ISSN 0853 - 0203

68

Page 21: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Rosenbloom, David, H., Ingraham, Patricia, W., 1992. The Promise and Paradox of Civil Service. Pittsburgh : University of Pittsburgh

Ruky Achmad.S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta : Gramedia.

Saefullah.2007. Pemikiran Kontemporer Administrasi Publik. Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Era Desentralisasi. Cetakan pertama. Bandung :

Schermerhorn, Jhon R., Hunt James and Osborn Richard N. 2005. Organizational Behavior. United State of America : Jhon Wiley & Sons Inc

Siagian 1995. Motivasinya dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta

----------- 2001.a. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta : Rineka Cipta

-----------2001.b. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi dan Strateginya. Jakarta : Bumi Aksara

Soerjono, 2000. Pemberdayaan Sumberdaya. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : ALFABETA

Stewart Mitchel Aileen. 2000. Empowering People (Pemberdayaan Sumber Daya Manusia). Jogyakarta : Kanisius

Tampubolon. Daulat. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke 21. Jakarta : Gramedia

Thoha, Miftah.. 2005. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : Raja Wali.

Trilestari Wirjatmi Endang. Keikutsertaan Masyarakat dalam Membangun Kualitas Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Administrasi. Volume 1 Nomor 1 Tahun 2004. Bandung : STIA LAN

Winardi. 1979. Asas-Asas Manajemen. Bandung : Alumni.

----------.1999. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Bandung: Mandar Maju

Zeithaml., Bitne., and Gremler.2006. Service Marketing : Integrating Customer Focus Across The Firm. 4 th edition. Boston Burr Ridge : Mc Graw-Hill

------------. Parasuraman. A. And Berry Leonar.L.1990. Delivering Quality Service Balancing Customer Perception and Expectation. New York : The Free Press.

_____________ISSN 0853 - 0203

69

Page 22: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Undang-Undang

UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang OMBUSMAN Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik.

Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil

Keputusan MENPAN No. 63 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang, Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan.

Surat Keputusan Walikota Medan No. 35 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang, Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009. Jakarta : Sinar Grafika

Surat Kabar :

Kompas, 12 Desember 2007.Media Indonesia, 17 Januari 2008Medan Bisnis, 2 Juli 2007 Pikiran Rakyat, 3 Juli 2007Waspada, 10 April 2007

_____________ISSN 0853 - 0203

70

Page 23: 5_Monang_Sitorus

VISI (2009) 17 (1) 49 - 70

Biodata penulis:Monang Sitorus, lahir 9 April 1962. Lulus Sarjana Muda (BBA) 1985, S1 Administrasi Binis (1986), S2 Ilmu Administrasi (1995) dari Pasca Unpad, saat ini sedang mengikuti program S3 Ilmu Administrasi Unpad. Dosen tetap yayasan Fisipol Universitas HKBP Nommensen Medan sejak tahun 1989 s.d sekarang dengan jabatan akademik Lektor Kepala. Tahun 1992-1993 Pembantu Dekan II, 1997-2001 Ketua Jurusan Administrasi Niaga. 2001 s.d. 2006 (Juli) Dekan Fisipol. Tahun 1998-2000 dan 2004 -2006 Redaksi Majalah Ilmiah “VISI”. Tahun 2000-2002 Ketua Penyunting Majalah Warta Nommensen. Pernah menjadi pemenang pertama Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat nasional kerjasama LIPI, KOMPAS, INDOSAT dan REPUBLIKA tahun 1995. Menulis di Majalah Terakreditasi Nasional dan Internasional antara lain: Wawasan Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol. 9. No.1 Tahun 2002 (Akreditasi Dikti : 395/DIKTI/Kep/2000), Madani Jurnal Ilmu –Ilmu Sosial Vol. 7 No.3 Oktober 2006 (Akreditasi Dikti: 34/DIKTI/kep/2003), Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Vol. 12 No. 2 Maret 2006. (Akreditasi Dikti: 23a/DIKTI/Kep/2004), Jurnal Administrasi Negara Vol.14 No.2 Juni 2008 Akreditasi Diknas No 49/DIKTI/KEP/2003. dan Majalah Internasional : The Journal of Business Administration Online. Spring 2006. Vol.5 No.1. Accredited AACSB International, Arkansas Tech University. Dan beberapa media masa nasional (Seputar Indonesia, Republika, Suara Karya, Bisnis Indonesia) dan media lokal di Medan.

_____________ISSN 0853 - 0203

71