132-324-1-pbwfw

7
6 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pengaruh Volume Lumpur Aktif dengan Proses Kontak Stabilisasi pada Efektivitas Pengolahan Air Limbah Industri Pengolahan Ikan The Effect of Activated Sludge Volumes with Contact Stabilization Process on Effectiveness of The Fish Processing Industry Wastewater Treatments Destika Anggraeni 1 , Alexander Tunggul Sutanhaji 2* , J. Bambang Rahadi W 2 1 Mahasiswa Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 2 Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 * Email Korespondensi: [email protected] ABSTRAK Proses industri menghasilkan air limbah dengan konsentrasi bahan polutan organik yang tinggi. Air limbah memerlukan proses pengolahan untuk mereduksi bahan polutan organik hingga memenuhi baku mutu air limbah yang diijinkan. Proses kontak stabilisasi dimaksudkan untuk mengkondisikan mikroorganisme di dalam lumpur aktif kekurangan makanan sehingga dapat mendegradasi air limbah secara optimal. Tujuan penelitian: (1) untuk mengetahui kinerja lumpur aktif dengan proses kontak stabilisasi, dan (2) untuk mengetahui volume lumpur aktif yang optimum menurunkan kandungan BOD, COD dan TSS air limbah industri cold storage. Penelitian ini menggunakan 3 level perbandingan volume lumpur aktif dan air limbah yaitu 1:8 (V1); 1.5:8 (V2); dan 2:8 (V3). Hasil menunjukkan bahwa proses pengolahan ini dapat menurunkan nilai BOD dan COD pada perlakuan V3 dengan efektifitas penurunan terbesar masing-masing sebanyak 52.47% dan 56.35%. Nilai BOD pada perlakuan V3 lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan V1 dan V2. Nilai COD pada perlakuan V3 lebih rendah dibandingkan perlakuan V1 dan V2, tetapi tidak berbeda nyata. Penurunan nilai BOD dan COD disebabkan adanya peningkatan aktivitas mikroorganisme di dalam lumpur aktif sebagai akibat proses kontak stabilisasi, sehingga lebih efektif menguraikan bahan organik air limbah secara aerobik dalam kondisi optimum. Kata kunci: Air limbah, kontak stabilisasi, lumpur aktif, volume Abstract Industrial processing resulted wastewater generally contents higher concentration of organic pollutant. The wastewater should be treated to reduce organic pollutant up to below the permitted concentration standards. Contact stabilization process is intended to make the microorganisms in activated sludge shortages of food, so it can degrade the waste water optimally. The objectives of the study are: (1) to determine the performance of activated sludge with contact stabilization process, and (2) to determine the optimum volume of activated sludge to decrease the content of BOD, COD and TSS from the cold storage industrial wastewater. This study used three levels ratio the volume of the activated sludge and wastewater, which are 1: 8 (V1); 1.5: 8 (V2); and 2: 8 (V3). The results indicate that this process can reduce BOD and COD values of the V3 treatment with the largest decrease by the effectiveness of 52.47% and 56.35%, respectively. The V3 treatment has a significant lower in BOD and no significant lower in COD than other treatments. The decrease of the BOD and COD in comparison with that of the initial wasterwater due to the increase of microbial activities in activated sludge after the contact stabilization process was done. Therefore, the microorganisms decomposed effectively organic matters in the wastewater at the optimum aerobic conditions. Keywords: Activated sludge, contact stabilization, volume, wastewater

Upload: jona

Post on 03-Feb-2016

3 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: 132-324-1-PBwfw

6 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pengaruh Volume Lumpur Aktif dengan Proses Kontak Stabilisasi pada Efektivitas Pengolahan Air Limbah Industri Pengolahan Ikan

The Effect of Activated Sludge Volumes with Contact Stabilization Process on Effectiveness of The Fish Processing Industry Wastewater Treatments

Destika Anggraeni1, Alexander Tunggul Sutanhaji2*, J. Bambang Rahadi W2 1Mahasiswa Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145

2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Proses industri menghasilkan air limbah dengan konsentrasi bahan polutan organik yang tinggi. Air limbah memerlukan proses pengolahan untuk mereduksi bahan polutan organik hingga memenuhi baku mutu air limbah yang diijinkan. Proses kontak stabilisasi dimaksudkan untuk mengkondisikan mikroorganisme di dalam lumpur aktif kekurangan makanan sehingga dapat mendegradasi air limbah secara optimal. Tujuan penelitian: (1) untuk mengetahui kinerja lumpur aktif dengan proses kontak stabilisasi, dan (2) untuk mengetahui volume lumpur aktif yang optimum menurunkan kandungan BOD, COD dan TSS air limbah industri cold storage. Penelitian ini menggunakan 3 level perbandingan volume lumpur aktif dan air limbah yaitu 1:8 (V1); 1.5:8 (V2); dan 2:8 (V3). Hasil menunjukkan bahwa proses pengolahan ini dapat menurunkan nilai BOD dan COD pada perlakuan V3 dengan efektifitas penurunan terbesar masing-masing sebanyak 52.47% dan 56.35%. Nilai BOD pada perlakuan V3 lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan V1 dan V2. Nilai COD pada perlakuan V3 lebih rendah dibandingkan perlakuan V1 dan V2, tetapi tidak berbeda nyata. Penurunan nilai BOD dan COD disebabkan adanya peningkatan aktivitas mikroorganisme di dalam lumpur aktif sebagai akibat proses kontak stabilisasi, sehingga lebih efektif menguraikan bahan organik air limbah secara aerobik dalam kondisi optimum. Kata kunci: Air limbah, kontak stabilisasi, lumpur aktif, volume

Abstract

Industrial processing resulted wastewater generally contents higher concentration of organic pollutant. The wastewater should be treated to reduce organic pollutant up to below the permitted concentration standards. Contact stabilization process is intended to make the microorganisms in activated sludge shortages of food, so it can degrade the waste water optimally. The objectives of the study are: (1) to determine the performance of activated sludge with contact stabilization process, and (2) to determine the optimum volume of activated sludge to decrease the content of BOD, COD and TSS from the cold storage industrial wastewater. This study used three levels ratio the volume of the activated sludge and wastewater, which are 1: 8 (V1); 1.5: 8 (V2); and 2: 8 (V3). The results indicate that this process can reduce BOD and COD values of the V3 treatment with the largest decrease by the effectiveness of 52.47% and 56.35%, respectively. The V3 treatment has a significant lower in BOD and no significant lower in COD than other treatments. The decrease of the BOD and COD in comparison with that of the initial wasterwater due to the increase of microbial activities in activated sludge after the contact stabilization process was done. Therefore, the microorganisms decomposed effectively organic matters in the wastewater at the optimum aerobic conditions.

Keywords: Activated sludge, contact stabilization, volume, wastewater

Page 2: 132-324-1-PBwfw

7 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENDAHULUAN

Limbah cair yang dibuang ke lingkungan memerlukan proses pengolahan untuk memenuhi baku mutu limbah cair yang diijinkan oleh pemerintah agar air limbah tersebut tidak mencemari lingkungan disekitarnya. Said (2006) menjelaskan bahwa reduksi konsentrasi bahan pencemar dalam air limbah ke badan air agar sesuai baku mutu yang diijinkan merupakan tujuan dari pengolahan air limbah.

Proses pengolahan air limbah industri cold storage yang dilakukan oleh PT D saat ini masih kurang efektif terutama dalam penurunan kandungan TSS. Industri cold storage menghasilkan jenis limbah seperti limbah cair dan limbah padat. Limbah yang dihasilkan menimbulkan bau yang tidak sedap di sekitar lingkungannya. Pengolahan limbah cair dengan sistem lumpur aktif dapat mengeliminasi bahan organik dan nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut (Dwiari, 2008).

Di dalam sistem lumpur aktif ditemukan 4 tipe protozoa yaitu amoebae, ciliates (free-swimming and stalked), flagellates dan suctoreans. Selain itu, rotifera multi-sel (metazoa) (Wisconsin Department of Natural Resources, 2010). Dalam proses lumpur aktif dibutuhkan aerator dan blower untuk suplai oksigen dan pengadukan yang sempurna (Fauziah, 2012).

Proses kontak stabilisasi merupakan modifikasi dari proses lumpur aktif dengan beberapa keuntungan seperti mengurangi waktu aerasi air limbah, mampu menangani greater shock dan beban beracun daripada sistem konvensional karena kapasitas penyangga biomassa di tangki stabilisasi (Guyer, 2011). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis membuat skripsi dengan judul “Pengaruh Volume Lumpur Aktif Terhadap Efektifitas Proses Kontak Stabilisasi”.

BAHAN DAN METODE

Aklimatisasi lumpur aktif Lumpur aktif diambil dari bak sedimentasi akhir PT D, Beji Pasuruan dengan koordinat lokasi (07°34.897’ LS 112°44.268’ BT) satu bulan sebelum proses pengolahan air limbah pukul 09.00 WIB. Perbandingan volume lumpur dan air limbah yang

digunakan dalam proses aklimatisasi lumpur aktif adalah 1:1 dan ditambahkan NPK dengan rasio 16-16-16 sebanyak 1 g L-

1. Aerasi dilakukan selama 1 bulan menggunakan 4 buah aerator dengan kapasitas 4 mg L-1. Karakteristik Air Limbah Air limbah diambil dari bak sedimentasi awal PT D pada tanggal 7 april 2014 pukul 18.20 WIB sebanyak 3 jerigen dengan volume setiap jerigen 20 L dan dilakukan dalam waktu yang sama. Air limbah industri cold storage berwarna putih keruh dan berbau amis. Air limbah ini memiliki nilai BOD sebesar 18.033 mg L-1, nilai COD sebesar 1734.667 mg L-1, nilai TSS sebesar 11200 mg L-1. Nilai pH air limbah ini bersifat basa dengan nilai pH sebesar 7.57. Nilai oksigen terlarut air limbah ini termasuk rendah yaitu 0.9 mg L-1. Selain itu nilai NH4-N yang terkandung dalam air limbah sebesar 3.262 mg L-1, nilai NO2-N sebesar 0.097 mg L-1, dan nilai NO3-N sebesar 4.332 mg L-1. Pengolahan Air Limbah Proses pengolahan air limbah kontak stabilisasi dilakukan di Laboratorium Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya setelah proses aklimatisasi selesai. Lumpur aktif yang akan diproses, diendapkan terlebih dahulu selama 3 jam, kemudian diambil sesuai perlakuan yaitu perbandingan 1:8 (500 mL lumpur aktif : 4000 mL air limbah), perbandingan 1.5:8 (750 mL lumpur aktif : 4000 mL air limbah) dan perbandingan 2:8 (1000 mL lumpur aktif : 4000 mL air limbah).

Proses stabilisasi lumpur aktif untuk ketiga perlakuan dilakukan dengan proses aerasi selama 6 jam, dimana lumpur aktif sebanyak 500 mL dan 750 mL masing-masing dimasukkan kedalam 1000-mL beaker glass, serta lumpur aktif sebanyak 1000 mL dimasukkan ke dalam 2000-mL beaker glass. Lumpur aktif dari proses stabilisasi ditambahkan ke dalam 7-L bak kontak berisi 4000 mL air limbah, kemudian diaerasi selama 1 jam.

Page 3: 132-324-1-PBwfw

8 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Analisa sampel Untuk analisis sampel dibutuhkan 600 mL air limbah awal dan 600 mL air limbah akhir. Pengujian sampel air limbah dengan parameter BOD, COD, TSS, Amoniak, Nitrat, Nitrit dilakukan di Laboratorium Ilmu – Ilmu Perairan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Sedangkan parameter pH dan DO di Laboratorium Reproduksi, Pembenihan dan Pemuliaan Ikan Jurusan Budidaya Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Prosedur analisa sampel dilakukan sebagai berikut: 1. Biologycal Oxygen Demand

Analisa BOD dilakukan sesuai dengan Haryadi (1992) yaitu 600 mL sampel air limbah diambil, dikocok (peningkatan kadar oksigen sampel), dituangkan ke botol gelap dan botol terang hingga penuh. Pada botol gelap disimpan untuk pengukuran DO hari ke 5 (DO5) dan 40 ml sampel air limbah pada botol terang diambil, diencerkan sebanyak 5 kali, diukur nilai DOnya sebagai DO hari pertama (DO1). Nilai BOD5 merupakan selisih dari DO hari pertama dan DO hari ke lima dikalikan dengan faktor pengenceran (FP) (Persamaan 1).

BOD5 = (DO1 – DO5) x FP (1) 2. Chemical Oxygen Demand

Analisa COD dengan metode spektrofotometer (Boyd, 1988) yaitu dibuat larutan Digestion Solution dari 5.1 g K2Cr2O7, 84 mL H2SO4 dan 16.7 g HgSO4 kedalam 250 mL air distilata, didinginkan dan diencerkan sampai 500 mL larutan. Kemudian COD reaktor dipanaskan selama 30 menit. 2.5 mL sampel air limbah dimasukkan ke dalam 10-mL tabung reaksi, 1.5 mL larutan Digestion Solution dan 3.5 mL larutan Sulfuric Acid ditambahkan ke dalam 10-mL tabung reaksi, ditutup rapat dan dibalik sekali agar tercampur rata. Setelah itu 10-mL tabung reaksi dimasukkan ke COD reaktor dan dipanaskan selama 2 jam. Setelah 2 jam tabung reaksi dikeluarkan dari COD reaktor dan dibiarkan dingin. Tabung reaksi dibalik sekali dan dibiarkan padatannya mengendap sebelum diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm menggunakan

spektrofotometer UV-Vis spectroquant pharo 300.

3. Total Suspended Solid

Analisa TSS dilaksanakan menurut Jasa tirta (2012) yaitu kertas saring Whatman No. 42 ditimbang dan diletakkan pada alat penyaring. Sampel air limbah dalam botol uji dikocok, 25 mL sampel air limbah diambil, dan disaring. Kemudian kertas saring diambil dan diletakkan diatas cawan yang sudah diketahui berat tetapnya. Kertas saring dan cawan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105℃ selama 1 jam. Kertas saring dan cawan didinginkan dalam desikator hingga suhu ruang, ditimbang menggunakan timbangan analitik. Nilai TSS merupakan selisih dari berat akhir (berat cawan, kertas saring dan residu) dan berat awal (berat kertas saring dan cawan kosong) terhadap volume contoh uji dalam mg L-1 (Persamaan 2).

TSS= ( )( )× ( )

( ) (2)

4. Parameter Penunjang

Analisis Derajat Keasaman (pH) menggunakan pH Meter (pH 300 Eutech Cyberscan) dan Analisis Dissolved Oxygen (DO) menggunakan DO Meter (DO 300 Eutech Cyberscan).

Analisa Ammonium berdasarkan SNI M-48-1990-03 yaitu 50 mL sampel air limbah diambil, dimasukkan ke dalam 100-mL labu erlenmenyer. 1 mL larutan Nessler ditambahkan, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam kuvet, diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 425 nm menggunakan spektrofotometer.

Analisa Nitrit menurut Boyd (1988) yaitu 100 mL sampel air limbah disaring dengan kertas saring Whatman No. 42, diambil 50 mL sampel air limbah, dimasukkan ke dalam 100-mL beaker glass, ditambahkan 1 mL diazotizing reagent (larutan sulfanilamid), diaduk dan diamkan selama 2 – 4 menit. 1 mL coupling reagent (larutan NED) ditambahkan, diaduk dan diamkan selama 10 menit. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 543 nm menggunakan spektrofotometer.

Analisa Nitrat menurut Boyd (1988) yaitu 100 mL sampel air limbah disaring

Page 4: 132-324-1-PBwfw

9 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

dengan kertas saring Whatman No. 42, diambil 50 mL sampel air limbah, dimasukkan ke dalam cawan porselen dan diuapkan hingga kering dengan cara dipanaskan. Setelah cawan porselen dingin, 1 mL larutan phenoldisulfonic acid ditambahkan dan dikerik menggunakan spatula. Kemudian 25 – 35 mL aquades ditambahkan dan larutan dipindahkan ke dalam gelas ukur. Lalu 4 mL larutan ammonium hydroxide ditambahkan hingga sampel berwarna kuning (apabila dalam 1 – 3 mL sampel air limbah sudah berwarna kuning maka pemberian ammonium hydroxide dihentikan). Kemudian aquades ditambahkan hingga sama dengan volume awal sampel air limbah. Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 410 nm menggunakan spektrofotometer.

Analisa Data Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor yaitu volume lumpur. Data pengamatan pada titik sampling limbah outlet (LO) akan dilakukan uji analisis ragam menggunakan SPSS v.16 dengan metode univariate analysis of variance dan dilakukan uji lanjutan Tukey HSD atau Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan alpha (0.05).

Data pengamatan pada titik sampling limbah awal dan limbah outlet setiap parameter uji diukur nilai efektifitasnya. Menurut Suyasa (2013), Efektifitas merupakan selisih dari nilai COD awal (Qo) dan COD akhir (Qa) terhadap COD awal dalam persen (Persamaan 3). % Efektifitas = x 100% (3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biologycal Oxygen Demand Hasil pengamatan menunjukkan semakin banyak lumpur yang ditambahkan nilai BODnya semakin rendah. Nilai BOD pada perlakuan V3 lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan V1 dan V3 (Gambar 1A).

Nilai efektifitas BODnya menunjukkan bahwa semakin banyak lumpur yang ditambahkan efektifitas penurunan BOD semakin tinggi. Efektifitas penurunan BOD perlakuan V3 lebih tinggi daripada

perlakuan V1 dan V3 (Gambar 1B). Nilai BOD setelah proses pengolahan pada ketiga perlakuan memenuhi baku mutu yang diijinkan (<100 mg L-1). Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya lumpur dapat menambah jumlah mikroorganisme untuk mendegradasi air limbah, sehingga nilai BOD semakin turun.

Chemical Oxygen Demand

Nilai COD pada ketiga perlakuan setelah dilakukan pengolahan tidak memenuhi nilai baku mutu air limbah yang diijinkan (>200 mg L-1). Hasil penelitian menunjukkan nilai COD yang semakin turun dalam setiap perlakuan dan semakin besar volume perlakuan menghasilkan nilai efektifitas penurunan COD yang semakin besar.. Hal tersebut dikarenakan terjadi proses degradasi pada air limbah. Menurut Sani (2006), Semakin besar volume lumpur yang digunakan maka semakin banyak jumlah mikroba yang ada dalam lumpur.

Nilai COD pada perlakuan V3 lebih rendah dibandingkan perlakuan V1 dan V2, namun nilai ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (Gambar 2A). Nilai Efektifitas pada perlakuan V3 lebih besar dibandingkan perlakuan V1 dan V2 (Gambar 2B).

(A)

(B)

Gambar 1. (A) Nilai BOD pada titik sampling limbah outlet, (B) Efektifitas penurunan BOD. V1= perbandingan 1:8; V2= perbandingan 1.5:8; V3= perbandingan 2:8. Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value <0.05). Garis vertikal menunjukkan beda nyata menurut nilai Tukey Honestly Significant Difference (n=3).

Page 5: 132-324-1-PBwfw

10 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Zat organik yang terkandung dalam air limbah mengalami proses degradasi sehingga menyebabkan terjadinya penurunan nilai BOD. Turunnya nilai BOD dan COD disebabkan oleh bakteri aerob yang diberi aerasi dan nutrisi, tumbuh berkembang biak memakan zat organik tersebut sehingga terurai menjadi CO2 dan H2O (Salimin, et al. 2012).

Total Suspended Solid Hasil pengamatan menunjukkan peningkatan nilai TSS yang berarti terjadi aktivitas mikroorganisme yang semakin tinggi menyebabkan banyaknya padatan yang terlarut dalam air limbah yang didukung dengan penurunan nilai DO. Nilai TSS perlakuan V1 lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan V2 dan V3 (Gambar 3). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jumlah lumpur aktif yang ditambahkan pada proses pengolahan, dimana pengambilan sampel dilakukan tanpa proses pengendapan. Hal ini memungkinkan padatan tersuspensi ikut dalam proses pengambilan sampel.

Nilai TSS belum memenuhi baku mutu air limbah yang diijinkan (>200 mg L-1). Kehadiran biomassa yang semakin besar menyebabkan bertambahnya suplai O2 yang diberikan dan menurunnya proses pengadukan oleh aliran udara/O2 (Dewanti, 2011).

Derajat Keasaman (pH) Hasil pengamatan menunjukkan pH > 7. Nilai pH berkisar antara 7.82 (V2) sampai dengan 7.93 (V1). Nilai pH pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (Gambar 4). Proses pengolahan air limbah memerlukan kontrol pH untuk proses pengolahan biologis. Untuk kehidupan di dalam air, nilai pH normal sekitar 6 – 8. Nilai pH yang terlalu rendah ataupun tinggi organisme dalam air dapat mati (Isyuniarto et al, 2006).

Dissolved Oxygen Hasil penelitian menunjukkan nilai DO pada perlakuan V2 dan V3 setelah dilakukan aerasi semakin menurun. Penurunan ini disebabkan karena oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk oksidasi semakin meningkat. Hal tersebut menandakan bahwa terjadi peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik dalam air limbah. Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme yang ditunjukkan dari nilai TSS yang semakin meningkat. Sedangkan nilai DO pada perlakuan V1 semakin meningkat, menunjukkan konsumsi oksigen oleh organisme tidak semakin tinggi. Nilai DO pada perlakuan V2 lebih rendah daripada

(A)

(B)

Gambar 2. (A) Nilai COD pada titik sampling limbah outlet, (B) Efektifitas penurunan COD. Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value < 0.05).

Gambar 4. Nilai pH pada titik sampling limbah outlet. Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value < 0.05).

Gambar 3. Nilai TSS pada titik sampling limbah outlet. Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value <0.05). Garis vertikal menunjukkan beda nyata menurut nilai Tukey Honestly Significant Difference (n=3).

Page 6: 132-324-1-PBwfw

11 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

perlakuan V1 dan V3. Ketiga perlakuan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata (Gambar 5).

Kebutuhan DO untuk mikroorganisme semakin meningkat seiring dengan aktivitas mikroorganisme yang semakin meningkat dalam mendegradasi nutrisi dalam air limbah (Sari, 2013). Pemberian oksigen pada lumpur aktif menyebabkan terjadinya proses biosynthesis dan biodegradasi. Terjadinya proses biosynthesis mengakibatkan peningkatan lumpur aktif dan terjadinya biodegradasi mengakibatkan bahan organik terurai menjadi CO2, NO3, SO4 dan PO4 (Bitton, 1994). Amonium, Nitrit, dan Nitrat Nilai NH4-N semakin meningkat setelah proses pengolahan disebabkan oleh penambahan bahan organik dari lumpur aktif. Semakin banyak volume lumpur yang ditambahkan, nilai NH4-N semakin banyak. Nilai NH4-N pada perlakuan V1 lebih rendah daripada perlakuan V2 dan V3 dan nilai NH4-N pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (Gambar 6A).

Nilai NO2-N setelah proses pengolahan semakin meningkat disebabkan terjadinya proses nitrifikasi. Semakin banyak volume lumpur yang ditambahkan nilai nitritnya semakin banyak. Nilai NO2-N perlakuan V1 lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan V2 dan V3 (Gambar 6B).

Semakin banyak volume lumpur aktif yang ditambahkan maka nilai NO3-N semakin banyak. Peningkatan tersebut dikarenakan terjadinya proses nitrifikasi. Nilai NO3-N perlakuan V2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan V1 dan V3, namun perlakuan V1 berbeda nyata dengan perlakuan V3 dan nilai NO3-Nnya lebih

rendah daripada perlakuan V2 dan V3 (Gambar 6C).

NO2-N dan NO3-N semakin meningkat disebabkan terjadinya proses nitrifikasi saat pengolahan air limbah. Proses nitrifikasi adalah proses perubahan senyawa amonium (NH4-N) menjadi senyawa nitrit (NO2-N). Selanjutnya nitrit yang terbentuk dioksidasi menjadi nitrat (NO3-N). Proses ini berlangsung dalam keadaan aerobik (Nugroho, 2010). Pengolahan limbah menggunakan proses lumpur aktif kontak stabilisasi dapat menurunkan nilai BOD dan COD. Efektifitas Penurunan BOD terbesar terjadi pada limbah outlet dengan perlakuan V3 (perbandingan 2:8) sebesar 52.475%. Penurunan COD terjadi pada limbah outlet dengan perlakuan V3 (perbandingan 2:8) sebesar 56.350%.

Pengolahan limbah menggunakan proses lumpur aktif kontak stabilisasi tidak dapat menurunkan nilai TSS pada limbah outlet. Efektifitas kenaikan TSS terkecil pada

Gambar 5. Nilai DO pada titik sampling limbah outlet. Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value < 0.05).

(A)

(B)

(C)

Gambar 6. (A) Nilai NH4-N pada titik sampling limbah outlet. (B) Nilai NO2-N pada titik sampling limbah outlet. (C) Nilai NO3-N pada titik sampling limbah outlet. Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value < 0.05). Garis vertikal menunjukkan beda nyata menurut Tukey Honestly Significant Difference (n=3).

Page 7: 132-324-1-PBwfw

12 Anggraeni, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

perlakuan V1 (perbandingan 1:8) sebesar 32.148%.

Perbedaan volume lumpur aktif memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai BOD air limbah industri cold storage. Penurunan nilai BOD dengan hasil terbaik yaitu pada perlakuan V3 (perbandingan 2:8) dibandingkan perlakuan V2 (perbandingan 1.5:8) dan perlakuan V1 (perbandingan 1:8).

DAFTAR PUSTAKA

Bitton, Gabriel. 1994. Wastewater Microbiology. Florida. A John Wiley and Sons, InC, publication.

Boyd, Claude E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Forth Printing. Alabama, Agricultural Experiment Station, Auburn University. USA.

Dewanti, Beauty S.D,. 2011. Pengolahan Limbah Cair Industri Secara Aerobic dan Anoxic dengan membrane Bioreactor (MBR). Dilihat tanggal 07 Oktober 2013. <http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15612-Paper-1553412.pdf>.

Dwiari, Sri Rini et al. 2008. Teknologi Pangan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Fauziah, Rahmia. 2012. Tugas 2 Lumpur Aktif. Dilihat tanggal 9 November 2013. <http://www.scribd.com/doc/78487584/TUGAS-2-LUMPUR-AKTIF>.

Guyer J. Paul. 2011. Introduction to Secondary Wastewater Treatment. Dilihat tanggal 16 November 2013. <http://www.cedengineering.com/upload/Secondary%20Wastewater%20Treatment.pdf>.

Haryadi, et al. 1992. Limnologi Penuntun Praktikum dan Metoda Analisa Kualitas Air. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Isyuniarto, et al. 2006. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Denganteknik Lucutan Plasma. Prosiding PPI - PDIPTN 2005 Pustek Akselerator dan Proses Bahan – BATAN Yogyakarta. Dilihat tanggal 4 Juni 2014. <http://digilib.batan.go.id/ppin/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/1606/0216-3128-2006-3-020.pdf>.

Jasa Tirta. 2012. Prosedur Analisa Total Suspended Solid. Jasa Tirta. Malang.

Nugroho, Rudi. 2010. Pengembangan Teknologi Untuk Mengolah Senyawa Nitrogen Dalam Air Limbah Dengan Menggunakan Reaktor Berbahan Isian Batu Belerang Dan Batu Kapur. Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT.

Said, Nusa Idaman. 2006. Daur Ulang Air Limbah (Water Recycle) Ditinjau dari Aspek Teknologi, Lingkungan dan Ekonomi. Dilihat tanggal 17 November 2013. http://digilib.bppt.go.id/ejurnal/index.php/JAI/article/view/64/21>.

Salimin, Zainus dan Jaka Rachmadetin. 2012. Denitrifikasi Limbah Radioaktif Cair Yang Mengandung Asam Nitrat Dengan Proses Biooksidasi. Dilihat tanggal 23 Januari 2014. <http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/file%20prosiding/lingkungan/pros_limbahix/data/zainus_salimin_149.pdf>.

Sani, Elly Yuniarti. 2006. Pengolahan Air Limbah Tahu menggunakan reaktor anaerob bersekat dan aerob. Dilihat tanggal 5 Juni 2014.<http://eprints.undip.ac.id/17365/1/Elly_Yuniarti_Sani.pdf>.

Sari, F.R, et al. 2013. Perbandingan limbah dan lumpur aktif terhadap pengaruh sistem aerasi pada pengolahan limbah CPO. Dilihat tanggal 16 November 2013. <http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/konversi/article/download/490/446>.

Suyasa, I Wayan Budiarsa dan I Made Arsa. 2013. Penurunan Kadar Minyak dan COD Air Limbah Operasional Pembangkit Listrik dengan Flotasi dan Lumpur Aktif. Dilihat tanggal 5 Juni 2014. <http://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/download/6521/5019>.

Wisconsin Department of Natural Resources. 2010. Introduction To Activated Sludge Study Guide. Dilihat tanggal 22 Agustus 2014. <http://dnr.wi.gov/regulations/opcert/documents/WWSGActSludgeINTRO.pdf>.