2715-6389-1-sm

Upload: garvin-chandra

Post on 07-Jul-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    1/16

    Perspektif Vol. 9 No. 2 / Desember 2010. Hlm 78 - 93ISSN: 1412-8004

    78 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai BahanBaku Obat Potensial

    MONO RAHARDJOBalai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

    Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111e-mail: [email protected]

    Diterima: 14 April 2010 Disetujui: 15 November 2010

    ABSTRAK

    Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakantanaman asli Indonesia, banyak ditemukan terutamadi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Jakarta,

    Yogyakarta, Bali, Sumatera Utara, Riau, Jambi,Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, SulawesiUtara dan Sulawesi Selatan. Rimpang temulawakmengandung bahan aktif yang potensial untukkesehatan antara lain xanthorrizol, kurkuminoid danminyak atsiri. Rimpang temulawak banyakdipergunakan sebagai bahan baku obat tradisionalsebagai jamu, herbal terstandar dan obat fitofarmaka.Teknologi yang mengacu pada SOP budidaya denganpenggunaan varietas unggul, lingkungan tumbuhyang cocok, benih bermutu, persiapan lahan, caratanam dan pasca panen yang tepat akan menghasilkanproduksi dan mutu rimpang yang tinggi. Pada

    umumnya temulawak diperbanyak denganmenggunakan stek rimpang berasal dari rimpanginduk dan rimpang cabang. Benih harus berasal daritanaman yang sehat berumur 10 – 12 bulan, bersih,kulitnya licin mengkilap, bebas dari hama danpenyakit. Rimpang induk untuk benih dapat dibagimenjadi 2 – 4 bagian, ukurannya sekitar 20 – 40g/benih yang mempunyai 2 -3 mata tunas. Tingkatpemupukan pupuk organik dan anorganik (N, P danK) mempengaruhi produksi rimpang dan mutu.Kebutuhan pupuk N (Urea), P (SP36) dan K (KCl)harus disesuaikan dengan kondisi kesuburan tanah.Pada status kesuburan tanah dengan kandungan N

    rendah, P cukup dan K cukup pada iklim tipe B,produksi rimpang tertinggi (25,46 t/ha) dicapai padapemupukan pupuk kandang 20 t/ha, urea 300 kg/ha,SP36 200 kg/ha, dan KCl 200 kg/ha. Tanamantemulawak siap dipanen pada umur 10 – 12 bulan,dengan dicirikan tanaman sudah senescen (mengering batang dan daunnya). Temulawak berkhasiat untukmeningkatkan nafsu makan, memperbaiki fungsipencernaan, fungsi hati, pereda nyeri sendi dan tulang,menurunkan lemak darah, antioksidan danmenghambat penggumpalan darah.

    Kata kunci : Curcuma xanthorrhiza Roxb, teknologi budidaya, khasiat

    ABSTRACT

    Appl ica t ion of S tandard Opera t iona lProcedure to Suppor t Java Turmer ic asPotential Drug Ing redients

    Java turmeric ( Curcuma xanthorrhiza Roxb) is one ofIndonesian native plants cultivated in West, Centraland, East Java, Yogyakarta, Bali, North Sumatera, Riau, Jambi, West and East Kalimantan, and North andSouth Sulawesi. Since rhizomes contain xanthorrizol,curcuminoid and essential oils, this plant has beenwidely used as traditional medicine (jamu),standardized herbal and phytopharmaca medicines.Applying standard operational procedure consisting ofthe usage of a good variety, selection of suitableenvironmental condition, soil preparation, seedlingand planting techniques, and post harvest technologywill produce high both yield and quality of rhizomes.Turmeric propagates via main or branch rhizomes.Seed should be chosen from the healthy plants age 10-12 months after planting. Rhizomes should have shinyskin and free from pests and diseases. Rhizomes may be divided into 2 - 4 pieces, which is 20-40 g/slice andhave 2-3 shoots. Organic and inorganic fertilizersascertain quantity and quality of rhizomes. The need ofinorganic fertilizers such as Urea, SP36 and KCldepends on soil fertility condition. Field in Type Bclimate having low N status, enough P and K statuswill produce 25.46 tones/ha rhizomes since it is appliedwith 20 ton/ha of dung manure, 300 kg/ha of Urea, 200kg/ha of SP36 and 200 kg/ha of KCL. Plant will readyto be harvested on 10 to 12 months after planting,indicated by senescent condition. Java turmeric can beused to enhance eating appetite, cure digesting andliver malfunctions, lower blood fat, antioxidants andinhibit blood clotting.

    Key words: Curcuma xanthorrhiza Roxb, cultivationtecnology, medicinal uses

    PENDAHULUAN

    Temulawak ( Curcuma xanthorhiza Roxb)merupakan tanaman obat asli Indonesia, disebut juga Curcuma javanica. Tanaman temulawak

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    2/16

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial (MONO RAHARDJO) 79

    termasuk famili Zingiberaceae, berbatang semu,dengan bagian yang dimanfaatkan adalahrimpang. Tanaman ini tumbuh baik dan dapat beradaptasi di tempat terbuka maupun di bawah

    tegakan pohon hingga tingkat naungan 40%.Penyebaran temulawak berhubungan eratdengan pergerakan atau mobilitas pendudukterutama suku Jawa (Prana, 2008). Wilayahpengembangan temulawak di Indonesia meliputi13 propinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi,DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIYogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat,Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan SulawesiSelatan.

    Luas areal panen tanaman temulawak pada

    tahun 1999 mencapai 433 ha dengan rata-rataproduksi 10,7 t/ha (Direktorat Aneka Tanaman,2000), lebih rendah dibanding yang diperolehdari hasil-hasil penelitian. Hasil penelitianYusron dan Januwati (2005) menunjukkan bahwaproduksi rimpang segar temulawak mencapai11,04 t/ha, sedangkan informasi lainnyaproduktivitas temulawak di Jawa Timurmencapai 12,5 t/ha. Potensi produksi temulawak bisa mencapai 20 - 30 t/ha. Apabila perluasanareal pengembangan temulawak tidak diikuti

    oleh cara budidaya yang baik, maka tujuan untukmemperoleh produksi dan mutu bahan aktifyang tinggi tidak dapat dicapai secara optimal.

    Orientasi budidaya tanaman obat padaumumnya termasuk temulawak tidak hanyaditujukan kepada produktivitas biomas yangtinggi, tetapi juga kepada tingginya mutu bahanaktif yang dikandungnya. Produktivitas danmutu bahan aktif temulawak dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: (1) lingkungantumbuh, (2) sifat unggul tanaman (varietas), (3)

    ketersediaan unsur hara (pupuk), (4)perlindungan tanaman terhadap organismepengganggu tanaman (OPT) dan tidak kalahpentingnya adalah (5) penanganan pasca panen.

    Untuk memacu petani menanamtemulawak sehingga hasilnya mempunyai nilaiyang optimal dan menguntungkan, perludisediakan varietas unggul, benih yang berkualitas, dan SOP budidaya yang terstandar.Tulisan ini menyampaikan cara budidaya yang baik dan benar untuk menghasilkan simplisia

    temulawak bermutu tinggi, sehingga mempunyai

    nilai jual yang tinggi, karena kandungan bahanaktif berkhasiat obat tinggi.

    Secara tradisional berlandasan empiris,rimpang temulawak telah diketahui berkhasiat

    untuk kesehatan. Kebutuhan temulawak untukindustri obat tradisional dan industri kecil obattradisional menduduki peringkat pertama di Jawa Timur dan peringkat kedua di Jawa Tengahsetelah jahe (Kemala et al., 2003). Hasil surveiKemala et al. (2003) bahwa temulawakdipergunakan sebagai bahan baku obattradisional yang berkhasiat untuk menyembuh-kan 24 jenis penyakit. Sehingga pada tahun 2004,pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat danMakanan (POM) mencanangkan Gerakan

    Nasional Minum Temulawak sebagai minumankesehatan (Badan POM, 2004). Berdasarkan hasilsurvei lainnya menunjukkan bahwa dari 609produk jamu, 176 diantaranya mengandungtemulawak dan penggunaannya terdapat didalam 12 kelompok penyakit yang dapat diobati(Purwakusumah et al., 2008). Dari uji prakliniktemulawak dapat dipergunakan sebagai obathepatoproteksi, anti-inflamasi, antikanker,antidiabetes, antimikroba, antihiperlipidemia,anti kolera, anti bakteri, antioksidan (Hwang,

    2006, Darusman et al., 2007, Rukayadi et al., 2006,Masuda et al., 1992, Yasni et al., 1994).

    Temulawak telah dimanfaatkan industriobat sebagai jamu, herbal terstandar dan obatfitofarmaka, di Indonesia maupun di mancanegara. Serapan rimpang temulawak segar olehindustri jamu dan obat tradisional di Indonesiapada tahun 2002 mencapai 9.494,92 ton ( Kemalaet al., 2003), dan setiap tahunnya diperkirakanselalu meningkat. Namun dari hasil survei,tanaman temulawak sangat jarang dibudidaya-

    kan oleh petani, sehingga perolehan sebagai bahan baku dilakukan dengan cara menambang,yaitu memanen dari tanaman temulawak bukanhasil budidaya. Sistem perolehan bahan bakuseperti ini menyebabkan nilai tawar oleh industriterhadap simplisia temulawak menjadi sangatrendah dengan alasan mutunya rendah.

    Teknologi budidaya di tingkat petanimasih secara tradisional, belum mengacu kepadaSOP yang telah ada, mulai dari pemilihanlingkungan tumbuh yang tepat, penggunaan

    varietas unggul, benih bermutu, pemupukan

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    3/16

    80 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    yang tepat, dan panen yang tepat. Sistem budidaya yang demikian ini kemungkinandisebabkan oleh banyak faktor antara lain, a)teknologi hasil-hasil penelitian Balittro belum

    sampai ke petani, b) petani enggan menerapkanteknologi Balittro karena nilai jual temulawakrendah dan tidak ada perbedaan yang nyataantara temulawak hasil dari teknologi SOP budidaya dibandingkan dengan budidayatradisional. Sistem budidayanya semacam inimenyebabkan produktivitas temulawak di petanirendah.

    Hasil wawancara dengan petani diTrenggalek yang sudah mempunyai varietaslokal Bathok produktivitasnya masih rendah (9

    t/ha), padahal produktivitas temulawak yangdihasilkan oleh Balittro (calon varietas unggulnasional) dapat mencapai 25 – 30 t/ha rimpangsegar. Selain pemilihan varietas yang ungguldiduga teknologi budidaya yang diterapkanmasih minim, baik pemeliharaan, pemupukandan cara panen. Menurut informasi dari petaniTrenggalek dalam satu rumpun tanaman hanyamenghasilkan satu rimpang induk, sedangkanhasil budidaya Balittro dalam satu rumpuntanaman dapat menghasilkan tiga hingga lima

    rimpang induk (Rahardjo et al., 2007 danRahardjo et al., 2008). Hal ini menunjukkan bahwa teknologi budidaya yang diterapkan olehpetani masih sederhana (tradisional).

    Lingkungan Tumbuh

    Lokasi produksi merupakan salah satufaktor penentu terhadap keberhasilan produksisecara baik dan benar. Temulawak dapattumbuh baik pada jenis tanah latosol, andosol,podsolik dan regosol yang mempunyai tekstur

    liat berpasir, gembur, subur banyak mengandung bahan organik, pH tanah 5,0 – 6,5.

    Temulawak tumbuh baik pada tipe iklim Bdan C menurut Oldeman (1975), dengan curahhujan sekurang-kurangnya 1.500 mm/tahun, bulan kering 3-4 bulan per tahun, temperaturudara rata-rata tahunan 19-30 oC, kelembabanudara 70-90%. Temulawak dapat ditanam di bawah tegakan dengan tingkat naunganmaksimal 25% (Hasanah and Rahardjo, 2008).

    Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian

    tempat 5 hingga 1500 m dpl, tetapi untuk

    budidaya yang optimal disarankan padaketinggian tempat 100 – 600 m dpl. Terdapatperbandingan terbalik antara kandunganxanthorrizol dan kurkuminoid pada temulawak

    dengan ketinggian tempat lokasi pengembangan(Rahardjo et al., 2007). Pengembangan temulawakdi dataran tinggi (800 m dpl) cenderung semakintinggi kandungan xanthorrizolnya, dan semakinrendah kandungan kurkuminoidnya. Sedangkanpengembangan temulawak di dataran rendah(200 m dpl) kandungan xanthorrizol semakinrendah dan semakin tinggi kandungankurkuminoidnya.

    Beberapa industri obat menginginkanxanthorrizolnya tinggi dan industri obat yang

    lain menginginkan kurkuminoid yang tinggi.Industri yang menginginkan xanthorizol tinggi, budidaya temulawak diarahkan ke lokasidataran tinggi, atau mencari temulawak yangditanam petani di dataran tinggi. Sedangkan bagiindustri yang menginginkan kurkuminoidnyatinggi maka budidaya temulawak diarahkan kedaerah dataran rendah. Data kadar xanthorizoldan kurkuminoid berdasarkan perbedaan tinggitempat ini masih perlu dilakukan penelitianlebih lanjut, karena data tersebut baru

    merupakan pengamatan awal. Sehingga pilihanutama dalam budidaya tanaman temulawakadalah varietas mempunyai kadar xanthorizoldan kurkuminoid tinggi. Berdasarkan keung-gulan tersebut maka para industri obat akanmemilihnya sebagai bahan baku.

    Hasil penelitian menunjukkan terdapataksesi varietas temulawak yang mempunyaikandungan xanthorizol dan kurkuminoid lebihtinggi dibandinngkan dengan aksesi temulawaklainnya (Tabel 2). Aksesi A, D, dan F mempunyai

    kandungan xanthorizol dan kurkuminoid relatiflebih tinggi dibandingkan dengan aksesi B, E,dan C (Tabel 2). Aksesi B dan E mempunyaikadar xanthorizol tinggi tetapi kandungankurkumi-noid rendah, sedangkan aksesi Cmempunyai kandungan kurkuminoid tinggitetapi kadar xanthorizol rendah. Pilihan aksesitemulawak untuk dibudidayakan adalah padaaksesi A, D, dan F sekarang sudah dilepasmenjadi varietas unggul nasional dengan namamasing-masing Cursina 1, Cursina 2 dan Cursina

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    4/16

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial (MONO RAHARDJO) 81

    3, karena mempunyai kandungan xanthorizoldan kurkuminoid relatif lebih tinggi.

    Varietas Unggul

    Balittro telah menguji sebanyak 6 aksesisebagai calon varietas unggul nasionaltemulawak, ke enam aksesi ini merupakan hasilseleksi dari 20 aksesi yang berasal dari wilayahIndonesia. Berdasarkan hasil uji multi lokasi ke 6aksesi temulawak tersebut terpilih 3 aksesitemulawak yang diusulkan menjadi calon varetasunggul nasional. Rata – rata hasil rimpang segardari tiga lokasi pengujian masing – masing28,199 t/ha (35,9% lebih tinggi), 25,463 t/ha (22,7%lebih tinggi), 25,856 t/ha (24,6% lebih tinggi),25,996 t/ha (25,3% lebih tinggi), dan 23,576 t/ha(13,6% lebih tinggi) dibandingkan nomor lokal20,755 t/ha (Setiono et al., 2007). Apabiladibandingkan dengan produksi rata-rata nasionalmenunjukkan bahwa hasil rimpang segar keenam aksesi tersebut jauh lebih tinggi. Potensihasil rimpang segar akasesi A mencapai 2,6 kali,aksesi B dan D mencapai 2,4 kali, aksesi F potensiproduksinya 2,2 kali produksi rata-rata nasional(Tabel 1).

    Tabel 1. Produksi rimpang segar dari enamnomor harapan dan satu nomor lokaltemulawak di Kabupaten Bogor,Sumedang, Boyolali, 2006

    Aksesitemulawak

    Potensi Produksi Rimpang SegarCileungsi

    (200 m dpl)Tipe iklim B

    (t/ha)

    Sumedang(800 m dpl)Tipe iklim B

    (t/ha)

    Boyolali(200 m dpl)Tipe iklim B

    (t/ha) A 33,139 a 32,150 a 19,307 aB 29,349 ab 32,333 a 14,708 cdC 8,822 c 10,084 d 12, 782 dD 29,226 ab 31,984 a 16,358 abcE 28,993 ab 30,667 a 18,327 abF 31,134 ab 22,600 b 17,095 abcLOKAL 28,160 ab 18,484 c 15,622 bcd

    Sumber : Setiono et al., 2007

    Enam aksesi temulawak tersebut produkti-vitasnya lebih tinggi dbandingkan denganproduksi rata-rata nasional maupun denganpembanding nomor aksesi lokal di masing-masing tempat penelitian (Tabel 1). Apabiladibandingkan dengan produksi varietas Bathok

    (unggul lokal Trenggalek), ke enam aksesi

    tersebut juga lebih unggul produksinya. Olehkarena itu dalam budidaya tanaman, pemilihanatau penentuan varietas yang dipergunakanmerupakan salah satu faktor penting.

    Aksesi C produktivitas rimpangnyaterendah, secara visual tanaman ini lebih pendek,dan aroma daunnya menyerupai aroma kunyit,warna dan aroma rimpangnya juga menyerupaikunyit, bahkan kandungan kurkuminoidnya jugatinggi seperti kunyit (Tabel 2), sehingga tanamanini merupakan tanaman peralihan antara kunyitdan temulawak. Hasil uji multilokasi ke enamaksesi temulawak telah diusulkan tiga nomormenjadi varietas unggul nasional (akesi A, D, danF). Pemilihan ke tiga nomor yang diunggulkan

    tersebut tidak semata-mata dari tinggi produksirimpangnya, namun keunggulan kandungan zataktif dan stabilitas hasil termasuk menjadipertimbangan. Pilihan terhadap suatu varietas berdaya hasil dan mutu tinggi merupakan salahsatu faktor untuk keberhasilan dalam budidayatanaman. Keunggulan varietas temulawak tidakditentukan oleh tingginya produksi rimpang saja,tetapi juga ditentukan oleh tingginya bahan aktifyang terkandung di dalam rimpang. Bahan aktifsebagai penanda temulawak terutama adalah

    xanthorrizol berikutnya adalah kurkuminoid.Kandungan xanthorrizol rimpang temulawak berkisar antara 0,53 – 0,64% dan kandungankurkuminoid berkisar antara 2,09 – 3,15%.Aksesi temulawak yang diusulkan untukmenjadi varietas unggul nasional adalah nomoraksesi A, D dan F, selain produktivitas rimpangtinggi dan relatif stabil di tiga lokasi pengujian(Cileungsi, Sumedang dan Boyolali), kandunganxanthorrizolnya tinggi dibandingkan denganaksesi lainnya (Tabel 2).

    Pilihan aksesi temulawak untuk dibudi-dayakan berdasarkan kandungan xanthorizoldan kurkuminoid adalah pada aksesi A, D, dan F(Tabel 2). Lokasi budidaya temulawak berdasar-kan penelitian ini di arahkan pada ketinggiantempat antara 200 – 800 m dpl. Berdasarkanpengamatan awal budidaya temulawak padaketinggian tempat 900 m dpl ke atas mengalamipenurunan produksi rimpang. Sehingga budidaya temulawak yang optimal adalah padaketinggian tempat 200 – 800 m dpl, dengan

    menggunakan varietas yang unggul kadar

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    5/16

    82 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    xanthorizol dan kurkuminoidnya seperti aksesiA, D, dan F (Tabel 2).

    Table 2. Rata-rata kandungan bahan aktif xan-

    thorrizol dan kurkuminoid rimpangaksesi temulawak

    AksesiTemulawak

    Xanthorrizol (%) Kurkuminoid (%)

    A. 0,64 2,48B 0,61 2,09C 0,59 3,15D. 0,63 2,49E 0,59 2,57F 0,60 2,68

    Lokal 0,53 2,40Sumber : Setiono et al., 2007

    Benih Bermutu

    Faktor lain sebagai penentuan padakeberhasilan budidaya temulawak, selainpenggunaan varietas unggul adalah mutu benih.Benih yang sehat dan berviabilitas tinggimerupakan faktor input yang paling menentukanproduktivitas tanaman, disamping faktor lainnyaseperti pupuk, air, dan keberadaan organismepengganggu tanaman. Tingkat keberhasilan budidaya tanaman lebih kurang 40% ditentukanoleh kualitas benih (Rahardjo, 2001). Benih secarastruktural adalah merupakan bakal tanaman, berarti benih harus hidup dapat menghasilkanketurunan yang seharusnya mempunyai sifat-sifat unggul dari induknya. Benih secarafungsional merupakan sarana produksi, sehingga benih tersebut apabila ditanam dapat berproduksi secara maksimal atau kapasitasgenetikanya dapat ditampilkan semaksimalmungkin. Dilihat dari sisi teknologi, benih harus benar, benar sifat-sfatnya dan karakternya, dapatdibuktikan kebenaran karakteristiknya sesuaidengan diskripsi dan sifat-sifat genetiknya.

    Terdapat dua jalur metode untukmemproduksi benih temulawak, yaitu melalui in-vitro dan konvensional. Metode in-vitro untukmenghasilkan benih sehat berkualitas tinggi,telah dan sedang dilakukan Balittro, hingga saatsekarang. Benih yang akan dipergunakan harus jelas asal usulnya, jelas varietasnya, jelas kelas benihnya (kelas benih penjenis, dasar, pokok,atau sebar). Benih harus jelas nama varietasnya,sehingga sifat-sifat atau karakter genetiknya

    tidak salah dengan varietas lain. Kapasitasproduksi dan keunggulan genetiknya secaraoptimal dapat muncul.

    Benih yang sehat adalah yang berasal dari

    tanaman induk yang sehat, tidak disarankanmenggunakan benih berasal dari tanaman yangtelah terinfeksi oleh OPT atau tanaman sakit.Temulawak pada umumnya diperbanyak denganrimpang, menggunakan rimpang induk maupunrimpang anak (cabang). Rimpang untuk benihdisarankan berasal dari tanaman yang terpilihvarietasnya, sehat tanamannya, umur tanamanmencapai optimal (10-12 bulan) setelah tanam.Rimpang untuk benih warna kulitnya mengkilapdan bernas karena telah cukup umurnya, dan

    tidak terdapat gejala serangan hama danpenyakit (Rahardjo, 2001).

    Benih temulawak yang dipakai bisa berasal dari rimpang induk dan rimpang cabang(Sukarman et al., 2007). Benih berasal daririmpang induk yang ukurannya besar dapatdibagi menjadi 2 atau 4 bagian dengan caramemotong (membelah). Rimpang induk yangdibagi menjadi 8 bagian tidak disarankan karenaviabilitasnya menurun (Sukarman et al., 2007).Benih yang berasal dari rimpang cabang

    berukuran besar dapat dilakukan pemotongan,ukuran benih disarankan 20-40 g/potong benih,setiap benih diusahakan mempunyai 2 sampai 3mata tunas. Benih yang telah dipotongdiusahakan di taburi oleh abu sekam, untukmencegah terjadinya infeksi hama dan penyakit.Kemudian benih disemaikan di tempatpesemaian dihampar di tempat teduh yanglembab dan gelap dengan menyiraminya denganair bersih. Setelah benih keluar tunas panjangnyalebih kurang 0,5 – 1 cm, atau selama lebih kurang

    1-2 minggu di pesemaian, benih dapatdipindahkan ke lapangan.

    Pola Tanam Temulawak

    Musim tanam temulawak biasanya di awalmusim hujan dan masa panennya di musimkemarau. Pada musim kemarau tanamantemulawak mengalami senescen, batang dandaunnya mengering, ciri ini menunjukkan bahwatanaman siap untuk dipanen. Umur optimaltemulawak siap dipanen berkisar antara 10 – 12

    bulan setelah tanam. Namun temulawak bisa

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    6/16

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    7/16

    84 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    Tanaman yang dipupuk organik (pupukkandang) hasil rimpang segarnya 15,2 t/ha,sedangkan jika dipupuk anorganik menjadi 22,31t/ha, namun aksesi Balittro 3 hasil rimpang segar

    yang dipupuk organik mencapai 17,83 t/ha,setetah dipupuk anorganik hanya mencapai 21,11t/ha (Rahardjo et al., 2008). Apabila inginmelakukan pemupukan organik pilihannyaadalah menggunakan aksesi Balittro 3,sedangkan untuk budidaya intensif denganpemupukan anorganik pilihannya adalah aksesiBalittro 1.

    Hasil rimpang segar lebih rendah padatanaman yang hanya dipupuk organik (pupukkandang 15,20 – 17,83 t/ha), dibandingkan

    dengan tanaman yang juga dipupuk anorganik(19,64 – 22,31 t/ha). Hasil rimpang segartemulawak ditentukan oleh tingkat kesuburandan pemupukan. Tanaman yang dipupuk, hasilrimpangnya lebih tinggi dibandingkan dengantanaman yang tidak dipupuk. Produksi bahanaktif juga akan lebih banyak apabila tanamanmendapatkan perlakuan pupuk. Pupuk yangdipersyaratkan pada SOP budidaya temulawakadalah pupuk organik (pupuk kandang), Urea,SP36 dan KCl. Secara umum pupuk yang

    diajurkan pada SOP budidaya temulawak adalah10-20 t/ha pupuk kandang, 200 kg/ha Urea, 100kg/ha SP36 dan 100 kg/ha KCl (Rahardjo danRostiana, 2005). Untuk masa mendatang harus dicari SOP budidaya temulawak khususnyakebutuhan pupuk disesuaikan dengan tingkatkesuburan tanah dan spesifik lokasi. Hal ini akanmeningkatkan efisiensi budidaya danproduktivitas tanaman yang tepat.

    Jumlah pupuk yang diberikan harusmengacu kepada tingkat kesuburan tanah,

    karena setiap lokasi mempunyai tingkatkesuburan yang berbeda. Tanah yang subur jumlah pupuk yang diberikan akan berbedadengan tanah yang kurang subur. Hasilpenelitian menunjukkan bawah pada tanah yangstatus kandungan N rendah, pemupukan N bertingkat dengan dosis 100, 200 dan 300 kgUrea/ha menunjukkan menghasilkan rimpangsegar terus meningkat hingga pemberian dosis300 kg/ha Urea (Rahardjo et al., 2007). Namundosis pupuk SP36 dan KCl dengan masing-

    masing dosis 100, 200 dan 300 kg/ha

    menunjukkan hasil rimpang segar tertinggi padadosis 200 kg/SP36 dan 200 kg/ha KCl, pada statuskandungan hara P dan K tanah cukup. Padakondisi status kesuburan tanah dengan

    kandungan hara N rendah, P cukup, dan Kcukup, hasil rimpang segar tertinggi (25,46 t/ha)dicapai pada perlakuan pupuk 300 kg/ha Urea,200 kg/ha SP36 dan 200 kg/ha KCl (Rahardjo etal., 2007). Untuk menghasilkan rimpang segar25,46 t/ha, tanaman memerlukan hara N, P dan Kmasing-masing 193,44 kg, 21,05 kg dan 221,34kg/ha. Hara K paling banyak diserap ataudiperlukan oleh temulawak, kemudian berikutnya hara N, sedangkan kebutuhan hara Plebih rendah dibandingkan kebutuhan N dan K.

    Namun biasanya ketersediaan hara P di dalamtanah relatif lebih rendah dibandingkan hara Ndan K, maka dosis pupuk P yang diberikan tetaplebih banyak jumlahnya.

    Untuk mengarah ke pertanian organik,telah dicoba budidaya organik temulawakdengan menggunakan pupuk organik ditambahpupuk bio. Hasilnya menunjukkan bahwaproduktivitas rimpang antara 14,21 – 16,59 t/ha,produksinya tidak setinggi dengan meng-gunakan pupuk anorganik yang dapat mencapai

    20 t/ha (Rahardjo dan Ajijah, 2007). Hasilpenelitian lainnya, budidaya menggunakanpupuk bio yang dicampur dengan pupukanorganik dosis rendah menunjukkanproduktivitas temulawak mencapai 7,84 – 11,28t/ha relatif lebih rendah, hal ini mungkindisebabkan oleh perbedaan kesuburan dan tipeiklim lokasi penanaman (Yusron, 2009).

    Perlakuan pemupukan pada budidayatemulawak hingga saat ini belum diperolehpengaruhnya terhadap peningkatan kadar bahan

    aktif rimpang temulawak terutama terhadapxanthorrizol. Pengaruh pemupukan hanyamampu meningkatkan produksi rimpang, namundengan meningkatnya produksi rimpangdiharapkan secara otomatis meningkatkan jumlah bahan aktif (xanthorrizol dankurkuminoid yang diperoleh (Rahardjo et al.,2007). Namun pada penelitian tanamanZingiberaceae lainnya (kunyit) pemupukan Kdapat meningkatkan kadar bahan aktif kurkumin(Akamine et al., 2007). Diduga pemupukan K

    juga berpengaruh terhadap meningkatnya kadar

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    8/16

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial (MONO RAHARDJO) 85

    xanthorrizol dan kurkumin pada temulawak,oleh karena itu perlu penelitian lanjutan.

    PANEN DAN PASCA PANEN

    Umur panen temulawak dicirikan denganmengeringnya semua bagian vegetatif tanaman(batang dan daun), biasanya terjadi padatanaman umur 10 – 12 bulan, di musim kemarau.Pada kondisi demikian asimilat di bagianvegetatif sudah diretranslokasikan ke bagianrimpang, sehingga diharapkan kualitas rimpangtelah mencapai optimal. Pada umumnya rimpanginduk dipergunakan sebagai bahan baku industri jamu dan obat, sedangkan rimpang cabang (anak

    rimpang) dipergunakan sebagai benih.Sebagai bahan baku jamu dan obat,

    rimpang hendaknya dijaga kebersihannya, dicucidengan air bersih, dirajang tipis-tipis kemudiandijemur. Perajangan dilakukan dengan ketebalan+ 4 - 7 mm. Hasil rajangan (simplisia) tersebutkemudian dijemur di bawah sinar matahari ataudikeringkan di dalam oven. Simplisia yangdikeringkan di bawah sinar matahari ditutupidengan kain hitam, diusahakan tidak terkenalangsung sinar matahari. Sedangkan yang

    dikeringkan di dalam oven diusahakan suhunyatidak lebih dari 40 0C.Pelaksanaan pengeringan diakhiri setelah

    kadar air simplisia mencapai + 10%. Padakondisi demikian diharapkan simplisia terbebasdari jamur dan OPT lainnya. Simplisia yangsudah kering bisa dikemas pada kemasan plastikkedap udara untuk disimpan sementara ataudikirim ke tempat pembuatan jamu atau obat.

    ANALISIS USAHATANI

    Analisis usaha tani temulawak masih jarang dilakukan, karena petani masih jarangmelakukan budidaya temulawak. Beberapa hasilpenelitian kajian analisis usahatani temulawak berdasarkan pada produktivitas dan biaya yangdikeluarkan pada budidaya temulawak telah ada.Biaya yang dikeluarkan dengan pupuk organiklebih rendah, namun produktivitasnya juga lebihrendah dibandingkan dengan bila diberi pupukorganik dan anorganik (budidaya konvensional)(Pribadi dan Rahardjo, 2007). Budidaya organik

    menghasilkan rimpang segar 17,83 t/hasedangkan budidaya anorganik (konvensional)menghasilkan 22,31 t/ha. Berdasarkan padaperolehan keuntungan petani, maka pada

    usahatani temulawak harga jual rimpang segarhasil budidaya organik Rp. 1.726/kg, sedangkanpada budidaya anorganik Rp.1.471/kg. Sehinggaapabila harga rimpang temulawak hanyaRp.1.500/kg, budidaya organik tidak layak untukdilakukan. Sedangkan budidaya temulawaksecara konvensional mendapatkan penghasilan bersih Rp. 2.287.500/ha.

    Hasil penelitian budidaya temulawak yangmenerapkan SOP budidaya dengan perlakuan 20ton/ha pupuk kandang, 200 kg/ha Urea, 100

    kg/ha SP36 dan 100 kg/ha KCl, pendapat bersihpetani yang diperoleh adalah Rp.4.955.000/hadengan harga jual rimpang segar Rp. 1.500/kg(Pribadi dan Rahardjo, 2008). Budidayatemulawak yang menerapkan SOP dapatmeningkatkan penghasilan bersih petani diban-dingkan dengan budidaya tanpa menerapkanSOP (Tabel 3). SOP budidaya temulawaksenantiasa terus diperbarui, mengikuti perkem- bangan teknologi yang terbaru, karena denganpenerapan SOP dapat meningkatkan nilai

    tambah pendapatan petani. Budidaya temulawakrelatif tidak banyak kendala, karena masih belumadanya serangan hama dan penyakit yang dapatmempengaruhi penurunan produktivitastanaman. Sehingga analisis pendapatan usaha-tani yang disampaikan tersebut, masih bisadihilangkan biaya penggunaan pestisida danupah sebanyak Rp. 1.500.000. Dengan demikianpendapatan bersih usahatani temu-lawak dapatmeningkat menjadi Rp. 4.955.000 + Rp. 1.500.000= Rp. 6.455.000.

    Serapan temulawak sebagai bahan bakuobat dalam industri obat tradisional kelompokindustri kecil (Industri Kecil Obat Tradisional)dan kelompok industri besar (Industri ObatTradisional) cukup besar. Temulawak termasukurutan kelima dari 31 jenis bahan baku obattanaman lainnya yang diserap oleh industi obat, bahkan menempati urutan ke dua terbanyakuntuk digunakan dalam jamu gendong (Pribadi,2009).

    Serapan simplisia temulawak untuk

    industri obat di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    9/16

    86 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    Barat pada tahun 2003 mencapai 6.445 ton/tahun(Kemala et al., 2003). Pasokan kebutuhan industriterhadap rimpang segar temulawak pada tahun2006 mencapai 21.359 ton/tahun dan pada tahun

    2008 mencapai 42.147 ton/tahun (Pribadi, 2009).Selain keperluan dalam negeri temulawak jugadiekspor, data dari BPS tahun 2006 Indonesiamengekspor temulawak 2.647 ton (BPS, 2006).

    Tabel 3. Analsis usahatani temulawak dalam 1 hadengan menerapkan SOP budidaya

    Uraian Biaya (Rp)

    Upah pengolahan lahan 2.500.000Upah pemupukan 1.250.000Upah penanaman 1.250.000

    Upah pengendalian hama danpenyakit 500.000

    Upah penyiangan 5.000.000Upah panen 5.750.000Benih rimpang 2.800.000Pupuk kandang 7.000.000Pupuk Urea 500.000Pupuk SP 36 300.000Pupuk KCl 350.000Pestisida 1.000.000Peralatan 1.000.000Jumlah biaya yang dikeluakan 29.200.000Pendapatan hasil panen 2.2770 kg xRp.1.500

    34.155.000

    Pendapatan bersih per ha 4.955.000Sumber : Pribadi dan Rahardjo, 2008

    KANDUNGAN ZAT AKTIF RIMPANGTEMULAWAK

    Kandungan zat aktif berupa bahan kimia didalam rimpang temulawak di antaranya adalahxanthorrizol, kurkuminoid yang didalamnyaterdapat zat kuning (kurkumin) dan desmetoxy

    kurkumin, minyak atsiri, protein, lemak, selulosadan mineral. Bahan aktif yang berkhasiat obatdan banyak dimanfaatkan saat ini adalahkurkumin dan xanthorrizol. Ozaki (1990)menemukan zat aktif germakron di dalamrimpang temulawak yang berfungsi menekanrasa sakit. Claeson et al.,1993 berhasil mengisolasitiga jenis senyawa non fenolik diarylheptanoiddari ekstrak rimpang temulawak, yaitu : trans-trans-1,7-difenil-1,3,-heptadien-4-on (alnuston);trans1,7-difenil-1-hepten-5-ol, dan trans,trans-1,7-

    difenil-1,3,-heptadien-5-ol.

    Selain kurkumin yang sudah dikenal,Masuda et al. (1992) juga berhasil mengisolasi zataktif yang analog kurkumin baru dari rimpangtemulawak, yaitu: 1-(4-hidroksi-3,5-

    dimetoksifenil)-7-(4hidroksi-3-metoksifenil)-(1E.6E.)-1,6-heptadien-3,4-dion. Dari rimpangtemulawak selain xanthorrizol juga telah berhasildiisolasi tiga senyawa sesquiterpenoid bisabolanyaitu ï • ¡ -kurkumen, ar-turmeron, dan ï • ¢ -atlanton (Itokawa et al., 1985). Peneliti lain(Suksamrarn et al., 1994) melaporkan bahwarimpang temulawak mengandung dua senyawafenolik diarilheptanoid yang diisolasi yaitu : 5-hidroksi-7-(4-hidroksifenil)-1-fenil-(1E)-1-heptendan 7-(3, 4-dihidroksifenil)-5-hidroksi-1-fenil-

    (1E)-1-hepten.

    KHASIAT RIMPANG TEMULAWAK

    Khasiat rimpang temulawak dapatdiketahui melalui bukti-bukti empiris dari budaya minum jamu nenek moyang kita dan bukti ilmiah melalui pengujian-pengujian secarain vitro , pengujian praklinis kepada binatang danuji klinis terhadap manusia. Secara empirisrimpang temulawak banyak digunakan untuk

    meningkatkan nafsu makan, memperbaiki fungsipencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati,pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkanlemak darah, sebagai antioksidan dan membantumenghambat penggumpalan darah (Badan POM,2004).

    Secara prakilinis telah dibuktikan bahwaekstrak temulawak yang diberikan secara oralpada tikus percobaan, dapat mengurangi rasasakit yang diakibatkan oleh pemberian asamasetat. Zat aktif yang ditemukan dalam rimpang

    temulawak adalah germakron yang dapat berfungsi sebagai analgesik (penghilang rasasakit).

    Rimpang temulawak juga dapat digunakansebagai pembasmi cacing. Hasil penelitianBendryman et al. (1996) menunjukkan bahwapemberian infus temulawak yang dicampur temuhitam dapat menurunkan jumlah telur cacingpada tinja domba yang diinfeksi dengan cacingHaemonchus contortus . Rimpang temulawak dapatdiramu sebagai obat pembasmi cacing atau

    sebagai anthelmintik. Secara in vitro ekstrak

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    10/16

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial (MONO RAHARDJO) 87

    rimpang temulawak dapat juga dipergunakanuntuk menghambat pertumbuhan jamur

    Microsporum gypseum , Microsporum canis , danTrichophytol violaceum (Oehadian et al., 1985).

    Minyak atsiri yang dihasilkan dari rimpangtemulawak juga dapat menghambat partum- buhan jamur Candida albicans. Kurkuminoid daririmpang temulawak mempunyai daya hambatyang lemah (Liang, 1986a), hal ini tidak masalahkarena kandungan kurkuminoid pada rimpangtemulawak relatif rendah ( + 2%), tidak sepertipada rimpang kunyit (7 – 8%). Sehinggatemulawak dapat digunakan sebagai anti bakteridan anti jamur.

    Temulawak mempunyai potensi sebagai

    bahan baku obat antidiabetes. Temulawak dapatdigunakan untuk menyembuhkan gejala diabetespada tikus, merubah jumlah dan komposisi fecalbile acids , growth retardation, hyperphagia,

    polydipsia , mengurangi tingginya glukose dantrigliserida dalam serum, dan mengurangiterbentuknya linoleat dari arakhidonat dalamfosfolipid hati.

    Efek Antihepatotoksik

    Pemberian seduhan rimpang temulawaksebesar 400, 800 mg/kg bobot mencit selama 6hari serta 200, 400 dan 800 mg/kg bobot mencitpada mencit selama 14 hari. Selain itu jugamampu menurunkan aktivitas enzim GlutamicPyruvic Transaminase (GPT)-serum dosishepatotoksik parasetamol maupun memper-sempit luas daerah nekrosis parasetamol secaranyata. Daya antihepatotoksik tergantung pada besarnya dosis maupun jangka waktupemberiannya (Donatus dan Suzana, 1987).

    Efek Antiinflamasi

    Liang (1986b) melaporkan bahwa minyakatsiri dari Curcuma xanthorrhiza secara in vitro memiliki daya antiinflamasi yang lemah.Sementara Ozaki (1990) melaporkan bahwa efekanti inflamasi tersebut disebabkan oleh adanyagermakron. Selanjutnya, Claeson et al. (1993) berhasil mengisolasi tiga jenis senyawa nonfenolik diarylheptanoid dari ekstrak rimpangtemulawak, yaitu : trans-trans-1,7-difenil-1,3,-heptadien-4-on (alnuston); trans1,7-difenil-1-hepten-5-ol, dan trans,trans-1,7-difenil-1,3,-

    heptadien-5-ol. Ketiga senyawa tersebut mem-punyai efek antiinflamasi terhadap tikuspercobaan.

    Efek Antioksidan Jitoe et al. (1992) mengukur efek

    antioksidan dari sembilan jenis rimpang temu-temuan dengan metode Thiosianat dan metodeThiobarbituric Acid (TBA) dalam sistem air-alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwaaktivitas antioksidan ekstrak temulawak ternyatalebih besar dibandingkan dengan aktivitas tiga jenis kurkuminoid yang diperkirakan terdapatdalam temulawak. Jadi, diduga ada zat lain selainketiga kurkuminoid tersebut yang mempunyaiefek antioksidan di dalam ekstrak temulawak.Selanjutnya, Masuda at al. (1992) berhasilmengisolasi analog kurkumin baru dari rimpangtemulawak, yaitu: 1-(4-hidroksi-3,5-dimetoksifenil)-7-(4 hidroksi-3-metoksifenil)-(1E.6E.)-1,6-heptadien-3,4-dion. Senyawa tersebutternyata menunjukkan efek anti oksidanmelawan oto-oksidasi asam linoleat dalam sistemair-alkohol. Hasil penelitian Sutrisno et al. (2008) bahwa kandungan bahan aktif kurkuminoidpada temulawak mempunyai efektivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan kandungan bahan aktif masing-masing kurkumin,demethoxykurkumin dan bisdemethoxykur-kumin. Ekstrak temulawak sebagai antioksidandiperlukan isolasi kurkumin, tidak memerlukanpemisahan kurkumin, demethoxykurkumin dan bisdemethoxykurkumin, selain biaya mahalefektivitasnya lebih rendah.

    Effek antioksidan ekstrak temulawak jugatelah diteliti oleh Nurcholis (2008), bahwatemulawak mempunyai aktifitas antioksidan berbeda antara ke tiga nomor harapantemulawak. Nomor harapan A merupakan calonvarietas baru temulawak dengan nama Cursina 1mempunyai aktivitas antioksidan tertinggidibandingkan dengan nomor harapan lainnya.Ekstrak temulawak yang dicampurkan denganpakan ternak dapat meningkatkan aktifitaspertahanan tubuh anak ayam. Campuran dengankonsentrasi 70% ekstrak temulawak berpengaruhlebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 96%(Darusman et al., 2007). Meningkatnya

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    11/16

    88 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    konsentrasi ekstrak temulawak tidak selalumeningkatkan efektivitasnya.

    Efek Antitumor

    Itokawa et al. (1985) berhasil mengisolasiempat senyawa sesquiterpenoid bisabolan daririmpang temulawak, yaitu ï • ¡ -kurkumen, ar-turmeron, ï • ¢ -atlanton dan xanthorrizol.Sebagian besar dari zat tersebut merupakansenyawa antitumor melawan sarcoma 180 ascitespada tikus. Efektivitas antitumor dari senyawatersebut adalah: (+++) untuk ï • ¡ -kurkumen, (++)untuk ar-turmeron, dan (++) untuk xanthorrizol.Pemberian temulawak dapat mengaktifkan sel Tdan sel B yang berfungsi sebagai media dalamsistem kekebalan pada tikus percobaan. Sel Tadalah sel dalam satu grup dari sel darah putihyang diketahui sebagai limfosit fungsi utamanyaadalah pada sestim kekebalan di tingkat selular.Sel T mampu membedakan patogen, dan mampu berevolusi untuk meningkatkan kekebalan tubuhsetiap ada patogen masuk. Sedangkan sel Bmerupakan salah satu limfosit dari tiga limfosityang ada, fungsinya membuat antibodi yangdapat mengikat dan menghancurkan patogen.

    Ahn et al., (1995) melaporkan bahwa ar-turmeron yang terkandung dalam temulawakdapat memperpanjang hidup tikus yangterinfeksi dengan sel kanker S-180. Komponentersebut menunjukkan aktifitas sitotoksik yangsinergis dengan sesquifelandren yang diisolasidari tanaman yang sama sebesar 10 kali lipatterhadap sel L1210. Disamping itu, kurkumin bersifat memperkuat obat-obat sitotoksik lainnyaseperti siklofosfamida, MeCCNU, aurapten,adriamisin, dan vinkristin.

    Efek Penekan Syaraf Pusat

    Ekstrak rimpang temulawak mempunyaiefek memperpanjang masa tidur yangdiakibatkan oleh pento barbital. Selanjutnyadiketahui bahwa (R )-(-)-xanthorrizol adalah zataktif yang menyebabkan efek tersebut dengancara menghambat aktifitas sitokrom P 450. Selainxanthorrizol, germakron yang terkandung dalamekstrak temulawak juga mempunyai efekmemperpanjang masa tidur. Pemberian

    germakron 200 mg/kg secara oral pada tikus

    percobaan dinyatakan dapat menekanhiperaktifitas yang disebabkan oleh metamfe-tamin (3 mg /kg i.p). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pemberian germakron 750 mg/kg bobot

    hawan uji secara oral pada tikus percobaan tidakmenunjukkan adanya toksisitas letal.

    Efek Diuretika

    Rebusan temulawak pada dosis ekuivalen1x dan 10x dosis lazim orang, pada tikus putihmempunyai efek diuretik kurang lebih setengahdari potensi HCT (Hidroklorotiazid) 1,6 mg/kg.

    Efek Hipolipidemik

    Penggunaan temulawak sebagai minumanpada ternak kelinci betina menunjukkan bahwatidak terdapat lemak tubuh pada karkas dan jaringan lemak di sekitar organ reproduksi(Soenaryo 1985). Temulawak dapat menurunkankonsentrasi trigliserida dan fosfolipid serum,kolesterol hati, dan meningkatkan kolesterolHDL serum dan apolipoprotein A-1, pada tikusyang diberi diet bebas kolesterol. Adapun padatikus dengan diet tinggi kolesterol, temulawaktidak menurunkan tingginya kolesterol serum

    walaupun menurunkan kolesterol hati. Padapenelitian tersebut dilaporkan bahwakurkuminoid yang berasal dari temulawakternyata tidak mempunyai efek yang nyataterhadap lemak serum dan lemak hati, makadisimpulkan bahwa temulawak mengandung zataktif selain kurkuminoid yang dapat merubahmetabolisme lemak dan lipoprotein. Selanjutnya bahwa ï • ¡ -kurkumen adalah salah satu zat aktifyang mempunyai efek menurunkan trigliseridapada tikus percobaan dengan cara menekan

    sintesis asam lemak.Sementara itu, Suksamrarn et al. (1994)melaporkan bahwa dua senyawa fenolikdiarilheptanoid yang diisolasi dari rimpangtemulawak, yaitu : 5-hidroksi-7-(4-hidroksifenil)-1-fenil-(1E)-1-hepten dan 7-(3, 4-dihidroksifenil)-5-hidroksi-1-fenil-(1E)-1-hepten, secara nyatamenunjukkan efek hipolipidemik dengan caramenghambat sekresi trigliserida hati pada tikuspercobaan.

    Uji coba kemanjuran temulawak dilakukan

    oleh Santosa et al. (1995). terhadap 33 orang

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    12/16

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial (MONO RAHARDJO) 89

    pasien penderita hepatitis khronis. Selama 12minggu, setiap pasien menerima 3 kali seharisatu kapsul yang mengandung kurkumin danminyak menguap. Hasil pemantauan menun-

    jukkan bahwa data serologi (GOT, GPT, GGT,AP) dari 68-77% pasien menunjukkan tendensipenurunan ke nilai normal dan bilirubin serumtotal dari 48% pasien juga menurun. Keluhannausea/vomitus yang diderita pasien dilaporkanmenghilang. Gejala pada saluran pencernaandirasakan hilang oleh 43% pasien sedangkansisanya masih merasakan gejala tersebut,termasuk 70% efek negatif pasien yangmerasakan kehilangan nafsu makannya.

    Efek Hipotermik

    Pemberian infus temulawak menunjukkanpenurunan suhu pada tubuh mencit percobaan(Pudjiastuti, 1988). Ekstrak metanol rimpangtemulawak mempunyai efek penurunan suhupada rektal tikus percobaan. Selanjutnya bahwagermakron diidentifikasi sebagai zat aktif dalamrimpang temulawak yang menyebabkan efekhipotermik.

    Efek Insektisida

    Pandji et al., (1993) meneliti efek insektisidaempat jenis rimpang dari spesies Zingiberaceaeyaitu: Curcuma xanthorrhiza , C. zedoaria , Kaempferia

    galanga dan K. pandurata . Tujuh belas komponenterbesar termasuk flavonoid, sesquiterpenoid,dan derivat asam sinamat berhasil diisolasi dandidentifikasi menggunakan NMR dan Massspektra. Semua komponen diuji toksisitasnyaterhadap larva Spodoptera litura . Secara contactresidue bioassay , nampak bahwa xanthorrizol danfuranodienon merupakan senyawa sesquiter-

    penoid yang paling aktif menunjukkan toksisitasmelawan larva yang baru lahir, tetapi efektoksisitas tersebut tidak nyata jika diberikan bersama makanan. Selanjutnya bahwa ekstrakCurcuma xanthorrhiza mempunyai efek larvasidaterhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III.

    Efek Anti Bakteri

    Ekstrak temulawak mempunyai aktivitasanti bakteri seperti juga pada tanaman familiZengiberaceae lainnya seperti temu ireng, temumangga dan temu putih (Yusuf et al., 2008).

    Efek Lain-Lain

    Hasil wawancara dengan 100 orangresponden petani wanita menunjukkan bahwapenggunaan temulawak dapat memperbaikikerja sistem hormonal yang mengontrolmetabolisme khususnya karbohidrat dan asamsusu, memperbaiki fisiologi organ tubuh, danmeningkatkan kesuburan (Soenaryo, 1985).

    Komponen yang terkandung dalamtemulawak dinyatakan mempunyai sifatkoleretik (Liang, 1986a; Siegers et al., 1997).Temulawak mempunyai efek mengurangipengeluaran tinja (kotoran) pada tikuspercobaan. Ekstrak temulawak tidak menun- jukkan efek toksik. Untuk mematikan Libistesreticulatus diperlukan ekstrak Curcumaxanthorrhiza dengan dosis tinggi. Pemberianinfus temulawak dapat meningkatkan kontraksiuterus tikus putih, meningkatkan tonus kontraksiotot polos trachea marmut, dan meningkatkanfrekuensi kontraksi jantung kura-kura.

    Akhir-akhir ini ekstrak temulawak jugadiuji untuk mengatasi flu burung, penelitianDarusman et al. (2007) menunjukkan bahwaekstrak temulawak yang dicampurkan ke pakanternak ayam dapat meningkatkan ketahanananak ayam terhadap flu burung. Hasil penelitianlainnya menunjukkan bahwa ekstrak temulawakdengan pelarut methanol dan hexan padakonsentrasi masing-masing 300 ppm dapatmenekan virus demam berdarah hingga 73,3 +3,8 dan 72,4 + 3,1%.

    Berdasarkan study etnobotani, temulawak banyak digunakan di pedesaan untukmeningkatkan nafsu makan. Hasil penelitianterhadap tikus menunjukkan bahwa ekstraktemulawak menggunakan pelarut etanol 96%dapat meningkatkan konsumsi pakan dan bobot badan tikus putih (Hermanu et al., 2008).

    KESIMPULAN

    Temulawak tanaman asli Indonesia banyakditanam namun belum dibudidayakan secaraintensif oleh petani, sehingga produktivitasnyamasih rendah (9 – 12 t/ha). Teknologi budidayayang mengacu kepada SOP budidaya,menggunakan varietas terpilih dan pemupukanyang tepat produktivitasnya dapat mencapai + 25

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    13/16

    90 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    t/ha. SOP budidaya temulawak yang tersediapada saat ini masih bersifat umum, oleh karenaitu perlu SOP budidaya yang bersifat spesifikterutama yang berwawasan lingkungan tumbuh,

    tingkat kesuburan lahan dan penggunaanvarietas terpilih. Pada status kesuburan tanahdengan kandungan N rendah, P cukup, dan Kcukup, produksi rimpang mencapai 25,46 t/ha,dihasilkan pada perlakuan pemupukan 300 kgUrea/ha, 200 kg SP36/ha, dan 200 kg KCl/ha.Untuk menghasilkan rimpang segar 25,46 t/ha,tanaman memerlukan hara N, P dan K masing-masing 193,44 kg, 21,05 kg dan 221,34 kg/ha.Terdapat satu varietas unggul lokal Bathok banyak dibudidayakan di Trenggalek pada

    dataran rendah. Balittro telah melepas tigavarietas unggul nasional temulawak dengannama Cursina 1, Cursina 2 dan Cursina 3, yangmempunyai produktivitas dan kandungan bahanaktif lebih tinggi dibandingkan dengan varietasBathok dan aksesi lokal lainnya. Budidayatemulawak disarankan pada dataran rendahhingga menengah (200 m dpl – 800 m dpl),karena di dataran tinggi produktivitasnyarendah. Budidaya yang menerapkan SOP dapatmeningkatkan pendapatan bersih usaha

    budidaya temulawak yang semulaRp.2.287.500/ha bisa menjadi Rp.4.955.000 -Rp.6.455.000/ha. Temulawak mengandung banyak bahan aktif yang berkhasiat obat, antaralain xanthorrizol, kurkuminoid yang didalamnya terdapat zat kuning (kurkumin) dandesmetoxy kurkumin, minyak atsiri, protein,lemak, selulosa dan mineral. Temulawak telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku untukproduk jamu, herbal terstandar dan obatfitofarmaka. Khasiat temulawak cukup banyak

    antara lain untuk meningkatkan nafsu makan,memperbaiki fungsi pencernaan, fungsi hati,pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkanlemak darah, antioksidan dan menghambatpenggumpalan darah.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahn, B, L. Yong-Hyung, O. Won-Kenn, B.Kyung-up, and Y. Sang-Hun. 1995. Ar-turmerone and its analogues: synthesisand anti tumor activity. Abstrac. In:

    International Symposium on CurcuminPharmacochemistry, 1995 August 29-31.

    Akamine, H., Md. A. Hossain, Y. Ishimine, K.Yogi, K. Hokama, Y. Iraha and Y. Aniya.

    2007. Effect of application of N, P and Kalone or in combination on growth, yieldand curcumin content of turmeric(Curcuma longa L.). Palnt Prod. Sci.10(1):151-154.

    Badan POM RI. 2004. Informasi temulawakIndonesia, Badan Pengawas Obat danMakanan RI bekerja sama denganGabungan Pengusaha Jamu Indonesia. 36hlm.

    Bendryman, S.S., R.S. Wahyuni, Puspitawati, dan

    Halimah. 1996. Khasiat rimpangtemulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb.)dan temu hitam ( Curcuma aeruginosa )dalam urea molasses block (UMB)sebagai obat cacing (anthelmintika) danpemacu pertumbuhan (feed additive)pada domba. Lembaga PenelitianUniversitas Airlangga.

    BPS. 2006. Statistik Ekspor. Badan Statistika. Jakarta.

    Claeson, P., A. Panthong, P. Tuchinda, V.

    Reutrakul, D. Kanjanapothi, W.C. Taylor,dan T. Santisuk, 1993. Three NonPhenolic Diarylheptanoids with anti-inflammatory activity from Curcumaxanthorrhiza . Planta

    Darusman, L. K., B. P. Priosoeryanto, M.Hasanah, M. Rahardjo dan E. D. Purwa-kusumah. 2007. Potensi temulawakterstandar untuk menanggulangi flu burung, Laboran Hasil Penelitian,Institut Pertanian Bogor bekerja sama

    dengan Badan Litbang Pertanian. 46 hlm.Direktorat Aneka Tanaman. 2000. BudidayaTanaman Temulawak. Jakarta. 44 hlm.

    Donatus, I. Argo; Susana, Nunung. 1987. Dayaantihepatotoksik seduhan rimpangtemulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb.)pada mencit. Seminar Nasional Metabolitsekunder. Yogyakarta: PAU Biotek-nologi, Universitas Gadjah Mada. Hlm250-256.

    Hasanah, M. and M. Rahardjo. 2008. Javanes

    turmeric cultivation. Proceeding of the

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    14/16

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial (MONO RAHARDJO) 91

    first international symposium ontemulawak. Biopharmaca ResearchCenter Bogor Agricultural University,Hlm 207-212.

    Hernanu, L. S., W, Aulya and I. Hadinoto. 2008.The effect of temulawak extract ( Curcumaxanthorrhiza Roxb) to the appetite offmale albino rats using leptin test.Proceeding of The First InternationalSymposium on Temulawak. Biophar-maca Research Center Bogor AgriculturalUniversity. p. 234-242.

    Hwang, JK., J.S. Shim and Y.R. Pyun. 2000.Antibacterial activity of xanthorrizolfrom Curcuma xanthorrhiza against oral

    pathogens. Fitoterapia. 71:321-323.Itokawa, H, F. Hirayama, K. Funakoshi, and K.

    Takeya. 1985. Studies on the antitumor bisabolane sesquiterpenoide isolatedfrom Curcuma xanthorrhiza . Chemical andPharmaceutical Bulletin. 33(8): 3488-92.

    Jitoe, A, T. Masuda, I.G.P. Tengah, D.N.Suprapta, I.W. Gara and N. Nakatani.1992. Antioxidant activity of tropicalginger extracts and analysis of thecontainer curcuminoids. J. Agric. Food

    Chemistry. 40 :1337-1340.Kemala, S; Sudiarto, E.R .Pribadi, JT. Yuhono, M.

    Yusron, L. Mauludi, M. Raharjo, B.Waskito, dan H. Nurhayati. 2003. StudiSerapan, Pasokan dan PemanfaatanTanaman Obat di Indonesia. Laporanteknis penelitian Bagian ProyekPenelitian Tanaman Rempah dan ObatAPBN 2003. 61 hlm.

    Liang, O.B. 1986a. Efek koleretik dan anti kapangkomponen Curcuma xanthorrhiza Roxb.

    dan Curcuma domestica Val. LaporanPenelitian. PT. Darya Varia Laboratoria.Liang, O.B. 1986b. Penentuan efek antiinflamasi

    minyak atsiri Curcuma domestica Val danCurcuma xanthorrhiza Roxb. secarainvitro. Laporan Penelitian. PT DaryaVaria Laboratoria.

    Masuda, T. 1997. Anti-inflamatory antioxidantsfrom tropical Zingiberaceae plants.Isolation and synthesis of newcurcuminoids. ACS Symp. Ser. 1997, 660

    (Spices) : 219-233.

    Masuda, T., I. Junko; A. Jitoe, and N. Nakatani.1992. Antioxidative curcuminoide fromrhizomes of Curcuma xanthorrhiza .Phytochemistry. 31(10) : 3645-3647.

    Nurcholis, W. 2008. Profil senyawa penciri dan bioaktivitas tenaman temulawak padaagrobiofisik berbeda. Tesis SekolahPascasarjana Institut Pertanian Bogor. 40hlm.

    Oehadian, H., M. Sjafiudin, M. Eksan danNuraini. Efek antijamur dari Curcumaxanthorrhiza terhadap beberapa jamurgolongan Dermatophyta. Dalam:Simposium Nasional Temulawak ;tanggal 17-18 September 1985; Bandung.

    Bandung: Universitas Padjadjaran. Hlm180-185.

    Oldeman, L.R. 1975. An Agro-cimatic map of Java., Publshed : Contr. Centr. Inst. 17:22 hlm.

    Ozaki, Y. 1990. Antiinflammatory effect ofCurcuma xanthorrhiza ROXB. and itsactive principles. Chemical Pharma-ceutical Bulletin. 38(4) : 1045-1048.

    Pandji, C., C. Grimm, V. Wray, L. Witte, and P.Proksch. 1993. Insecticidal constituents

    from four species of the Zingiberaceae.Phytochemistry. 34(2) : 415-419.

    Prana, M.S. 2008. The biologi of temulawakCurcuma xanthorrhiza Roxb.). Proceedingof the first international symposium ontemulawak. Biopharmaca ResearchCenter Bogor Agricultural University. p.151-156.

    Pribadi, E.R. dan M. Rahardjo. 2007. Kajianekonomi budidaya organik dan konven-sional pada 3 nomor harapan temulawak

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). BuletinPenelitian Tanaman Rempah dan Obat,18(1):73-85.

    Pribadi, E.R. dan M. Rahardjo. 2008. Efisiensipemupukan NPK pada temulawak(Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Litri,14(4):162-170.

    Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan permintaantanaman obat Indonesia serta arahpenelitian dan pengembangannya.Perspektif .8(1):52-64.

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    15/16

    92 Volume 9 Nomor 2, Des 2010 : 78 - 93

    Pudjiastuti, B. Dzulkarnain, dan B. Nuratmi.1988. Toksisitas akut (LD50) danpengaruh beberapa tanaman obatterhadap mencit putih. Cermin dunia

    kedokteran. 53: 44-47.Purwakusumah, E.D., Y. Lestari, M. Rahminiwati,

    M. Ghulamahdi, B. Barus dan M.Machmud, MT. 2008. Menjadikantemulawak sebagai bahan baku utamaindustri berbasis kreatif yang berdayasaing. Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB.E-mail: [email protected] , 24 hlm.

    Rahardjo, M. 2001. Karakteristik beberapa bahantanaman obat keluarga zingiberaceae.Buletin Plasma Nutfah, Badan litbang

    Pertanian. 7(2):25-30.Rahardjo, M dan O. Rostiana. 2005. Stándar

    Prosedur Operasiona Budidaya Temu-lawak. Sirkuler, no. 11. Budidaya Jahe,Kencur, Temulawak, kunyit, Sambilotodan Pegagan. Balai Penelitian TanamanObat dan Aromatik, Puslitbangbun,Badan Litbang Perttanian. Hlm 25-30

    Rahardjo, M. dan N. Ajijah. 2007. Pengaruhpemupukan organik terhadap produksidan mutu tiga nomor harapan

    temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb)di Cibinong Bogor. Buletin PenelitianTanaman Rempah dan Obat. 18(1):29-38.

    Rahardjo, M., Rosita SMD, E. Djauhariya, N.Bermawie, E.R. Pribadi, H. Nurhayati,Kosasih dan Enjang. 2007. Respon nomorharapan temulawakterhadap kombinasipemupukan nitrogen, fosfat dan kalium.Laporan Teknis Penelitian BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik,Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian,

    Hlm 233-250.Rahardjo, M., N. Ajijah, Gusmaini and M. Rizal.2008. Respon of three promising lines ofCurcuma xanthorrhiza Roxb on organicand inorganic fertilizer applications.Proceeding of the first internationalsymposium on temulawak. BiopharmacaResearch Center Bogor AgriculturalUniversity. p. 108-115.

    Rukayadi, Y. D. Yong and JK. Hwang. 2006. Invitro anticandidal activity of xanthor-

    rhizol isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb. J. Antimicrob Chemother. 132:1-4.

    Santosa, MH., W. Dyatmiko, R. Soemarto, A.Pangestu, and Z..N. Cholies. 1995.

    Efficacy of standardized temulawakextract capsule on chronic hepatitispatients. Abstract In: InternationalSympo sium on Curcumin Pharma-cochemistry, Yogyakarta. 1995 August29-31.

    Setiono, R. T., C. Indrawanto, Ermiati dan E. R.Pribadi. 2007. Uji multi lokasi nomor-nomor harapan temulawak pada berbagai kondisi agroekologi. LaporanTeknis Penelitian Balai Penelitian

    Tanaman Obat dan Aromatik, Puslit- bangbun, Badan Litbang Pertanian. Hlm220-232.

    Siegers, C.P., M. Deters, O. Strubelt, and W.Hansel. 1997. Choleretic properties ofdifferent curcuminoids in the rat bilefistula model. Pharm. Pharmacol. Lett.7(2/3) : 87-89.

    Soenaryo, Ch. 1985. Temulawak ( Curcumaxanthorrhiza ) sebagai obat untukmemperbaiki kerja fisiologik dan

    kesuburan pada wanita dan ternak betina. Dalam: Simposium NasionalTemulawak; tanggal 17-18 September1985; Bandung. Universitas Padjadjaran.Hlm 146-149.

    Sukarman, M. Rahardjo, D. Rusmin dan Melati.2007. Efisiensi penggunaan benih nomorharapan temulawak Curcuma xanthorrhizaRoxb. Laporan Teknis Penelitian BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik,Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian,

    Hlm 251-256.Suksamrarn, A., S. Eiamong, P. Piyachaturawat,and J. Charoenpiboonsin. 1994. Phenolicdiarylheptanoids from Curcumaxanthorrhiza . Phytochemistry. 36(6) : 1505-1508.

    Sutrisno, D. Sukarianingsih, M. Saiful, A. Putrika,D. I. Kusumaningtyas. 2008. Curcu-minoids from Curcuma xanthorrhiza Roxb:isolation, characterization, identificationand analysis of antioxidant activity.

    Proceeding of the first international

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 8/18/2019 2715-6389-1-SM

    16/16

    Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial (MONO RAHARDJO) 93

    symposium on temulawak. BiopharmacaResearch Center Bogor AgriculturalUniversity. p. 225-233.

    Syakir, M., N. Maslahah and M. Januwati. 2008.

    Mix cropping system for zingiberaceaefor upland site and dry agroecologicalzone of East Java. Proceeding of the firstinternational symposium on temulawak.Biopharmaca Research Center BogorAgricultural University. p. 285-289.

    Yusron, M. dan M. Januwati. 2005 Pengaruhpupuk bio terhadap pertumbuhan danproduksi temulawak ( Curcuma xanthor-

    rhiza Roxb) di bawah tegakan sengon. J.Ilmiah Pertanian, Gakuryoku . 11(1):20-23.

    Yusron, M. 2009. Respon temulawak ( Curcumaxanthorrhiza Roxb) terhadap pemberian

    pupuk bio pada kondisi agroekologiyang berbeda. Jurnal Littri 15(4):162-167.

    Yusuf, N. A., H. Ibrahim, N. Khalid and S.Annuar. 2008. Antibacterial activities ofCurcuma xanthorrhiza Roxb and its relatedspecies. Proceeding of the firstinternational symposium on temulawak.Biopharmaca Research Center BogorAgricultural University. p. 213-216.