1. buletin tritonis edisi i april 2011 upload

40

Upload: muhibbuddin-danan-jaya

Post on 03-Jan-2016

99 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Buletin Balai Besar taman nasional teluk Cenderawasih

TRANSCRIPT

Page 1: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload
Page 2: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Pembina & Penanggung Jawab : Kepala Balai Besar Taman Nasional

Teluk Cenderawasih

Pengarah/Editor : Yohanes Cahyo D. H., S.Hut

Pimpinan Redaksi : Ir. Christina Matakupan, M.Si

Staff Redaksi : Sumaryono, S.Hut., Muhibbudin Danan Jaya, A.Md.. & Rini Purwanti, S.Si

Layout : Sumaryono, S.Hut & Lidia Tesa Vitasari Seputro, S.Si

Desain Cover : Eko Setyawan, S.Si & Muhibbuddin Danan Jaya, A.Md

Sumber Foto : Dokumentasi TNTC

Buletin Tritonis (Tanggap, Realistis, Informatif

& Inspiratif),

Merupakan media informasi dan komunikasi kon-

servasi untuk menyebarluaskan informasi konser-vasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

secara umum, pengelolaan-pengelolaan sumber-

daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengem-

bangan kawasan konservasi Taman Nasional Teluk

Cenderawasih.

Alamat Redaksi

Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Jln. Essau Sesa-Sowi Gunung Manokwari-Papua Barat Telp : (0986)212303 Fax : (0986)214719 E-mail : [email protected]

Bulet in Tr i ton is , edis i I Apr i l 2011

Surat dari Redaksi Menapaki hari dengan penuh semangat di tahun 2011, Tri-

tonis mencoba memberikan sentuhan baru dalam setiap lipu-

tan dan artikelnya. Kegiatan demi kegiatan di awal tahun ke-

linci emas ini akan dikupas habis pada edisi kali ini.

Dalam edisi awal tahun 2011 ini, kami menyampaikan liputan

mengenai kemeriahan berbagai kegiatan yang dilaksanakan

untuk memperingati hari bakti rimbawan ke-28 lingkup

Provinsi Papua Barat. Kegiatan pelatihan SPAG’s yang diikuti

oleh beberapa pegawai BBTNTC turut meramaikan awal tahun

kelinci emas ini. Selain itu, liputan mengenai kegiatan rako-

renbanghutda juga akan menghiasi beberapa halaman dalam

Buletin edisi kali ini.

Masalah perubahan iklim, REDD yang hangat dibicarakan

merupakan beberapa artikel yang dimuat dalam edisi kali ini.

Beberapa cerita dari lapangan yaitu: monitoring di Wasior dan

semiloka sinergitas pariwisata alam di Nabire, dikupas di sini.

Kolom biodiversity kali ini memberikan informasi mengenai

Kuskus (Phalangeridae).

Semoga kehadiran Buletin Tritonis edisi pertama di awal ta-

hun 2011 ini mampu menambah pengetahuan dan informasi

bagi pembaca. segala kritik dan saran yang membangun demi

kemajuan Buletin Tritonis sangat kami harapkan.

Liputan

Pelatihan Monitoring Tempat Pemija-

han Ikan (SPAG’s).

Rakorenbanghutda Provinsi Papua

Barat Tahun 2011, Membangun Kehu-

tanan Papua Barat yang Sinergis dan

Pro Masyarakat.

Hari Bakti Rimbawan ke-28 di Provinsi

03

Artikel

Mengenal REDD dan REDD+.

Kerjasama RI-Norwegia dalam Mitigasi

Perubahan Iklim Global.

Ekosistem Padang Lamun: Produktivitas

dan Potensinya di Kawasan Konservasi

Laut (pesisir).

Mekanisme Perdagangan Produk Sum-

berdaya Laut di Kawasan Konservasi

TNTC.

Everyday is Earth Day.

10

Biodiversity

Kuskus (Palangeridae) di Kawasan Taman

Nasional Teluk Cenderawasih

35

Berita Gambar

20 Dari Lapangan

Perjalanan Tim Monitoring Pengamanan

Partisipatif/ Swakarsa Masyarakat di

BPTN Wilayah II Wasior

Semiloka Sinergitas Pemanfaatan

Wisata Alam Kawasan TNTC di Kabu-

paten Nabire.

Merbau (Intsia sp.) dan Upaya Konser-

vasinya di Papua Barat.

24

Opini

Pentingnya Media Internet Dalam Mem-

promosikan Pesan Konservasi

32

Daftar Isi

Serba-serbi

Beragam Keunggulan Berjalan Kaki/

Gerak Jalan

38

SUSUNAN REDAKSI

Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Page 3: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

elatihan monitoring tempat

pemijahan ikan atau dikenal

dengan SPAG’s (Spawning

Aggregation Sites) dilaksanakan

pada tanggal 12-19 Februari 2011

yang bertempat di kantor Balai

Besar TNTC. Pelatihan ini

diselenggarakan atas kerjasama

Balai Besar TNTC dengan WWF-

Indonesia sebagai mitra kerja

dalam pengelolaan kawasan

konservasi TNTC. Pelatihan ini

bertujuan untuk melatih para

peserta pelatiahan monitoring

SPAG’s tentang penngenalan jenis-

jenis ikan ekonomis penting,

dinamika populasi ikan, serta

estimasi panjang dan jumlah ikan.

Pelatihan SPAG’s ini diikuti

sebanyak 22 peserta, yang berasal

dari Balai Besar TNTC, WWF-

Indonesia, dan UNIPA.

Pelatihan ini dibuka secara

resmi oleh Bapak Kepala Balai

TNTC, yang dalam sambutannya

beliau mengajak para peserta

antusias dalam mengikuti seluruh

kegiatan pelatihan monitoring

tempat pemijahan ikan ini agar

dapat menyerap ilmu yang

diberikan serta dapat

menerapkannya pada kegiatan

monitoring tempat pemijahan ikan

nantinya di kawasan TNTC.

Kegiatan pada hari pertama,

berupa penyampaian materi oleh

Kimpul Sudarsono dari WWF-

Indonesia, tentang populasi ikan

laut yang bernilai ekonomis

penting semakin menurun tingkat

populasinya karena pemanfaatan

yang dilakukan secara besar-

basaran untuk memenuhi

kebutuhan pasar internasional,

diantaranya adalah ikan kerapu,

kakap merah, ikan tuna, sehingga

sangat perlu untuk menjaga daerah

-daerah yang diduga sebagai

tempat pemijahan ikan-ikan

tersebut. Sesi berikutnya adalah

tentang teknis monitoring tempat

pemijahan ikan, yang dibawakan

oleh Anton Wijonarno dari WWF-

Indonesia, menyampaikan secara

umum tentang teknis monitoring

serta bermacam-macam jenis ikan

ekonomis penting serta memiliki

kerentanan yang tinggi yang perlu

untuk dimonitoring tempat

pemijahannya, seperti ikan kerapu

macan, ikan kerapu sunu.

kemudian dilanjutkan dengan

pengestimasian panjang total ikan

yang dilihat di layar, para peserta

sangat antusias mengikutinya. dari

80 gambar yang ditampilkan,

setelah dikoreksi ternyata hasilnya

masih dibawah 75%, berarti para

peserta masih belum bisa

melaksanakan monitoring tempat

pemijahan ikan yang

sesungguhnya.

Selanjutnya pada hari kedua,

kegiatan masih dilakukan di kantor

BBTNTC, yaitu penyampaian materi

dinamika populasi ikan dan ciri-ciri

ikan yang sedang melakukan

pemijahan, yaitu; berkelompok,

berkelahi, berubah warna, saling

menggigit, perutnya membesar,

berpasangan, serta memijah. dan

waktu untuk melakukan pemijahan

adalah saat bulan purnama dimana

arus bawah air laut sedang deras,

hal ini akan memudahkan telur

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 03

LIPUTAN :

Pelatihan Monitoring Tempat Pemijahan Ikan (SPAG’s)

Page 4: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

ikan yang sudah dibuahi akan

mudah tersebar. kemudian sesi

selanjutnya adalah sharing teknis

dengan Putu Suastama yang

merupakan tim SPAG’s dari BTN

Wakatobi, yang diundang sebagai

instruktur dalam pelatihan

SPAG’s ini. selanjutnya

dilakukan pengestimasian

panjang ikan di layar, serta

di lapangan.

Pada hari ketiga, materi

pelatihan SPAG’s masih

seputar dinamika populasi

ikan serta pencatatan data

lapangan yang diperlukan

dalam monitoring SPAG’s,

serta ciri-ciri berbagai jenis

ikan yang akan dimonitoring.

kemudian dilanjutkan dengan

kegiatan pengestimasian panjang

ikan kembali yang dilakukan di

lapangan (on land).

Hari keempat dan kelima,

kegiatan pelatihan SPAG’s

dilakukan di pantai pasir putih,

yaitu pengestimasian panjang ikan

secara langsung didalam air laut,

yang dilakukan dengan snorkeling

dan diving (bagi yang sudah

terlatih). Kegiatan di pantai pasir

putih ini sekaligus sebagai ajang

untuk melatih para peserta yang

belum berpengalaman diving,

sehingga di kesempatan ini tidak

disia-siakan oleh para peserta.

Kemudian pada hari keenam,

kegiatan dilakukan di kantor

BBTNTC untuk memberikan

evaluasi tentang kegiatan serta

pembentukan tim monitoring

SPAG’s BBTNTC, sebelumnya

diberikan pelatihan mengenai

pengolahan data lapangan. Setelah

dievaluasi, maka terpilih 7 orang

peserta yang nantinya tergabung

Tim monitoring SPAG’s BBTNTC,

yaitu Calvin Wiay, Mulyadi,

M.Tasdiq, Djainal Arifin, Yahya Rum

Popang, Umar, Titus Wemiyaupea.

Selanjutnya ketujuh peserta ini

akan melakukan kegiatan

monitoring awal tempat pemijahan

ikan di kawasan TNTC yang

dilakukan pada hari ke-7, dan ke-8.

Dari kegiatan pelatihan

monitoring tempat pemijahan ikan

ini dapat diambil beberapa hal,

yaitu dalam pengelolaan kawasan

konservasi perlu mengetahui titik-

titik atau daerah di dalam

kawasan yang diduga

sebagai tempat pemijahan

ikan yang bernilai ekonomis

penting agar mereka dapat

melangsungkan proses

regenerasi agar populasi

tetap terjaga serta

diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi

peningkatan kesejahteraan

masyarakat kawasan.

(Topo Budi Dhanarko,S.Pi)

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 04

Liputan ……

Page 5: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

“Hutan Lestari untuk

Kesejahteraan Masyarakat yang

Berkeadilan” yang merupakan visi

D e p a r t e m e n K e h u t a n a n ,

sepertinya akan menjadi pekerjaan

rumah para Rimbawan seluruh

Indonesia. Bagaimana tidak, untuk

mewujudkan itu semua diperlukan

suatu upaya bersama. Rapat

Koordinasi Rencana Pembangunan

K e h u t a n a n D a e r a h

(Rakorenbanghutda) Provinsi

Papua Barat Tahun 2011 ini

dilaksanakan pada hari Kamis

tanggal 3 Maret 2011 bertempat di

Billy Jaya Hotel Manokwari, Papua

Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh

kepala balai seluruh UPT

Kementerian Kehutanan Provinsi

Papua Barat dan juga Kepala Dinas

Provinsi dan Kabupaten atau

perwakilannya. Kegiatan ini

membahas rencana kerja UPT

Kementerian dan Dinas Kehutanan

se-Papua Barat untuk tahun

anggaran 2012.

Setiap instansi menyusun

usulan rencana kerja yang akan

diajukan untuk tahun anggaran

2012. Balai Besar Taman Nasional

Teluk Cenderawasih (TNTC) selaku

Koordinator Wilayah menjadi

perwakilan seluruh Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Kementerian

Kehutanan Provinsi Papua Barat

yang menyampaikan usulan

rencana kerja tahun 2012. Dalam

pemaparannya, Kepala Balai Besar

TNTC, Ir Djati Witjaksono Hadi,

M.Si juga menyampaikan enam

kebijakan prioritas Kementerian

Kehutanan tahun 2010-2014 yaitu

Pemantapan Kawasan Hutan,

Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan

Daya Dukung DAS, Pengamanan

Hutan dan Pengendalian

Kebakaran Hutan, Konservasi

K e a n e k a r a g a m a n H a y a t i ,

Revitalisasi Pemanfaatan Hutan

dan Industri Kehutanan dan

Pemberdayaan Masyarakat di

Sekitar Hutan. Keenam kebijakan

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 05

…… Liputan

RAKORENBANGHUTDA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2011, Membangun Kehutanan Papua Barat yang Sinergis dan Pro Masyarakat

oleh : Widia Nur Ulfah, S.Pi *)

Page 6: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

prioritas ini menjadi acuan dasar

dalam penyusunan rencana kerja

masing-masing UPT dan

diharapkan sejalan dengan

program pemerintah daerah.

Papua Barat memiliki luas

kawasan hutan ± 9.427.600,16 Ha,

diantaranya adalah Hutan Lindung

(HL) seluas 1.648.277,57 Ha,

Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas

1.751.648,35 Ha, Hutan Produksi

(HP) seluas 1.866.284,39 Ha, Hutan

Produksi Terbatas (HPT) seluas

1.847.243,96 Ha dan Hutan

Produksi Konversi (HPK) seluas

2.314.144,79 Ha. Seluruh kawasan

hutan ini tentunya perlu

penanganan serius mengingat

kawasan hutan Papua merupakan

salah satu paru-paru dunia yang

perlu dijaga kelestariannya.

Menurut Undang-Undang Nomor

41 Tahun 1999, hutan merupakan

suatu kesatuan ekosistem berupa

hamparan lahan berisi sumber

daya alam hayati yang didominasi

pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu

dengan lainnya tidak dapat

dipisahkan. Hutan tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat di

sekitar hutan. Bagaimanapun,

masyarakat sangat mempengaruhi

perkembangan hutan. Seperti yang

dibahas dalam kegiatan ini,

p r o g r a m p e m b e r d a y a a n

masyarakat merupakan hal penting

yang harus menjadi “goal” setiap

rencana kerja masing-masing

instansi kehutanan di Papua Barat.

Pemberdayaan Masyarakat

Sekitar Hutan

“Potensi kehutanan besar,

tapi masyarakat sekitar hutan

miskin” merupakan poin pertama

dari isu aktual yang terjadi di

Provinsi Papua Barat. Bagaimana

cara masyarakat diberdayakan dan

agar mereka mendapatkan

manfaat dari hutan yang menjadi

miliknya adalah tanggung jawab

bersama. Hutan Tanaman Rakyat

(HTR) dan Hutan Desa merupakan

salah satu program yang

dicanangkan. Kepala Balai

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(BPDAS) Remu Ransiki, Ir. Toyo

Sunaryo, menjelaskan bahwa HTR

lebih pada bisnis, atau usaha

kehutanan sedangkan hutan desa

lebih diarahkan pada kegiatan

pemberdayaan masyarakat. Hutan

Desa masuk ke dalam kontrak kerja

menteri kehutanan tahun

anggaram 2010-2011.

Rencananya, tahun 2012

akan dialokasikan lahan seluas

400.000 Ha untuk digunakan

sebagai hutan kemasyarakatan.

Konsepnya berupa model

pemberdayaan masyarakat. Selain

itu, inventarisasi tetap dilakukan

untuk memenuhi target per tahun

sebanyak 100.000 Ha berupa hak

ijin pengelolaan masyarakat pada

hutan desa. Fokus pembangunan

hutan desa. Harus ada koordiansi

instansi terkait, seperti BPKH (Balai

Pemantapan Kawasan Hutan)

tentang tata batas dan peta, dinas,

BPDAS, dll. Dalam pelaksanaannya,

kegiatan HTR ataupun Hutan desa

memerlukan perhatian dari seluruh

instansi terkait, koordinasi sangat

diperlukan agar tidak adanya

t u m p a n g t i n d i h d a l a m

pelaksanaannya. Hal ini terkait

dengan program percepatan

pembangunan yang saat ini tengah

dilaksanakan. Rancangan program

percepatan sudah siap, diharapkan

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 06

Liputan ……

Page 7: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

kedepan percepatan ini dapat

dilaksanakan secara terkoordinir,

intinya adalah masyarakat miskin

menjadi prioritas utama. Program

pemberdayaan masyarakat sekitar

hutan perlu ditingkatkan dan

tentunya perlu masukan dari

instansi terkait dalam program ini

terutama dalam kegiatan

pemberdayaan masyarakat adat.

Kemiskinan ditanggulangi

dengan kegiatan yang Pro Job, Pro

Growth, Pro Poor. Sehingga perlu

koordinasi instansi terkait untuk

kegiatan itu yang berupa

pemberdayaan masyarakat. Hal ini

yang terkait langsung diantaranya

adalah Dinas Kehutanan dan

Litbang Kehutanan. Program

pengentasan kemiskinan ini

diarahkan untuk tahun anggaran

2011-2016.

Global Warming (Carbon trade)

Seperti disampaikan Kepala

Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA), salah satu isu

aktual pembangunan kehutanan di

provinsi Papua Barat yaitu

mengenai Global Warming (Carbon

trade), diharapkan program REDD

(Reducing Emissions from

Deforestation and Forest

Degradation) atau pengurangan

emisi dari deforestasi dan

degradasi hutan, sebagai mitigasi

perubahan iklim dapat berjalan

baik. Tentunya hal ini perlu

dukungan dari seluruh instansi dan

kerjasama masyarakat. Sehingga

perlu adanya sosialisasi mengenai

REDD kepada masyarakat agar

masyarakat paham tentang hak

dan kewajiban mereka dalam

pelaksanaan program REDD. Dalam

enam kebijakan prioritas

Kementerian Kehutanan tahun

2010-2014 sudah disebutkan

dengan jelas tentang hal ini.

Namun, salah satu upaya yang

terkait dengan peningkataan

pengetahuan kepada masyarakat

dinilai belum sepenuhnya berhasil,

perlu dilakukan telaah ke daerah

atau provinsi lain. Menurut Kepala

Dinas Kehutanan Provinsi Papua

Barat, saat ini program Carbon

Trade masih dalam taraf

percobaan, jika berhasil akan

ditindaklanjuti terus. Hingga saat

ini telah dibentuk Satgas

Pembangunan Rendah Karbon,

atau dikenal dengan TASK FORCE,

y a n g m e r u p a k a n ba d a n

independen yang mengurus REDD,

menyeleksi siapa saja yang benar-

benar memiliki misi perdagangan

karbon tanpa merugikan

masyarakat.

Pada intinya, dalam

Rakorenbanghutda Provinsi Papua

Barat tahun 2011 ini dilakukan

pembahasan rencana kerja

Kehutanan untuk tahun 2012 dan

penekanan perlunya sinkronisasi

kegiatan pusat dan daerah dalam

hal pemantapan kawasan, hutan

desa dan rehabilitasi hutan.

Setidaknya perlu adanya kerjasama

dan koordinasi yang baik antar

instansi dalam pembangunan

kehutanan di Papua Barat. Kalau

Bukan Kitorang Siapa Lagi, Kalau

Bukan Sekarang Kapan Lagi.

S e l a n j u t n y a h a s i l

RAKORENBANGHUTDA Provinsi

Papua Barat tahun 2011 ini akan

dibawa ke Rapat koordinasi

R e n c a n a P e n g e m b a n g a n

Kehutanan Regional IV tahun 2011

di Makassar pada tanggal 17-18

Maret 2011.

*) Calon PEH pada Balai Besar TNTC

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 07

…… Liputan

Page 8: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

“ Dengan Jiwa Korsa Rimbawan

Kita Tingkatkan Partisipasi

Masyarakat untuk Mewujudkan

Hutan Lestari dan Masyarakat

Sejahtera “ itulah tema yang

diangkat dalam memperingati Hari

Bakti Rimbawan (HBR) ke-28 tahun

2011 di Provinsi Papua Barat. HBR

ke 28 dimeriahkan dengan

berbagai rangkaian kegiatan yang

melibatkan keluarga besar

Rimbawan se-Provinsi Papua Barat,

antara lain Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Provinsi Papua Barat,

Dinas Kehutanan Kabupaten

Manokwari, BBKSDA Papua Barat,

Balai Besar Taman Nasional Teluk

Cenderawasih, BPK Manokwari,

Balai Latihan Kehutanan

Manokwari, SKMA, BP2HP Wilayah

XVIII, BPKH Wilayah XVII, BPDAS

Remu Ransiki, Fahutan-UNIPA, dan

Mitra Rimbawan

Rangkaian kegiatan tersebut

dimulai pada tanggal 9 Maret 2011

melalui upacara pembukaan

kegiatan dalam rangka HBR ke-28

di halaman BLK Manokwari yang

dipimpin langsung oleh Kepala

Balai Besar Taman Nasional Teluk

Cenderawasih Ir. Djati Witjaksono

Hadi, M.Si., selaku Koordinator

Wilayah UPT Kemenhut di Provinsi

Papua Barat.

Beberapa kegiatan

perlombaan/pertandingan yang

diselenggarakan untuk

memeriahkan HBR ke-28 tahun

2011 antara lain :

1. Catur

2. Futsal

3. Bola volley

4. Bulu Tangkis

5. Tarik Tambang

6. Tenis Meja

7. Gaple/Domino

8. Menggambar/Mewarnai untuk

anak-anak

9. Senam/Gerak Maju Papua Barat

10. Olimpiade (pengenalan bibit,

pembacaan GPS, ukur tinggi

pohon, mengukur kayu logg,

pengetahuan umum kehutanan,

ketangkasan memasukkan paku

dalam botol, menahan napas

dalam air dan simulasi tanggap

bencana)

Selain perlombaan dan

pertandingan, kegiatan lain adalah

melaksanakan bakti sosial seperti

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 08

Liputan ……

Hari Bhakti Rimbawan ke-28 di Provinsi Papua Barat

Page 9: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

penyerahan bantuan ke Yayasan

Yatim Piatu, melakukan donor

darah yang difasilitasi oleh PMI

(Palang Merah Indonesia). Serta

penanaman pohon yang ditanam di

lingkungan Perumahan Bumi

Marina Asri Amban Manokwari

yang juga dihadiri oleh bapak

Inspektorat Wilayah IV Ir. Binsar

Sitanggang, M.M.

Puncak peringatan Hari Bhakti

rimbawan ke-28 tahun 2011

Provinsi Papua Barat di tandai

dengan Upacara Peringatan Hari

Bhakti Rimbawan ke-28 yang

diselenggarakan tepat pada hari

Rabu, tanggal 16 Maret 2011

bertempat di halaman Kantor

Dinas Kehutanan Kabupaten

Manokwari, dan sebagai Pembina

Upacara adalah Gubernur Papua

Barat yang diwakili oleh Assisten III

Menteri Kehutanan dalam

sambutannya yang dibacakan oleh

Pembina upacara mengingatkan

kembali bahwa sumberdaya hutan

kita, tidak saja menjadi aset

bangsa, tetapi juga menjadi aset

dunia. Karena umat di seluruh

dunia sekarang ini meyakini bahwa

hutan tidak hanya memiliki fungsi

sosial-ekonomi, dan sosial-budaya,

tetapi juga mempunyai fungsi

ekologis, yang peranannya sangat

vital bagi kelestarian lingkungan

hidup. Oleh sebab itu dapat

dimengerti jika peranan

Kementerian Kehutanan menjadi

sangat penting dalam menjaga

kelestarian fungsi hutan agar tetap

optimal.

Di akhir sambutannya, sekali

lagi ditekankan bahwa

profesionalisme dan kearifan

rimbawan perlu dipupuk dan

ditingkatkan terus kualitasnya. Ini

tidak saja dalam penguasaan

bidang teknis, tetapi juga perlu

adanya sikap unggul, dan integritas

moral, seperti kemauan untuk

selalu meraih prestasi kerja yang

terbaik, dengan berpegang pada

norma dan etika kerja yang sudah

ditentukan.

Setelah upacara selesai

dilanjutkan dengan lomba senam/

gerak maju papua barat yang

diikuti oleh Ibu-ibu dharma wanita

seluruh UPT Kemenhut lingkup

Papua Barat .

Dengan hari bhakti rimbawan

ke -28 tahun 2011, kita sebagai

keluarga besar rimbawan, mari

bersama-sama menjaga dan

melestarikan hutan kita dari

kehancuran demi masa depan

bangsa dan tanah yang kita cintai

demi masa depan anak cucu kita.

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 09

…… Liputan

Page 10: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

erubahan iklim ialah suatu

fenomena yang tidak bisa

dihindari lagi. Oleh karena itu

semakin manjadi ancaman nyata

bagi manusia dan alam. Perubahan

iklim global yang disebabkan oleh

meningkatnya emisi gas rumah

kaca secara signifikan, menjadi

topik pembicaraan utama para

ilmuwan, negarawan, polikus

bahkan diplomat. Perubahan

ekologi seperti iklim ekstrim

(kemarau panjang, banjir, angin

kencang), naiknya suhu bumi akan

semakin kuat intensitas dan

frekuensinya pada masa

mendatang. Demikian juga tinggi

air laut akan semakin meningkat

apabila tidak ada upaya bersama

untuk menurunkan emisi gas

rumah kaca.

Kondisi sumber daya hutan

yang cepat berubah, penutupan

hutan yang luasannya semakin

menurun (deforestasi/degradasi)

semakin membuat terpuruk

kualitas iklim kita. Komitmen

Presiden SBY yang disampaikan

pada pertemuan G20 di Pitsburgh

2009 “Indonesia akan mengurangi

emisi sebesar 26% dari emisi

Business as Ussual tanpa bantuan

Internasional (Unilateral) pada

tahun 2020, dan bisa mencapai

41% dengan dukungan

internasional. Sektor Kehutanan

diminta menurunkan emisinya

sebesar 14% dari target diatas

(52% dari target 26%).

Di Indonesia, salah satu

upaya untuk merespon isu global

mengenai pengurangan emisi dari

deforestasi dan degradasi hutan

(Reducing Emissions from

Deforestation dan Forest

Degradatian/REDD), maka

terbentuklah IFCA (Indonesian

Forest Climate Alliance).

Mempertimbangkan kesiapan

Indonesia saat ini, perkembangan

proses negosiasi, harapan pada

COP 13 dan pasca COP 13,

Kementerian kehutanan sejak awal

tahun 2007 telah mulai

mengimplementasikan pemikiran

tentang upaya pengurangan emisi

dari deforestasi dan degradasi

hutan (REDD) di Indonesia.

Jadi, Apa itu REDD?

REDD (Reducing Emissions

from Deforestation dan Forest

Degradatian) ialah mekanisme

internasional yang dimaksudkan

untuk memberikan insentif bagi

negara berkembang yang berhasil

mengurangi emisi dari deforestasi

dan degradasi hutan. Merupakan

salah satu opsi mitigasi perubahan

iklim di sektor Kehutanan yang

dilaksanakan secara sukarela dan

menghormati kedaulatan negara.

Dengan adanya mekanisme

internasional ini, maka diharapkan

diperoleh berbagai keuntungan; 1)

keuntungan klimatis (memangkas

20% emisi global), 2) keuntungan

biodiversitas (mencegah

kehilangan habitat terkaya dari

biodiversitas), 3) keuntungan sosial

(timbal balik dan keuntungan bagi

masyarakat lokal).

REDD+?

REDD+ merupakan evolusi

dari kebijakan REDD. Peningkatan

stock karbon di hutan merupakan

tambahan dari mekanisme REDD+.

Dalam REDD+ yang menonjol

bukan hanya iklim, tapi juga

konservasi. Manfaat tambahan

REDD+ bagi kawasan konservasi

ialah;

1. mengurangi kemiskinan dan

berkeadilan, (sehingga dapat

mengurangi tekanan terhadap

kawasan konservasi):

Insentif terhadap inisiatif

positif masyarakat

Pemanfaatan hasil hutan

secara lestari

Pembagian manfaat

Pemberdayaan masyarakat

sekitar

2. Perbaikan tata kelola

memperkut manajemen

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 10

ARTIKEL :

MENGENAL REDD dan REDD+

Oleh: Erwin Kusumah Nanjaya, S. Hut.*

Page 11: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

kolaborasi kawasan konservasi

Keterlibatan masyarakat

Memberdayakan masyarakat

sekitar/masyarakat adat.

Memperkuat pengelolaan zona

penyangga

Mengembangkan mekanisme

pembagian manfaat yang adil.

3. Konservasi keanekaragaman

hayati dan jasa lingkungan

lainnya

Alternatif pembiayaan

kawasan konservasi

Aktivitas restorasi yang tepat

(memperkaya keragaman

hayati)

Meningkatkan efektifitas

pengelolan kawasan konservasi

Memperkuat konservasi

habitat dan species

Mengembangkan jasa

lingkungan lainnya.

Selain manfaat-manfaat

seperti tersebut diatas,

implementasi REDD+ di kawasan

konservasi bukan tanpa tantangan.

Tantangan-tantangan tersebut,

antara lain:

1. Aspek konservasi belum menjadi

prioritas dalamREDD+ di

Indonesia

2. Pemahaman mengenai REDD (+)

yang belum merata

3. koordinasi dan sinergi yang

belum kuat di tingkat nasional

dan sub nasional

4. Penyiapan kelembagaan dan

aturan main (pembagian

manfaat, hak atas karbon, dsb)

5. peningkatan kapasitas

pemerintah, masyarakat dan

sektor swasta

6. Penyiapan aspek teknis dalam

perhitungan karbon,

pemantauan, pelaporan dan

verifikasi (MRV)

Namun demikian, REDD+

juga menyimpan beberapa peluang

bagi kawasan konservasi, antara

lain:

1. Kerjasama internasional,

bilateral dan multilateral

(Australia, Jerman, Norway,

Inggris, dll) di kawasan

konservasi

2. memaksimalkan Demontration

Activities di kawasan konservasi

yang difasilitasi oleh mitra (TNC,

FFI, WWF dan pihak lainnya)

untuk menbangan kapasitas dan

pengalaman pengelolaan

kawasan konservasi dalam

implementasi REDD+

3. Memperkuat proses

pengembangan dan regulasi

REDD yang ada dan memastikan

aspek konservasi menjadi salah

satu prioritas.

Dengan sekilas pengenalan

REDD dan REDD+ diatas, siapkah

kita menghadapinya?

*Calon Penyuluh Kehutanan pada Balai

Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Sumber Bacaan

Budiman, A. 2010. Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Restorasi Gambut di Kalimantan Tengah. “REDD Training Presentation”

Departemen Kehutanan. 2008. Instrumen Kehutanan Global. jakarta

Wibisono, I. 2010. REDD+, Tidak Hanya Karbon. WWF-Indonesia. “REDD Training Presentation”

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 11

…… Artikel

Page 12: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

etelah Pemerintah

Indonesia menandatangani

Letter of Intent (LoI) kepada

Pemerintah Norwegia, 26 Mei 2010

untuk mengurangi emisi gas

karbondioksida, khususnya yang

berasal dari sektor kehutanan,

Indonesia adalah negara pertama

yang telah mencapai perjanjian

bilateral dengan pemerintah

Norwegia yang menyediakan dana

sebesar US$ 1 miliar (Rp 9

triliun) untuk membiayai usaha-

usaha dalam menanggulangi laju

deforestasi yang melanda lebih dari

1 juta hektare per tahun. Secara

eksplisit, LoI itu menyebutkan

skema pengurangan emisi dari

deforestasi dan kerusakan hutan

atau yang dikenal dengan REDD

(reducing emission from

deforestation and forest

degradation).

Pasca penandatanganan LoI

RI-Norwegia, seluruh kebijakan

Kementerian Kehutanan dikaitkan

untuk mendukung operasionalisasi

kesepakatan tersebut. Mulai dari

aktivitas pengusahaan hutan,

rehabilitasi dan perhutanan sosial,

penataan kawasan hutan,

penelitian dan pengembangan

hingga pengawasannya melalui

pendekatan MRV. Sebenarnya LoI

ini bersifat lintas sektoral, namun

keberhasilannya menjadi

pertaruhan kinerja Kementerian

Kehutanan.

Sebagai negara industri yang

termasuk dalam Annex 1 pada

Protokol Kyoto, Norwegia memiliki

kewajiban mengikat untuk

menurunkan emisi karbon di dalam

negerinya, terutama karena tingkat

penggunaan energi fosil,

industrialisasi, dan transportasi

yang sangat tinggi. Pada

pertemuan para pihak

(COP=Conference of Parties) yang

diadakan setiap tahun, muncul

gagasan bagi negara-negara

industri untuk mengganti

kewajiban penurunan karbon di

dalam negerinya sendiri dengan

memberikan hibah kepada negara-

negara berkembang yang memiliki

sumberdaya hutan.

Pada COP-13 atau Konferensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk

Perubahan Iklim (UNFCC) yang

diselenggarakan bulan Desember

2007 di Bali, skema REDD mulai

mengerucut, sehingga pemberian

hibah kepada negara berkembang

untuk mengurangi laju deforestasi

dan kerusakan hutan dianggap

mampu mengganti (offset)

kewajiban mengurangi emisi

karbon di negara maju.

Perundingan dan negosiasi yang

sebenarnya berlangsung tentu

lebih rumit dan lebih panas dari

yang digambarkan di atas.

Negara maju menjadi

“pembeli karbon” yang berhasil

ditambat oleh negara berkembang

melalui pengurangan laju

deforestasi dan kerusakan

hutan. Negara berkembang

menjadi “penjual karbon” karena

hutan dan eksosistem yang

dimilikinya telah berjasa untuk

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 12

KERJASAMA RI-NORWEGIA DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Oleh: Erwin Kusumah Nanjaya, S. Hut *)

Artikel ……

Page 13: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

menambat gas rumah kaca.

Pengurangan emisi atau

deforestasi yang dihindari

diperhitungkan sebagai kredit.

Jumlah kredit karbon yang

diperoleh dalam waktu tertentu

dapat dijual di pasar karbon.

Sebagai alternatif, kredit yang

diperoleh dapat diserahkan ke

lembaga pendanaan yang dibentuk

untuk menyediakan kompensasi

finansial bagi negara negara

peserta yang melakukan konservasi

hutannya. Skema REDD

memperbolehkan konservasi hutan

untuk berkompetisi secara

ekonomis dengan berbagai

kegiatan ekonomi lainnya yang

memicu deforestasi

Bisnis sektor Kehutanan yang

mengambil manfaat dari ekonomi

hutan yang semula didominasi

kayu, kini perlahan mulai bergeser

ke ‘carbon oriented’. Indonesia

dengan luas hutannya, berpotensi

untuk memasuki era perdagangan

karbon. Berdasarkan data ADB-GEF

-UNDP, menunjukkan bahwa

Indonesia memiliki kapasitas untuk

mengurangi karbon lebih dari 686

juta ton yang berasal dari aktivitas

pengelolaan hutan. Jika harga rata-

rata per ton karbon sebesar US$ 5 ,

maka Indonesia berpotensi

menjual sertifikat surplus karbon

senilai US$ 3,430 milyar atau

sekitar Rp. 34 triliun. Menurut

akademisi di Kalimantan Barat,

harga rata-rata karbon di pasaran

internasional pada tahun 2012

akan mencapai US$ 40. Apalagi

sekarang ini di California telah

berdiri semacam ‘bursa efek

karbon’.

Kementerian Kehutanan

baru akan melaksanakan proyek-

proyek percontohan yang

ditetapkan di lima provinsi, di

antaranya di Papua, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Timur, dan

Riau. Dengan terbentuknya Satgas

Persiapan Lembaga REDD+,

diharapkan sudah akan terbentuk

lembaga semacam Trust Fund bagi

penurunan emisi. "Dengan

demikian, sebelum akhir tahun

2010, diharapkan akan cair dana

tahap pertama dari Norwegia

sebesar 200 juta dollar masuk ke

lembaga Trust Fund, yang dipimpin

oleh Kuntoro Mangkusubrota.

Pelaksanaan LOI RI-Norway

tersebut di atas dibagi dalam 3

fase, yaitu: persiapan,

transformasi dan pembayaran

kontribusi.

*) Calon Penyuluh Kehutanan pada

Balai Besar Taman Nasional Teluk

Cenderawasih

Sumber Bacaan

Arifin, B. Skema REDD dan Masa Depan Ekonomi Hutan. Metro TV.Com

Green Peace. Apa itu REDD?

Media Persaki. Edisi november 2010. Vol 15

Tambunan, E. Menhut harapkan pertemuan Cancun sepakati REDD Plus. Bisnis Indonesia.Edisi. Kamis, 28/10/2010

Steni, B. Quo Vadis REDD di Indonesia?. Perkumpulan HuMa, 2009

Hans Henricus

Hibah Dana Norwegia

Provinsi pilot project REDD+ dipilih

sebelum Desember

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 13

…… Artikel

Page 14: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

ilayah pesisir adalah wilayah

pertemuan antara daratan dan laut

ke arah darat wilayah pesisir

meliputi bagian daratan, baik

kering maupun terendam air, yang

masih dipengaruhi oleh sifat-sifat

laut seperti pasang surut, angin

laut, dan perembesan air laut.

Sedangkan ke arah laut wilayah

pesisir mencakup bagian laut yang

masih dipengaruhi oleh proses

alami yang terjadi di darat seperti

sedimentasi dan aliran air tawar,

maupun yang disebabkan karena

kegiatan manusia di darat seperti

penggundulan hutan dan

pencemaran. Kondisi suatu wilayah

pesisir erat kaitannya dengan

sistem sungai yang bermuara di

wilayah itu. Secara alami wilayah

pesisir merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari suatu sistem

wilayah sungai dan juga tidak lepas

dari permasalahan sosial-ekonomi

masyarakat pesisir. Dilihat dari

tingkat produktivitasnya, perairan

pesisir mempunyai nilai

produktivitas primer lebih dari

10.000 grC/m2/th. Nilai

produktivitas ini jauh lebih tinggi

daripada produktivitas primer di

perairan laut dangkal pada

umumnya,yaitu sekitar 100 grC/

m2/th atau produktivitas di

perairan laut dalam yang hanya

sekitar 50 grC/m2/th. Karena

tingginya produktivitas primer

perairan pesisir, maka ekosistem

perairan pesisir menjadi habitat

bagi ikan-ikan dan organisme laut

lainnya. Salah satu ekosistem yang

terdapat di perairan pesisir adalah

ekosistem padang lamun.

Ekosistem Padang Lamun

Padang lamun atau sea grass

adalah merupakan salah satu

ekosistem di perairan pesisir yang

merupakan tumbuhan berbiji

tunggal (monokotil) dari kelas

angiospermae. Yang menjadikan

unik dari tumbuhan laut lainnya

adalah adanya perakaran yang

ekstensif dan sistem rhizome.

Karena memiliki tipe perakaran ini,

menyebabkan daun-daun

tumbuhan lamun menjadi lebat

dan ini besar manfaatnya dalam

menunjang keproduktifan

ekosistem padang lamun tersebut.

1. Produktivitas

Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa produktivitas

primer komunitas padang lamun

mencapai lebih dari 1kgC/m2/th.

Produksi tersebut umumnya

bersumber dari dasar dan atas.

Produktivitas primer yang berasal

dari dasar adalah akar dan

rhizome, memberikan sumbangan

yang cukup tinggi yaitu sekitar 2%-

36% dari total produksi tanaman

atau sekitar 10%-40% pada padang

lamun yang sudah jadi (mature) .

Demikian juga untuk total

biomasnya,komponen dasar bisa

memberikan sumbangan sekitar 30

-75%. Hal ini menunjukkan bahwa

sumbangan komponen bagian

dasar tumbuhan lamun cukup

berpotensi untuk pemanfaatan

ekosistem padang lamun. Struktur

komponen jaringan lamun, seperti

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 14

Ekosistem Padang Lamun : Produktivitas dan Potensinya di Kawasan Konservasi Laut (Pesisir) Oleh: Topo Budi Danarko, S.Pi *)

Artikel ……

Page 15: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

lignin, cellulose, dan hemi-cellulose

adalah lebih tahan terhadap

dekomposisi mikroba dibandingkan

dengan karbohidrat sederhana,

seperti kebanyakan algae, sehingga

proses dekomposisi kebanyakan

lamun cukup lama.

Faktor pembatas penunjang produktivitas padang lamun

Faktor pembatas yang

menentukan kehidupan lamun,

secara fisiologis adalah faktor yang

membatasi proses fotosintesa,

yaitu penetrasi cahaya matahari,

unsur hara, dan difusi anorganik

karbon. Selain itu ada faktor-faktor

lain, seperti suhu air, salinitas, dan

pergerakan air.

A. Penetrasi cahaya matahari/kecerahan/ kedalaman air

Penetrasi cahaya matahari

atau kecerahan adalah sangat

penting bagi tumbuhan lamun.

Tumbuhan lamun ini biasanya

tumbuh di laut yang sangat

dangkal, karena membutuhkan

cahaya yang sangat banyak untuk

mempertahan kan populasinya.

Tetapi pada perairan yang jernih,

tumbuhan ini bisa tumbuh di

tempat yang dalam. Kekeruhan

yang diakibatkan suspense

sedimen dapat menghambat

penetrasi cahaya, dan secara

otomatis kondisi ini akan

mempengaruhi kehidupan lamun.

Di perairan yang sangat keruh

tumbuhan lamun terbatas tumbuh

pada kedalaman 1,5 m. Kekeruhan

ini disebabkan karena pengaruh

pengadukan substrat dasar

perairan, akibat hilir mudik perahu

dan kapal. Sedimen-sedimen halus,

baik yang berasal dari erosi daratan

pantai atau limpahan sungai

maupun pengikisan dasar laut.

Sedimen-sedimen halus yang

melayang-layang tersebut akhirnya

mengendap di perairan lamun

ketika air tenang dan menempel di

permukaan daun lamun. Kondisi ini

dapat mengganggu kehidupan

lamun.

B. Suhu air

Suhu air mempunyai pengaruh

tidak langsung terhadap

fotosintesis, karena beberapa

proses metabolisme, seperti

respirasi dan pengambilan unsur

hara sangat tergantung suhu air.

Tumbuhan mikrofita, seperti

lamun, yang tumbuh pada kondisi

cahaya mendekati level

kompensasi (kekurangan cahaya)

akan mencapai pertumbuhan

optimum pada suhu rendah, tetapi

pada suhu tinggi, membutuhkan

cahaya yang cukup banyak untuk

mengatasi pengaruh respirasi

dalam rangka menjaga

keseimbangan karbon, hal ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan

lamun lebih efektif pada cahaya

yang rendah pada musim panas

daripada musim dingin. Air yang

hangat mungkin juga membuat

tanaman akan mudah terkena

penyakit dan cepat kering, atau

stres lainnya.

C. Salinitas

Seperti cahaya dan suhu air,

salinitas juga merupakan faktor

yang cukup penting bagi kehidupan

tumbuhan lamun. Secara umum

salinitas optimum untuk

pertumbuhan lamun adalah

berkisar antara 25%o-35%o.

Kemampuan adaptasi terhadap

salinitas adalah bervariasi diantara

spesies lamun. Lamun yang berada

di daerah estuaria cenderung lebih

toleran terhadap salinitas

(euryhaline) dibandingkan dengan

spesies yang stenohaline (di laut ).

D. Pergerakan air

Pergerakan air menentukan

pertumbuhan tanaman air, baik

yang mengapung maupun yang

menancap di dasar perairan,

seperti lamun. Pengaruh

pergerakan air, khususnya

terhadap pertumbuhan lamun,

antara lain terkait pada suplai

unsur hara, gas terlarut,

menghalau sisa-sisa metabolisme

atau limbah. Di ekosistem padang

lamun, faktor-faktor lain seperti

kecepatan arus dan ketebalan

lapisan air juga sangat menentukan

produktivitas lamun. Apabila

pergerakan air dapat

mempengaruhi pertumbuhan

lamun, sebaliknya keberadaan

lamun juga bisa mempengaruhi

hibridinamika air laut dengan cara

memodifikasi arus laut dan

gelombang, sehingga secara tidak

langsung juga berpengaruh

terhadap ekosistem padang

lamun,yaitu: penyebaran

organisme dan suplai makanan

mereka ; fluks daripada unsur hara

dan gas ; disperse gamet, spora,

dan larva.

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 15

…… Artikel

Page 16: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

E. Nutrien

Tumbuhan lamun juga dibatasi

oleh ketersediaan unsur hara.

Lamun mengambil unsur hara

terlarut melalui akar dan daun

dengan dominan rute tergantung

pada jenis unsur hara dan

konsentrasinya. Jika konsentrasi

pada kolom air tinggi, maka

pengambilan melalui daun

mungkin lebih dominan, namun

sebaliknya jika nilai ambang di

kolom air rendah, pengambilan

unsur hara akan lebih banyak

dilakukan melalui akar.

2. Potensi Ekosistem Padang Lamun

Produktivitas primer yang

berasal dari ekosistem padang

lamun, selain bersumber dari

tumbuhan lamun itu sendiri juga

berasal dari algae dan organisme

phytoplankton yang menempel di

daun lamun atau di sekitar perairan

tersebut. Sedangkan konsumennya

adalah polychaeta, moluska,

dekapoda. Keberadaan organisme

tersebut memungkinkan ekosistem

padang lamun berpotensi cukup

besar dalam menunjang secara

umum pengembangan di wilayah

pesisir. Potensi padang lamun

menurut Wood et all (1986) dan

Dawes (1981) adalah sebagai

berikut :

1. Padang lamun mempunyai daya

menangkap (trapped) sedimen,

menstabilkan substrat dasar,

dan menjernihkan air;

2. Padang lamun sebagai sistem

tumbuhan merupakan sumber

produktivitas primer, dimana

mempunyai nilai produksi yang

tinggi;

3. Padang lamun merupakan

sumber makanan langsung bagi

kebanyakan hewan;

4. Padang lamun merupakan

habitat yang baik bagi beberapa

jenis hewan air;

5. Padang lamun merupakan

substrat bagi organisme

(phytoplankton) yang

menempel;

6. Padang lamun mempunyai

kemampuan baik untuk

memindahkan unsur-unsur hara

terlarut di perairan yang ada di

permukaan sedimen;

7. Akar-akar dan rhizome padang

lamun mampu mengikat

sedimen sehingga mencegah

erosi.

Diantara potensi padang

lamun diatas, menurut McRoy dan

Helffrich (1980) bahwa ekosistem

padang lamun juga memiliki

manfaat untuk berbagai hal,yaitu:

1. Penyaring limbah dan penstabil

sedimen;

2. Karena daun tumbuhan lamun

mempunyai kandungan lignin

yang rendah dan cellulose yang

cukup tinggi,maka dapat

digunakan sebagai bahan dasar

kertas;

3. Rhizoma muda dari jenis

tertentu, seperti zostera, dapat

dimasak, dan buah dari

beberapa jenis lamun lainnya

dapat dimakan langsung;

4. Daun-daun kering lamun dapat

dimanfaatkan sebagai makanan

ternak.

Mengingat begitu besar

manfaat ekosistem padang lamun

dalam menunjang produktivitas

perairan laut, maka diperlukan

peran serta masyarakat secara

menyeluruh dalam menjaga

keberlangsungan dan keberadaan

ekosistem padang lamun agar

potensi tersebut dapat

termanfaatkan bagi

pengembangan wilayah pesisir

sehingga dapat memberikan

kontribusi bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat kawasan

konservasi.

Sumber Pustaka

Supriharyono.2007.Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.Pustaka Pelajar.Yogyakarta.428

Supriharyono.2000.Pelestarian Sumberdaya Ekosistem Wilayah Pesisir dan Lautan di Daerah Tropis.PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 16

Artikel ……

*)Calon PEH pada BBTNTC

Page 17: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 17

Everyday is Earth Day

Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22

April merupakan gerakan yang peduli dengan kondisi

bumi yang semakin lama semakin banyak mengalami

kerusakan. Sebelum manusia mengenal teknologi

modern seperti saat ini, manusia sangat bergantung

kepada alam. Namun, setelah manusia mengenal

teknologi dari yang sederhana sampai saat ini, manusia

mulai mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Perlahan namun pasti, aktivitas mereka akan

menyebabkan turunnya daya dukung bumi dan

“beban” bumi menjadi semakin berat..

Bumi yang kita huni bersama ini merupakan

tempat yang sangat mendukung berbagai aktivitas

manusia dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan

hidupnya. Bumi sebagai ciptaan Tuhan menyediakan

tanah yang mengandung berbagai macam sumber

daya tambang dan air (lautan dan sungai) yang

menjadi tempat hidup berbagai macam makhluk

hidup, yang seluruhnya untuk kepentingan manusia.

Cepatnya pertumbuhan penduduk setiap tahunnya,

mendorong manusia untuk menciptakan berbagai cara

dan metode demi pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Jumlah manusia pada bulan Oktober 2011

diperkirakan mencapai 7 milyar orang. Dengan jumlah

itu, dapat kita bayangkan betapa banyak kebutuhan

yang harus dipenuhi dan berapa banyak energi yang

dipakai atau sisa (limbah) dari hasil kegiatan manusia

tersebut.

Kegiatan atau aktivitas kita sebagai manusia

yang seringkali tidak kita sadari (atau pura2 tidak kita

sadari) antara lain : menebang kayu untuk berbagai

keperluan (perumahan, pembuatan kertas, furniture,

dll), membuang sampah sembarangan, menggunakan

tas plastik yang sulit terurai oleh mikroorganisme dan

memakai energi listrik yang berlebihan merupakan

aktivitas-aktivitas yang menambah "beban” bumi kita.

Masih banyak aktivitas lain yang menyebabkan kondisi

bumi semakin rusak.

Aktivitas yang beberapa tahun terakhir

dilakukan oleh manusia untuk mengurangi beban bumi

dan menghemat energi, antara lain: memadamkan

listrik (lampu) pada jam tertentu (earth hour), car free

day, gerakan kembali ke alam (back to nature/ green

lifesytle). Kita sebagai masyarakat awam, hal-hal yang

bisa kita lakukan untuk meringankan “beban” bumi

antara lain: memilah dan mengolah sampah (recycle),

menggunakan tas/plastik yang sudah kita miliki untuk

wadah atau tempat sesuatu (reuse) dan mematikan

lampu/alat elektronik saat tidak diperlukan (reduce)

serta tidak boros dalam menggunakan air.

Banyak pusat perbelanjaan yang menggunakan

plastik pembungkus yang dapat didaur ulang. Mereka

pun menjual kantong belanja yang terbuat dari kain

untuk mendukung gerakan mengurangi penggunaan

kantong plastik. Hal ini menunjukkan betapa banyak

pihak yang sebenarnya peduli untuk mengubah

…… Artikel

Rini Purwanti,S.Si*)

Tidaklah egois jika kita menunjukkan

ungkapan cinta kita setiap hari

kepadanya…..

Page 18: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

kebiasaan untuk meringankan “beban” yang harus

ditanggung bumi ini.

Walaupun mungkin berat, namun apabila dari

diri pribadi kita dan mulai sekarang kita lakukan hal-hal

tersebut paling tidak akan mengurangi beban atau

kerusakan bumi dan mudah-mudahan anak cucu kita

masih bisa menikmati apa yang bumi sediakan untuk

kita. Sebuah perubahan besar pasti diawali oleh

perubahan-perubahan kecil di belakangnya. Marilah

kita memulai perubahan demi bumi kita ini dengan

melakukan hal-hal yang sederhana, memulainya dari

diri sendiri dan melakukannya dari sekarang.

Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan dan

memacu semangat bagi penulis dan para pembaca

untuk selalu menjaga bumi kita tercinta. Meskipun hari

bumi diperingati setiap tanggal 22 April , namun

tidaklah egois jika kita menunjukkan ungkapan cinta

kita setiap hari padanya karena memang setiap hari

kita melakukan berbagai macam aktivitas di atas bumi

yang kita cintai ini.

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 18

Artikel ……

*)Calon PEH pada BBTNTC

Page 19: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Latar Belakang Wilayah pesisir dan kelautan

Indonesia dengan panjang pantai sekitar 81.000 km dan luas mencapai 3,1 juta km2 merupakan potensi sumberdaya yang kaya dan beragam, telah dimanfaatkan sebagai salah satu media bagi sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani (Dahuri, 2001).

Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dan berkembangnya jumlah penduduk merupakan kondisi yang harus diantisipasi agar sumberdaya alam laut tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan. Terutama dalam era otonomi khusus dengan diundangkannya UU Nomor 21 tahun 2001, Provinsi Papua termasuk Papua Barat memiliki kewenangan yang besar untuk mengelola sumberdaya laut sejauh 12 mil dari batas pantai bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kesempatan mengelola sumberdaya laut ini jika salah dimanfaatkan tidak saja merusak keberlangsungan fungsi ekosistem kawasan, namun juga berdampak pada memperburuk kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat yang berdomisili di dalam kawasan TNTC dapat dikategorikan sebagai masyarakat peramu, dimana sebagian besar aktivitas kehidupannya cenderung masih memanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya baik di darat maupun di laut. Sebagai masyarakat pesisir tentunya kegiatan yang berhubungan dengan laut lebih dominan daripada di darat, kendatipun demikian aktivitas lain seperti

meramu sagu, berkebun dan beternak masih rutin dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lokasi pemukiman masyarakat di dalam kawasan TNTC sebagian besar merupakan wilayah zona penyangga (buffer zone) dengan pemanfaatan terbatas pada teknik dan lokasi pemungutan hasil laut. Tingginya nilai ekonomi sumberdaya alam laut maupun darat berkorelasi langsung dengan tingginya interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi. Hal ini melatarbelakangi berbagai conflict of interest yang terjadi di sekitar kawasan konservasi.

Pemanfaatan sumberdaya alam laut tidak saja dilakukan oleh masyarakat setempat namun juga oleh pelaku-pelaku usaha yang datang ke wilayah TNTC. Kerawanan kawasan akibat kegiatan eksploitasi dan perdagangan tanpa mengindahkan prinsip kelestarian di dalam kawasan Taman Nasional ini, perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus selain untuk melindungi fungsi kawasan sebagai areal konservasi, juga untuk memperkecil resiko konflik akibat kompetisi pemanfaatan sumberdaya alam antara penduduk setempat dengan pendatang. Dalam konteks tersebut, dirasa perlu mengkaji kebijakan sistem perdagangan hasil laut di dalam kawasan TNTC dengan melihat bagaimana mekanisme pemanfaatan dan sistem perdagangan sumberdaya alam laut.

Perizinan

Proses perizinan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan hasil alam, bagi para pelaku usaha sebagian besar masih dilakukan melalui pendekatan personal kepada masyarakat terutama kepala desa,

aparat desa, kepala suku atau tokoh masyarakat pemilik hak ulayat. Perizinan yang diberikan mencakup daerah atau wilayah yang akan dieksploitasi dengan batas waktu, tempat, jenis dan kuantitas komoditi yang akan dikumpulkan. Proses perizinan tersebut hanya sebatas tingkat desa dan diketahui oleh para aparat desa dan sebagian masyarakat.

Di samping perizinan tingkat desa, para pelaku usaha juga meminta ijin kepada dinas perikanan kabupaten setempat dengan dikeluarkannya Surat Ijin Usaha Perikanan dan Balai TNTC selaku institusi pengelola kawasan konservasi mengeluarkan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dan secara teknis diawasi oleh petugas di lapangan.

Rantai Tata Niaga

Para pelaku usaha/pengusaha yang dimaksud adalah seseorang atau sekelompok orang yang tinggal sementara dengan tujuan melakukan kegiatan pengumpulan hasil alam, pada wilayah, waktu, jenis dan jumlah komoditi tertentu dimana keberadaan mereka diketahui oleh aparat dan warga desa, serta memberi kontribusi dari usahanya tersebut kepada desa. Sementara jenis komoditi yang diusahakan lebih cenderung pada komoditi dengan nilai ekonomi yang tinggi baik di pasar domestik, nasional maupun pasar ekspor. Mereka ini biasanya merupakan kepanjangan tangan dari para pengusaha ekspor yang berskala besar terutama di daerah basis pelabuhan ekspor.

Ada juga orang luar yang telah berdomisili dan menjadi warga desa yang mengusahakan usaha dagang di wilayah tersebut dan disebut pedagang. Mereka

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 19

…… Artikel MEKANISME PERDAGANGAN PRODUK SUMBERDAYA LAUT DI

KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL TELUK

CENDERAWASIH Oleh : Iga Nurapriyanto dan Baharinawati W. Hastanti *)

Page 20: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Menu hidangan saat Acara lepas sambut tahun baru 2011 (kiri) dan perpisahan bpk Edward Sembiring dan bpk Maryono yang mutasi ke Balai Besar KSDA Sumut dan Balai KSDA Kalsel di Rumah Dinas Kepala Balai Besar TNTC

Pelatihan monitoring tempat pemijahan ikan SPAG’s, kerjasama Balai Besar Taman Nasional Teluk

Cenderawasih dengan WWF-Indonesia

Peresmian SpeedBoat “GORANO” Kendaraan operasional Patroli pengamanan kawasan

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 20

BERITA GAMBAR :

Page 21: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Penandatangan Nota MoU Kerjasama antara UPT Balai Besar TNTC dengan Mitra WWF Teluk Cenderawasih

Project

Pelatihan Selam Tingkat Dasar yang Merupakan Pelatihan Swadana Kerjasama antara Balai Besar

TNTC, UNIPA dan WWF

Pembekalan Tim Sosialisasi Zonasi kawasan TN Teluk Cenderawasih yang difasilitasi oleh

WWF Teluk Cenderawasih Project

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 21

…… Berita gambar

Page 22: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

kerap kali melakukan kegiatan perdagangan dengan menjual barang-barang kebutuhan masyarakat di dalam desa tersebut maupun antar desa atau antar pulau. Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh pedagang tidak sebatas pada proses penjualan barang kebutuhan masyarakat setempat tetapi juga sebagai pengumpul hasil-hasil alam baik berupa hasil darat maupun hasil laut.

Sedikitnya terdapat 2 karakter hubungan ikatan kerja antara para pelaku usaha, yaitu:

a.Hubungan informal tanpa ikatan kerja. Para nelayan berstatus sebagai pelaku usaha bebas yang tidak memiliki ikatan dalam melakukan kegiatan pemungutan dan pemasaran kepada pedagang pengumpul atau lembaga tataniaga pada tingkat berikutnya.

b. Hubungan formal dengan ikatan kerja baik antara nelayan dengan pedagang pengumpul maupun pengusaha induk.

Pada kenyatannya jenis hubungan informal tanpa ikatan kerja yang paling banyak diterapkan, dengan alasan efisiensi dan efektivitas serta meminimalkan benturan-benturan sosial yang terjadi, namun memiliki keterbatasan pada kontinuitas dan produktivitas produksi. Penggunaan masyarakat lokal setempat (berkisar antara 1-3 orang) sebagai karyawan pada satu sisi memiliki prinsip memberdayakan masyarakat namun di sisi lain merupakan potensi terjadinya konflik sosial intern, mengingat perbedaan karakteristik sosial, budaya dan ekonomi masyarakat setempat. Hal ini disebabkan oleh dualisme pemahaman yang terjadi, antara lain: 1).

pedagang pengumpul membutuhkan orang yang dapat membantunya melakukan produksi dengan jumlah yang terbatas sedangkan sebagian besar masyarakat setempat masih banyak yang menganggur; 2). tidak semua masyarakat menyetujui kegiatan pemungutan yang dilakukan pada wilayahnya tanpa mendapatkan kontribusi yang nyata dari pedagang pengumpul mengingat mereka juga memiliki hak yang sama sebagai pemilik hak ulayat; 3). Kurangnya transparansi harga pasar riil yang dijual pedagang pengumpul ke pasar, sehingga ada sebagian anggapan dari masyarakat bahwa harga yang diterapkan pada lokasi pemungutan sangat jauh di bawah harga riil yang berlaku di pasar industri dengan margin keuntungan yang sangat besar dinikmati pedagang; 4). Adanya perbedaan persepsi masyarakat lokal terhadap status kawasan konservasi dengan pemanfaatan yang berbasis kelestarian, sedangkan pemungutan beberapa jenis komoditi justru menggunakan alat dan bahan yang berbahaya terhadap lingkungan laut, seperti kompresor bukan standar penyelaman, gancu, asam sianida maupun bom.

Dari hasil pengamatan di lapangan, sedikitnya terdapat 3 (tiga) model eksploitasi hasil laut yang dilakukan oleh para pedagang/pengusaha di kawasan TNTC, yaitu :

1.Nelayan menyetor dan menjual kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul hanya bentindak secara pasif di pulau.

Rantai Tataniaga Model 1.

Pada perdagangan Model 1, jenis-jenis komoditi laut yang sering dimanfaatkan secara langsung oleh konsumen adalah ikan segar dan ikan asin namun dalam skala produksi kecil dan terbatas. Mekanisme pengambilan dilakukan oleh nelayan atau masyarakat setempat yang menjualnya kepada pedagang pengumpul dalam keadaan segar (fresh). Sedangkan Proses penggaraman serta pengeringan dilakukan oleh para pedagang pengumpul dengan alasan menjaga kualitas produk.

2.Pengusaha/pedagang pengumpul dan nelayan/masyarakat lokal melakukan kegiatan pengambilan hasil laut secara bersama dan eksportir datang ke lokasi yang telah disepakati. Pada kondisi ini kapasitas produksi yang ditargetkan cenderung lebih besar dengan sasaran pasar ekspor.

Rantai Tataniaga Model 2.

Jenis-jenis komoditi laut yang diusahakan pada model 2 terutama jenis komoditi hasil laut yang membutuhkan kondisi segar/hidup seperti jenis-jenis ikan karang, ikan hias dan lobster. Kondisi segar/hidup ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan harga komoditi di pasar ekspor. Pada model ini, nelayan pencari ikan umumnya berasal dari kampung di kawasan TNTC yang diupah dengan dibekali bahan dan perlengkapan penyelaman.

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 22

artikel ……

Nelayan/

Masyara-

kat Lokal

PasPengusaha

Induk

Pedagang

Pengum-

pul

Nelayan /

Masyarakat

Lokal

Pengusaha / Pedagang Pengumpul

Eksportir Pasar

Page 23: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Hasil tangkap selanjutnya disimpan dalam keramba hingga diambil eksportir.

3.Eksportir bertindak sebagai pelaksana langsung di lapangan dengan kapasitas produksi berskala besar dan penggunaan armada, peralatan tangkap dengan teknologi yang relatif modern.

Rantai Tataniaga Model 3.

Kegiatan pemungutan yang dilakukan pada model 3, lebih cenderung dilakukan oleh para pelaku usaha illegal baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Beberapa jenis hasil laut yang diambil cenderung pada jenis-jenis ikan karang seperti Napoleon wrasse, lobster, sirip ikan hiu dan teripang dengan nilai jual yang tinggi untuk langsung dijual ke pasar ekspor.

Sayangnya dalam pengambilan jenis-jenis ikan karang ini cenderung mengancam kelestarian terumbu karang dan biota laut lainnya dengan penggunaan berbagai bahan dan peralatan yang berbahaya, diantaranya pukat harimau, kompresor selam, bom ikan, Pottasium cyanida, dan gancu.

Dari ketiga model di atas persentase kecenderungan menunjukkan model pertama lebih banyak mendominasi perdagangan hasil laut di sekitar

TNTC yakni sebesar 79 % dibanding model kedua dan ketiga yakni masing-masing sekitar 8 % dan 13 %.

Kondisi ini menunjukkan bahwa mayoritas pemanfaatan sumberdaya laut di kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih masih didominasi oleh pola pemanfaatan tradisional dengan menggunakan model 1. Namun adanya pola pemanfaatan pada model 3 perlu diwaspadai dan diminimalkan karena tidak menerapkan prinsip kelestarian kawasan dan pemberdayaan masyarakat khususnya di dalam kawasan.

Pemasaran

Bagi masyarakat setempat yang sekaligus sebagai pelaku usaha bidang perikanan, pemasaran hasil laut selama ini dilakukan oleh para pedagang pengumpul antar desa atau antar pulau dengan harga kesepakatan yang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Jenis komoditi dimaksud adalah seperti teripang, ikan segar dan ikan olahan (ikan asin). Adanya pedagang pengumpul ini cenderung lebih memudahkan penyediaan pasar hasil laut mengingat keterbatasan sarana transportasi guna menjangkau antar desa maupun antara desa dan kota distrik. Selanjutnya pedagang pengumpul tersebut memasarkannya ke kota distrik maupun kota kabupaten.

Persepsi Masyarakat.

Keberadaan para pengusaha/pedagang/pelaku usaha bidang perikanan dari hasil pengamatan dalam berinteraksi dengan masyarakat setempat dalam melakukan aktivitasnya cukup kondusif terutama bagi para pelaku usaha yang telah

berdomisili sebelumnya. Hal ini terlihat dari harmonisasi hubungan kemasyarakatan maupun di saat proses produksi. Kehadiran pelaku usaha mendorong terjadi interaksi ekonomi di desa, terutama saat terjadi surplus produksi, seperti ikan segar, ikan asing dan teripang.

Bagi para pelaku usaha yang datang dari luar P. Rumberpon dan melakukan proses pengumpulan hasil laut dengan melibatkan sebagian masyarakat setempat lebih cenderung menciptakan konflik horisontal terutama bagi masyarakat yang kurang atau tidak mendapatkan manfaat dari kehadiran pelaku usaha tersebut, seperti penggunaan tenaga kerja lokal.

Manfaat lainnya adalah transfer tehnologi dan pengetahuan cara pengolahan hasil laut, meski tidak dapat dipungkiri pada saat bersamaan terjadi pula transfer pengetahuan yang destruktif dalam pemungutan hasil laut di sekitar lingkungan TNTC, seperti penggunaan alat dan bahan yang dilarang (bahan peledak, bahan peledak, gancu) dalam penangkapan ikan. Pengusaha juga berpartisipasi dalam membantu desa baik dalam penyediaan fasilitas desa maupun fasilitas keagamaan (gereja), selama berlangsungnya kegiatan pemungutan hasil laut.

*) Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Manokwari

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 23

…… artikel

Eksportir Pasar

Komposisi Model Pemanfaatan Sumber-daya Laut

Model 1 Model 2 Model 3

79 %

8 %

13 %

Page 24: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

agi menyingsing menguak kota

Manokwari. Hari itu kami akan

memulai perjalanan menuju kota

Wasior untuk kegiatan Monitoring

Pengamanan Partisipatif/Swakarsa

Masyarakat (PAM Swakarsa). PAM

Swakarsa itu sendiri adalah salah

satu upaya yang dilakukan oleh

Balai Besar Taman Nasional Teluk

Cenderawasih (BBTNTC) dalam

pelibatan dan pemberdayaan aktif

masyarakat dalam mengamankan

dan menjaga kawasan konservasi

yaitu di Teluk Cenderawasih.

Memang program ini belum cukup

lama digulirkan; namun upaya

monitoring, evaluasi serta

perbaikan selalu dilakukan guna

meningkatkan efektifitas dan

efisiensi kegiatan sekaligus

tercapainya target pemberdayaan

masyarakat secara mandiri.

Kegiatan Monitoring PAM

Swakarsa ini beranggotakan 7

orang yaitu:

Kegiatan Monitoring PAM

Swakarsa ini diketuai langsung oleh

Pak Cahyo. Setelah mempersiapkan

barang bawaan yang harus dibawa

kami pun mulai bersiap pergi ke

pelabuhan untuk menumpang

Kapal KM. Ngapulu yang berangkat

pada hari itu. Siang itu kami

berangkat ke pelabuhan dengan

tenang. Kamipun datang ke

pelabuhan, konsolidasi sebentar

dan akhirnya menaiki kapal. Jam

15.00 WIT kapal berangkat menuju

Wasior. Selama perjalanan laut

terus bergejolak tidak tenang,

namun setelah melewati waktu

akhirnya sekitar jam 23.00 kami

tiba di Kota Wasior.

Di Wasior kami hanya stay

sebentar sampai dengan siang hari

untuk menunggu jemputan ke

wilayah seksi yang akan kami

monitoring. Sungguh layaknya para

pengungsi yang kembali ke

kampung halamannya, kami seakan

tak kuasa melihat kondisi kota

Wasior pasca bencana banjir

bandang. Luluh lantak tak bersisa,

terlihat jelas lumpur kering masih

menutupi jalanan kota, air

menggenang di kanan-kiri jalanan

bahkan camp tempat kami

menginap milik BPTN Wilayah II

Wasior ternyata sudah bergeser 4-

5 meter dari tempatnya semula.

Cukup trenyuh melihat kondisi

seperti itu. Namun setelah pagi

menyingsing suasana itu seakan

buyar sama sekali karena melihat

aktivitas warga yang sudah

menggeliat. Lalu lalang kendaraan,

bergulirnya jual beli dan sudah

berdirinya rumah-rumah

(walaupun hanya papan dan kayu

sebagai dindingnya) menunjukkan

bahwa kota ini sudah siap

dibangun kembali.

Siang harinya, sekitar pukul

13.30 akhirnya long boat

“Rasmundi” yang akan kami pakai

kegiatan monitoringpun datang.

Dinahkodai oleh Pak Frans Kusi

Sineri, S.E. (Kepala Seksi

Pengelolaan TN. Wilayah IV Roon),

kami pun segera mengambil

barang dan mengangkutnya ke

perahu tersebut. Ikut dalam

rombongan kami Kepala SPTN Wil

III Aisandami yaitu Pak Dominggus

K. Inggesi, S.Sos.. And the journey

begun…bye Wasior. Perjalanan

pertama kami adalah menuju

kampung Sobei. Di kampung ini

terdapat sebuah dermaga kecil

tempat kapal nelayan berlabuh.

Setelah long boat kami merapat,

tim monitoring langsung bergerak

menuju rumah Kepala Kampung

Sobei. Ketika kami sudah berada di

sana, ternyata kepala kampung

sedang berada di Wasior. Namun

kami diberitahu oleh tetangga

sekitar bahwa beliau akan pulang

kembali dalam waktu yang tidak

lama. Akhirnya kami menunggu,

setelah menunggu ± 1 jam akhirnya

orang yang kami tunggu pun

datang. Alhasil kami dipersilakan

masuk ke dalam rumah dan

melakukan sedikit wawancara

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 24

DARI LAPANGAN :

PERJALANAN TIM MONITORING PENGAMANAN PARTISIPATIF/

SWAKARSA MASYARAKAT DI BPTN WILAYAH II WASIOR Oleh: Imam Setyo Hartanto, S.Hut.*

Page 25: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

sebagai bahan monitoring

pelaksanaan PAM Swakarsa.

Keluar dari kampung Sobei

ternyata sudah cukup sore.

Perjalanan kami lanjutkan menuju

kampung Sariyai. Di bawah sinar

bulan separuh, kami pun menuju

kampung baru hasil pemekaran ini.

Di kampung ini belum tersedia

dermaga sehingga long boat harus

bersandar di bibir pantai. Sama

seperti yang kami lakukan di

kampung Sobei, disini kami

berusaha menemui Kepala

Kampung Sariyai. Lagi-lagi orang

yang kami ingin temui

sedang pergi. Kami pun

disambut oleh Sekretaris

Kampung dan tanpa

membuang waktu, kami

memperkenalkan diri dan

langsung melakukan

wawancara dengan beliau.

Di temani beberapa anggota

kelompok nelayan, kamipun

berbincang-bincang dengan

santai dan penuh rasa

kekeluargaan. Disela-sela

wawancara terungkap bahwa

sebagaian dari para nelayan belum

menjalankan kewajibannya untuk

mencatat dan melaporkan

penggunaan BBM dan hasil

tangkapannya. Alhasil, para

petugas wilayah dalam hal ini

diwakili langsung oleh Kepala SPTN

(Pak Frans dan Pak Inggesi)

menjelaskan kembali tugas dan

kewajiban masyarakat penerima

bantuan BBM.

Malam harinya kami

meneruskan perjalanan ke

kampung Yende tempat kantor

SPTN IV Roon berada sekaligus

beristirahat sebelum esoknya

melakukan monitoring di kampung

yang lain. Diantara deburan ombak

di laut dan cahaya bulan separuh

perjalanan tersebut seakan

menghentikan waktu. Hampir

tengah malam akhirnya kami

sampai di Yende. Di dermaga kami

sudah dinantikan oleh para

penduduk kampung Yende. Entah

memang sambutan atau mereka

hanya menunggu titipan bahan

makanan kebutuhan pokok yang

dibeli dari Wasior, namun seakan

kampung tersebut tak pernah

tidur. Dan akhirnya kami pun

menuju kantor SPTN IV Roon untuk

beristirahat sekaligus

membersihkan badan setelah

perjalanan seharian. Setelah mandi

dan makan malam sebentar, kami

pun beramah tamah dengan

penduduk kampung Yende.

Diselingi cerita-cerita lucu dan

obrolan ringan lainnya malam pun

berubah hari dan beberapa

anggota akhirnya terlelap dalam

buaian nyayian tidur.

Keesokan harinya kami

memulai aktivitas pagi seperti

biasa; bangun, cuci muka, minum

teh atau kopi susu, menyapa

masyarakat yang akan berangkat

kebaktian di gereja, mandi dan siap

untuk memulai aktivitas hari itu.

Makan pagi sudah tersedia di

dapur dan kami pun makan

bersama. Selesai makan kami

merencanakan untuk kegiatan

monitoring di dua kampung yaitu

Yende itu sendiri dan Syabes. Hari

itu bertepatan dengan datangnya

berita duka dari kampung Syabes

bahwa salah satu penduduknya

telah dipanggil oleh Tuhan Yang

Maha Esa sehingga kami

memutuskan untuk langsung

berangkat ke kampung Syabes

untuk melayat sekaligus menemui

kepala kampung untuk interview.

Kampung Syabes terletak

bersebelahan dengan kampung

Yende hanya dipisahkan oleh

tanjung.

Didampingi oleh Kader

Konservasi Kampung Yende

kami pun berangkat dengan

‘Rasmundi’ menuju kampung

Syabes. Dalam waktu yang

tidak cukup lama kami pun

akhirnya sampai di kampung

Syabes. Karena waktu yang

cukup singkat maka kami di

bagi 2 kelompok. tim

monitoring menemui Kepala

Kampung Syabes untuk wawancara

sedangkan Pak Frans dan Kader

Konservasi melayat ke keluarga

yang berduka. Hari beranjak siang

dan kami telah menunaikan

kewajiban kami di Kampung Syabes

sehingga kami berpamitan ke

kepala kampung dan mengucapkan

terima kasih atas bantuan yang

telah diberikan. Tim kembali ke

kampung Yende, dan direncanakan

setelah makan siang akan

wawancara dengan perangkat

kampung Yende guna

menuntaskan monitoring di BPTN

Wilayah II Wasior ini.

Seusai makan siang dan

istirahat sebentar kami pun

meneruskan kegiatan Monitoring

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 25

…… dari lapangan

Page 26: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

PAM dengan menemui perangkat

kampung setempat. Wawancara

kami lakukan tidak dengan kaku

layaknya investigasi namun kamu

lakukan dengan obrolan ringan

sambil diselingi candaan. Setelah

selesai, kami pun berpamitan dan

kembali menuju kantor SPTN

sekaligus melakukan rekap

sementara hasil interview. Dari

hasil wawancara yang telah

dilakukan di 4 kampung BPTN

Wilayah II Wasior ternyata hampir

keseluruhan menunjukkan

trend/jawaban yang

hampir serupa. Tim

monitoring mendapatkan

kesimpulan bahwa:

1. Masyarakat sangat

antusias saat

mendapatkan bantuan

BBM untuk kegiatan

Pengaman Partisipatif/

Swakarsa Masyarakat.

2. Penghasilan masyarakat

semakin meningkat

selama mendapatkan bantuan

BBM.

3. Kesadaran masyarakat dalam

menjaga dan memelihara

kawasan termasuk ekosistem di

dalamnya semakin baik.

4. Masih ada beberapa anggota

masyarakat penerima bantuan

yang tidak memenuhi

kewajibannya melakukan

pencatatan dan pelaporan

penggunaan BBM dan hasil

tangkapan serta kejadian di

kawasan laut.

5. Masih sering ditemukan nelayan

dari daerah lain yang mengambil

ikan di wilayah perairan

masyarakat.

Tugas telah ditunaikan dan

saatnya bersantai sejenak bersama

masyarakat kampung Yende.

Malam itu masyarakat sedang

bersiap-siap melakukan kerja bakti

di seputaran gereja untuk

menyambut Natal. Di sela-sela

kesibukan masyarakat yang begitu

antusias, saya mengabadikan apa

yang sedang mereka lakukan dalam

jepretan foto. Begitupun dengan

Pak Frans dan kader konservasi

lainnya, mereka bahu-membahu

membenahi bangunan gereja;

termasuk Gereja Tua Isna Jedi di

Yende. Larutnya malam tak

menyurutkan masyarakat

menemani kami di malam terakhir

sebelum kepulangan Tim

monitoring kembali ke Manokwari.

Fajar menyeruak

membangunkan bumi, nyanyian

burung gereja membuka mata yang

masih lelap. Satu persatu anggota

tim bangun dan mempersiapkan

diri menyambut pagi nan cerah.

Kam pun mempersiapkan barang

bawaan dan peralatan lain yang

harus dibawa kembali ke

Manokwari. Setelah mandi dan

membereskan kantor, kami

langsung membawa barang dan

peralatan ke long boat. Tidak ada

barang tambahan lain selain bekal

makanan dan minuman sebab kami

benar-benar melakukan kegiatan

untuk kerja dan bukan bersenang-

senang dengan membawa

segudang oleh-oleh. Beranjak

siang, akhirnya kami berpamitan

dengan masyarakat dan menuju

long boat. Ada hal menarik waktu

kami akan meninggalkan kampung

Yende. Ada sebuah hadiah yang

dibawa oleh Pak Frans (yaitu: bola).

Beberapa anak kecil kampung

Yende diikutkan naik ke long boat.

Long boat bergerak keluar

kampung, berputar satu kali dan

kembali mendekati kampung

Yende kemudian anak-anak

tadi terjun dari long boat,

berenang dan akhirnya Pak

Frans menendang bola

kearah mereka. Lalu anak-

anak tadi berenang

memperebutkan bola hadiah

tadi. Ya itulah salah satu

upacara yang dilakukan

dengan tujuan agar yang

pergi mendapatkan

keselamatan sampai tujuan

dan bisa kembali ke

kampung Yende pada kesempatan

yang lain. Salah satu kearifan lokal

yang harus kita jaga dan lestarikan.

Akhirnya setelah melewati

lautan yang tehampar luas, sekitar

jam 21.00 WIT kami akhirnya tiba

di Manokwari. Dijamu sebentar di

rumah Pak Frans akhirnya kami

kembali ke rumah masing-masing

dengan selamat. Itulah sedikit

cerita perjalanan Tim monitoring

PAM Swakarsa selama berada di

BPTN Wilayah II Wasior.

*) Calon PEH Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 26

dari lapangan ……

Page 27: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

B erdasarkan penetapan

Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor: 8009/

Menhut-II/2002 tanggal 29 Agustus

2002 tentang Penetapan Taman

Nasional Teluk Cenderawasih

seluas 1.453.000 Ha. Secara

administratif, TNTC berada di 2

(dua) wilayah pemerintahan,

yakni : Kabupaten Nabire Provinsi

Papua dan Kabupaten Teluk

Wondama Provinsi Papua Barat.

Sekitar satu per tiga dari luasan

tersebut berada di wilayah

Kabupaten Nabire sedangkan dua

per tiga di wilayah Kabupaten

Teluk Wondama. Dan Berdasarkan

UU No 5 tahun 1990, Taman

Nasional adalah kawasan

pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan

sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata,

dan rekreasi alam.

Zonasi kawasan TN Teluk

Cenderawasih kini sudah

ditetapkan setelah menempuh

proses yang cukup lama sejak

tahun 1988 untuk merancang dan

menyusun zonasi. Penetapan

zonasi kawasan TNTC berdasarkan

Surat Keputusan Dirjen PHKA

Nomor : Sk.121/IV-KK/2009 tanggal

15 Juli 2009 tentang Zonasi Taman

Nasional Teluk Cenderawasih,

maka zonasi TNTC terbagi 6 zona

antara lain Zona Inti, Zona

perlindungan Bahari/Rimba, Zona

Pariwisata, Zona Tradisional, Zona

Pemanfaatan Umum dan Zona

Khusus.

Salah satu zona adalah Zona

pariwisata yang merupakan bagian

dari taman nasional yang letak,

kondisi dan potensi alamnya yang

terutama dimanfaatkan untuk

kepentingan pariwisata alam dan

kondisi/jasa lingkungan lainnya.

Penetapan zona pariwisata dalam

kawasan TNTC karena TNTC

memiliki potensi Obyek dan Daya

Tarik Wisata Alam (ODTWA),

antara lain berupa

keanekaragaman hayati, keunikan

dan keaslian budaya tradisional,

keindahan bentang alam, gejala

alam, peninggalan sejarah/budaya.

Potensi keanekaragaman hayati

dan ekosistemnya serta situs-situs

budaya/ sejarah di dalam kawasan

TNTC merupakan potensi obyek

dan daya tarik wisata (ODTW) yang

dapat dikelola untuk kesejahteraan

masyarakat di kawasan TNTC

khususnya di wilayah Kabupaten

Nabire.

Dalam rangka

mengoptimalkan pengelolaan

pemanfaatan pariwisata alam di

kawasan Taman Nasional Teluk

Cenderawasih diperlukan adanya

kesamaan presepsi diantara Balai

Besar TNTC selaku pemangku

kawasan dengan para stakeholder

selaku mitra di kawasan. Terkait ini

maka perlu dilakukan kegiatan

semiloka Sinergitas Pemanfaatan

Wisata Alam di Kawasan TNTC

sehingga secara bersama-sama

dapat mengelola, memanfaatkan

dan mengembangkan potensi

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 27

…… dari lapangan

SEMILOKA SINERGITAS PEMANFAATAN WISATA ALAM

KAWASAN TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

DI KABUPATEN NABIRE Oleh: Sumaryono, S.Hut.*)

Page 28: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

pariwisata alam di kawasan TNTC

secara optimal dan berkelanjutan.

Maksud dilaksanakan

kegiatan semiloka tersebut adalah

membuka ruang informasi dan

diskusi antara pihak pemangku

wilayah dengan para pemangku

kepentingan yang berada di

wilayah Kabupaten Nabire.

Sedangkan Tujuan Semiloka

Sinergitas Pemanfaatan wisata

alam kawasan Taman Nasional

Teluk Cenderawasih dengan Pihak

terkait adalah; 1. Menyamakan

persepsi terhadap visi dan misi dari

para pemangku kepentingan dalam

Pemanfaatan Potensi Wisata Alam

di kawasan Taman Nasional Teluk

Cenderawasih; 2. Membangun

komitmen bersama dalam

pengelolaan dan pengembangan

Pariwisata Alam di kawasan

konservasi Taman Nasional Teluk

Cenderawasih; 3.

Mengkoordinasikan dan

mensinergiskan program atau

kegiatan dengan berbagai pihak

yang berkepentingan di dalam

kawasan Taman Nasional Teluk

Cenderawasih antara Pemda/

Dinas terkait seperti Dinas

Kebudayaan, Pemuda Olahraga dan

Pariwisata, Bappeda, Balai Besar

TN. Teluk Cenderawasih selaku

pengelola kawasan, Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) serta

stakeholder lainnya baik di

Kabupaten Nabire.

Peserta semiloka antara lain

dengan melibatkan beberapa

instansi terkait seperti Bappeda

Kabupaten Nabire, Dinas

Kebudayaan, Pemuda Olahraga dan

Pariwisata Kabupaten Nabire,

Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Nabire, DPRD

Kabupaten Nabire, Dinas

Kehutanan Kabupaten Nabire,

Dinas Perhubungan Laut, POLAIR,

Balai Besar TNTC, Bidang

Pengelolaan KSDA Papua di Nabire,

Kepala Distrik yang masuk wilayah

TNTC, Dunia usaha serta LSM.

Sedangkan sebagai pembicara/

narasumber dalam pertemuan

semiloka tersebut adalah Kepala

Bappeda Nabire dan Dinas

Kebudayaan, Pemuda Olahraga dan

Pariwisata kabupaten Nabire serta

dari pihak Balai Besar TNTC. Untuk

Materi yang dipaparkan adalah

materi tentang kebijakan-kebijakan

masing-masing instansi terkait

dengan pengembangan dan

pemanfaatan wisata alam kawasan

TNTC khususnya di wilayah yang

masuk administrasi Kabupaten

Nabire.

Dengan memperhatikan

Sambutan Kepala Bappeda Nabire,

paparan materi dari masing-masing

instansi serta tentang pemanfaatan

wisata dalam kawasan TN. Teluk

Cenderawasih serta hasil diskusi,

masukan-masukan dari peserta

semiloka yang berlangsung, maka

dapat dirumuskan beberapa

rekomendasi/kesepakatan

bersama yang juga telah

ditandatangani bersama.

Rekomendasi tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Pengembangan Obyek dan Daya

Tarik Wisata (ODTW) dalam

kawasan TNTC khususnya pada

zona pemanfaatan pariwisata.

2. Peningkatan SDM Aparatur

pariwisata melalui bimbingan

teknis dan konsultasi teknis

serta pelatihan/magang ke

beberapa daerah yang sudah

berkembang dalam bidang

kepariwisataan.

3. Meningkatkan sosialiasi sadar

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 28

dari lapangan ……

Page 29: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

wisata yang melibatkan

pemerintah, masyarakat dan

dunia usaha pariwisata.

4. Penyusunan RIPPDA (Rencana

Induk Pengembangan

Pariwisata Daerah) dan RIPOW

(Rencana Induk Pengembangan

Obyek Wisata) serta

Pengelolaan dan

Pengembangan Sarana/

Prasarana Fisik ODTW,

Aksesibilitas, Transportasi dan

Promosi.

5. Pengembangan strategi

promosi dan pemasaran

kepariwisataan melalui berbagai

media.

6. Menyusun Peraturan Daerah

tentang kepariwisataan dengan

melibatkan multi pihak (SKPD

terkait, LSM, Asosiasi Profesi,

Perguruan Tinggi, Tokoh Agama,

Tokoh Perempuan dan

Masyarakat Adat).

7. Membentuk forum kerjasama

lintas sektor untuk

pengembangan pariwisata alam

di kawasan TNTC.

8. Melaksanakan sosialiasi zonasi

kawasan TNTC, serta pelatihan

dan pemantauan hiu paus

(whale shark) di kawasan TNTC.

9. Dukungan anggaran yang

proporsional di tingkat

kabupaten Nabire untuk

membangun sektor

kepariwisataan menjadi lebih

baik.

Dengan ke-9 rekomendasi

tersebut diharapkan adanya tindak

lanjut terhadap hasil-hasil

kesepakatan bersama yang

dihasilkan di semiloka sinergitas

Pemanfaatan Wisata Alam

kawasan Taman Nasional Teluk

Cenderawasih antara Balai Besar

TNTC, Bappeda Kabupaten Nabire,

Dinas Kebudayaan, Pemuda

Olahraga dan Pariwisata

Kabupaten Nabire dan Stakeholder

lainnya. Selain itu Perlunya

koordinasi secara terus menerus

dan kerjasama dalam pengelolaan

TNTC khususnya dalam

pengembangan dan pemanfaatan

wisata alam kawasan TNTC.

*) PEH pada Balai Besar TNTC

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 29

…… dari lapangan

Penandatanganan Kesepakatan Bersama dalam Semiloka

Page 30: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Kayu Merbau (Instia sp.) yang mudah dikenal

dengan tekstur seratnya yang berwarna merah

kecoklatan dan banyak digunakan untuk panelling,

lantai parket, pintu dan jendela termasuk kategori kayu

keras dan dengan tekstur yang dimilikinya. Merbau

menjadi sebuah simbol eklusifitas dalam interior.

Merbau banyak tumbuh di wilayah Sumatera,

Kalimantan, Maluku dan Papua.

Sampai dengan saat ini pemanfaatan jenis

Merbau masih terus berjalan, sehingga ada

kekhawatiran dari beberapa pihak terhadap eksistensi

Merbau pada populasi alamnya di Papua pada masa

yang akan datang, dikhawatirkan populasi Merbau akan

semakin menurun. Aplikasi teknologi diperlukan guna

peningkatan percepatan budidaya Merbau dan oleh

karena itu kami mengharapkan pihak Akademisi dapat

memberi fasilitasi transfer teknologi pengelolaan dan

konservasi keragaman genetik serta dukungan para

pihak lain agar Merbau tidak dimasukkan dalam

Appendix III CITES. Semuanya itu agar Merbau tetap

terjaga keberadaannya pada populasi alamnya karena

kontribusinya sangat besar bagi kesejahteraan

masyarakat di Papua.

Merbau mempunyai nilai ekonomi yang tinggi

dan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi

pembangunan, sehingga pengembangan dan

pemanfaatan potensi Merbau di Papua harus

dilaksanakan secara berkelanjutan dalam program yang

kongkrit. Dalam melaksanakan pengembangan dan

pemanfaatan Merbau, perlu kerja sama para pihak

dalam rangka menyusun rancang bangun, road map dan

aplikasi teknologi yang dapat mendukung terwujudnya

kebijakan yang lebih komprehensif dengan dukungan

dana yang memadai termasuk sharing dengan para

mitra.

Kementerian Kehutanan telah menetapkan Visi

Pembangunan Kehutanan Tahun 2010-2014, yaitu

“Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang

Berkeadilan”, dengan Kebijakan Prioritas (Jakpri)

sebagai berikut :

1. Pemantapan Kawasan Hutan.;

2. Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung

Daerah Aliran Sungai (DAS).;

3. Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran

Hutan.;

4. Konservasi Keanekaragaman Hayati;

5. Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri

Kehutanan.;

6. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan.

Kebijakan prioritas tersebut kemudian

diterjemahkan lagi menjadi target-target yang lebih

spesifik, terarah dan terukur kedalam sasaran prioritas

pembangunan kehutanan. Dari keenam Kebijakan

Prioritas tersebut, hampir semuanya langsung terkait

dengan pengelolaan dan konservasi jenis Merbau, dan

yang penting adalah bagaimana meningkatkan

koordinasi dan sinkronisasi dengan para pemangku

Kebijakan Prioritas yaitu jajaran Eselon I di lingkup

Kementerian Kehutanan dalam pengelolaan dan

konservasi jenis Merbau.

Rapat Koordinasi Pengelolaan Konservasi Jenis

Merbau di Papua Barat yang dilaksanakan pada tanggal

19 April 2011 di Billy Jaya Hotel ini menghasilkan bahan

tindak lanjut dan rekomendasi terhadap penanganan

permasalahan dalam pengelolaan konservasi jenis

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 30

dari lapangan ……

Merbau (Intsia sp.) dan Upaya Konservasinya di Papua Barat

Widia Nur Ulfah,S.Pi*)

Inilah salah satu upaya mengatasi kehawatiran

akan menurunnya populasi Merbau .

Page 31: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 31

Merbau di Papua Barat. Memperhatikan arahan

Gubernur Papua Barat dan paparan Kepala Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat;

paparan Dr. Drs. Erdy Santoso, MS. (Badan Litbang

Kehutanan); paparan Dr. Ir. Julius Dwi Nugroho, M.Sc.

(Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua);

paparan Ir. Batseba A. Suripatty, M.Sc. (Balai Penelitian

Kehutanan Manokwari); tanggapan serta diskusi yang

berkembang, maka pokok-pokok rumusan yang

disepakati melalui acara Rapat Koordinasi Pengelolaan

Konservasi Jenis Merbau di Papua Barat Tahun 2011

adalah sebagai berikut:

1. Dalam rangka pengelolaan konservasi jenis Merbau,

perlu peningkatan koordinasi dan sinkronisasi

dengan para pemangku kepentingan yaitu jajaran

Eselon I di lingkup Kementerian Kehutanan, Dinas

Propinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani

urusan Kehutanan di Provinsi Papua Barat, pihak

Akademisi serta stakeholder.

2. Konservasi dan pemanfaatan jenis Merbau

diperlukan kerjasama stakeholder dalam menyusun

data base kondisi tegakan alam (potensi dan

penyebaran); rancang bangun; road map dan

aplikasi bioteknologi konservasi jenis Merbau mellui

percepatan budidaya dan pengaturan pemanfaatan

yang lestari.

3. Untuk menjaga kondisi potensi jenis Merbau di

alam, Pemerintah Provinsi Papua Barat harus lebih

proaktif untuk mendorong penyelamatan potensi

jenis Merbau sebagai aset yang mempunyai nilai

ekonomi tinggi dengan dukungan kelembagaan

kehutanan yang kuat dan aplikasi bioteknologi yang

dapat mendukung terwujudnya kebijakan yang

lebih komprehensif dengan dukungan dana yang

memadai dalam pengembangan budidaya jenis

Merbau, serta penunjukan sumber benih jenis

Merbau.

4. Mengingat potensi alam dan penguasaan teknologi

budidaya, maka diperlukan dukungan stakeholder

agar jenis Merbau tidak dimasukkan dalam

Appendix III CITES karena kontribusi dan

keberadaan jenis Merbau yang besar bagi

kesejahteraan masyarakat di Papua Barat.

5. Selain penelitian jenis Merbau Intsia bijuga dan

Intsia palembanica, perlu dikembangkan juga

penelitian jenis Intsia acuminata, termasuk

penelitian hama dan penyakitnya.

6. Pemanfaatan mikoriza dalam penanaman jenis

Merbau disamping memberikan manfaat yang

sangat besar, perlu juga diperhatikan sterilisasi

media tanam di persemaian.

7. Mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan agar

setiap Pemegang IUPHHK yang ada di Provinsi

Papua Barat diwajibkan untuk membangun tegakan

benih jenis Merbau.

8. Dalam rangka konservasi jenis Merbau, Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat

diharapkan dapat mendorong Dinas Kabupaten/

Kota yang menangani urusan Kehutanan di Provinsi

Papua Barat untuk pembangunan kebun benih dan

persemaian permanen jenis Merbau, disamping

jenis unggulan setempat.

9. Mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan agar

jenis Merbau dimasukkan ke dalam sistem

silvikultur intensif.

Kesembilan poin diatas merupakan hasil

rumusan peserta Rakor yang terdiri dari Dr. Drs. Erdy

Santoso, MS. (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan), Dr. Ir. Julius Dwi Nugroho, M.Sc. (Fakultas

Kehutanan Universitas Negeri Papua), Ir. Sylvia

Makabori, M.Si (Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Provinsi Papua Barat), A.G. Martana, S.Hut., MH (Balai

Besar KSDA Papua Barat), Ir. Christina Matakupan, M.Si

(Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih), Ir.

Batseba A. Suripatty, M.Sc (Balai Penelitian Kehutanan

Manokwari) dan Ir. Sukarya, M.Si (Balai Pemantauan

Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVIII

Manokwari). Semoga setelah Rakor ini, upaya

konservasi Merbau di Papua Barat bisa berjalan dengan

baik.

…… dari lapangan

*)Calon PEH pada BBTNTC

Page 32: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

unia telah mengalami

perkembangan yang begitu luar

biasa; baik dari sisi peradaban,

budaya maupun teknologi dan

informasi. Hal yang cukup

fenomenal pada abad sekarang

adalah perkembangan dunia maya

(media internet). Berbagai

informasi dapat dengan mudah kita

akses tanpa terkendala waktu dan

tempat. Di belahan bumi manapun,

semua informasi menjadi begitu

terbuka. Bahkan informasi yang

bersifat sangat rahasia dan tidak

dapat diketahui oleh khalayak

umum pun terkadang masih bisa

bocor, seperti kejadian bocornya

kawat diplomatik negara adidaya

Amerika Serikat oleh WikiLeaks

yang cukup menggegerkan seluruh

dunia.

Memang ada sisi baik dan

buruk dari perkembangan

teknologi dunia maya sekarang.

Namun bagaimanapun juga nilai

kemanfaatannya sungguh jauh

lebih besar daripada ekses negatif

yang mungkin terjadi.

Mempublikasikan berita melalui

internet dapat tersebar luas

melebihi media lainnya. Dalam hal

akses dan penyebaran informasi,

melalui internet pun jauh lebih

cepat jika dibandingkan dengan

menggunakan fax, pamflet, leaflet

apalagi Buletin dan majalah. Kita

semua dapat mengakses dan

menyebarkan informasi dari dan ke

penjuru dunia dan juga dapat

membuat hubungan secara

interaktif dan langsung melalui

komputer.

Pengguna internet di dunia

dari kalangan remaja terdeteksi

sangat banyak. Usia 15-19 tahun

merupakan pengguna teraktif.

Menkominfo Tifatul Sembiring

mengatakan, berdasar data

statistik pengguna internet saat ini

mencapai 1,9 miliar orang, atau

28% dari penduduk dunia. Di

Indonesia, pengguna internet baik

sambungan tetap maupun mobile

mencapai 45 juta orang. Sebanyak

64% berusia 15-19 tahun.

Potensinya yang sangat besar

menyebabkan transaksi media

internet semakin menjadi-jadi

(ANTARA News, 2010).

Para rimbawan sekarang

harus pandai melihat dan

mengambil peluang ini. Mengapa?

Isu ekologi dan konservasi memang

bukan menjadi hal yang cukup

‘seksi’ untuk diperbincangkan.

Namun diakui atau tidak efek yang

ditimbulkan sangatlah besar. Isu

bidang ini kalah jauh dibandingkan

dengan isu politik, ekonomi

pembangunan, budaya atau

perkembangan sains lainnya.

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 32

OPINI :

PENTINGNYA MEDIA INTERNET DALAM MEMPROMOSIKAN PESAN KONSERVASI

Oleh : Imam Setyo Hartanto, S.Hut *)

Page 33: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Kalaupun terdengar biasanya

hanya saat ada bencana saja (tanah

longsor, banjir bandang, tsunami

dsb.), sungguh hal yang sangat

menyedihkan. Sudah menjadi tugas

para rimbawan sekalian untuk

mengangkat isu ini, memberi

penyadaran kepada masyarakat

akan urgensi serta pemanfaatan

sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya secara baik dan

berkesinambungan.

Jika kita lihat fakta di

lapangan, ternyata media internet

masih kurang dimanfaatkan oleh

para rimbawan konservasi sampai

dengan saat ini. Entah karena ‘kita’

yang masih belum awam dengan

media maya yang satu ini atau

karena tingkat inovasi dan

kreatifitas yang masih kurang.

Tengok saja di Kementerian

Kehutanan terutama di Direktorat

Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam, dari 50 Taman

Nasional (TN) dan 27 Balai

Konservasi Sumber Daya Hutan

(BKSDA) di Indonesia, seberapa

banyak yang sudah memiliki web

site? Hanya 26% TN dan BKSDA

yang memiliki website. Sungguh

miris bahwa institusi yang memang

diamanahkan langsung untuk

melakukan fungsi konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya (SDAH&E) ternyata

masih belum optimal dalam

memanfaatkan perkembangan

teknologi dan informasi selama ini.

Padahal media internet dapat

dimanfaatkan dalam

mempromosikan isu-isu konservasi

dan lingkungan lainnya. Tidak perlu

memakan waktu dan tenaga

bahkan biaya dalam melakukan

penyuluhan konservasi akan tetapi

dalam sekali ‘klik’ saja kita bisa

mengajak ribuan bahkan jutaan

orang untuk menyelamatkan alam.

Beberapa agenda konservasi yang

bisa kita angkat melalui dunia maya

antara lain:

Promosi Kawasan Konservasi

Berbagai kawasan

konservasi yang tersebar di

seluruh Indonesia memiliki

keunikan dan kekhasan masing-

masing. Selain fungsi perlindungan

dan pengawetan, kawasan

konservasi juga berfungsi dalam

hal pemanfaatan secara bijaksana.

Keindahan alam di beberapa

kawasan konservasi kita

hendaknya mampu kita tunjukkan

dan kita ‘jual’. Kawasan konservasi

juga mengandung nilai ekonomi

yang cukup tinggi bila mampu

dikelola dengan baik terutama di

bidang ecotourism. Kemahsyuran

nilai ecoturism Indonesia harus

bisa kita promosikan dengan lebih

baik lagi. Keindahan bawah air

Taman Nasional Bunaken, spot Hiu

Paus di Taman Nasional Teluk

Cenderawasih, binatang warisan

dunia Komodo di Taman Nasional

Komodo, keindahan landscape

pegunungan di Taman Nasional

Bromo-Tengger-Semeru adalah

beberapa contoh nilai ekologi yang

bisa kita jual dan dapat dinikmati

oleh masyarakat umum.

Penyuluhan, Pendidikan dan

Penyadaran Konservasi

Berbagai artikel dan

penyuluhan lingkungan dapat kita

tampilkan guna memberikan

pemahaman kepada seluruh

masyarakat tentang pentingnya

menjaga lingkungan sekaligus

melakukan upaya konservasi

SDAH&E. Melalui media internet

juga kita bisa memberikan

informasi dan pendidikan terkait

kekayaan dan keanegaragaman

hayati negeri ini, menjelaskan

berbagai satwa dan tumbuhan

endemik dan yang dilindungi oleh

Undang-Undang. Bahkan dengan

media maya inilah kita bisa

menunjukkan kepada masyarakat

berbagai gambar/video kehidupan

flora-fauna di Indonesia yang

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 33

…… Opini

Page 34: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

bahkan orang awampun belum

pernah melihatnya seumur

hidupnya.

Pesan Konservasi

Global warming, climate

change dan energy crisis sudah

bukan lagi isu sektoral, hal

tersebut secara nyata telah ada

dan mempengaruhi kehidupan

sekitar kita. Oleh karenanya sangat

penting untuk mengangkatnya dan

sekaligus memberikan berbagai

pesan/tips guna mengurangi

dampak dari hal-hal tersebut.

Bagaimana menjaga sumber air,

penghematan energy dan tips

dalam mengurangi dampak

pemanasan global bisa kita

tampilkan di media internet.

Advokasi Bidang Konservasi

Media internet (maya)

pun sangat efektif dalam usaha

advokasi bidang lingkungan.

Masukan dan saran dari

masyarakat menjadi sangat

penting dalam pengelolaan

SDAH&E. Perjuangan para aktivis

lingkungan dalam menjaga hutan

dan ekosistem lainnya dapat kita

temui di media internet.

Begitupun jika kita ingin

menggalang dana guna

memperjuangkan keberadaan

suatu kawasan hutan atau

konservasi lainnya maka akan

efektif dan mudah dilakukan

melalui media internet. Kita bisa

belajar dari “Koin Cinta Untuk

Bilqis”, bagaimana rasa

kemanusian mengalahkan nilai

uang yang harus didapatkan demi

menyelamatkan sebuah nyawa.

Begitupun dengan nilai konservasi,

menyelamatkan satu Harimau

Sumatera akan sangat berarti jika

ingin anak-cucu kita kelak masih

bisa melihatnya di rimba raya.

Komunitas Konservasi

Dengan media maya ini

pulalah kita bisa menghimpun

barisan, bukan hanya para

rimbawan akan tetapi para

konservasionis. Bertukar pikiran,

sharing dan saling memberi saran

guna melakukan pengelolaan

SDAH&E secara lebih baik lagi.

Bukan hal yang sulit pada

dasarnya, internet sangat mudah

dipelajari karena semua source

(bahan) juga ada di sana. Pun tidak

perlu membuat website yang

‘wah’, kita bisa memulainya

dengan yang sederhana yang

penting pesan konservasi yang kita

inginkan bisa sampai ke

masyarakat. Mulai dari yang

sederhana saja, dari yang kecil…

Isu (pesan) konservasi bisa kita

angkat melalui email, facebook,

twitter, blog ataupun domain

website kita. Contoh seumpama

rata-rata kita memiliki facebook

dengan 300 orang pertemanan

maka jika ada 10 rimbawan/

konservasionis saja yang

mengupload pesan konservasi di

FBnya berarti sekali ‘klik’ saja akan

ada 3000 orang yang melihat dan

membaca pesan konservasi

tersebut. Oleh karena itu mari kita

“melek teknologi, melek

konservasi”.

* Calon Pengendali Ekosistem

Hutan (PEH) BBTNTC

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 34

Opini ……

Page 35: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

apua merupakan salah satu provinsi yang terbesar dan terletak di kawasan paling timur Indonesia, papua memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat melimpah, baik yang ada di darat maupun di perairan, serta tersebar luas pada pulau-pulau di provinsi papua ini, baik pulau besar maupun pulau kecil. Selain itu, Papua juga dikategorikan sebagai belantara tropis utama dengan biodiversitas unik serta konsentrasi endemisitas flora dan fauna yang bervariasi, sehingga perlu diprioritaskan untuk kebutuhan k o n s e r v a s i ( C o n s e r v a t i o n International, 1999 dalam Astuti, 2005). Salah satu kelompok fauna dengan diversitas yang tinggi adalah mamalia. Di Papua terdapat ±164 jenis mamalia yang telah didokumentasikan, dimana 30 spesies diantaranya adalah spesies langka dan sedikitnya 16 spesies tercantum dalam Red data Book (RDB) International Union for Conservation of the Natural Resources (IUCN), dan salah satunya adalah Kuskus.

Dalam RDB IUCN kuskus berada dalam status terancam dan

rentan (Conservation International, 1999 dalam Astuti, 2005). Berbagai usaha pelestarian kuskus telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait. Beberapa upaya pelestarian yang dilakukan adalah dengan diterbitkan kebijakan di dalam UU perlindungan dan penetapan kawasan konservasi baik di darat maupun di laut.

Kegiatan eksplorasi kuskus di papua telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya, petocz (1987), Flannery (1995), Desmerest (1818 dan 1822) disitasi Menzies (1991) yang dikutip Astuti, 2005. Berdasarkan hasil eksplorasi yang dilakukan, dilaporkan bahwa terdapat 7 jenis kuskus di Papua, yaitu Spilocuscus maculates, Spilocuscus rufoniger, Spilocuscus papuensis, Phalanger orientalis, Phalanger gymnotis, Phalanger vestitus dan Phalanger permixtio.

Habitat Kuskus

Kuskus merupakan mammalia arboreal yang habitatnya secara umum adalah di hutan, baik hutan primer maupun sekunder dan secara topografis kuskus dapat dijumpai terbatas pada dataran rendah sampai dataran tinggi (0 - 1200) meter dpl (Flannery, 1995 dalam Astuti, 2005).

Kuskus yang ditemukan di Pulau Numamurem kawasan TNTC berada di atas pohon yang cukup tinggi sekitar 15 - 25 meter di atas tanah, hal ini sesuai dengan pernyataan (Mackinon, 1998 dalam Astuti, 2005) dimana secara umum semua jenis kuskus mendiami dan hidup di atas puncak pohon dan jarang turun ke tanah.

Bagian tanaman yang dikonsumsi oleh kuskus adalah daun dari tanaman tersebut, nampak kuskus yang ditemukan di Pulau Numamurem sedang melakukan aktifitas makan daun Artocarpus communis. Selain daun juga memakan buah yang masak maupun muda, pucuk daun dan bunga. Selain bersifat herbivora kuskus kadang mengkonsumsi jenis insect, vertebrata kecil, telur burung, kadal dan lain-lain (Petocz, 1994 dalam Astuti, 2005). Kuskus umumnya menyukai makanan berupa serangga, binatang kecil, hingga telur burung. Bisa bertahan hidup di daerah hutan hujan tropis. Mereka jenis hewan yang suka menyendiri pada waktu memburu makanan. Biasanya mencari makan pada malam hari karena dianggap aman dari incaran musuh.

Jenis Kuskus yang ditemukan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Hasil penelitian dan survey (2005 dan 2010) yang dilakukan di 3 pulau dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (Pulau Yoop, Pulau Numamurem dan Pulau Anggromeos) ditemukan 2 jenis kuskus yaitu Spilocuscus rufoniger (kuskus merah totol hitam) dan Phalanger orientalis (Kuskus abu-abu). Kuskus sudah sejak lama diburu untuk dimanfaatkan daging, bulu, dan giginya oleh penduduk setempat. Kegiatan perburuan dan penangkapan di alam serta

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 35

BIODIVERSITY :

Kuskus (Phalangeridae) di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih oleh: Sumaryono, S.Hut *)

Phalanger orientalis

Phalanger rufoniger

Page 36: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

perdagangan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terancamnya keberadaan satwa tersebut di habitat aslinya. Beberapa jenis kuskus bahkan sudah tergolong dalam kategori terancam punah (endangered) dan menuju kepunahan (vulnerable). Saat ini sebagian besar dari famili Phalangeridae secara hukum dilindungi dan tercantum dalam Appendix II Konvensi CITES (daftar appendix CITES, 14 Oktober 2010).

Spilocuscus rufoniger

Satwa ini merupakan salah satu jenis satwa mammalia yang dilindungi (PP No. 7 Tahun 1999). Ciri-ciri kuskus dari jenis Spilocuscus rufoniger dapat dijelaskan sebagai berikut (Astuti, 2005):

Deskripsi :

Spilocuscus rufoniger jantan : bagian kepala memiliki warna yang didominasi coklat dan putih, warna sekitar mata dan telinga dengan pinna bagian dalam tertutup bulu dan pada bagian ventral kepala terdapat warna bulu putih kontras. Bagian dorsal umumnya bertotol yang menyebar dan berwarna hitam pada bagian warna coklat yang meluas hingga ke sisi tubuh dan bagian sisi luar kaki depan dan

belakang. Pada bagian ventral umumnya berwarna putih kontras dari kepala hingga ke bagian sekitar kloaka. Ekor kuskus jantan berwarna krem pada bagian permukaan ekor berbulu sedangkan pada bagian tidak berbulu berwarna orange. Untuk ukuran tubuh cenderung lebih besar dari pada kuskus betina (Astuti, 2005).

Spilocuscus rufoniger betina : warna tubuh didominasi oleh warna coklat dan tidak memiliki totol, pada bagian kepala tepatnya di sekitar hidung tidak ditumbuhi bulu dan warna bagian kulit di bagian tersebut berwarna orange. Bagian dorsal dari kepala hingga ke bagian kloaka berwarna coklat kehitaman. Ventral jenis kuskus betina umumnya berwarna putih kontras, warna ini meluas hingga bagian sisi dalam kaki depan dan belakang. Pada bagian ekor hampir mirip dengan kuskus jantan.

Phalanger orientalis

Jenis kuskus ini tidak ditemukan langsung ketika dilakukan pengamatan, tetapi berdasarkan informasi masyarakat sering melihat jenis kuskus putih keabu-abuan (Phalanger oriantalis). Jenis ini juga merupakan jenis satwa

yang dilindungi (PP No. 7 Tahun 1999). Ciri-ciri kuskus jenis Spilocuscus rufoniger dapat dijelaskan sebagai berikut (Astuti, 2005):

Deskripsi:

Phalanger orientalis jantan : bagian kepala memiliki warna bulu yang didominasi warna putih pucat keabu-abuan dengan bagian muka kurang bulat, serta hidung menonjol kedepan. Bagian dorsal jenis kuskus ini umumnya berwarna putih keabuan. Strep tengah dorsal sangat jelas terlihat berwarna coklat kehitaman yang mulai menjulur dari kepala hingga bagian posterior. Warna dorsal tersebut meluas hingga ke sisi ventral termasuk sisi luar kaki depan dan kaki belakang. Pada bagian ventral berwarna putih pucat yang cukup luas. Dan pada ekor memiliki bulu berwarna putih keabu-abuan, warna ini lebih pekat pada bagian dorsal ekor dan ventral terlihat lebih terang. Warna bagian ekor yang tidak berbulu adalah merah muda.

Phalanger orientalis betina : pada bagian kepala didominasi dengan warna coklat dan bentuk muka yang kurang bulat serta hidung menonjol ke depan. Bagian dorsal warna bulu umumnya didominasi berwarna coklat gelap dan pada ujung bulu tersebut terlihat seperti keabu-abuan. Strep bagian tengah dorsal sangat jelas terlihat berwarna coklat gelap mulai menjulur dari kepala hingga posterior. Pada bagian ventral berwarna putih pucat yang cukup luas. Dan pada bagian ekornya berwarna coklat muda, ini sangat jelas terlihat pada bagian dorsal ekor dan bagian ventral terlihat lebih terang. Warna ekor yang tidak berbulu adalah merah muda sedangkan yang berbulu berwarna kecoklatan.

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 36

Biodiversity ……

Perjumpaan kuskus (Spilocuscus rufoniger) betina di Pulau Numamurem kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih, 2010)

Page 37: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Ancaman Satwa Kuskus

Penduduk yang mendiami wilayah pesisir teluk Cenderawasih hidup dari kemurahan alam dengan cara meramu, berburu, bertani, maupun memanfaatkan hasil laut. Berburu dan mengekstraksi satwa dari alam sudah merupakan kegiatan turun temurun dan terus dipraktekkan sampai saat ini, karena merupakan salah satu aspek hidup yang penting dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan lingkungan sosialnya. Di era modern ini, beberapa kelompok etnik Papua sangat bergantung pada perburuan sebagai bagian dari tradisi setempat, atau dengan kata lain, perburuan merupakan satu cara hidup masyarakat (Pattiselanno, 2007).

K a m p u n g - ka m p un g d i sepanjang pesisir maupun yang berada di Pulau dalam kawasan teluk Cenderawasih merupakan salah satu habitat alami kuskus (Phalangeridae) di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (Pattiselanno, 2007). Perburuan kuskus di kawasan ini dari waktu ke waktu semakin marak dilakukan. Beberapa studi di kawasan tropis, Robinson dan Redford (1994); Robinson dan Bodmer (1999) menyimpulkan bahwa perburuan satwa di area hutan hujan tropis t i d a k l a g i s u s t a i n a b l e (berkelanjutan) dan sumberdaya satwa liar di area hutan ini sangat rawan terhadap eksploitasi berlebihan, sehingga spesies satwa buruan dikhawatirkan dapat menuju kepunahan. Fenomena ini pula yang dikhawatirkan menimpa populasi kuskus di sepanjang pesisir TNTC, yang secara hukum dilindungi dengan UU no. 5 tahun 1990 tentang ketentuan mengeluarkan dan membawa atau mengangkut tumbuhan atau satwa

yang dilindungi serta Peraturan Pemerintah RI no. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

Ancaman lain adalah Perdagangan dan penyelundupan satwa liar yang dilindungi di Indonesia masih terbilang tinggi. Survey terakhir ProFauna Indonesia di 70 pasar burung yang dilakukan pada 2009 menemukan ada 183 ekor jenis satwa dilindungi yang diperdagangkan. Dari 70 pasar burung/lokasi yang dikunjungi di 58 kota tersebut, tercatat ada 14 p a s a r b u r u n g y a n g memperdagangkan burung nuri dan kakatua, 21 pasar memperdagangkan primata, 11 pasar memperdagangkan mamalia dan 13 pasar memperdagangkan raptor (burung pemangsa). Selain itu tercatat ada 11 pasar lokasi yang memperdagangkan jenis burung berkicau yang dilindungi. (Pro Fauna, 2010)

Maraknya perdagagangan dan penyelundupan satwa liar tersebut berdampak semakin meningkatnya Perburuan terhadap satwa liar termasuk jenis kuskus, dan kadang perdagangan juga terang-terangan dilakukan di situs internet maupun di pasar-pasar tradisional. Belum adaanya tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku, sehingga perbuatan ini akan terus berlangsung. Secara preventif barangkali sudah sering dilakukan kepada masyarakat yang mendiami atau berada berdekatan langsung dengan habitat aslinya. Diharapkan adanya kepedulian dari masyarakat terhadap perlindungan satwa liar dan habitatnya dengan melakukan pengaduan/laporan kepada pihak yang berwenang.

Pustaka

Astuti, Tri Widy. 2005. Eksplorasi jenis kuskus di pulau Yoop Distrik Windesi Kabupaten Teluk Wondama. Skripsi Mahasiswa FMIPA UNIPA. Manokwari. (tidak diterbitkan)

Balai Besar TNTC. 2010. Laporan Pe l ak sana an Ke gi ata n Inventarisasi dan Identifikasi Satwa Liar di Pulau Numamurem Kawasan TNTC. Balai Besar TNTC. Manokwari. (tidak diterbitkan)

Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2010. Appendices I, II and III valid from 14 October 2010.

Pattiselanno, F. 2007. Perburuan Kuskus (Phalangeridae) oleh Masyarakat Napan di Pulau Ratewi Nabire - Papua. Biodiversitas. FPPK UNIPA. Manokwari.

Profauna. 2010. Catatan Tahunan 2009 ProFauna Indonesia: P e r d a g a n g a n d a n Penyelundupan Satwa Liar Indonesia Masih Tinggi. http://www.profauna.org/content/id/pressrelease/2010.

*) PEH Pertama pada Balai Besar TNTC

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 37

…… Biodiversity

Page 38: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

O lahraga jalan atau lebih dikenal sebagai gerak jalan, kini semakin banyak diminati. Tidak

hanya di kota-kota besar, orang tua maupun muda, pria maupun wanita, tiap pagi kalau cuaca cerah bisa kita lihat sering menyusuri jalan-jalan kota. Kegiatan olahraga dengan menu utama jalan kaki pun kini semakin marak di selenggarakan di beberapa kota. Baik dalam rangka memperingati hari-hari besar nasional ataupun hari-hari ulang tahun dari suatu lembaga atau organisasi.

Beberapa tahun silam gejolak olahraga gerak jalan itu begitu mendominasi pada saat memperingati hari-hari besar nasional, sebut saja Lomba Gerak Jalan Tradisional Mojokerto - Surabaya, Bogor - Jakarta, bahkan pernah juga Bandung - Jakarta. Tetapi seiring dengan kemajuan jaman dan semakin padatnya jumlaha kendaraan bermotor, kebiasaan gerak jalan ini mulai tergusur bahkan dapat kita katakan hampir punah ditelan kemajuan jaman. Padahal banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dalam melakukan aktivitas olahraga dengan berjalan kaki banyak sekali manfaat yang dapat kita peroleh untuk kesegaran dan kesehatan tubuh dan secara tidak langsung pula kita dapat mensukseskan anjuran pemerintah "mengolahragakan masyarakat, dan memasyarakatkan olahraga" sangat tepat dilakukan melalui event gerak jalan karena mudah untuk dilakukan.

5 hal penting dalam berjalan kaki :

1. Mudah

Aktivitas gerak jalan sangatlah mudah untuk dilakukan oleh siapa saja, baik orang tua maupun muda, pria maupun wanita, bahkan semua orang dengan tingkatan koordinasi tubuh, dapat melakukannya.

2. Murah

Tidak dapat diragukan lagi bahwa aktivitas olahraga gerak jalan atau berjalan kaki adalah satu-satunya aktivitas olahraga yang tidak memerlukan biaya apapun. Perlengkapan ang dibutuhkan hanyalah sepasang sepatu, bahkan beberapa ahli kesehatan menganjurkan untuk berjalan kaki dilakukan dengan tidak mengenakan alas kaki, agar titik-titik refleksi di telapak kaki dapat tersentuh secara alamiah dengan permukaan jalan.

3. Meriah

Olahraga gerak jalan dapat dilakukan oleh banyak orang dalam suasana yang gembira, dan karena dilakukan sambil santai bahkan sambil bercanda, maka suasana yang terjalin selama melakukan aktivitas ini akan meriah.

Massal

Sering kita saksikan dalam memperingati hari-hari besar nasional ataupun hari-hari ulang tahun organisasi-organisasi ataupun lembaga-lembaga besar di negara ini sering melakukan kegiatan gerak jalan sehat dengan melibatkan sekian banyak orang

dan dilakukan secaa bersama-sama. Baik secara berkelompok kecil ataupun besar, bergabung antara wanita dan pria, anak-anak ataupun orang dewasa bahkan orang tua.

Manfaat

Tidak perlu kita ragukan lagi manfaat dari kebiasaan berjalan kaki ini, terlalu banyak manfaat yang akan kita dapatkan baik berupa meningkatnya derajat kesegaran dan kesehatan tubuh ataupun keuntungan-keuntungan lain seperti rekanan ataupun persahabatan dengan mengenal banyak orang pada saat kita berjalan kaki bersama-sama.

Keuntungan-keuntungan berjalan kaki

1. Setelah kita melatih gerak jalan ini secara bertahap, teratur, dan cukup lama, maka jumlah dan besarnya pembuluh-pembuluh darah kita akan bertambah, sehingga peredaran darah menjadi lebih efisien.

2. Olahraga gerak jalan ini akan menaikan elastisitas pembuluh-pembuluh darah jika tekanan darah kita naik.

3. Dengan melakukan aktivitas olahraga ini secara teratur, otot-otot dan sistem peredaran darah kita akan bekerja lebih efisien, yang berarti otot dan darah kita

Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 38

SERBA-SERBI : Sebaiknya Anda Tahu ...

BERAGAM KEUNGGULAN BERJALAN KAKI / GERAK JALAN

Oleh: Sumaryono, S.Hut

Page 39: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Banyak hal yang telah kita lakukan dalam kebersamaan selama di Balai Besar TNTC, Saling membantu dalam tumbuh kembang pribadi masing-masing. Semua kenangan indah akan senantiasa terukir dalam ingatan, dan segala khilaf akan tersapu oleh ombak.

semoga di tempat kerja yang baru, mendapatkan apa yang diharapkan yang selama ini belum teraih dan dapat memberi makna bagi orang-orang sekitar.

Teriring doa kami semua, Staff BBTNTC, untuk kalian bapak berdua. Selamat jalan kepada bapak Edward Sembiring, S.Hut dari Balai Besar TNTC ke Balai Besar KSDA Sumatera Utara, dan kepada bapak Maryono dari Balai Besar TNTC ke Balai KSDA Banjarmasin Kalimantan Selatan, Semoga dapat mengabdikan diri dengan baik di tempat baru.

Buletin Tritonis, Edisi I Maret 2011 39

Ucapan …………………

Dalam hidup, segala sesuatunya selalu seimbang. ada yang pergi, ada pula yang datang. Dua pegawai yang telah meninggalkan kantor Balai Besar TNTC untuk melaksanakan tugas mereka di tempat kerja yang baru, dan 2 orang datang untuk bergabung di kantor ini.

selamat datang kami ucapkan kepada Bapak Drs. A. Hans Atarury, M.H dari Balai Besar KSDA Papua ke Balai Besar TNTC sebagai Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Nabire dan bapak Suemakar Asyadi, Polisi Kehutanan Balai TN. Danau Sentarum ke Balai Besar TNTC.

smoga kehadiran Bapak mampu memberikan warna dan semangat baru dalam kantor BBTNTC dan mampu meningkatkan kinerja dan prestasi BBTNTC dalam bidang konservasi serta mampu meningkatkan kualitas pribadi semua pihak. selamat datang dan selamat bekerja sama dalam keluarga besar Balai Besar TNTC.

Selamat atas kelahiran Athifah Salwa Zahirah, putri pertama rekan kami, Sumaryono, S.Hut pada tanggal 22 Januari 2011. Semoga menjadi anak yang sholehah, berbakti kepada orang tua, berguna bagi agama, masyarakat dan Negara...

segenap pimpinan dan staff Balai Besar TNTC mengucapkan selamat atas pernikahan Saudara Topo Budi Dhanarko, S.Pi dengan Fransiska Yuni Riswati, SE pada tanggal 26 Februari 2011 di Jakarta, serta pernikahan Saudara Frans K. Sineri, SE dengan Sara Y. Karubaba, S.Pd., M.Phil. pada tanggal 23 April 2011 di Manokwari. Semoga menjadi pasangan yang sejati sampai maut memisahkan .

Pimpinan dan Seluruh Staff Redaksi Buletin Tritonis Balai Besar

Taman Nasional Teluk Cenderawasih Mengucapkan

akan lebih sempurna mengambil, mengedarkan, dan menggunakan oksigen.

4. Jantung kita akan mendapat keuntungan karena juga kan bekerja lebih efisien, yaitu memompa darah lebih banyak dengan denyutan yang lebih jarang, serta akan lebih tahan terhadap kemungkinan serangan jantung.

5. Bertambah kuatnya ketahanan tubuh kita terhadap stress. Ini akam membuat kita kan lebih menikmati hidup ini, karena stress pasti muncul dalam kehidupan manusia dan akan terasa lebih pedih bila jasmani kita tidak aktif dan produktif.

6. Gerak jalan dapat menurunkan kadar lemak dalam darah, misalnya kolesterol dan trigliserida, sehingga bahaya pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah dapat dikurangi.

7. Aktivitas olahraga gerak jalan ini juga mengurangi terjadinya penggumpalan darah, sehingga kemungkinan tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah yang menuju otot jantung akan berkurang.

8. Kadar gula darah juga akan turun, sehingga mengurangi kemungkinan perubahan gula darh menjadi trigliserida atau lemak.

9. Gerak jalan dapat mengurangi kegemukan / obesitas dan resiko tekanan darah tinggi.

Semoga bermanfaat untuk kita semua…

Sumber : www.beritalumajang.com

Selamat Jalan …..

Selamat Datang …..

Selamat Menempuh Hidup Baru …..

Page 40: 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload

Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Jl. Essau Sesa - Sowi Gunung, Manokwari - Papua Barat

Telp. (0986) 212303, Fax. (0986) 214719 Email : [email protected]

Sumber Dana : DIPA Balai Besar TNTC, Tahun Anggaran 2011

Www.telukcenderawasih-nationalpark.org