3-3-1-sm

12
PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Kartika Winkar Setya Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Abstract Indonesia is a unitary state which is divided into provincial areas which are further subdivided into areas of the district/city based on the principle of regional autonomy. The existence of local regulation is very important, but unfortunately there are a variety of problematic regulations that live in the society, either because it does not conform with the conditions of the society or for not complying with legislation is another. Local regulations are problematic it can be minimized by monitoring function held by Parliament, as mentioned in Article 42 paragraph (1) letter c of Act No. 32 of 2004 which stipulates that Parliament has the duty and authority to supervise the implementation of local regulations. Supervision by the Provincial Council and District Council carried out local regulation on the implementation by the Act 32 of 2004 uses the concept of supervision in the narrow sense that focused on matching between rules and their implementation in the field. Parliament in the means used to supervise the implementation of regulations in general through the implementation of the rights of Parliament, implementation consulting, receiving complaints and aspirations of the people. Yet there are clear arrangements regarding the parameters of supervision, monitoring and corrective action mechanisms of monitoring the implementation by the parliament. Keyword: local governments, local regulations, supervision Abstrak Indonesia adalah negara kesatuan yang terbagi menjadi wilayah-wilayah provinsi yang kemudian dibagi lagi menjadi wilayah-wilayah kabupaten/kota berdasarkan asas otonomi daerah. Produk hukum yang menjadi pedoman pelaksanaan pemerintahan di daerah salah satunya berupa peraturan daerah (perda). Keberadaan perda menjadi sangat penting, namun sangat disayangkan masih terdapat berbagai perda bermasalah yang hidup dalam masyarakat, baik karena sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat atau karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Perda-perda yang bermasalah tersebut dapatlah diminimalisir dengan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c UU No. 32 tahun 2004 yang menentukan bahwa DPRD memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perda. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 menggunakan konsep pengawasan dalam arti sempit yang hanya menitikberatkan pada pencocokan antara peraturan dengan pelaksanaannya dilapangan. Sarana yang digunakan DPRD dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda secara umum melalui pelaksanaan hak-hak DPRD, pelaksanaan konsultasi, penerimaan pengaduan dan aspirasi masyarakat. Belum terdapat pengaturan yang jelas mengenai parameter pengawasan, mekanisme pengawasan dan tindakan korektif dari hasil evaluasi pelaksanaan pengawasan oleh DPRD. Kata kunci: pengawasan, Pemerintah Daerah, Peraturan Daerah Pendahuluan Negara Indonesia adalah negara hukum se- bagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, terkandung pengertian di dalamnya bahwa segala tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan dapat diper- tanggung jawabkan di hadapan hukum. Indonesia adalah negara kesatuan yang terbagi menjadi wila- yah provinsi yang kemudian dibagi lagi menjadi

Upload: fatih-falah-zainal

Post on 22-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

3333

TRANSCRIPT

Page 1: 3-3-1-SM

PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAPPELAKSANAAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHANDAERAH

Kartika Winkar SetyaMagister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Abstract

Indonesia is a unitary state which is divided into provincial areas which are further subdivided into areas ofthe district/city based on the principle of regional autonomy. The existence of local regulation is veryimportant, but unfortunately there are a variety of problematic regulations that live in the society, eitherbecause it does not conform with the conditions of the society or for not complying with legislation is another.Local regulations are problematic it can be minimized by monitoring function held by Parliament, asmentioned in Article 42 paragraph (1) letter c of Act No. 32 of 2004 which stipulates that Parliament has theduty and authority to supervise the implementation of local regulations. Supervision by the Provincial Counciland District Council carried out local regulation on the implementation by the Act 32 of 2004 uses the conceptof supervision in the narrow sense that focused on matching between rules and their implementation in thefield. Parliament in the means used to supervise the implementation of regulations in general through theimplementation of the rights of Parliament, implementation consulting, receiving complaints and aspirationsof the people. Yet there are clear arrangements regarding the parameters of supervision, monitoring andcorrective action mechanisms of monitoring the implementation by the parliament.Keyword: local governments, local regulations, supervision

Abstrak

Indonesia adalah negara kesatuan yang terbagi menjadi wilayah-wilayah provinsi yang kemudian dibagi lagimenjadi wilayah-wilayah kabupaten/kota berdasarkan asas otonomi daerah. Produk hukum yang menjadipedoman pelaksanaan pemerintahan di daerah salah satunya berupa peraturan daerah (perda).Keberadaan perda menjadi sangat penting, namun sangat disayangkan masih terdapat berbagai perdabermasalah yang hidup dalam masyarakat, baik karena sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat ataukarena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Perda-perda yang bermasalahtersebut dapatlah diminimalisir dengan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD, sebagaimanadisebutkan dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c UU No. 32 tahun 2004 yang menentukan bahwa DPRD memilikitugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perda. Pengawasan yangdilakukan oleh DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah berdasarkanUU No. 32 Tahun 2004 menggunakan konsep pengawasan dalam arti sempit yang hanya menitikberatkanpada pencocokan antara peraturan dengan pelaksanaannya dilapangan. Sarana yang digunakan DPRDdalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda secara umum melalui pelaksanaan hak-hakDPRD, pelaksanaan konsultasi, penerimaan pengaduan dan aspirasi masyarakat. Belum terdapatpengaturan yang jelas mengenai parameter pengawasan, mekanisme pengawasan dan tindakan korektifdari hasil evaluasi pelaksanaan pengawasan oleh DPRD.Kata kunci: pengawasan, Pemerintah Daerah, Peraturan Daerah

PendahuluanNegara Indonesia adalah negara hukum se-

bagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD1945, terkandung pengertian di dalamnya bahwasegala tindakan pemerintah harus didasarkan pada

peraturan perundang-undangan dan dapat diper-tanggung jawabkan di hadapan hukum. Indonesiaadalah negara kesatuan yang terbagi menjadi wila-yah provinsi yang kemudian dibagi lagi menjadi

Page 2: 3-3-1-SM

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Pelaksanaan… 25

wilayah kabupaten/kota berdasarkan asas otonomidaerah. Pemerintah baik pusat maupun daerah da-lam menjalankan segala tindakan pemerintahanwajib mendasarkan pada aturan hukum dan dapatdipertanggungjawabkan dihadapan hukum (prinsipnegara hukum). Produk hukum yang menjadi pe-doman pelaksanaan pemerintahan di daerah salahsatunya berupa peraturan daerah (perda).

Penyelenggara pemerintahan daerah terdiridari dua unsur yakni Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD) dan Kepala Daerah, dengan kedu-dukan yang setara dan hubungan kerja kemitraan.Kedudukan yang setara dimaknai bahwa antaraDPRD dan Kepala Daerah berada pada derajatyang sama (tidak saling membawahi). Kesetaraankedudukan tersebut tercermin dalam proses pem-buatan peraturan daerah. Kepala daerah beker-jasama dengan DPRD dalam menyusun dan meru-muskan kebijaksanaan baik secara aktif maupunsecara pasif. Secara aktif apabila sebagian besarpandangan kebijaksanaan berasal dari pemerin-tah, dan pasif manakala rumusan kebijaksanaanlebih banyak berasal dari pandangan anggota de-wan. Kebijaksanaan tersebut dirumuskan kedalamsuatu peraturan daerah dimana DPRD setelah me-nentukan dan menyetujui rumusan suatu kebijak-sanaan, maka kemudian diserahkan kepada ekse-kutif (kepala daerah beserta jajarannya) untuk di-laksanakan.

Keberadaan perda menjadi sangat penting,namun sangat disayangkan masih terdapat ber-bagai perda bermasalah yang hidup dalam masya-rakat, baik karena sudah tidak sesuai dengan kon-disi masyarakat atau tidak sesuai dengan pera-turan perundang-undangan yang lain. Pada tahun2010, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)juga telah melakukan evaluasi terhadap perdayang lahir sepanjang 2002‐2009 menyebutkan dari2.285 perda, sebanyak 407 perda se‐Indonesiadinilai bermasalah. Perda tersebut nantinya akandibatalkan oleh Kemendagri melalui Surat Ke-putusan (SK) Menteri Dalam Negeri. Lima besar

1 Lihat pada http://www.depdagri.go.id/basis‐data/2010/03/05/daftar‐perda‐dan‐kep‐kdh‐yang dibatalkan‐thn‐2002‐2009, diunduh tanggal 15 Januari 2013, pukul 17.00 WIB

provinsi yang paling banyak dibatalkan perdanyayaitu Sumatera Utara 180 perda, Jawa Timur 138perda, Jawa Barat 115 perda, Sulawesi Selatan 97perda, dan Jambi 94 perda. Selanjutnya, JawaTengah 86 perda, Kalimantan Timur 81 perda, Riau80 perda, Kalimantan Tengah 75 perda, danSulawesi Tengah 68 perda.1

Melihat pada Pasal 42 (1) huruf UU No. 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwaDPRD mempunyai tugas dan wewenang untukmelaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaanperda dan peraturan perundang-undangan lainnya,peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakanpemerintah daerah dalam melaksanakan programpembangunan daerah dan kerjasama internasionaldi daerah. Tugas dan wewenang tersebut mestinyadapat menjadi solusi untuk mengontrol keserasianterhadap pemberlakuan suatu perda denganperaturan perundang-undangan di atasnya sertamenjadi sarana perwujudan check and balancessystem.

Perumusan masalahPertama, bagaimana pengawasan DPRD

terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah berda-sarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004;Kedua, bagaimanakah konsep pengawasan yangtepat diterapkan terhadap pelaksanaan PeraturanDaerah pada masa yang akan datang.

Metode penelitianMetode penelitian yang digunakan adalah

yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kon-septual (conceptual approach. Peneliti menggu-nakan data sekunder dan data primer untukmemperoleh hasil penelitian yang obyektif. Analisisdata dalam penelitian ini menggunakan metodeanalisis data kualitatif.

Page 3: 3-3-1-SM

26 Jurnal Idea HukumVol. 1 No. 1 Edisi Maret 2015Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

PembahasanPengawasan pelaksanaan perda dalam ke-rangka Tatib DPRD Provinsi Sumatera UtaraNomor 5 tahun 2010.

Pengawasan oleh DPRD provinsi SumateraUtara terhadap pelaksanaan perda dapat dilihatdalam Flowchart Pengawasan di bawah ini:

Gambar 1: pengawasan oleh DPRD provinsiSumatera Utara.Diolah dan dimodifikasi oleh Kartika Winkar Setyatahun 2013.

Adapun flowchart pelaksanaan pengawasanoleh DPRD Provinsi Sumatera Utara:

Gambar 2: Pelaksanaan Pengawasan OlehDPRD provinsi Sumatera Utara.

Diolah dan dimodifikasi oleh Kartika Winkar Setyatahun 2013.

Pengawasan Pelaksanaan Perda dalam Kerang-ka Tata Tertib DPRD Kabupaten Banyumas No-mor 1 tahun 2010.

Pengawasan terhadap pelaksanaan perdaoleh DPRD Kabupaten Banyumas, sebagai berikut:

Gambar 3: Pengawasan oleh DPRD KabupatenBanyumas

Diolah dan dimodifikasi oleh Kartika Winkar Setyatahun 2013.

Adapun flowchart mekanismepelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaanperda oleh DPRD Kabupaten Banyumas, sebagaiberikut:

- Laporan/pengaduanmasyarakat.

- Inisiatif Dewan

Dibahas dalam rapatkomisi dan/atau rapat

pimpinan

KeputusanDPRD berupa:- Teguran

lisan- Teguran

tertulis- Revisi

perda

Tidak perlutindak lanjut

SelesaiPerlu tindaklanjut

Rapat komisi

Pengecekan

Sesuai

Tidak sesuaiMeminta konfirmasi

eksekutif

Fase PerencanaanPerencanaanpelaksanaan masareses secara umumnamun tidak adapengagendaanpengawasanterhadappelaksanaan perdasecara khusus.

Fase PelaksanaanPelaksanaan pengawasanmelalui:- Pelaksanaan hak-hak

DPRD- Pelaksanaan konsultasi- Penerimaan pengaduan

dan aspirasi masyarakat- Kunjungan ke konstituen

pada masa reses

Fase EvaluasiEvaluasi pengawasan melalui

rapat paripurna.

Laporan/pengaduanmasyarakat

Tidak perluditindaklanjuti

Perlu ditindaklanjuti

Selesai

Tindak lanjut berupa:- rapat dengar

pendapat.- rapat dengar

pendapat umum- kunjungan kerja.- rapat kerja

Produk luaran berupaKeputusan DPRD

Fase PerencanaanTidak ada perencanaankhusus untuk melaksanakanpengawasan terhadappelaksanaan perda olehDPRD dan hanya sebataspengagendaan masa resessecara umum.

Fase PelaksanaanPengawasandilaksanakanmelalui:- Pelaksanaan

hak-hak DPRD.- Pelaksanaan

konsultasi.- Penerimaan

pengaduan danaspirasimasyarakat

- Kunjungan kekonstituen padamasa reses.

Fase EvaluasiEvaluasi dilaksanakan melalui:- Rapat paripurna- Kunjungan ke konstituen.

Page 4: 3-3-1-SM

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Pelaksanaan… 27

Gambar 4: Pelaksanaan pengawasan oleh DPRDKabupaten Banyumas.

Diolah dan dimodifikasi oleh Kartika Winkar Setyatahun 2013.

Pengawasan pelaksanaan perda yang telahdilakukan oleh DPRD Kabupaten Banyumas an-taralain pengawasan terhadap Perda kabupatenBanyumas No. 4 Tahun 2003 tentang PedagangKaki Lima, yang kemudian dicabut dan digantikandengan Perda Kabupaten Banyumas No. 4 Tahun2011 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pe-dagang Kaki Lima. Penggantian perda tersebutberawal dari inisiatif DPRD yang menangkapfenomena keberadaan pedagang kaki lima (PKL)yang semakin banyak memanfaatkan ruang publikdi wilayah Kabupaten Banyumas dengan tidak ter-tib, hal tersebut dikeluhkan pula oleh sebagian ma-syarakat Banyumas.

Berpangkal dari permasalahan itu, kemu-dian diadakan rapat komisi yang ditindaklanjuti de-ngan pengecekan antara substansi dalam PerdaKabupaten Banyumas No. 4 tahun 2003 yangmengatur tentang PKL dengan pelaksanaannya di-lapangan. Hasil dari pengecekan tersebut, selan-jutnya dibahas dan dievaluasi dalam rapat komisidan rapat pimpinan, yang kemudian menghasilkankeputusan DPRD untuk mencabut Perda No. 4Tahun 2003 tentang Pedagang Kaki Lima digantidengan Perda Kabupaten Banyumas No. 4 Tahun2011 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pe-dagang Kaki Lima. Adapun proses pengawasanPerda Kabupaten Banyumas No. 4 Tahun 2003dapat digambarkan dalam flowchart, sebagaiberikut:

Gambar 5: Pengawasan terhadap pelaksanaanPerda Kabupaten Banyumas No. 4Tahun 2003.

Diolah dan dimodifikasi oleh Kartika Winkar Setyatahun 2013.

Pengawasan oleh DPRD Provinsi DaerahIstimewa Yogyakarta dalam kerangka tata tertibDPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pengawasan oleh DPRD Provinsi DaerahIstimewa Yogyakarta terhadap pelaksanaan perda,sebagai berikut:

Gambar 6: Pengawasan oleh DPRD Provinsi DIYDiolah dan dimodofikasi oleh Kartika Winkar Setyatahun 2013.

Keistimewaan dari norma pengawasan yangtertuang dalam peraturan tata tertib DPRD provinsiDIY dibandingkan dengan peraturan tata tertibprovinsi Sumatera Utara adalah adanya penga-turan terkait dengan pengawasan diatur tersendiridalam BAB XV Peraturan Tata Tertib DPRDprovinsi DIY No. 1 Tahun 2010. Peraturan tatatertib DPRD Provinsi DIY dalam Pasal 99 mengaturpula mengenai kewajiban untuk menyusun laporanhasil pengawasan sehingga pelaksanaan danperbaikannya kedepan akan terdokumentasi de-ngan baik dan teratur. Adapun flowchart pelak-sanaan pengawasan, sebagai berikut:

Inisiatif DPRDdan aduanmasyarakat

Rapatkomisi

Dibahas dandievaluasi dalam rapat

Komisi dan RapatPimpinan

Keputusan DPRDuntuk mencabutPerda Nomor 4Tahun 2003 dandiganti denganPerda Nomor 4

Tahun 2011

Pengecekansubstansi

Perda Nomor4 Tahun 2003tentang PKL

dengankedaan nyatadilapangan

Fase PerencanaanTidak ada perencanaankhusus untuk melaksanakanpengawasan terhadappelaksanaan perda olehDPRD dan hanya sebataspengagendaan masa resessecara umum.

Fase PelaksanaanPengawasandilaksanakanmelalui:- Pelaksanaan

hak-hak DPRD.- Pelaksanaan

konsultasi.- Penerimaan

pengaduan danaspirasimasyarakat

- Kunjungan kekonstituen padamasa reses.

Fase EvaluasiEvaluasi dilaksanakan melalui:- Rapat paripurna- Kunjungan ke konstituen.

Page 5: 3-3-1-SM

28 Jurnal Idea HukumVol. 1 No. 1 Edisi Maret 2015Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Gambar 7: Pelaksanaan pengawasan oleh DPRDProvinsi DIY

Diolah dan dimodofikasi oleh Kartika Winkar Setyatahun 2013.

Sejak munculnya UU No. 32 Tahun 2004tentang pemerintahan Daerah sejatinya menja-dikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)memiliki kedudukan yang unik dan cenderungdualistik. Ketentuan dalam Pasal 40 UU No. 32Tahun 2004 menyebutkan bahwa DPRD meru-pakan lembaga perwakilan rakyat darah danberkedudukan sebagai unsur penyelenggaraanpemerintahan daerah. Nampak disini bahwa DPRDmenjadi unsur dari penyelenggara pemerintahan didaerah yakni sebagai mitra kerja dari kepaladaerah untuk mencapai tujuannya. Hal ini men-jamin terciptanya hubungan yang harmonis dansaling mendukung antara DPRD dengan peme-rintah daerah (Kepala Daerah). Namun disisi lain,DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat yangmenjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pe-ngawasan sebagai wujud representasi rakyat.DPRD diarahkan untuk dapat menyerap dan me-nyalurkan aspirasi masyarakat, serta menjadi salahsatu mekanisme kontrol rakyat terhadap kinerjapemerintah daerah. Kedudukan DPRD yang uniksecara langsung ataupun tidak, akan berdampakterhadap obyektifitas kinerja DPRD dalam hubu-ngannya dengan pemerintah daerah termasuk da-lam menjalankan fungsi pengawasan.

Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD te-lah diatur dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c UU No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UUNo. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,yang menentukan bahwa DPRD mempunyai tugas

dan wewenang untuk melaksanakan pengawasanterhadap pelaksanaan perda dan peraturan perun-dang-undangan lainnya, peraturan Kepala Daerah,APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melak-sanakan program pembangunan daerah dan ker-jasama internasional di daerah.

Selain diatur dalam Pasal 42 ayat (1) huruf cUU No. 32 Tahun 2004, terkait pelaksanaanpenga-wasan DPRD oleh DPRD provinsi diaturpula dalam ketentuan Pasal 293 UU No. 27 Tahun2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,mengenai tugas dan wewenang DPRD Provinsi.DPRD kabupaten/kota memiliki tugas dan wewe-nang yang diatur dalam Pasal 344 UU No. 27 tahun2009 antara lain melaksanakan pengawasan terha-dap pelaksanaan perda dan anggaran pendapatandan belanja daerah kabupaten/kota. Pengaturanmengenai pelaksanaan pengawasan DPRD kemu-dian diturunkan dalam Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2010 tentang Pedoman PenyusunanPeraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ten-tang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Da-erah, yang dalam Pasal 3 menentukan tugas danwewenang DPRD, salah satunya adalah melak-sanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pera-turan daerah dan APBD.

Pengawasan menurut teori yang dike-mukakan oleh Robert J.Mokler diartikan sebagaiusaha sistematik untuk menetapkan standar pelak-sanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, me-rancang sistem informasi maupun umpan balik,membandingkan kegiatan nyata dengan standaryang telah ditetapkan sebelumnya, menentukandan mengukur penyimpangan-penyimpangan, ser-ta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan,bahwa semua sumber daya yang dipergunakandengan cara yang paling efektif dan efisien dalampencapaian tujuan.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Ro-bert J. Mokler apabila didialogkan terhadap data 1,data 2 dan data 3, maka dapat diinterpretasikanbahwa pengawasan DPRD terhadap pelaksanaanperda saat ini terbagi menjadi 3 fase meliputi fase

- Laporan/pengaduanmasyarakat.

Ditindaklanjuti oleh anggotaDPRD dan/atau alatkelengkapan DPRD yang terkaitdengan pengaduan/laporanmasyarakat, berupa:- Rapat dengar pendapat- Rapat dengar pendapat

umum- Rapat kerja- Kunjungan kerja

Hasil daripengawasanberupa:- Laporan hasil

pengawasan- Keputusan

DPRD

Page 6: 3-3-1-SM

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Pelaksanaan… 29

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang me-ngandung unsur koreksi.

Unsur-unsur pengawasan menurut Muchsandapat disimpulkan bahwa pengawasan memilikibeberapa unsur, yaitu: (1) Adanya kewenanganyang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas; (2)Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alatpenguji terhadap pelaksanaan suatu tugas yangakan diawasi; (3) Tindakan pengawasan dapatdilakukan terhadap suatu proses kegiatan yangsedang berjalan maupun terhadap hasil yang di-capai dari kegiatan tersebut; (3) Tindakan penga-wasan berakhir dengan tindakan disusunnyaevaluasi akhir terhadap kegiatan yang dilaksa-nakan serta pencocokan hasil yang dicapai denganrencana sebagai tolak ukurnya; (4) Untuk selan-jutnya tindakan pengawasan akan diteruskan de-ngan tindak lanjut baik secara administratif maupunsecara yuridis.

Kewenangan merupakan substansi dariasas legalitas. Menurut teori, wewenang diartikansebagai kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Pelimpahan wewenangdibagi menjadi 3 bentuk, yaitu: (1) Atribusi, atribusikewenangan terjadi apabila pendelegasian kekua-saan itu didasarkan pada amanat suatu konstitusidan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah,tetapi tidak didahului oleh suatu pasal dalamundang-undang untuk diatur lebih lanjut; (2) De-legasi, delegasi mengandung arti penyerahan we-wenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada yanglebih rendah. Penyerahan demikian tidak dapatdibenarkan selain dengan atau berdasarkan ke-kuatan hukum. Delegasi selalu dituntut adanyadasar hukum sebab apabila pemberi delegasi inginmenarik kembali wewenang yang telas didele-gasikannya, maka harus dengan peraturan perun-dang-undangan yang sama; (3) Mandat, mandatmengenai kewenangan penguasaan diartikan de-ngan pemberian kuasa (biasanya bersamaan de-ngan perintah) oleh alat perlengkapan pemerintahyang memberi wewenang ini kepada yang lain,

2 Kartika, Op.cit. hlm.18-20.

yang akan melaksanakannya atas nama tanggungjawab alat pemerintah yang pertama tersebut.2

Berdasarkan unsur pengawasan yang per-tama sebagaimana dikemukakan oleh Muchsanyaitu adanya kewenangan yang jelas yang dimilikioleh aparat pengawas dikaitkan dengan teori pe-limpahan wewenang untuk kemudian didialogkandengan data 1, data 2 dan data 3 maka dapatdiinterpretasikan bahwa DPRD baik provinsi mau-pun kabupaten/kota berperan sebagai lembagaperwakilan rakyat di daerah yang memilikikewenangan untuk melakukan pengawasan terha-dap pelaksanaan perda. Wewenang pengawasanyang dimiliki oleh DPRD bersumber pada pera-turan perundang-undangan yang dituangkan seca-ra eksplisit, sehingga dikategorikan kedalam pelim-pahan wewenang secara atribusi.

Menurut unsur pengawasan yang keduayaitu adanya suatu rencana yang mantap sebagaialat penguji terhadap pelaksanaan suatu tugasyang akan diawasi, apabila dengan teori penga-wasan Robert J. Mokler dan didialogkan dengandata 1, data 2, dan data 3 maka dapat diinter-pretasikan bahwa pengawasan pelaksanaan perdaoleh DPRD provinsi dan kabupaten/kota lebihmengutamakan bersifat insidental manakala ter-dapat laporan dan/atau pengaduan dari masya-rakat, sedangkan pengawasan yang dibuat secaraterencana dan terjadwal hanyalah pengawasanpada masa reses yang telah diagendakan sebe-lumnya oleh Badan Musyawarah untuk tiap tahunanggaran.

Unsur pengawasan yang ketiga menurutMuchsan adalah tindakan pengawasan dapat dila-kukan terhadap suatu proses kegiatan yang se-dang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai,apabila didialogkan dengan data 1, data 2, dandata 3 maka dapat diinterpretasikan bahwa penga-wasan terhadap pelaksanaan perda di Indonesiasecara umum meliputi pengawasan yang dilak-sanakan pada saat perda dilaksanakan dan terha-dap hasil yang telah dicapai. Pengawasan dilaksa-

Page 7: 3-3-1-SM

30 Jurnal Idea HukumVol. 1 No. 1 Edisi Maret 2015Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

nakan setiap saat apabila terdapat aduan/laporandari masyarakat dan inisiatif dari anggota dewanuntuk melakukan sidak. Pengawasan terhadaphasil yang dicapai dilaksanakan melalui kunjungananggota dewan pada masa reses serta evaluasidalam sidang paripurna DPRD.

Unsur pengawasan selanjutnya adalah tin-dakan pengawasan berakhir dengan tindakan di-susunnya evaluasi akhir terhadap kegiatan yangdilaksanakan serta pencocokan hasil yang dicapaidengan rencana sebagai tolak ukurnya, apabiladidialogkan dengan data 1, data 2 dan data 3 makadapat diinterpretasikan bahwa evaluasi terhadappengawasan pelaksanaan perda oleh DPRD pro-vinsi dan kabupaten/kota adalah evaluasi akhirberupa laporan secara umum dan menyeluruh da-lam rapat paripurna.

Unsur pengawasan terakhir adalah tindakanpengawasan akan diteruskan dengan tindak lanjutbaik secara administratif maupun secara yuridis,apabila didialogkan dengan data 1 maka dapatdiinterpretasikan bahwa pengawasan terhadappelaksanaan perda yang dilakukan oleh DPRDProvinsi Sumatera Utara, ditindaklanjuti hanyasebatas rapat dengar pendapat umum, kunjungankerja, dan rapat kerja alat kelengkapan DPRD de-ngan mitra kerja, akan tetapi tidak nampak secarajelas adanya tindak lanjut secara administrasimaupun yuridis.

Apabila unsur pengawasan di atas didialog-kan dengan data 2, maka dapat diinterpretasikanbahwa tindak lanjut dari pengawasan pelaksanaanperda oleh DPRD Kabupaten Banyumas lebihnyata yaitu melalui tindakan administrasi berupateguran atau revisi perda (legislatif review). Tin-dakan administrasi dilakukan sesuai dengan se-jauh mana penyimpangan pelaksanaan perdadilakukan.

Unsur pengawasan tersebut di atas jikadidilogkan dengan data 3, maka dapat diinter-pretasikan bahwa tindak lanjut dari pengawasanDPRD Provinsi DIY terhadap pelaksanaan perdaberupa tindakan administratif meliputi pemberianrekomendasi, permintaan kepada gubernur untukmelakukan perbaikan kebijakan, perubahan, peng-

gantian kebijakan, dan/atau teguran terhadap apa-rat pelaksana dengan kinerja yang tidak efisienefektif.

Berdasarkan teori penggolongan penga-wasan menurut segi pelaksanaannya jika didialog-kan dengan data 1, data 2, dan data 3 maka dapatdiintepretasikan bahwa pengawasan terhadap pe-laksanaan perda yang dilakukan oleh DPRD meru-pakan pengawasan represif yakni setelah perdaberlaku efektif dalam masyarakat. Sedangkan ber-dasarkan teori penggolongan pengawasan menu-rut subyeknya, apabila didialogkan dengan data 1,data 2, dan data 3 maka dapat diintepretasikanbahwa pengawasan yang dilaksanakan oleh DPRDterhadap pelaksanaan perda termasuk dalampengawasan legislatif (wasleg). Berdasarkan teoripenggolongan pengawasan menurut cara melak-sanakannya apabila didialogkan dengan data 1,data 2, dan data 3 maka dapat diintepretasikanbahwa pengawasan terhadap pelaksanaan perdayang dilakukan oleh DPRD termasuk dalam penga-wasan langsung dan tidak langsung sebab penga-wasan dilakukan dalam bentuk inspeksi langsungdi lapangan serta pengawasan laporan hasil eva-luasi.

Berdasarkan uraian di atas nampak bahwapengaturan mengenai pengawasan pelaksanaanperaturan daerah (perda) oleh DPRD tersebardalam beberapa peraturan perundang-undanganyaitu Pasal 42 ayat (1) huruf c UU No. 32 Tahun2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 293dan Pasal 344 UU No. 27 Tahun 2009 tentangMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Per-wakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 3Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010 tentangPedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwa-kilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib DewanPerwakilan Rakyat Daerah, yang kemudian ditu-runkan lagi menjadi peraturan tata tertib dalammasing-masing DPRD provinsi maupun DPRDkabupaten/kota. Pengaturan pengawasan pelak-sanaan perda oleh DPRD dapat penulis gam-barkan dalam bagan di bawah ini:

Page 8: 3-3-1-SM

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Pelaksanaan… 31

Gambar 8: Bagan dasar hukum pengawasanDPRD

Pembicaraan mengenai taraf sinkronisasitidak akan terlepas dari teori jenjang norma(Stufentheorie) yang dikemukakan oleh HansKelsen bahwa norma hukum itu berjenjang-jenjangdan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata su-sunan, dimana suatu norma yang lebih rendahberlaku, bersumber dan berdasarkan pada normayang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pa-da suatu norma yang tidak dapat ditelusur lebihlanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu normadasar (Groundnorm).

Hans Nawiasky kemudian mengembangkanteori jenjang norma yang dikemukakan oleh Hanskelsen. Nawiasky berpendapat bahwa selain ber-lapis-lapis, norma hukum dalam suatu negara jugaberkelompok-kelompok, yang terbagi menjadiempat kelompok besar yaitu Staatsfundamental-norm (norma fundamental Negara), Staatsgrund-gesetz (aturan dasar/pokok Negara), Formell ge-setz (Undang-Undang), dan Verordenung dan Au-tonome Satzung (aturan pelaksana dan aturanotonom).

Jenis dan hierarki Peraturan perundang-un-dangan di Indonesia berdasarkan Pasal 7 ayat (1)UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Pe-raturan Perundang-undangan, sebagai berikut: (a)Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945; (b) Ketetapan Majelis Permusyawa-ratan Rakyat; (c) Undang-Undang/Peraturan Pe-merintah Pengganti Undang-Undang; (d) Pera-turan Pemerintah; (e) Peraturan Presiden; (f) Pe-

raturan Daerah Provinsi; dan (g) Peraturan DaerahKabupaten/kota.

DPRD provinsi Sumatera Utara dalam me-laksanakan fungsi pengawasan berpedoman padaPeraturan DPRD provinsi Sumatera Utara No. 5tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan DPRDProvinsi Sumatera Utara No. 1/K/2010 tentangTata Tertib DPRD Provinsi Sumatera Utara, yangdalam Pasal 5 ayat (3) menyebutkan bahwa DPRDprovinsi Sumatera Utara melaksanakan pengawa-san terhadap pelaksanaan, Perda, APBD, Pera-turan Gubernur dan kebijakan yang ditetapkan olehPemerintah Daerah.

Ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan DPRDprovinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2010 ter-sebut apabila diintepretasikan terhadap teori jen-jang norma dari Hans Kelsen maka termasukdalam norma hukum. Jika diinterpretasikan terha-dap teori Hans Nawiaski masuk dalam kelompokaturan pelaksana (Verordenung). Jika dikaitkandengan hierarki norma hukum Pasal 7 ayat (1) UUNo. 12 Tahun 2011 maka termasuk dalam PerdaProvinsi.

Peraturan tata tertib DPRD provinsi Suma-tera Utara No. 5 Tahun 2010 tersebut bersumberpada Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun2010, yang apabila ditarik ke atas maka mengacupada Pasal 293 UU No. 27 Tahun 2009 serta me-ngacu pula pada Pasal 42 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, sampai dengan normadasarnya yaitu Pasal 20 A ayat (1) UUD 1945.Keseluruhan norma tersebut mulai dari tingkatanjenjang norma terendah hingga norma dasar(groundnorm) yang membentuknya, memiliki keter-kaitan dan sinkronisasi secara vertikal.

DPRD Kabupaten Banyumas dalam melak-sanakan fungsi pengawasan berpedoman padaPeraturan DPRD Kabupaten Banyumas No. 1 ta-hun 2010 tentang Tata Tertib DPRD KabupatenBanyumas, yang dalam Pasal 3 huruf c menye-butkan bahwa DPRD Kabupaten Banyumas melak-sanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Pera-turan Daerah, APBD, Peraturan Gubernur, Kepu-tusan Gubernur dan peraturan perundang-unda-ngan lainnya, serta kebijakan yang ditetapkan oleh

UUD 1945

UU No. 32 Tahun2004 Ps. 42 Ayat

(1) huruf c

UU No. 27 Tahun2009 Ps. 293 dan

344

PP No. 16 Tahun2010 Ps. 3

Peraturan TatibDPRD Porvinsi dan

Kabupaten/Kota

Page 9: 3-3-1-SM

32 Jurnal Idea HukumVol. 1 No. 1 Edisi Maret 2015Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Pemerintah, Pemerintah Daerah dalam melaksa-nakan program pembangunan Daerah.

Ketentuan Pasal 3 huruf c Peraturan DPRDKabupaten Banyumas No. 1 Tahun 2010 tersebutapabila diintepretasikan terhadap teori jenjang nor-ma dari Hans Kelsen maka termasuk dalam normahukum. Jika diinterpretasikan terhadap teori HansNawiaski masuk dalam kelompok aturan pelaksana(Verordenung). Jika dikaitkan dengan hierarki nor-ma hukum Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011maka termasuk dalam Peraturan Daerah Kabupa-ten/kota.

Peraturan tata tertib DPRD Kabupaten Ba-nyumas No. 1 Tahun 2010 tersebut bersumber pa-da Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun2010, yang apabila ditarik ke atas maka mengacupada Pasal 344 UU No. 27 Tahun 2009 sertamengacu pula pada Pasal 42 ayat (1) huruf c UUNo. 32 Tahun 2004, sampai dengan norma da-sarnya yaitu Pasal 20 A ayat (1) UUD 1945.Keseluruhan norma tersebut mulai dari tingkatanjenjang norma terendah hingga norma dasar(groundnorm) yang membentuknya, memiliki keter-kaitan dan sinkronisasi secara vertikal.

DPRD provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY) dalam melaksanakan fungsi pengawasanberpedoman pada Peraturan DPRD provinsi DIYNo. 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRDProvinsi Sumatera Utara, yang dalam Pasal 5 hurufc menyebutkan bahwa DPRD provinsi DIY melak-sanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Per-da, APBD, Peraturan Gubernur, Keputusan Guber-nur dan peraturan perundang-undangan lainnya,serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah,Pemerintah Daerah dalam melaksanakan programpembangunan Daerah.

Ketentuan Pasal 5 huruf c Peraturan DPRDprovinsi DIY No. 1 Tahun 2010 tersebut apabila di-interpretasikan terhadap teori jenjang norma dariHans Kelsen maka termasuk dalam norma hukum.Jika diinterpretasikan terhadap teori Hans Nawiaskimasuk dalam kelompok aturan pelaksana (Veror-denung). Jika dikaitkan dengan hierarki normahukum Pasal 7 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011maka termasuk dalam Peraturan Daerah Provinsi.

Peraturan tata tertib DPRD provinsi Suma-tera Utara No. 5 Tahun 2010 tersebut bersumberpada Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun2010, yang apabila ditarik ke atas maka mengacupada Pasal 293 UU No. 27 Tahun 2009 sertamengacu pula pada Pasal 42 ayat (1) huruf c UUNo. 32 Tahun 2004, sampai dengan norma dasar-nya yaitu Pasal 20 A ayat (1) UUD 1945. Ke-seluruhan norma tersebut mulai dari tingkatan jen-jang norma terendah hingga norma dasar (ground-norm) yang membentuknya, memiliki keterkaitandan sinkronisasi secara vertikal.

Pengaturan mengenai pengawasan pelak-sanaan perda oleh DPRD baik provinsi maupunkabupaten/kota dalam tataran Undang-Undang ti-dak hanya bersumber pada satu Undang-Undangsaja melainkan mengacu pada dua Undang-Un-dang yakni UU No. 32 Tahun 2004 tentang Peme-rintahan Daerah dan UU No. 27 Tahun 2009 ten-tang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Menilik keten-tuan Pasal 42 ayat (1) huruf c UU No. 32 Tahun2004 disebutkan bahwa DPRD mempunyai tugasdan wewenang untuk melaksanakan pengawasanterhadap pelaksanaan perda dan peraturan perun-dang-undangan lainnya, peraturan Kepala Daerah,APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melak-sanakan program pembangunan daerah dan ker-jasama internasional di daerah.

Undang-Undang No 27 Tahun 2009 me-ngenai pengawasan oleh DPRD dibagi menjadidua Pasal yaitu Pasal 293 mengatur pengawasanDPRD provinsi dan Pasal 344 mengatur penga-wasan oleh DPRD kabupaten/kota. Pasal 293 ayat(1) huruf c UU No. 27 Tahun 2009 menyebutkanbahwa DPRD provinsi mempunyai tugas dan we-wenang untuk melaksanakan pengawasan terha-dap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaranpendapatan dan belanja daerah provinsi. Pasal344 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 27Tahun 2009 menentukan bahwa DPRD kabu-paten/kota mempunyai tugas dan wewenang untukmelaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaanperaturan daerah dan anggaran pendapatan danbelanja daerah kabupaten/kota.

Page 10: 3-3-1-SM

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Pelaksanaan… 33

Berdasarkan materi muatan yang terkan-dung dalam ketentuan Pasal 42 ayat (1) huruf c UUNo. 32 Tahun 2004 apabila didialogkan dengan ke-tentuan Pasal 293 ayat (1) huruf c dan Pasal 344ayat (1) huruf c UU No. 27 tahun 2009 maka ter-dapat keterkaitan dan sinkronisasi materi muatanpengawasan oleh DPRD baik provinsi maupun ka-bupaten kota terhadap pelaksanaan peraturandaerah secara horisontal dalam derajat peraturanperundang-undangan yang sama.

Salah satu tugas dan wewenang yang di-amanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 sebagai-mana telah diubah terakhir dengan UU No. 12Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Pasal42 ayat (1) huruf c adalah tugas dan wewenangDPRD untuk melaksanakan pengawasan terhadapperaturan daerah dan peraturan perundang-un-dangan lainnya, peraturan kepala daerah, Angga-ran Pendapatan dan Belanja Daerah, kebijakanpemerintah daerah dalam melaksanakan programpembangunan daerah dan kerjasama internasionaldi daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh DPRDmelekat pada hak-hak DPRD yaitu hak menya-takan pendapat, hak angket dan hak interpelasisebagaimana ditentukan dalam Pasal 43 UU No.32 Tahun 2004.

Berdasarkan data di atas jika dikaitkan de-ngan dasar pemikiran dari pengawasan yang diaturdalam UU No. 32 Tahun 2004, dapat diinterpre-tasikan bahwa konsep pengawasan menurut UUNo. 32 Tahun 2004 adalah proses kegiatan yangditujukan untuk menjamin agar pemerintahan da-erah berjalan sesuai dengan rencana dan keten-tuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Objek dari pelaksanaan pengawasan oleh DPRDcukup luas yakni segala bentuk penyelenggaraanurusan pemerintahan, namun utamanya adalahpengawasan terhadap peraturan daerah, peratu-ran kepala daerah dan APBD. Konsep penga-wasan disini hanya sebatas mencocokkan antaraperaturan daerah dan/atau peraturan perundang-undangan di daerah lainnya dengan pelaksana-annya di lapangan, hanya saja dalam UU No. 32Tahun 2004 tidak diatur secara jelas mengenaimekanisme pelaksanaan pengawasan oleh DPRD

serta langkah korektif yang dapat diambil dari hasilevaluasi pelaksanaan pengawasan tersebut.

Apabila dicermati dalam dasar pemikiranpengawasan yang diatur UU No. 32 tahun 2004, te-lah disebutkan bahwa untuk mengoptimlkan pe-ngawasan maka pemerintah dapat menerapkansanksi kepada penyelenggara pemerintahan da-erah apabila terjadi penyimpangan dan pelang-garan. Sanksi dapat berupa penataan kembali da-erah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat,penangguhan dan pembatalan berlakunya suatukebijakan daerah dan ketentuan lain yang dite-tapkan daerah, serta dapat menjatuhkan sanksi pi-dana sesuai dengan peraturan perundang-un-dangan yang berlaku. Nampak bahwa sejatinyapembuat undang-undang memberikan peluanguntuk dapat diterapkannya sanksi oleh terhadapaparat penyelenggara pemerintahan di daerahmanakala terjadi pelanggaran, disini wenang pen-jatuhan sanksi diberikan kepada lembaga ekse-kutif, sedangkan terhadap pengawasan yang dila-kukan oleh DPRD pengaturannya sumir bahkanboleh dikatakan tidak ada aturan yang menye-butkan secara tegas bahwa DPRD berwenangmenjatuhkan sanksi manakala terjadi ketidak-sesuaian/pelanggaran dalam pelaksanaan perda.

Sejalan dengan Pasal 42 ayat (1) huruf c UUNo. 32 Tahun 2004, dalam Pasal 293 ayat (1) hurufc UU No. 27 Tahun 2009 disebutkan bahwa DPRDProvinsi melaksanakan pengawasan terhadappelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pen-dapatan dan belanja daerah Provinsi, sedangkandalam Pasal 344 ayat (1) huruf c menentukanbahwa DPRD Kabupaten/Kota melaksanakan pe-ngawasan terhadap pelaksanaan peraturandaerah dan anggaran pendapatan dan belanjadaerah Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pengawa-san melekat dalam hak-hak DPRD sebagaimanadiatur dalam Pasal 298 UU No. 27 Tahun 2009 bagiDPRD Provinsi dan Pasal 349 UU No. 27 Tahun2009 bagi DPRD Kabupaten/Kota.

Berdasarkan data di atas dapat diinterpre-tasikan bahwa konsep pengawasan dalam UU No.27 Tahun 2009 hampir sama dengan konseppengawasan yang diatur dalam UU No. 32 Tahun

Page 11: 3-3-1-SM

34 Jurnal Idea HukumVol. 1 No. 1 Edisi Maret 2015Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

2004, hanya saja dalam UU No. 27 tahun 2009lebih dipertegas bahwa DPRD Provinsi dan DPRDKabupate/Kota memiliki tugas dan wewenang un-tuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaanperda dan APBD baik Provinsi maupun Kabupa-ten/Kota. Namun terkait dengan mekanisme pe-ngawasan, siapa yang melaksanakan tugas pe-ngawasan, dan bagaimana tindak lanjut dari pro-ses pengawasan yang telah dilaksanakan belumdiatur dan dijabarkan dalamnya.

Kemudian lebih lanjut dalam Peraturan Pe-merintah No. 16 tahun 2010 tentang PedomanPenyusunan Peraturan Dewan Perwakilan RakyatDaerah tentang Tata Tertib Dewan PerwakilanRakyat Daerah, yang dalam Pasal 2 ayat (4)menentukan bahwa fungsi pengawasan DPRDdiwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan perdadan APBD, selanjutnya diperjelas dalam Pasal 3huruf c Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010yang menyebutkan bahwa tugas dan wewenangDPRD adalah melaksanakan pengawasan terha-dap pelaksanaan perda dan APBD.

Berdasarkan data di atas dapat diinterpre-tasikan bahwa konsep pengawasan yang diaturdalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010,dapat dikategorikan kedalam konsep pengawasanyang sempit, sebab pengawasan dimaknai sebagaiproses mencocokan antara peraturan yang berlakudengan pelaksanaannya dilapangan. Namun da-lam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2010 le-bih diperjelas mengenai subjek yang melaksa-nakan pengawasan dan objek dari pengawasan.Subjek pengawasan adalah anggota DPRD secaraindividu dan komisi-komisi dalam DPRD sebagaialat kelengkapan DPRD. Komisi menjadi gardaterdepan dalam pelaksanaan fungsi pengawasanoleh DPRD, dimana pengawasan dilakukan sesuaidengan pembagian bidang tugas masing-masingkomisi. Pembagian bidang tugas pada masing-masing komisi dimaksudkan untuk mempermudahpelaksanaan pengawasan mengingat ruang ling-kup pengawasan yang luas, sehingga diharapkanterjadi koordinasi yang baik dalam pelaksanankerja secara optimal.

Selain Komisi, dalam pelaksanaan fungsipengawasan khususnya terkait pengawasan pe-laksanaan perda, maka diperlukan pula optima-lisasi peran Badan Musyawarah. Telah disebutkandi atas bahwa Badan Musyawarah bertugas meng-agendakan seluruh kegiatan yang akan dilak-sanakan oleh DPRD untuk tiap tahun anggaran,mengingat pengawasan yang baik dipengaruhioleh sistem perencanaan yang baik pula. BadanMusyawarah seyogyanya dapat mengagendakanpelaksanaan pengawasan yang terjadwal bukanhanya pengawasan insidental. Pengawasan seca-ra terjadwal yang maksud adalah Badan Musyawa-rah membuat penjadwalan secara kontinyu untukmereview seluruh perda yang sedang berlaku apa-kah masih berlaku efektif dan sesuai dengan pera-turan perundang-undangan yang sederajat atauperaturan perundang-undangan yang memiliki de-rajat lebih tinggi.

Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD sa-lah satunya melalui hak-hak DPRD yakni hak me-nyatakan pendapat, hak angket dan hak interpelasisebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 PeraturanPemerintah No. 16 Tahun 2010, sedangkan alatpengawasan yang lain berupa tindak lanjut daripengaduan masyarakat meliputi rapat dengar pen-dapat umum, rapat dengar pendapat, kunjungankerja, atau rapat kerja DPRD dengan mitra ker-janya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 116ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2010.Berdasarkan uraian di atas maka metode penga-wasan yang tepat digunakan adalah metode pe-ngawasan secara langsung dan tidak langsung,dengan konsep pengawasan luas, sehingga pe-ngawasan dapat dijalankan secara efektif danefisien.

PenutupSimpulan

Pengawasan yang dilakukan oleh DPRDProvinsi dan Kabupaten/Kota terhadap pelaksa-naan Peraturan Daerah berdasarkan UU No. 32Tahun 2004 menggunakan konsep pengawasandalam arti sempit yang hanya menitikberatkan pa-da pencocokan antara peraturan dengan pelak-

Page 12: 3-3-1-SM

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Pelaksanaan… 35

sanaannya dilapangan. Sarana yang digunakanDPRD dalam melaksanakan pengawasan terha-dap pelaksanaan perda secara umum melaluipelaksanaan hak-hak DPRD, pelaksanaan konsul-tasi, Penerimaan pengaduan dan aspirasi masya-rakat. Belum terdapat pengaturan yang jelas me-ngenai parameter pengawasan, mekanisme pe-ngawasan dan tindakan korektif dari hasil evaluasipelaksanaan pengawasan oleh DPRD.

Konsep pengawasan yang tepat diterapkanterhadap pelaksanaan Perda pada masa datangadalah pengawasan dalam arti luas, yang tidak ha-nya mengacu pada pencocokan aturan denganpelaksanaannya di lapangan, mencakup unsur ko-rektif baik secara administrasi maupun yuridis.

SaranMengubah konsep pengawasan sempit

yang dianur oleh UU No. 32 Tahun 2004, UU No.27 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah No. 16Tahun 2010, menjadi konsep pengawasan luas,agar nantinya hasil dari pelaksanaan pengawasanperda oleh DPRD menjadi nyata (adanya tindakankorektif).