202619621 case-crf
TRANSCRIPT
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesPENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA
GAGAL GINJAL KRONIK
Pendahuluan (1)
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut. Pada GGK kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh terganggu, sehingga timbul gangguan hemostatik, hal ini terlihat dari
menurunnya laju filtrasi glomerulus, yang dapat diukur dengan Creatinine
Clearance Test (CCT) atau Tes Klirens Kreatinin. Gagal ginjal kronik terjadi
apabila terdapat penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/menit.
Hipertensi dapat terjadi sebagai manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik.
Hal ini terjadi sebagai akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas system rennin-angiotensin-aldosteron. Tekanan darah umumnya
meningkat sesuai dengan perburukan fungsi ginjal. Kenaikan tekanan darah akan
menurunkan fungsi ginjal lebih lanjut.
Epidemiologi (1)
Data dan studi epidemiologi GGK di Indonesia dapat dikatakan tidak ada.
Yang ada, tetapi juga langka, adalah studi atau data epidemilogi klinis. Pada saat
ini tak dapat dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian pula morbiditas
dan mortalitas. Data klinis yang ada, berasal dari RS rujukan nasional, RS rujukan
propinsi dan dan RS swasta spesialistik. Frekuensi dan pola penyakit penyebab
GGK akan mengikuti perubahan pola penyakit pada umumnya, dan karena
penyakit metabolic merupakan salah satu penyebab GGK makin meningkat, maka
pola keseringan GGK inipun meningkat dari tahun ke tahun.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan
penanggulangan yang baik. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi
prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan
adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat
nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara
tepat. Banyak penyelidikan dilakukan secara terpisah dengan metodologi yang
belum baku. Dari penyelidikan yang ada, terlihat adanya kecenderungan bahwa
masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan.
Klasifikasi (1)
Pembagian GGK sesuai dengan nilai TKK :
TKK 100-76 ml/menit, disebut insufisiensi ginjal
TKK 75-26 ml/menit, disebut insufisiensi ginjal kronik (IGK)
TKK 25-5 ml/menit, disebut gagal ginjal kronik (GGK)
TKK < 5 ml/menit, disebut gagal ginjal terminal (GGT)
Pembagian GGK berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)
Tahapan Gagal Ginjal LFG (ml/menit) Manifestasi
Fungsi ginjal berkurang 80-50 Tidak ada
Ringan 50-30 Hipertensi,
hiperparatiroidisme
sekunder
Sedang 10-29 s.d.a.+ anemia
Berat < 10 s.d.a.+ retensi air dan
garam, mual, muntah,
nafsu makan hilang,
penurunan fungsi mental
Terminal (Tahap akhir) < 5 s.d.s. dengan edema paru,
koma, kejang, asidosis
metabolic, hiperkalemia,
kematian
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Normal < 120 dan < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99Hipertensi Derajat 2 >160 >100
Etiologi
Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik
Klasifikasi penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodusa
Sklerosis sistema progresif
Gangguan herediter dan congenital Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic Diabetes mellitus
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktif Saluran kemih bagian atas:
Kalkuli, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal
Saluran kemih bagian bawah:
Hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomaly congenital pada leher kandung
kemih dan uretra
Patofisiologi (2)
Dua pendekatan teoritis untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada gagal
ginjal kronik :
1. Sudut pandang tradisional :
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam
stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan
dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya.
Misalnya, lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung
Henle dan vasa rekta, atau pompa klorida pada pars asendens lengkung Henle yang
akan mengganggu proses aliran balik pemekat dan aliran balik penukar.
2. Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal dan mengalami
hopertrofi dalam usahanya melaksanaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Beban
solut bagi setiap nefron makin tinggi, sehingga mengakibatkan diuresis osmotik,
yaitu peningkatan aliran kemih dan penurunan konsentrasi. Uremia akan timbul
bilamana jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan
cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Efek kegagalan kronis ginjal pada cairan tubuh sebagian besar tergantung pada
intake air dan makanan orang tersebut. Efek-efek yang terpenting adalah :
1. Edema umum, disebabkan oleh retensi air dan garam.
2. Asidosis, disebabkan oleh kegagalan ginjal untuk mengeluarkan produk-
produk asam normal dari tubuh.
3. Tingginya konsentrasi Nitrogen non protein, terutama ureum disebabkan
oleh kegagalan tubuh untuk mengekspresikan produk akhir metabolisme.
4. Tingginya konsentrasi produk retensi urin lain, termasuk kreatinin, asam
urat, fenol, basa guanidine, sulfat, fosfat dan kalium.
Keadaan ini disebut uremia karena tingginya konsentrasi produk ekskresi urine
normal yang berkumpul di dalam cairan tubuh.
Mekanisme patofisiologi hipertensi pada pasien penyakit ginjal belum
dapat diterangkan secara sempurna. Hipertensi ginjal kemungkinan besar
disebabkan oleh kombinasi beberapa factor seperti keseimbangan natrium, factor
menyerupai digitalis, system rennin angiotensin aldosteron (SRAA), prostaglandin
ginjal, endotelin, nitrogen, susunan saraf simpatis dan jumlah nefron.1
Anemia pada gagal ginjal kronis terutama diakibatkan oleh berkurangnya produksi
eritropoietin. Penyebab lain adalah defisiensi besi oleh karena beberapa hal seperti
kehilangan darah selama prosedur haemodialisis, tindakan flebotomi berulang
untuk pemeriksaan Lab., malnutrisi dan perdarahan gastrointestinal. Anemia yang
tidak diatasi akan menimbulkan gangguan fisiologis seperi suplai oksigen ke
jaringan berkurang, peningkatan curah jantung, hipertrofi ventrikel kiri, angina,
payah jantung kongestif, penrunan kemampuan kognitif dan mental, gangguan
siklus menstruasi, impotensi dan gangguan respon imun.
Manifestasi Klinis (1,3)
Gejala dan tanda GGK3
Sistem Organ Gejala Tanda
Umum Fatigue, lemah Tampak pucat, sakit
kronik
Kulit Gatal, mudah memar Pucat, ekimosis,
ekskoriasi, edema, xerosis
THT Rasa metal pada mulut,
epistaksis
Nafas berbau urea
Mata Konjungtiva pucat
Paru-paru Nafas sesak Efusi pleura
Kardiovaskular Dispneu pada exercise,
nyeri retrosternal pada
waktu inspirasi
(pericarditis)
Hipertensi, cardiomegali,
friction rub
Gastrointestinal Anorexia, mual, muntah,
cegukan
Genitourinary Nokturia, impoten Isosthenuria
Neuromuscular Restless legs, kaku dan
kram pada kaki
Neurologic Iritasi general dan
ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi,
menurunnya libido
Stupor, asterixis,
mioclonus, neuropathy
perifer
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada
hipertensi. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat
berbeda-beda. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, dan migren dapat
ditemukan sebagai gejala klinis hipertensimeskipun tidak jarang yang tanpa gejala.
Pada survei hipertensi di Indonesia, tercatat berbagai keluhan yang
dihubungkan dengan hipertensi, antara lain; pusing, cepat marah, dan telinga
berdenging merupakan gejala yang sering dijumpai, selain gejala lain seperti
mimisan, sukar tidur, dan sesak nafas. Selain itu juga ditemukan rasa berat di
tengkuk, dan mata berkunang-kunang.
Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti gangguan
penglihatan, gangguan neurology, gagal jantung, dan gangguan fungsi ginjal tidak
jarang dijumpai.1
Pemeriksaan Penunjang (1)
Pemeriksaan laboratorium, tujuannya:
1. Menetapkan adanya GGK
- Menilai fungsi/faal ginjal dengan pengujian LFG dengan
pemeriksaan tes klirens kreatinin (TKK). Kreatinin diproduksi di
otot dan dikeluarkan melalui ginjal. Bila ada peninggian kreatinin
dalam serum berarti faal pengeluaran di glomerulus kurang.
LFG dapat dihitung dengan Formula COCKROFT-GAULT :
TKK (pria) = (140-umur) x BB (kg) / 72 x Kreatinin serum (mg/dl)
Wanita = 0,85 x TKK (pria)
2. Menilai adanya kegawatan
- Melihat kadar K dalam serum bila mencapai 7-8 mEq/L
- Analisis gas darah untuk menentukan ada atau tidaknya asidosis
metabolic yang berat
- Hipokalsemia jarang menimbulkan kegawatan kecuali pada kasus
terminal
3. Menunjang adanya GGK
- LED meningkat yang diperberat dengan adanya anemia dan
hipoalbuminemia
- Anemia normositer normokrom dan jumlah retikulosit yang rendah
- Ureum dan kreatinin serum meninggi
- Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan
- Hiperkalsemia biasanya pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5
ml/menit)
- Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
- Fosfatase lindi meninggi, akibat gangguan metabolisme tulang
- Hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia
- Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat
- Hipertrigliseridemia
4. Menetapkan adanya gangguan sistemik
- Pemeriksaan magnesium kalau ada neuropati
- Anemia harus dibuktikan apakah berasal dari GGK
- Test hemostasis = kalau ada perdarahan
- Test protein serum dalam albumin, untuk menetapkan diet yang
diberikan
- Test natrium, hiponatremia dan memperberat faal ginjal
- Test fraksi lemak serum untuk menilai adanya aterosklerosis dan
arteriosclerosis
Pemeriksaan penunjang radiology
1. Foto polos abdomen :
Menilai bentuk dan besar ginkal
Ada batu atau obstruksi lain
2. Pielogravi intravena
Menilai system pelviokalises dan ureter, metode ini mempunyai
resiko penurunan faal ginjal
3. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises dan ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat
4. Rontgen thoraks
Mencari kardiomegali, efusi pericardial
Mencari ada atau tidaknya uremic lung pada paru
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vascular,
parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal
6. Rontgen tulang
Mencari osteodistrofi (terutama phalanks/jari), kalsifikasi metastatik
7. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila ada keraguan diagnosis GGK, atau perlu diketahui
etiologinya
Diagnosa (1)
Diagnosa GGK ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dibantu
dengan pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan peningkatan ureum dan
kreatinin dengan perbandingan 20:1 dari nilai normalnya yang menunjukkan
adanya gagal ginjal kronik
Penatalaksanaan (1)
Apakah hipertensi itu primer atau sekunder, setiap kenaikan tekanan darah
memberi prognosis yang jelek terhadap ginjal. Terdapat cukup bukti bahwa
hipertensi mempercepat penurunan fungsi ginjal. Bertalian dengan patofisiologi
hipertensi dan kelainan ginjal, pengobatan hipertensi akan mengurangi
progresivitas fungsi ginjal.
1. Pembatasan Natrium
Retensi natrium disertai peningkatan cairan ekstraselular sangat berperan
terhadap hipertensi ginjal dan penurunan natrium dan cairan ekstraselular sangat
berfaedah terhadap penurunan tekanan darah. Cara-cara pembatasan natrium yaitu:
1) pembatasan natrium dalam sehari sampai 2 gr (88 mmol); 2) mengukur berat
badan dan tekanan darah secara teratur; 3) pemeriksaan ureum dan kreatinin serum
dan 4) dilarang pemberian tambahan garam kalium.
Pembatasan natrium sebanyak 2 g perhari pada pasien rawat jalan sangat
bermanfaat tetapi perlu pendidikan terhadap diet dan kerjasama dengan pasien.
Pasien dievaluasi terhadap tanda-tanda dehidrasi (hipotensi ortostatik atau
penurunan berat badan yang cepat) atau peningkatan ureum dan kreatinin. Bila
terjadi gagal ginjal terminal dengan gejala asidosis metabolic yang memerlukan
bikarbonat, pemakaian natrium perlu disesuaikan. Pemberian cairan sitrat lebih
baik dari natrium klorida. Bila dengan cara ini belum memberikan hasil yang
memuaskan terhadap pengendalian tekanan darah, perlu ditambahkan diuretic.
2. Diuretik
Diuretik Tiazid
Tiazid khasiatnya kurang bila diberikan pada pasien hipertensi renal dengan
kadar kreatinin lebih dari 2 mg% atau klirens kreatinin kurang dari 30 mL per
menit sebab kerjanya pada nefron distal dimana natrium rendah.
Diuretik Loop
Diuretik loop seperti furosemid, asam etakrin, bumetasid dan toresemid
merupakan pilihan utama untuk penanggulangan kelebihan cairan ekstraselular dan
hipertensi dengan filtrasi glomerulus kurang dari 30 mL per menit. Perlu
pembatasan natrium selama pengobatan dengan diuretic, sebab retensi natrium
dapat terjadi sebagai kompensasi. Dosis permulaan furosemid pada pasien dengan
filtrasi glomerulus kurang dari 50% adalah dosis tunggal intravena 40 mg per hari
atau oral 80 mg perhari. Untuk dosis bumetamid intravena atau oral sebesar 1 mg
per hari. Dosis dapat dinaikkan menjadi 120 sampai 160 mg per hari atau intravena
240 sampai 320 mg oral per hari dan bumetamid 4-6 mg intravena atau oral
perhari. Efek samping adalah hipokalemia dan gangguan toleransi gula. Efek
furosemid menjadi toksik bila gagal ginjal memburuk atau pemberian bersama
aminoglikosida.
3. Pengobatan kombinasi Diuretik Loop dan Tiazid
Pengobatan kombinasi ini dapat memberi khasiat positif walaupun tes
klirens kreatinin kurang dari 10 mL per menit. Kerja pengobatan kombinasi ini
adalah diuretic loop bekerja pada bagian proksimal yang menghambat absorpsi
natrium, sehingga natrium yang tiba di distal diekskresi oleh diuretic tiazid.
4. Anti Hipertensi Non Diuretik
Penghambat Enzim Pengkonversi Angiotensin
Kerja obat golongan ini adalah menurunkan tekanan dalam kapiler
glomerulus sehingga mencegah terjadinya sclerosis dan kerusakan glomerulus.
Menurut Diabetes Collaborative Study Group pada Diabetes tipe I, pemberian
Captopril dapat memperlambat progresivitas penyakit ginjal. Jadi kerja
penghambat enzim pengkonversi angiotensin selain antihipertensi juga untuk
memperlambat progresivitas penyakit ginjal. Pada pasien yang tidak menderita
diabetes belum ada kesepakatan tentang kerja obat tersebut terhadap pengurangan
progresivitas faal ginjal.
Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium mempunyai sifat vasodilatasi arteriol aferen sehingga
tekanan dalam kapiler glomerulus meningkat. Keadaan tersebut dalam waktu lama
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Tetapi banyak tulisan-tulisan mengenai
penggunaan antagonis kalsium pasien hipertensi dengan gagal ginjal mempunyai
khasiat baik terhadap penurunan tekanan darah maupun dalam mempertahankan
filtrasi glomerulus.
Pengobatan Kombinasi
Pengobatan kombinasi antara golongan penghambat enzim pengkonversi
angiotensin dan antagonis kalsium diberikan pada pasien hipertensi dengan gagal
ginjal yang berat atau yang telah resisten. Bila kombinasi kedua obat tersebut
belum berhasil dapat ditambahkan vasodilator seperti minoksidil. Obat ini bekerja
langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos dan mengakibatkan
penurunan resistensi vascular yang diikuti oleh aktivitas simpatik dan terjadi
takikardia. Penyekat beta perlu ditambahkan untuk mencegah rangsangan pada
jantung.
5. Diet Rendah Protein
Diet rendah protein mempunyai pengaruh terhadap penurunan tekanan
dalam kapiler glomerulus. Karena itu diet rendah protein perlu dilakukan
bersamaan dengan cara-cara di atas untuk mengendalikan tekanan darah agar
penurunan faal ginjal dapat diperlambat. Diet rendah protein I (20 gr ) : pada
penderita gagal ginjal berat dengan CCT 5-20 ml/menit dan kadar ureum darah
diatas 100 mg %; diet rendah protein II ( 40 gr ) : pada kegagalan faal ginjal yang
tidak terlalu berat ( CCT= 20-30 ml/menit );diet protein sedang ( 60 gr ) : pada
penderita kegagalan faal ginjal kronik ringan ( CCT= 30-50 ml/menit )
Latar Belakang Presentasi Kasus
1. Sebagai salah satu prasyarat Co-Ass senior Ilmu Penyakit Dalam
1. Meningkatnya kasus GGK di Indonesia sekitar 10% setiap tahunnya.
2. Diperlukan penanggulangan yang baik agar tidak berkembang ke arah yang
lebih berat dan memerlukan tindakan yang mahal serta berakibat fatal,
dimana pelayanan serta prasarana di Indonesia masih dirasakan kurang dan
hanya sebagian masyarakat saja yang mendapatkan pelayanan tersebut.
STATUS PENDERITA
No. Catatan Medik :
Masuk RSAM : 22-06-2004 Jam : 16.40 wib
Anamnesa
ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita bernama Ny. S, berusia 45 tahun, suku lampung, agama islam,
pekerjaan buruh, masuk RSAM 22-juni-2004 dan dirawat di Ruangan IIA
(Penyakit dalam wanita).
Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : Mual, perut terasa kembung, demam, kaki dan tangan
bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak + 1 bulan yang lalu. Keluhan ini
dirasakan pasien baik siang maupun malam. Karena keluhan ini pasien ketika
berbaring harus dengan 2-3 bantal agar rasa sesak berkurang. Sesak napas tidak
disertai suara napas berbunyi dan tidak bertambah seiring dengan aktivitas fisik
yang dilakukan pasien.
Pasien merasa mual, tidak nafsu makan dan terkadang muntah apabila makanan
masuk ke dalam perutnya. Pasien juga mengeluh perutnya terasa kembung dan
sakit apabila ditekan pada bagian ulu hati dan perut bagian atas kanan. Pasien
pernah merasa badannya panas. Selain itu sebelum keluhan sesak, pasien
mengatakan kalau sering kencing pada malam hari dengan frekuensi 4-6 kali.
Pasien sudah berobat ke dokter dan diberi obat ( pasien lupa dengan nama
obatnya ), tetapi tidak ada perubahan. Karena tidak ada perubahan setelah minum
obat, pasien lalu pergi ke RSAM. BAK tidak lancar berwarna kuning keruh.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan bahwa dirinya mempunyai riwayat hipertensi sejak + 1 tahun
yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dalam keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien.
Pemeriksaan Fisik
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 180/100 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Pernafasan : 28 x/menit
- Suhu : 36,8˚ C
- Berat Badan : 40 kg
- Tinggi badan : 160 cm
- Status gizi : Kurang
Status Generalis
KEPALA
- Bentuk : Oval, simetris
- Rambut : Hitam, panjang, lurus, tidak mudah dicabut
MUKA
- Mata : Palpebra oedem -/-, Konjungtiva anemis, sklera anikterik,
lensa jernih, pupil isokor, reflek cahaya (+/+),
- Telinga : Liang lapang, membran timpani intake, serumen (-), sekret (-)
- Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung , septum tidak deviasi,
sekret (-), mukosa tidak hiperemis
- Mulut : Bibir tidak kering, bibir sianosis (-), lidah tidak kotor,
faring tidak hiperemis
LEHER
- Bentuk : Simetris
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak ada pembesaran
- JVP : Tidak meningkat
THORAK
Inpeksi : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan kiri pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru, wheezing (-),
ronki (-)
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas : sela iga II parasternal kiri
Batas kanan : sela iga V parasternal kanan
Batas kiri : sela iga VI midklavikula kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I - II reguler murni, murmur
(-), gallop (-), HR 100x/menit
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut datar, simetris
- Palpasi : Supel, asites (-), nyeri tekan (+) epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
GENITALIA EXTERNA
- Kelamin : Perempuan, tidak ada kelainan
EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (+), sianosis (-)
- Inferior : Oedem (+), sianosis (-)
LABORATORIUM
1. Darah Rutin
- Hb : 7,1 gr%
- LED : 12 mm/jam
- Leukosit : 12.800 /mm³
- Hitung Jenis : 0/0/1/69/30/0
2. Urine
- Warna : Kuning keruh
- Glukosa : (-)
- Bilirubin : (-)
- Protein : (++)
3. Kimia Darah
- Ureum : 204 mg/dl (10 – 40)
- Creatinin : 13,6 mg/dl (0,7 – 1,3)
DIAGNOSA SEMENTARA
Chronic Kidney Disease + hipertensi grade II
DIAGNOSA BANDING
- Gagal jantung
- Sindroma nefrotik
PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Diet
- Bubur
- 1700 kalori dan rendah garam I
- Protein (40 gr/hari)
3. Medikamentosa
- IVFD RL XX tts/mnt
- Injeksi Ampicillin 1 gr amp/ 8 jam
- Injeksi Meylon fls II, bolus pelan-pelan
- Nifedipin 10 mg 3x1
- Captopril 25 mg 2x1
- Asam folat 3 x tab I
- Bicnat 3 x tab I
4. Pemasangan O2 2 liter/menit
PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Protein kuantitatif ( Esbach )
2. Fungsi hati ( LFT )
3. Pemeriksaan elektrolit ( Na, K, Cl )
4. Lipid profile
5. Thorak foto
6. USG
7. Biopsi ginjal
Follow Up
TANGGAL 22 / 06 / 2004 23 / 06 / 2004 24 / 06 / 2004
- Kepala pusing
- Sesak
- Mual dan muntah
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
- Perut kembung
- Tangan bengkak
- Kaki bengkak
- Lemas
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Vital sign
- TD
- Suhu
- Pernafasan
- Nadi
180/100 mmHg
36,20 C
28 x / menit
100 x / menit
200/110
36,50 C
26x/ menit
88x/ menit
180/110
36,50 C
26x menit
86x/ menit
Status generalis
- Mata
Anemis
Palpebra oedema
- Thoraks
- Abdomen
Nyeri tekan
Bising Usus
- Ekstremitas
Sup. Oedema
Inf. Oedema
Input
Output
(+)
(-)
C/P dbn
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
C/P dbn
(+)
(+)
(+)
(+)
2000 ml
1500 ml
(+)
(-)
C/P dbn
(+)
(+)
(+)
(+)
1600 ml
1200 ml
Laboratorium
- Hb
- Leukosit
- Fungsi ginjal
6,5 g%
7200/ul
8,5 g% 9 g%
Ureum
Creatinin
- GDS
- Urin :
Warna
Protein
Reduksi
Bilirubin
- Sedimen
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Kristal
Silinder
204 mg/dl
13,6 mg/dl
90
Kuning keruh
(++)
(-)
(-)
Kuning keruh
(++)
(-)
(-)
0-1/LPB
2-3/LPB
Kuning keruh
(++)
(-)
(-)
Penatalaksanaan
- IVFD D5%
- Melon fls II (bolus)
- Inj. Ampicillin 1gr / 8
jam
- Tab. Captopril 2x25
mg
- Inj. Farsix 1 amp/12
jam
- Tab. Bicnat 3x1
- Tab. As.Folat 3x1
- Tonar 3x1
- Transfuse PRC 1 Kolf
- Anjuran HD
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Kesan Belum ada perbaikan
Follow Up
TANGGAL 25 / 06 / 2004 26 / 06 / 2004 27 / 06 / 2004
- Kepala pusing
- Sesak
- Perut kembung
- Mual
- Muntah
- Tangan bengkak
- Kaki bengkak
- Lemas
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Vital sign
- TD
- Suhu
- Pernafasan
160/90 mmHg
36,8 0 C
26 x / menit
180/100 mmHg
36,5 0 C
28 x / menit
180/110 mmHg
36,5 0 C
28 x /menit
- Nadi 88 x / menit 84 x / menit 84 x / menit
Status generalis
- Mata
Anemis
Palpebra oedema
- Thoraks
- Abdomen
Nyeri tekan
Bising Usus
- Ekstremitas
Sup. Oedema
Inf. oedem
(+)
(-)
C/P dbn
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
C/P dbn
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
C/P dbn
(+)
(+)
(+)
(+)
Laboratorium
- Darah :
- Hb
- Urin :
Warna
Protein
Reduksi
Bilirubin
Penatalaksanaan
- IVFD D5%
- Melon fls II (bolus)
- Inj. Ampicillin 1gr amp/
8 jam
- inj. Farsix 1 amp/12 jam
- Tab. Nifedipin 3x10 mg
-Tab. Captopril 2x25 mg
-Tab. Bicnat 3x1
-Tab. As.Folat 3x1
-Tonar 3x1
Kuning keruh
(++)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
Kunin
g keruh
(++)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
Ku
ning jernih
(++)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
Kesan Belum ada perbaikan
Follow Up
TANGGAL 15 / 10 / 2003 16 / 10 / 2003
- Perut kembung
- Sesak
- Demam
- Mual
- Kaki bengkak
- Lemas
- Batuk
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
Keadaan umum Tampak sakit ringan
Kesadaran Compos mentis
Vital sign
- TD
- Suhu
- Pernafasan
- Nadi
130/80 mmHg
37,4 0 C
24 x / menit
88 x / menit
120/80 mmHg
37,1 0 C
24 x / menit
88 x / menit
Status generalis
- Mata
Anemis
Palpebra oedema
- Thoraks
- Abdomen
Nyeri tekan
Bising Usus
- Ekstremitas
Sup. Oedema
Inf. Oedema
(-)
(-)
C/P dbn
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
C/P dbn
(-)
(+)
(-)
(-)
Laboratorium
- Urin :
Warna
Protein
Reduksi
Bilirubin
Penatalaksanaan
- IVFD D5%
- Melon fls II (bolus)
- Inj. Ampicillin 1gr amp/
8 jam
- Inj. Kalnex amp/ 8 jam
- Inj. Ulcumet amp/ 8 jam
-Tab. Captopril 2x12,5 gr
-Tab. Bicnat 3x1
-Tab. As.Folat 3x1
Kuning jernih
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
Kuning jernih
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
Kesan Ada perbaikan Pasien pulang
RESUME
ANAMNESA
Sesak napas
Mual dan muntah
Lemas
Kaki dan tangan terasa bengkak
Perut terasa kembung
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 180/100 mm Hg
Pernapasan : 100 x/menit
Suhu : 36,8C
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 40 kg
Mata : Konjungtiva anemis
Thoraks : Batas jantung melebar, Paru dalam batas normal
Abdomen : Nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan
lien tidak teraba, shifting dullness (-), Bising usus
(+) normal
Ekstremitas superior : Oedema (+), sianosis (-), memar (-), ikterik (-)
Ekstremitas inferior : Oedema (+), sianosis (-), memar (-), ikterik (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah
Hb : 7,1 gr%
Leukosit : 12.800 /mm3
Hitung Jenis : 0/0/1/69/30/0
LED : 12 mm/jam
2. Urine
Protein : (++)
3. Fungsi Ginjal
Ureum : 204 mg/dl
Creatinin : 13,6 mg/dl
4. TKK dengan formula COCKROFT-GAULT :
TKK = (140-umur) x BB (kg) = (140-45) x 40 = 3.800 = 3,88
72 x kdr keratin serum 72 x 13,6 979,2
Wanita = 0,85 x 3,88 = 3,29 ml/menit
Diagnosa Akhir
Gagal ginjal kronik + anemia + hipertensi grade II
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Diit :
Rendah garam I
Tinggi kalori
Protein (40 gr)
3. Medikamentosa
Ampicillin 1 gr amp/8 jam
Ulcumet amp/8 jam
Kalnex amp/8 jam
Captopril 2 x 12,5 mg
Bicnat 3 x tab I
Asam folat 3 x tab I
Sanadryl syr. 3 x C I
Epexol 3 x tab I
Prognosa
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
DISKUSI
Pasien ini didignosa sebagai gagal ginjal kronik berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan konservatif
GGK seperti disebutkan pada tori awal bertujuan untuk memperlambat laju
penurunan fungsi ginjal dan mencegah kerusakan ginjal serta penanganan masalah
yang terdapat pada pasien dan komplikasinya.
Pada pasien ini masalah-masalah yang timbul antara lain :
1. Sesak napas yang mungkin disebabkan oleh anemia dan kadar H+ yang
meningkat dalam tubuh. Penatalaksanaannya, diberikan O2 untuk mengurangi
sesak secara langsung dan pemberian meylon 2 fls dibolus pelan-pelan.
2. Keluhan hipertensi yang masih termasuk derajat 1 apabila dinilai dari TDS 150
mmHg dan termasuk derajat 2 apabila dinilai dari TDD 100 mmHg sehingga
digunakan terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non
farmakologis dilkukan dengan cara diit rendah garam dan rendah protein,
sedangkan terapi farmakologis dengan menggunakan Captopril 12,5 mg 2x1
sebagai ACE inhibitor.
3. Mual sebagai salah satu manufestasi klinis dari GGK, sehingga diberikan
Injeksi Ulcumet amp/8jam
4. Terdapat penurunan kadar trombosit pada tanggal 8-10-2003 sebesar 76.000,
sehimgga diberikan Injeksi Kalnex untuk mencegah perdarahan.
5. Terdapat penurunan signifikan kadar Urea dan Creatinin (U/C) pada tanggal
10-10-2003, padahal terapi yang diberikan sebelumnya inadekuat. Telah
dilakukan pemeriksaan ulang sebanyak 3x, namun karena teknik pengambilan
yang salah kadar U/C tidak dapat dinilai, sehingga belum diketahui penyebab
penurunannya yang signifikan dalam 1 hari.
Sementara itu, pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang masih kurang
adalah :
USG ginjal
Foto BNO
Pemeriksaan ulangan ureum creatinin serum untuk melihat keberhasilan
terapi
Dari pemeriksaan klinis dan laboratorium, pasien ini belum merupakan indikasi
untuk dilakukan Hemodialisa (HD).
Indikasi dialysis pada GGK bila :
Uremia > 200 mg/dl
Asidosis dengan pH < 7,1
Hiperkalemia > 6 mEq/liter
Kelebihan/retensi cairan dengan tanda gagal jantung/oedem paru
Klinis uremia dengan kesadaran menurun
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhardjono, Aida Lydia, E.J. Kapojos, R.P. Sidabutar, Ketut Suwitra: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman (Editor), Jilid II, Edisi III, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2002; 427-477
2. Lorraine M. Wilson : Payah Ginjal Kronik dalam Patofisiologi Konsep Klinik
Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi II, Penerbit EGC; 56-
88
3. Lange : Chronic Renal Disease in Current Medical Diagnosis and Treatment,
Edisi 41, McGraw-Hill Co., USA, 2002; 130
4. Harrison’s : Principles of Internal Medicine, Volume 2, Edisi 12, McGraw Hill
Co, USA, 1991; 1151-1156
Presentasi Kasus
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA
GAGAL GINJAL KRONIK
Diajukan Oleh :
Ervan Budiawan – 110.1998.051
Narasumber :
Dr. P.U. Saragih, SpPD
Pembimbing :
Dr. Ida Marpaung
----------------------------------------------------------------------------------SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
OKTOBER – 2003