231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

47
Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ Case Report Session IKTERUS NEONATORUM Disusun Oleh : M. Nurman Ariefiansyah 0910312002

Upload: homeworkping2

Post on 13-Apr-2017

703 views

Category:

Education


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/Case Report Session

IKTERUS NEONATORUM

Disusun Oleh :

M. Nurman Ariefiansyah 0910312002

Syandrez Prima Putra 0910311020

Page 2: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Preseptor:

dr. Rahmiyetti, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

BUKITTINGGI

2014

2

Page 3: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh

pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang

berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin

darah sebesar 5-7 mg/dl.1

1.2 Klasifikasi

1.2.1 Ikterus Fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin

serum, namun kurang dari 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya, dan ini dipertimbangkan

sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir antara lain kadar

bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar

5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang

dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi

< 2 mg/dL.2

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor

lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih

tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa

minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada

hari ke-4 dan 5 setelah lahir.2

Pada kebanyakan bayi, masalah ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan.

Ikterus masih dianggap fisiologis jika:2

1

Page 4: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

- Terjadi setelah 24 jam pertama

- Pada bayi baru lahir kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama

kehidupannya <2 mg/dL

- Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu formula, kadar bilirubinnya

sebanyak 6-8 mg/dL

- Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan ASI, kadar bilirubinnya sebanyak 7-14

mg/dL

- Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubinnya sebesar 10-12 mg/dL

- Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dL/hari

1.2.2 Ikterus Patologis

Disebut sebagai hiperbilirubinemia patologis apabila kadar serum bilirubin

terhadap usia neonatus > presentil 95 sesuai standar Normogram Bhutani.2 Ikterus juga

dapat dicurigai patologis jika: 2-4

- Terjadi sebelum 24 jam kehidupan bayi

- Peningkatan total bilirubin serum > 5 mg/dL/hari

- Bilirubin total serum > 17 mg/dL pada bayi baru lahir yang mendapat ASI

- Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada

bayi kurang bulan.

- Disertai tanda-tanda penyakit lain seperti muntah, letargi, bayi malas menyusu,

penurunan berat badan, apneu, takipneu, dan suhu yang tidak stabil.

2

Page 5: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Gambar 1. Normogram Bhutani2

1.2.3 Ikterus Terkait ASI

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice, yaitu early

(berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI).

Early neonatal jaundice (breast feeding jaundice/ BFJ) ialah ikterus yang

disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama. Biasanya timbul

pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Bayi mengalami kekurangan

asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh

makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin

direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan

mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.5

3

Page 6: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Late neonatal jaundice (breast milk jaundice/ BMJ) mempunyai karakteristik

kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini

berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12

minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ

berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu, dan biasanya akan timbul

pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus karena ASI juga bergantung kepada

kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih

besar kemungkinan terjadi ikterus).5

1.3 Epidemiologi

Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat

Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi

ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3%

dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan.6

RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai

kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL.

Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3, dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap

hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup

bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia

ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal

(8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.6

1.4 Metabolisme Bilirubin

1.4.1 Pembentukan Bilirubin

4

Page 7: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga kekuningan yang sebagian besar

merupakan bentuk akhir dari katabolisme heme melalui proses reaksi oksidari-reduksi, dan

sedikit dari heme bebas ataupun proses eritropoesis yang tidak efektif. Dengan bantuan

enzim heme oksigenase yang banyak di sel hati, heme diubah menjadi biliverdin, karbon

monoksida yang akan dieksresikan melalui paru, dan zat besi yang akan digunakan untuk

pembentukan hemoglobin lagi. Biliverdin yang bersifatnya larut dalam air kemudian akan

mengalami reduksi oleh enzim biliverdin reduktase menjadi bilirubin. Bilirubin ini bersifat

lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut, sehingga

untuk mengekresikannya diperlukan proses tranportasi dan eliminasi.2

Satu gram hemoglobin menghasilkan 34 mg bilirubin. Pada bayi baru lahir tiap

harinya dibentuk 8-10 mg/kgbb, lebih banyak dari orang dewasa yang hanya menghasilkan

3-4 mg/kgbb/hari. Hal ini disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek yaitu

berkisar antara 70-90 hari, adanya peningkatan jumlah dari degradasi heme, turn over

sitokrom yang tinggi, serta besarnya reabsorbsi bilirubin di usus.3

1.4.2 Transportasi Bilirubin

Bilirubin yang terbentuk pada sistem retikuloendotelial, akan dilepaskan ke

sirkulasi. Di sini, bilirubin akan berikatan dengan albumin. Ikatan ini merupakan zat non-

polar dan tidak larut dalam air, yang kemudian akan dibawa ke sel hati. Bilirubin yang

terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non

toksik.1,7

Albumin mempunyai afinitas yang tinggi, sehingga obat-obatan yang bersifat

asam seperti penisilin dan sulfonamid akan mudah menempati perlekatan utama antara

albumin dan bilirubin. Obat golongan ini bersifat kompetitor. Sedangkan obat-obatan lain

5

Page 8: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

yang dapat menurunkan afinitas albumin, dapat melepaskan ikatan albumin-bilirubin,

seperti digoksin, gentamisin, furosemide, dan lain-lain.1-3

1.4.3 Asupan Bilirubin/ Bilirubin Intake

Saat ikatan albumin-bilirubin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan

terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditranspor melalui membran sel

yang berikatan dengan ligandin (protein Y). Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang

masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo, sirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin

antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin, akan

menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal

ataupun tidak normal.2,7

1.4.4 Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bilirubin terkonjugasi yang larut

dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diposphat glukuronil

transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan mengubah formasi bilirubin menjadi

bilirubin monoglukoronida. Kemudian zat ini akan di konjugasikan kembali menjadi

bentuk bilirubin diglukoronida dengan bantuan enzim monoglukoronida. Enzim ini akan

menyatukan dua molekul bilirubin monoglukoronida untuk menghasilkan satu molekul

bilirubin diglukoronida.5,7

Pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas enzim monoglukoronida.

Namun setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang

masuk ke hati, sehingga konsentrasi bilirubin serum akan turun. Kapasitas kerja enzim ini

akan sama dengan orang dewasa pada hari ke 4 kehidupan bayi.2

1.4.5 Eksresi Bilirubin

6

Page 9: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Bilirubin yang terkonjugasi akan dieksresikan melalui kandung empedu sebelum

di keluarkan ke saluran cerna. Saat mencapai usus halus, bilirubin terkonjugasi akan

diubah oleh bakteri usus menjadi bentuk urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini akan

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim β-glukoronidase agar

dapat diresorbsi dan kembali ke hati untuk dikonjugasikan lagi, yang disebut sirkulasi

enterohepatik. Sekitar 5 % urobilinogen akan dialirkan ke ginjal. Saat terpapar dengan

udara di dalam urin, urobilinogen akan teroksidasi menjadi urobilin, yang akan mewarnai

urin. Sedangkan urobilinogen yang tidak terserap di usus, akan dibuang melalui feses

melalui reaksi oksidasi menjadi sterkobilin, suatu produk yang tidak dapat direabsorbsi

kembali dan akan mewarnai feses.2,8

Gambar 2. Metabolisme Pemecahan Hemoglobin dan Pembentukan Bilirubin8

1.5 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut.

1.5.1 Produksi yang berlebihan

7

Page 10: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab

tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan, disebut ikterus hemolitik.9

1. Hemolytic Disease of the Newborn (HDN)

HDN atau eritroblastosis fetalis merupakan suatu penyakit darah yang terjadi

apabila tipe darah ibu dan anak tidak kompatibel. Jika tipe darah bayi masuk ke darah ibu

sewaktu dalam kandungan atau sewaktu kelahiran, sistem imun ibu akan melihat darah

bayi sebagai suatu bahan dari luar dan akan menghasilkan antibodi untuk menyerang dan

menghapuskan sel darah merah bayi.10 Keadaan ini akan mengakibatkan komplikasi dari

ringan ke berat. Sistem imun ibu menyimpan antibodi yang dihasilkannya tadi dan jika

terjadi inkompatibilitas lagi, hal yang sama akan terjadi kepada sel darah merah bayinya.

Oleh karena itu, HDN sering terjadi pada ibu yang mengandung kedua kalinya atau

kandungan setelah yang pertama, atau juga setelah keguguran atau aborsi. Inkompatibilitas

Rh lebih sering terjadi daripada ABO. Tiga kali lebih rentan pada bayi Kaukasia

dibandingkan bayi Afrika-Amerika.7,9

Hemolytic Disease of the Newborn dipengaruhi oleh golongan darah ABO dan

Rhesus ibu, sehingga dibedakan atas:

a. Inkompatibilitas Rh

HDN dengan inkompatibilitas Rh adalah HDN yang selalu terjadi apabila ibu

dengan Rh-negatif mengandung anak Rh-positif karena berasal dari ayah yang Rh-positif.

Ibu dengan Rh-negatif dapat terpapar dengan antigen Rh melalui transfusi fetomaternal.

Pada paparan pertama, sebanyak 0.1 ml darah Rh-positif sudah dapat memicu

terbentuknya anti-Rh, yang sebagian besar berupa IgG. Terjadinya sensitisasi ulang

memicu terbentuknya lebih banyak IgG. IgG tersebut dapat melewati plasenta dan

kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel eritrosit janin akan

diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis.

8

Page 11: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Hemolisis yang terjadi pada inkompatibilitas Rh lebih berat terjadi pada kehamilan

berikutnya setelah terjadi sensitisasi.5,11

b. Inkompatibilitas ABO

HDN karena inkompatibilitas ABO tidak selalu terjadi. HDN ini terjadi bila

seorang ibu dan bayinya mempunyai tipe darah yang tidak sama. Misalnya pada ibu

dengan golongan darah O yang mendapat sensitisasi maternal oleh antigen A atau B janin,

akan memproduksi anti-A dan anti-B berupa IgG. Antibodi itu dapat menembus plasenta

dan masuk ke sirkulasi janin sehingga menimbulkan hemolisis.5,11

2. Defisiensi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase)

Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang

terkait kromosom sex (x-linked). Kelainan dasar biokimiadefisiensi G6PD disebabkan

mutasi pada gen G6PD. Peranan enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah

merah serta menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada fungsinya dalam jalur

pentosa fosfat 13. Sel darah merah membutuhkan suplai energi secara terus menerus untuk

mempertahankan bentuk, volume, kelenturan dan menjaga keseimbangan potensial

membran melalui regulasi pompa natrium-kalium. Fungsi enzim G6PD adalah

menyediakan NADPH yang diperlukan untuk membentuk kembali GSH, yang berfungsi

menjaga keutuhan sel darah merahsekaligus mencegah hemolitik.10

3. Defisiensi Piruvat Kinase

Defisiensi piruvat kinase, walaupun jarang, merupakan defisiensi enzim kedua

yang tersering. Penyakit ini diwariskan sebagai sifat resesif autosom. Enzim ini berfungsi

melisis perubahan 2 fosfoenol piruvat menjadi piruvat dan merupakan tahap akhir

9

Page 12: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

pembentukan energi pada jalur glikolitik. Efek defisiensi enzim ini terlihat pada sel-sel

darah merah tua yang tidak memiliki kemampuan fosfoliperasi oksidatif metabolik yang

merupakan sumber utama pembentukan energi untuk sel darah merah non retikulosit,

dimana tahap ini berkaitan dengan pembentukan ATP. Sel-sel eritrosit dengan defisiensi

piruvat kinase lebih mudah dihancurkan dilimpa dan pasien mengalami anemia hemolitik

kronis yang ditandai dengan meningkatnya hemolisis dan peningkatan bilirubin indirek.8

4. Penyakit Hemolitik Karena Kelainan Eritrosit Kongenital

Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai

eritroblastosis fetalis akibat iso-imunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif.

Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah thalasemia, anemia sel sabit (sickle-cell

anemia), dan sferositosis kongenital. Pada pasien sferositosis terdapat peningkatan

fragilitas eritrosit oleh karena itu waktu daya tahan hidup eritrosit menurun. Pada pasien

ini mengalami ikterus ringan, jika waktu hemolisis cepat biasanya disertai meningkatnya

ikterus awitan yang cepat.8

5. Adanya Darah Ekstravaskuler

Dapat berupa ptekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan cerebral. Darah yang

dipecah oleh makrofag di luar sirkulasi akan meningkatkan produksi bilirubin I. Biasanya

jarang menunjukkan anemia yang berarti maupun retikulosis. Tertelannya darah ibu

selama proses kelahiran juga dapat menyebabkan icterus neonatorum. Darah ini akan di

katabolisme di dalam mukosa intestinal sehingga menjadi sumber bilirubin tambahan.9

6. Polisitemia

Banyaknya jumlah darah merah akan meningkatkan jumlah produksi bilirubin.

Polisitemia biasanya diikuti dengan hiperviskositas yang akan menambah beban karena

akan mengganggu perfusi dari sinusoid-sinusoid hepar.7 Polisitemia sering terjadi karena:

10

Page 13: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

a. Hipoksia Janin. Kekurangan oksigen pada janin merangsang pembentukan sel

darah merah, sehingga meningkatkan produksi bilirubin.7

b. Transfusi Maternal-Fetal. Dalam perdarhan transplasental ibu-janin, darah bayi

memiliki hemoglobin dewasa > 30% atau konsentrasi IgA yang tinggi untuk

usianya. Hal ini menyebabkan peningkatan destruksi eritrosit.9

c. Transfusi Fetofetal. Terjadi pada bayi kembar. Kecurigaan akan adanya transfusi

fetofetal dipikirkan bila berat badan bayi berbeda secara signifikan. Salah satu akan

menderita anemia, dan yang lain akan mengalami polisitemia.

7. Peningkatan Sirkulasi Enterohepatik

Dapat terjadi pada obstruksi di saluran cerna atau penurunan peristaltik usus. Hal

ini akan meningkatkan reabsorbsi bilirubin dan menurunkan jumlah bilirubin yang akan

dikeluarkan melalui feses. Biasa terjadi pada pengeluaran mekonium yang terlambat.7

1.5.2 Gangguan dalam Eksresi

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor fungsional

maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena

bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih,

sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan

urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti

peningkatan kadar alkali fostafe dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu.

Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di

bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari

11

Page 14: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu

perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari

ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau

kolangiola) atau ekstra hepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada ke dua

keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang sama.3,8

1.5.3 Gangguan Kombinasi Produksi dan Ekskresi

1. Infeksi Prenatal dan Perinatal

Dapat berupa toksoplasmosis, rubella, penyakit sitomegalovirus, herpes simpleks,

sifilis, dan hepatitis. Semua infeksi ini dapat ditularkan melalui plasenta, dan sebagian

diantaranya juga didapat saat persalinan. Infeksi prenatal dapat meningkatkan kadar IgM

darah dan menghambat pertumbuhan janin. Bayi dengan infeksi tersebut dapat mengalami

hepatosplenomegali, anemia hemolitik, trombositopenia, dan trauma hepatoseluler. Semua

hal tersebut akan meningkatkan jumlah bilirubin.9

2. Sepsis

Peningkatan bilirubin I pada sepsis terjadi karena proses inflamasi yang akan

merusak sel darah merah dan gangguan konjugasi oleh kerusakan hepar. Peningkatan

bilirubin II pada sepsis dihubungkan dengan kolestasis, yang dapat terjadi karena

sumbatan pada jalur pengeluaran bilirubin terkonjugasi oleh inflamasi.7

3. Ikterus Pada Bayi dengan Ibu Diabetes

Dapat disebabkan oleh peningkatan sirkulasi enterohepatal, polisitemia, masalah

pada konjugasi bilirubin. Proses konjugasi melebihi kapasitas hepar untuk mengeksresikan

bilirubin terkonjugasi karena kecepatan produksi bilirubin yang sangat tinggi.9

1.6 Pemeriksaan Fisik

12

Page 15: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa

hari kemudian. Ikterus biasanya terlihat menyebar secara sefalokaudal, dimulai dari wajah

dan menyebar ke perut dan kemudian ke kaki seiring peningkatan kadar bilirubin serum.2

Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih

jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama

pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita

sedang mendapatkan terapi sinar.12

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan

jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis

dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat

dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.12

Gambar 3. Pemeriksaan ikterus pada kulit bayi. (A) tidak ikterik (B) ikterik13

Dari pemeriksaan fisik, penentuan perkiraan kadar bilirubin dapat dilakukan

menurut kriteria Kramer (Tabel 2).

Tabel 2. Kriteria Kramer1

13

Page 16: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

1.7 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan bilirubin serum (bilirubin total, direk, dan indirek) harus dilakukan

pada neonatus yang mengalami ikterus, terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-

bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi

yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda

terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum. Pemeriksaan

serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya

kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi

sinar ataukah tranfusi tukar.1,3

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan

penyebab ikterus antara lain:14

1. Golongan darah

2. Coombs test

3. Darah lengkap dan hapusan darah. Pemeriksaan hapusan darah diperlukan untuk

membedakan kelainan hemolitik.

14

Derajat Ikterus Daerah Ikterus

Perkiraan Kadar Bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg/dL

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg/dL

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)

11,4 mg/dL

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dL

V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dL

Page 17: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

4. Hitung retikulosit. Jumlah retikulosit yang > 6% setelah tiga hari kehidupan bayi,

biasanya menandakan proses hemolitik yang abnormal.

5. Skrining G6PD

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, alur diagnosis ikterus neonatorum dapat

dijabarkan pada gambar 4 dan Tabel 3.

Gambar 4. Alur diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan hasil laboratorium.2

Tabel 3. Diagnosis banding ikterus neonatorum berdasarkan gambaran bilirubin serum

15

Page 18: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

1.8 Penatalaksanaan

1.8.1 Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat ditatalaksana

melalui rawat jalan dengan nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung lebih dari 7 hari

pada bayi cukup bulan, atau 14 hari pada kurang bulan. Jika bayi dapat menghisap,

anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI ekslusif lebih sering minimal setiap 2

jam. Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui pipa nasogastrik atau dengan

gelas dan sendok. Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi

selama 30 menit selama 3-4 hari dan jaga agar bayi tetap hangat.13

1.8.2 Ikterus Patologis

Setiap Ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran adalah patologis dan

membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin serum total, serta

pemeriksaan ke arah adanya penyakit hemolisis oleh karena itu selanjutnya harus dirujuk.

Selain itu pada bayi dengan ikterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang

lebih lengkap setelah keadan bayi stabil.13

16

Page 19: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan

kern-ikterus/ ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.

Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi

bilirubin dapat lebih cepat berlangsung.1

Prinsipnya dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan mengobati,

yaitu:1,12

1. Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin

2. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik agar dapat dikeluarkan

melalui ginjal dan usus, misalnya dengan terapi sinar (fototerapi)

3. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah, yaitu dengan tranfusi tukar darah

Tabel 4. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin 4,14

Usia

Terapi sinar Transfusi tukar

Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko*

mg/dL μmol/L mg/dL μmol/L mg/dL μmol/L mg/dL μmol/L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340

*Faktor risiko:- usia kehamilan < 37 minggu, berat badan lahir < 2.500 g- penyakit hemolitik- bayi tampak kuning sebelum usia 24 jam- infeksi berat (sepsis)- saat lahir tidak bernafas spontan (memerlukan tindakan resusitasi)

1. Fototerapi

17

Page 20: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Fototerapi pada ikterus neonatorum adalah pemberian sinar berspektrum biru

berintensitas tinggi (420-470 nm) pada bayi. Sinar ini diketahui efektif mengurangi ikterik

secara klinis dan menurunkan kadar bilirubin indirek dalam serum. Bilirubin di dalam kulit

akan menyerap energi cahayanya, menyebabkan serangkaian reaksi fotokimia. Produk

utama yang dihasilkan dari fototerapi adalah adanya reaksi foto-isomerisasi yang

reversibel yang mengubah bilirubin indirek yang bersifat toksik menjadi bilirubin indirek

yang non toksik yang dapat diekskresikan melalui kandung empedu tanpa melalui

konyugasi. Produk fototerapi lainnya adalah lumirubin, sebuah isomer struktural yang

dihasilkan dari bilirubin yang dapat dieksresi melalui ginjal. Terapi penyinaran ini

menggunakan tabung fluorensens “biru spesial”, yang diletakkan 15-20 cm dari bayi dan

kain fiberoptik fototerapi diletakkan di punggung bayi untuk meningkatkan area kulit bayi

yang terkena. Indikasi fototerapi tergambar pada gambar 5.2

Gambar 5. Indikasi fototerapi pada neonatus berdasarkan kadar bilirubin serum2

2. Transfusi Tukar

18

Page 21: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Transfusi tukar dilakukan jika fototerapi intensif gagal mengurangi kadar

bilirubin dan jika ditakutkan akan menyebabkan komplikasi kernikterus. Transfusi

dilakukan dengan teknik aseptik.2 Indikasi transfus tukar:9

1. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin indirek > 20 mg/dL

2. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin

kurang dari 3,5 gram per 100 ml.

3. Pada kenaikan yang cepat bilirubin indirek serum bayi pada hari pertama (0,3–1

mg/dL/jam). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas golongan darah.

4. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung.

5. Bayi penderita ikterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14 mg/dL

dan Coombs test langsung positif.

Gambar 6. Indikasi Transfusi Tukar berdasarkan kadar bilirubin serum2

3. Metalloporfirin

19

Page 22: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Metalloporfirin sn-mesoporfirin (SnMP) adalah obat yang dapat diberikan pada

hiperbilirubinemia neonatus. Mekanisme kerjanya adalah sebagai inhibitor enzimatik

kompetitif dari enzim heme-oksigenase yang merubah protein-heme menjadi biliverdin.

1.9 Komplikasi

Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka dapat terjadi

penyakit kernikterus. Kernikterus adalah suatu sindrom neurologik yang timbul sebagai

akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kern ikterus dapat

menimbulkan kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan

mental dan gangguan tingkah laku.1,8

Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg/dL

sering keadaan berkembang menjadi kernikterus. Pada bayi prematur batasnya ialah 18

mg/dL, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3 g/dL. Pada neonatus yang menderita

asidosis dan hipoglikemia, kern ikterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin < 16 mg/dL.

Pencegahan kern ikterus ialah dengan melakukan transfusi tukar darah bila kadar bilirubin

I mencapai 20 mg/dL .1,8

1.10 Prognosis

Prognosis tergantung pada penyebab utama ikterik. Biasanya baik jika ditangani

secara tepat dan cepat. Namun jika komplikasi telah terjadi, prognosis memburuk.8

20

Page 23: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

BAB 2

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. NDA

MR : 37.69.54

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke : 1

Umur : 7 hari

Alamat : Birugo, Bungo No.145 Bukittinggi

ANAMNESIS

Telah dirawat seorang bayi laki-laki berusia 7 hari pada tanggal 29 April 2014

pukul 21.30 WIB di ruang rawat inap Perinatologi RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi dengan:

Keluhan Utama: Kuning yang bertambah sejak usia 5 hari

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Neonatus berat badan lahir cukup 3300 gram, panjang badan 49 cm, lahir SC atas

indikasi partus lama, ditolong dokter spesialis, langsung menangis (partus luar), ibu

baik ketuban jernih, kelainan kongenital tidak ada, jejas persalinan tidak ada.

- Kuning sejak usia 2 hari, bertambah kuning sejak usia 5 hari. Awalnya kuning

hanya tampak di muka, kemudian menyebar sampai ke tungkai.

- Demam tidak ada

- Sesak napas tidak ada, kebiruan tidak ada

- Bayi telah diberi ASI sejak hari pertama setelah lahir, kuat menyusu

21

Page 24: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

- Injeksi vitamin K sudah diberikan setelah lahir

- Kejang tidak ada

- Muntah tidak ada

- Buang air kecil sudah keluar, warna dan jumlah biasa

- Buang air besar sudah keluar, warna dan konsistensi biasa, dempul tidak ada

- Bayi awalnya dibawa ke praktek dokter spesialis anak dan dirujuk ke RSUD Dr.

Achmad Mochtar untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dan fototerapi.

- Riwayat ibu sering demam selama hamil ada pada usia kehamilan trimester

pertama, pernah dirawat di Rumah Sakit sebanyak 3 kali, demam disertai mual dan

muntah.

- Riwayat ibu keputihan yang banyak, berbau dan gatal selama hamil dan menjelang

persalinan tidak ada

- Riwayat ibu nyeri saat buang air kecil selama hamil dan menjelang persalinan tidak

ada.

Riwayat Kehamilan Sekarang:

- Hamil sekarang : G1, P0, A0

- Pemeriksaan antenatal ke dokter spesialis kandungan, teratur 1x sebulan

- Riwayat anemia, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal

selama kehamilan tidak ada

- Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol

- Kualitas dan kuantitas makanan baik

- Kehamilan cukup bulan

- Kontrol teratur ke dokter spesialis kandungan dan kebidanan

22

Page 25: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Riwayat Persalinan:

Persalinan di RS Ibnu Sina Bukittinggi, dipimpin oleh dokter. Lahir tanggal 22

April 2014 dengan sectio caesaera atas indikasi partus lama. Kelahiran tunggal, kondisi

saat lahir hidup, A/S langsung menangis (partus luar).

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum:

Keadaan umum : cukup aktif

Frekuensi jantung : 135 x /menit

Frekuensi nafas : 50 x/ menit

Suhu : 36,9 °C

Panjang badan : 49 cm

Berat badan : 3060 gram

Sianosis : tidak ada

Ikterik : ada sampai telapak kaki

Pemeriksaan Khusus:

Kepala : normochepal

- Ubun-ubun besar : 1,5 x 1,5 cm

- Ubun-ubun kecil : 0,5 x 0,5 cm

- Jejas persalinan : tidak ada

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Mulut : sianosis sirkum oral tidak ada

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : napas cuping hidung tidak ada

23

Page 26: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Leher : tidak ditemukan kelaianan

Toraks :

Bentuk : normochest, retraksi epigastrium tidak ada

Jantung : irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak ada

Paru : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Abdomen :

Permukaan : datar

Kondisi : lemas

Hati : 1/4x1/4

Limpa : S0

Tali Pusat : Sudah puput

Umbilikus : tidak ditemukan kelainan

Genitalia : testis desensus bilateral

Ekstremitas : Atas : akral hangat, refilling kapiler baik

Bawah : akral hangat, refilling kapiler baik

Kulit : ikterik ada, sianosis tidak ada

Anus : ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan

Refleks neonatal:

Moro : +

Rooting : +

Isap : +

Pegang : +

Ukuran :

Lingkaran kepala : 34 cm

24

Page 27: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Lingkaran dada : 33 cm

Lingkaran perut : 31 cm

Kepala-simpisis : 32 cm

Simpisis-kaki : 17 cm

Panjang lengan : 17 cm

Panjang kaki : 19 cm

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Darah

- Hb : 14,6 g/dL

- Hematokrit : 38,9 %

- Leukosit : 7.530/mm3

- Trombosit : 324.000/mm3

DIAGNOSIS KERJA

NBBLC BBL 3260 gr, panjang badan 48 cm, cukup bulan

Lahir SC atas indikasi partus lama

Ibu baik, ketuban jernih

Apgar Skor langsung menangis (partus luar)

Kelainan kongenital tidak ada, jejas persalinan tidak ada

Penyakit sekarang ikterus neonatorum grade V ec. Susp. Neonatal hepatitis

ANJURAN PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan bilirubin darah (bilirubin total, direk, indirek)

25

Page 28: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

- Pemeriksaan faal hepar

- HbsAg

PENATALAKSANAAN

- ASI OD

- Foto terapi

FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT TATALAKSANA29 April 2014 Pasien masuk ruang bayi RSAM Bukittinggi melalui

IGD, kiriman dari Spesialis Anak dengan Hiperbilirubinemia.Keadaan saat diterima:S/ : demam ada Kuning ada, sampai telapak kaki Anak menyusu kuat pada ibu sesak napas tidak ada kejang tidak ada BAK ada, warna dan jumlah biasa Mekonium ada, warna dan konsistensi biasaO/ : KU : Cukup aktif HR 144 x/ menit, RR 48 x /menit, T 36,5oC BB: 3060 gram, PB: 49 cm Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera Ikterik Kulit: ikterus kremer grade V Hidung : Nafas cuping hidung (-) Toraks : simetris, retraksi (-) - cor : irama teratur, bising (-) - pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen: distensi (-), bising usus (+) normal   Ekstemitas: akral hangat, refilling kapiler baikKesan/ Ikterus neonatorum grade V ec.susp.neonatal hepatitisR/ pemeriksaan bilirubin dan faal hepar

ASI ODFoto terapi

30 April 2014 S/ : demam ada Kuning ada, sampai tungkai Anak menyusu kuat pada ibu sesak napas tidak ada kejang tidak ada BAK ada, warna dan jumlah biasa Mekonium ada, warna dan konsistensi biasa

ASI ODFoto terapi

26

Page 29: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

O/ : KU : Cukup aktif HR 135 x/ menit, RR 50 x /menit, T 36,7oC BB: 3050 gram, PB: 49 cm Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera Ikterik Kulit: ikterus kremer grade V Hidung : Nafas cuping hidung (-) Toraks : simetris, retraksi (-) - cor : irama teratur, bising (-) - pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen: distensi (-), bising usus (+) normal   Ekstemitas: akral hangat, refilling kapiler baik

Hasil pemeriksaan laboratoriumSGOT : 25 U/LSGPT : 93 U/LGamma-GT : 127,1 U/LBilirubin Direk : 0,49 mg/dlBilirubin Total : 19,93 mg/dl

Kesan/ Ikterus neonatorum grade V ec.susp.neonatal hepatitis

27

Page 30: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

BAB 3

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien bayi laki-laki umur 7 hari dirawat di ruangan

perinatologi RS Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 29 April 2014 dengan

diagnosis kerja Ikterus neonatorum grade V ec. suspect neonatal hepatitis. Diagnosis

ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis didapatkan bayi kuning sejak umur 2 hari dan bertambah kuning

sejak umur 5 hari. Kuning awalnya hanya terdapat di wajah kemudian menyebar sampai ke

telapak kaki semenjak umur 5 hari. Bayi lahir cukup bulan secara sectio caesarea atas

indikasi partus lama, ditolong dokter, apgar skor langsung menangis (partus luar) dengan

berat badan lahir 3300 gram dan panjang badan 49 cm. Tidak ditemukan jejas persalinan

dan kelainan kongenital. Tidak ditemukan demam, sesak napas, kebiruan, dan kejang. Bayi

menyusu kuat pada ibu, buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Injeksi

vitamin K sudah diberikan. Pada ibu ditemukan riwayat demam disertai mual dan muntah

pada usia kehamilan trimester pertama dan dirawat di rumah sakit sebanyak 3 kali. Pada

usia kehamilan 8 bulan ibu kembali dirawat di rumah sakit karena demam dan mencret

dengan frekuensi lebih dari 10 kali perhari. Riwayat keputihan dan nyeri saat buang air

kecil ketika hamil dan menjelang persalinan tidak ada. Riwayat hipertensi dan diabetes

melitus pada ibu tidak ada. Selama hamil ibu kontrol teratur ke dokter spesialis kebidanan

1 kali sebulan. Tidak ditemukan riwayat penyakit tertentu pada keluarganya.

Dari pemeriksaan fisik keadaan umum cukup aktif, tanda-tanda vital dalam batas

normal. Pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva tidak anemis dan sklera tampak ikterik.

Kulit teraba hangat, turgor baik, dan tampak ikterus hingga ke telapak kaki. Pada

pemeriksaan toraks tidak ditemukan retraksi epigastrium, cor dan pulmo dalam batas

28

Page 31: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

normal, sementara abdomen dan ekstrimitas tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan Hb 14,6 g/dL, hematokrit: 38,9 %, leukosit 7.530/mm3, trombosit

324.000/mm3. Selain itu terdapat gambaran gangguan faal hepar dengan SGPT: 93 U/L

dan Gamma-GT: 127,1 U/L serta hiperbiliriubinemia dengan bilirubin direk : 0,49 mg/dL

dan bilirubin total: 19,93 mg/dL.

Berdasarkan literatur, ikterus pada bayi cukup bulan yang muncul lebih dari 24

jam setelah lahir dengan kadar bilirubin total < 12 mg/dL dan peningkatan laju bilirubin

total < 5 mg/dL/hari masih dianggap sebagai ikterus yang fisiologis. Ikterus fisiologis akan

memuncak pada hari ke 2-3 dan menghilang pada hari ke-5 setelah lahir.2 Pada pasien

ditemukan kuning mulai tampak umur 2 hari, namun pada umur 5 hari kuning semakin

bertambah hingga hari ke-7 sehingga hal ini mengarah kepada ikterus yang patologis. Pada

pasien ditemukan peningkatan bilirubin total serum hingga 19,93 mg/dL, peningkatan

bilirubin direk dan fungsi hepar yang abnormal. Selain itu tidak terdapat tanda-tanda

pemecahan eritrosit yang khas dimana tidak ditemukan adanya anemia. Ibu memiliki

riwayat demam yang berulang kali pada trimester pertama dan ketiga, sehingga

meningkatkan kemungkinan risiko infeksi fetomaternal. Kemungkinan obstruksi

ekstrahepatal masih kecil karena tidak ada riwayat BAB berwarna dempul.

Diagnosis yang paling mungkin adalah ikterus neonatorum akibat kolestasis

intrahepatal suspek neonatal hepatitis idiopatik. Menurut literatur, kolestasis neonatal

adalah apabila secara biokimia terdapat peningkatan konsentrasi bilirubin terkonyugasi

selama 14 hari pertama kehidupan. Kolestasis intrahepatal dipikirkan karena tidak terdapat

tanda-tanda peningkatan produksi bilirubin dan obstruksi ekstrahepatal. Selain itu, pada

pemeriksaan fisik tidak ditemukan hepatomegali dan splenomegali yang sering ditemukan

pada pasien dengan hemolisis dan atresia biliaris. Diagnosis banding pada pasien ini antara

lain kolestasis intrahepatal akibat penyakit metabolik dan penyakit virus lainnya.15

29

Page 32: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

Pasien ini ditatalaksana dengan pemberian ASI on demand dan terapi penyinaran/

foto terapi. Pemberian foto terapi dipertimbangkan jika kadar bilirubin total serum bayi

>17 mg/dL dan tergantung keadaan klinis.4 Observasi dilakukan selama beberapa hari

sampai keadaan klinis pasien membaik.

30

Page 33: 231665896 case-report-session-ikterus-neonatorum

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim, M. Sholeh, Dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010;147-169.

2. Ambalavanan N, Carlo WA. Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn; in Kliegman, et al (Ed): Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2011. Chapter 96.3;603-8.

3. Asil A. Ikterus Dan Hiperbilirubinemia Pada Neonatus; dalam A.H. Markum (Ed): Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1999;313-317.

4. Garna H, Nataprawira HMD. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad. 2005; Ikterus Neonatorum;102-8.

5. Suradi, Nurina, et al. The Association Of Neonatal Jaundice And Breast-Feeding. Paediatrica Indonesiana. 2001;41:69-75.

6. Badan Litbangkes Depkes RI. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2002;8-10.

7. Crawford, James R. Hati Dan Saluran Empedu; dalam Robbins: Buku Ajar Patologi, volume 2. Jakarta: Penerbit Buku EGC. 2007;665-670.

8. Hasan R, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, 3. Edisi IV. Jakarta: Bagian IKA FKUI. 1996;1095-100.

9. Poland R, Ostrea EM. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus; dalam Fanaroff AA (Ed); Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4. Jakarta: EGC. 1998;367-389.

10. Wibowo, Satrio. Perbandingan Kadar Bilirubin Neonatus Dengan Dan Tanpa Defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase pada Infeksi Dan Tidak Infeksi. Tesis pada Program Pendidikan Dokter Spesialis–I Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro Semarang. 2007.

11. Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC. 2007;906-907.12. Sulaiman, Ali. Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. 2007. H. 420-423.13. Lubis G. Hiperbilirubinemia. Slide Presentasi. FK Unand. Diakses dari

http://repository.unand.ac.id/18516/2/HYPERBILIRUBINEMIA%20KUL008print.ppt pada 1 Mei 2014.

14. Maisels, Jeffrey M. Phototherapy For Neonatal Jaundice. The New English and Journal of Medicine. 2008;358.

15. A-kader HH, Balistreri WF. Neonatal Cholestasis; in Kliegman, et al (Ed): Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2011. Chapter 348.1;1381-88.

31