09_194age-related macular degeneration
TRANSCRIPT
-
8/12/2019 09_194Age-Related Macular Degeneration
1/7
431CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
ARMD (Age-Related Macular Degeneration)
ErryPusat Penelitian dan Pengembangan Sistem & Kebijakan Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
ARMD (Age-Related Macular Degeneration)merupakan suatu kelainan degeneratif yang mengenai polus posterior retina khususnya makula
lutea, yang ditandai dengan adanya drusen, biasanya tanpa keluhan bila belum mengenai makula bagian sentral. ARMD terdiri dari 2 tipe yaitu:
non-neovaskuler (tipe kering) dan neovaskuler (tipe basah); perbedaan ini berdasarkan penanganan dan prognosis tajam penglihatan. Pe-
nyebab ARMD belum diketahui pasti; sering dihubungkan dengan berbagai faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga ARMD,
merokok, pajanan sinar matahari, faktor kardiovaskuler, tekanan darah, kolesterol, body mass index, dan nutrisi.
Kata kunci:ARMD, patofisiologi, faktor risiko, diagnosis
PENDAHULUAN
Membaiknya sistem pelayanan kesehatan di-
sertai pesatnya kemajuan bidang kedokteran
meningkatkan usia harapan hidup (di Indone-
sia tahun 2004: perempuan 68 tahun, laki-laki
63,8 tahun).1Di sisi lain akan muncul berbagai
penyakit degeneratif antara lain yang meng-
ganggu tajam penglihatan seperti ARMD
(Age-Related Macular Degeneration). ARMD
menye-rang makula, yang dapat menyebab-
kan kebu-taan; upaya pengobatan, laser, dan
operasi tidak dapat menjanjikan tajam pengli-
hatan yang lebih baik.
Saat ini ARMD merupakan masalah sosial
di negara-negara barat. Di dunia, penderitaARMD diperkirakan telah mencapai 20-25 juta
jiwa yang akan ber tambah tiga kali lipat aki-
bat peningkatan usia lanjut dalam waktu 30-
40 tahun mendatang. Pada tahun 2003, WHO
memperkirakan 8 juta orang akan mengalami
kebutaan akibat ARMD.2 Dampak psikososial
akibat ARMD cukup besar karena penderi-
ta akan mengalami gangguan penglihatan
sentral sehingga sulit melakukan aktivitas
resolusi tinggi, seperti membaca, menjahit,
mengemudi, dan mengenali wajah.3 Selain
itu, penanganannya juga membutuhkan bia-
ya tinggi dan sering hasilnya tidak dapat di-
prediksi.
Berikut akan dibahas
anatomi, definisi,
patofisiologi, kla-
sifikasi, keluhan,
faktor risiko,
d i a g n o s i s ,
penanganan,
dan pendidi-
kan rehabilitasi
ARMD.
Anatomi Makula
Makula terletak di retina
bagian polus posterior di anta-
ra arteri retina temporal superior dan inferior
dengan diameter 5,5 mm. Makula adalah
suatu daerah cekungan di sentral berukuran
1,5 mm; kira-kira sama dengan diame-
ter diskus; secara anatomis
disebut juga dengan
fovea. 4,5
Secara histo-
logis, makula
terdiri dari
5 lapisan,
yaitu mem-
bran limitan
interna, lapisan
eksiformis luar(lapisan ini lebih tebal
dan padat di daerah maku-
la karena akson sel batang dan
Gambar 1 Istilah klinis untuk daerah polus posterior dan hubungannya dengan istilah anatomis serta ukurannya4
ABSTRACT
ARMD (Age-Related Macular Degeneration)is a degenerative disorder involving posterior pole of retina, especially macula lutea, characterized
by the presence of drusen, usually asymptomatic if the cental of macula is preserved. ARMD consists of 2 types: non-neovascular (dry type) and
neovacular (wet type); this difference is made based on the treatment and the prognosis of visual acuity. The cause is not clearly defined; it is
often related to various risk factors such as age, sex, race, family history of ARMD, smoking, exposure to sunlight, cardiovascular factors, blood
pressure, cholesterol, body mass index, and nutrition. Erry. Age-Related Macular Degeneration.
Key words:ARMD, patophysiology, risk factors, diagnosis
CDK 194_vol39_no6_th2012 ok.indd 431CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 431 6/8/2012 2:33:49 PM6/8/2012 2:33:49 PM
-
8/12/2019 09_194Age-Related Macular Degeneration
2/7
-
8/12/2019 09_194Age-Related Macular Degeneration
3/7
433CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
Kerusakan oksidatif retina dapat terjadi ka-
rena terbentuknya reactive oxygen species
(ROS) oleh oksidasi di mitokondria. Makula
sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif
karena banyaknya sel fotoreseptor yang ba-gian dalamnya sangat banyak mengandung
mitokondria sedangkan bagian luarnya ba-
nyak mengandung asam lemak tidak jenuh
ganda sehingga dapat membocorkan ROS.
Oksigenasi yang tinggi di koroid memper-
mudah kerusakan oksidatif. Selain itu, terpa-
jannya makula dengan sinar ultraviolet juga
akan menimbulkan proses oksidatif. Sel EPR
yang mengalami kerusakan oksidatif ini akan
menghasilkan vascular endothelial growth fac-
tor (VEGF) sehingga akan memicu terjadinya
choroidal neovascularization(CNV).10,19
KLASIFIKASIARMD terdiri dari 2 bentuk klinis yaitu: ARMD
non-neovaskuler (non-eksudatif) atau dikenal
dengan tipe kering dan ARMD neovaskuler
(eksudatif) atau tipe basah.3,8,9,16 Bentuk non-
neovaskuler lebih sering ditemui dan merupa-
kan 90% kasus ARMD.16,18,20 Bentuk neovaskuler
hanya ditemui
-
8/12/2019 09_194Age-Related Macular Degeneration
4/7
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012434
TINJAUAN PUSTAKA
gresivitas ARMD.10,21 Pada penderita afakia,
risiko ARMD dua kali lebih besar dibanding-
kan penderita pseudofakia.21
6. MerokokPenelitian prospektif Nurses Health Studyme-
nyimpulkan adanya hubungan antara kebi-
asaan merokok dan risiko relatif ARMD. Perem-
puan yang merokok 25 batang per hari atau
lebih dan perempuan yang telah berhenti
merokok memiliki risiko relatif ARMD yang
lebih besar dibandingkan dengan perem-
puan yang tidak pernah merokok.9,11,21Selain
itu, Physicians Health Studymenemukan bah-
wa laki-laki yang merokok lebih dari 20 batang
per hari mempunyai risiko ARMD 2,5 kali lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak me-
rokok, selama 12 tahun pemantauan.27
7. Pajanan sinar matahari
Epitel pigmen retina dapat rusak apabila ter-
pajan sinar matahari berlebihan, tetapi bebe-
rapa penelitian sebelumnya melaporkan tidak
ada hubungan antara pajanan sinar matahari
dengan kejadian ARMD.18,21,22Mata akan terpa-
jan sinar UVA, UVB, dan cahaya biru. Dikatakan
ada hubungan positif dengan pajanan cahaya
biru dalam waktu 20 tahun dengan kejadian
ARMD lanjut (OR 1,36).21
8. Kardiovaskuler, tekanan darah,
kolesterol, dan body mass index
Masih belum jelas hubungannya dengan ke-
jadian ARMD. Beberapa penelitian menunjuk-
kan bahwa ARMD neovaskuler berhubungan
erat dengan tekanan diastolik tinggi (>95
mm/Hg), kadar High Density Lipoprotein(HDL)
tinggi dan kadar kolesterol tinggi.10,16,18,22 Se-
dangkan antara diabetes dengan risiko ARMD
tidak ditemukan hubungan bermakna.28 Blue
Mountains Eye Study menyimpulkan risiko
ARMD geografikan akan meningkat 16% untuk
setiap kenaikan 10 mg/dL kolesterol total dan
turun 10% setiap kenaikan 2 mg/dL kolesterol
HDL.10,16,18,22Menopause dan diabetes mening-
katkan risiko ARMD geografikan.27
Penderitadengan body mass index besar akan menu-
run aktivitas fisiknya sehingga berhubungan
dengan risiko tinggi ARMD neovaskuler, dan
tidak pada atrofi geografikan.26
9. Genetika
ARMD akan lebih sering pada mereka yang
orang tuanya penderita ARMD.10,18,21 Diduga
kelainan gen penyakit Stargat, yaitu gen
ABCR yang terletak pada kromosom 13q dan
6q, sama dengan kelainan gen penyebab
ARMD.29
10. Nutrisi
Mikronutrien diduga ikut berperan dalam ter-jadinya maupun progresivitas ARMD. Hal ini
diperkuat dengan ditemukannya kadar mi-
kronutrien tertentu yang lebih rendah pada
penderita ARMD dibandingkan dengan bu-
kan ARMD.10,18,22 Seddon dkk. menyimpulkan
bahwa diet tinggi karotenoid dapat menu-
runkan risiko ARMD neovaskuler sampai 43%
dibandingkan kelompok kontrol. Hanya beta-
karotenedan lutein/zeaxanthin yang mempu-
nyai hubungan paling bermakna.30,31
Penelitian Eye Disease Case Control Study (ED-
CCS) juga menyebutkan bahwa risiko ARMD
neovaskuler akan turun sampai 70% bila ka-dar luteinplasma 0,67 mol/L dibandingkan
dengan kadar luteinplasma 0,25 mol/L.32
Lutein Antioxidant Supplementation Trial(LAST)
melakukan penelitian tahun 2004 pada 90
orang penderita ARMD atrofikan berusia re-
rata 74,7 tahun selama 1 tahun dengan pem-
berian 10 mg lutein non-esterdan kombinasi
lutein non-ester 10 mg dengan anti-oksidan
dan vitamin lain. Terlihat peningkatan densi-
tas pigmen makula, perbaikan tajam peng-
lihatan sebanyak 5,4 huruf pada kartu Snellen,
perbaikan sensitivitas kontras, dan skotoma.
Sedangkan pada kelompok kontol (plasebo)
tidak terdapat perbaikan.33
DIAGNOSIS
Selain pemeriksaan klinis melihat gambaran
fundus, pemeriksaan lain adalah dengan kartu
Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan fun-
dus uorescein angiography (FFA),indocyanine
green angiography (ICGA) dan optical coher-
ence tomography(OCT).5,8,9,15
1. Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi dengan of-
talmoskop direk atau indirek akan terlihat didaerah makula berupa drusen, kelainan epitel
pigmen retina seperti hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi yang berhubungan dengan
drusen pada kedua mata, neovaskularisasi
koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya
epitel pigmen retina.8-11
2. Kartu Amsler
Pada awal ARMD neovaskular dapat terlihat
distorsi garis lurus (metamorfopsia) dan sko-
toma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
untuk pemantauan oleh penderita sendiri
sehingga tindakan dapat dilakukan secepat-
nya.5
Gambar 6 A. Amsler normal, B. Amsler dengan skotoma
dan metamorfopsia3
3. Fundus uorescein angiography(FFA)
Pemeriksaan FFA merupakan gold standard
bila dicurigai CNV. Gambaran FFA dapat me-
nentukan tipe lesi, ukuran dan lokasi CNV,
sehingga dapat direncanakan tindakan selan-
jutnya. FFA juga digunakan sebagai penuntun
pada tindakan laser dan sebagai pemantauan
dalam menentukan adanya CNV yang mene-
tap atau berulang setelah tindakan laser.15,16,34
Gambar 7 FFA tipe okult dan klasik15
CDK 194_vol39_no6_th2012 ok.indd 434CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 434 6/8/2012 2:33:51 PM6/8/2012 2:33:51 PM
-
8/12/2019 09_194Age-Related Macular Degeneration
5/7
435CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
Dari gambaran FFA, dapat ditentukan bebe-
rapa tipe lesi, yaitu (a) CNV Klasik: gambaran
hiperoresin berbatas tegas pada fase peng-
isian awal arteri, dan pada fase lambat tam-
pak kebocoran uoresin sehingga batasnyamenjadi kabur, (b) CNV Tersamar (Occult):
pada fase lambat terlihat gambaran hipero-
resin granular dengan batas tidak tegas, (c)
Predominan klasik: lesi klasik lebih dari 50%
dibandingkan dengan tipe tersamar, dan (d)
Minimal klasik: lesi klasik kurang dari 50%
dibandingkan dengan tipe tersamar.15,34,35
4. Indocyanine green angiography
(ICGA)
ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid se-
hingga struktur koroid dapat terlihat lebih de-
tail. Hal ini memberi gambaran yang baik pada
kelainan koroid dan menghilangkan blokadeyang terjadi pada FFA, sehingga sering digu-
nakan dalam diagnosa CNV tersamar.15,23,34
5. Optical coherence tomography(OCT)
Teknik imagingdengan potongan sagital dua
dimensi resolusi tinggi dapat memperlihatkan
gambaran perubahan setiap lapisan retina.8
Dapat menilai secara kuantitatif ketebalan
makula, akan tetapi masih perlu evaluasi man-
faatnya dalam menentukan CNV.9
PENANGANAN
Tujuan pengobatan ARMD neovaskuler adalah
untuk mempertahankan tajam penglihatan
yang ada dan menurunkan risiko penurunan
tajam penglihatan yang lebih berat.9,15,16Tin-
dakan laser bertujuan untuk merusak CNV
tanpa menyebabkan kerusakan jaringan yang
berarti.
1. Fotokoagulasi laser
Laser argon hijau atau kripton merah dapat di-
gunakan; laser kripton merah lebih sedikit di-
absorpsi oleh pigmen xantofil dibandingkan
laser argon hijau, sehingga memungkinkan
dilakukan lebih dekat dengan daerah sentral
fovea. Besarnya spotadalah 100-200 m de-ngan durasi 0,1-0,5 detik.9,15,16
Menurut Macular Photocoagulation Study
(MPS) penderita yang akan menjalani laser
dibagi dalam 3 kelompok:
1. CNV ekstra-fovea: laser akan sangat efektif
karena tidak mempengaruhi tajam peng-
lihatan.
2. CNV juksta-fovea: CNV akan melebar ke
daerah foveal avascular zone (FAZ) tetapi
jarang sampai ke daerah pusat makula.
Karena risikonya cukup tinggi, terapi laser
masih kontroversial.
3. CNV sub-fovea: karena CNV di sub-fovea,
fotokoagulasi laser berisiko menyebabkankehilangan tajam penglihatan permanen.
Beberapa kasus jika diseleksi dengan be-
nar dapat juga diterapi bila ukurannya
kecil dan penderita disiapkan untuk risiko
penurunan tajam penglihatan sesudah
terapi.9,15,16
2. Photodynamic therapy ( PDT)
PDT adalah teknik pengobatan mengaktifkan
zat vertepornmenggunakan sinar laser (foto-
sensitizer). Terapi ini tidak merusak EPR, fotore-
septor, dan koroid karena laser yang diguna-
kan tidak menimbulkan panas dan zat aktif
hanya bekerja pada jaringan CNV. Hal ini kar-ena vertopornberikatan dengan low density
lipoprotein (LDL) yang banyak terdapat pada
sel endotel pembuluh darah yang sedang
berproliferasi.23
PDT merupakan pilihan terapi CNV sub-fovea
tipe klasik dan predominan klasik.15,34 Terapi
ini dapat diulang setiap 3 bulan bila masih
terlihat kebocoran. Hindari pajanan matahari
secara langsung selama 24-48 jam setelah in-
jeksi vertoporn.23
3. Transpupillary thermotherapy (TTT)
TTT merupakan terapi iradiasi rendah dengan
sinar laser inframerah (810 nm) sehingga pa-
nas yang dihasilkan tidak merusak jaringan
dan dapat digunakan pada CNV subfovea
dengan lesi okult.36,37
TTT merupakan tantangan bagi operator un-
tuk menentukan poweryang akan digunakan
karena setelah TTT tidak terlihat perubahan
warna pada retina sehingga tidak diketahui
apakah telah terjadi suatu oklusi atau be-
lum.37
4. Terapi anti-angiogenesisAnti-angiogenesis dapat digunakan untuk
terapi CNV karena dapat menghambat vascu-
lar endothelial growth factor (VEGF) sehingga
CNV menjadi regresi dan juga mencegah ter-
bentuknya CNV baru.38
Dapat digunakan secara primer atau tamba-
han pada saat terapi laser.23Saat ini anti VEGF
yang sedang berkembang ialah ranibizumab,
pegabtanib sodium, dan bevacizumab intravi-
treal, yang dikatakan dapat menstabilkan
visus atau meningkatkan tajam penglihatan
secara temporer.38,39
Sering pula anti-angiogenesis dikombinasi-kan dengan anti-inamasi (dexamethasone)
intravitreal dan dapat pula dikombinasikan
setelah PDT.
5. Radiasi
Beberapa penelitian kecil mengungkapkan
terapi radiasi dapat menstabilkan ARMD ek-
sudatif atau meregresi CNV.40 Radiasi okuler
dengan sinar proton dosis rendah
-
8/12/2019 09_194Age-Related Macular Degeneration
6/7
CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012436
TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. BPS Susenas 2004. http:// www.datastatistik.indonesia.com.
2. Chopdar A, Chakravarthy U. Age-related macular degeneration. BMJ. 2003;326:485-8.
3. Bressler NM. Early detection and treatment of neovascular age-related macular degeneration. JABFP. 2002; 15:142-52.
4. Kincaid MC, Green WR. Anatomy of the vitreous, retina, and choroid. In: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, editors. Vitreoretinal disease: the essentials. New York: Thieme Medical
Publisher;1999:11-24.
5. Yanoff M. Macular pathology. In: Yannuzzi LA, Gitter KA, Schatz H, editors. The macular: A comprehensive text and atlas. SA: Baltimore; 1979:3-13.
6. Cavallerano AA. Anatomy, histology, and morphology. In: Cavallerano AA, Gutner RK, Oshinskie LJ, editors. Macular disorder and illustrated diagnostic guide. Boston: Butterworth-
Heinemann;1997:3-8.
7. Liesegang TJ, Deutch TA, Grand MG.ed. In: Basic and clinical science course, fundamentals and principles of ophthalmology. Section 2.USA. The Foundation of the American Academy of
Ophthalmology;2001-2002:77-386.
8. Liesegang TJ, Deutch TA, Grand MG, editors. Basic and clinical science course, fundamentals and principles of ophthalmology. Section 12.USA. The Foundation of the American Academy
of Ophthalmology; 2001-2002:7-70.
9. OConnel SR, Bressler NM. Age-related macular degeneration. In: Regillo CD, Brown GC, Flynn HW, editors. Vitreoretinal disease the essentials. New York: Thieme Medical Publisher;
1999:213-40.
10. Richer SP. Prevention and medical management of age-related macular degeneration. In: Cavallerano AA, Gutner RK, Oshinskie LJ, editors. Macular disorder and illustrated diagnostic
guide. Boston: Butterworth-Heinemann; 1997:245-58.
11. Sarks SM, Sarks JP. Age-related maculopathy: Non-neovascular age-related macular degeneration and the evolution of geographic atrophy. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. Edisi ke-3.
Volume 2. Singapore: Mosby ;2001:1064-96.
12. Cai J, Nelson KC, Wu M, Jr Paul S. Oxidative damage and protection of the RPE. J. Progr. in Retinal and Eye Res. 2000;19:205-21.
13. Guymer R, Bird AC.Bressler NM. Age changes in Bruch membran and related structures. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. 3rd ed. Vol. 2. Singapore: Mosby; 2001.
14. Burns LF, Burns RP, Gao CL. Age-related macular changes in humans over 90 years Old. Amer. J. Ophthalmol. 1990;109:265-8.
15. Bressler NM, Bressler SB, Fine SL. Neovascular (exudative) age-related macular degeneration. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. 3rd ed. Vol. 2. Singapore: Mosby;2001:1100-31.
16. American Academy of Ophthalmology. Age-related macular degeneration, preferred practice pattern. San Francisco: American Academy of Ophthalmology, 2003 (dikutip 10 Desember
2004). Tersedia dari:URL: http:// www. aao.org/aao/education librar y/ppp/index.cfm.
17. Frank RN, Amin RH, Puklin JE. Antioxidant enzymes in the macular retinal pigmen epithelium of eyes with neovascular age-related macular degeneration. Amer. J. Ophthalmol.1999;127:694-
709.
18. Evans J. Age-related macular degeneration. In: Johnson GJ, Minassian DC, Weale RA, West SK, editors. The epidemiology of eye disease. Edisi ke-2. London:Arnold;2003:356-68.
19. Bartlett H, Eperjesi F. Age-related macular degeneration and nutritional supplementation: a review of randomized controlled trials. Ophthal. Physiol.Opt.2003;23:383-99.
20. Pratt S. Dietary prevention of age related macular degeneration. J. Amer. Optometric Assoc. 1999; 70:39-47.
21. Seddon JM. Epidemiology of age-related macular degeneration. In: Ryan SJ, editors. Medical retina. Edisi ke-3. Volume 2. Singapore: Mosby;2001:1039-47.
22. Cavallerano AA. Age-related macular degeneration. In: Cavallerano AA, Gutner RK, Oshinskie LJ, editors. Macular disorder and illustrated diagnostic guide.Boston: Buttorworth-
Heinemann;1997:111-34.
23. Deutman A. Age-related macular degeneration. In: Boyd BF, Boyd S. editors. Retinal and vitreoretinal surgery. Panama: Highlights of ophthalmology; 2002:237-95.
24. Javitt JC, Zhou Z, Maguire MG, Fine SL. Incidence of exudative age-related macular degeneration among elderly Americans. Amer. Acad. Ophthalmol. 2003;110:1534-9.
25. Hyman LG, Gr imson R, Oden N, Schachat AP, Leske MC.Age-related macular degeneration risk factor study. I nvest Ophthalmol VisSci.1992;33: 801-7.
26. AREDS research group. Risk factors for incidence of advanced age-related macular degeneration in the Age-Related Eye Disease Study (AREDS). AREDS Report No.19. Am. Acad. Ophthal-
mol. 2005; 112:533-9.
27. Tomany SC, Wang JJ, Leeuwen RV, Klein R. Risk faktors for incident age-related macular degeneration, pooled finding from 3 continents. Amer. Acad. Ophthalmol. 2004; 111:1280-7.
28. Hyman LG, Schachat AP, He Q, Leske MC. Hypertension, cardiovascular disease and age-related macular degeneration risk factor study. Arch Ophthalmol 2000; 118: 351-8.
29. Pakasi NH, Age-related macular degeneration, genetika dan faktor risiko, In: Kumpulan makalah seminar Update on age-related macular degeneration. Malang, FK UNIBRAW; 2001:1-22.
30. Seddon JM, Ajani UA, Sperduto RD, Hiller R, Blair N, Burton TC. Dietary caratenoids, vitamins A, C, and E, and advanced age-related macular degeneration. JAMA 1994; 272:1413-20.
31. Schalch W. Lutein and zeasantin, the carotenoids of the human macular. Sight and Life Newsletter 2000; 2:3-10.
32. Moeller SM, Jacques PF, Blumberg JB. The potential role of dietary xanthopylls in cataract and age-related macular degeneration. J. Am. Coll. Nutr. 2000; 19: 522-7.
33. Richer S, Stiles W, Statkute L, Pulido J, Rudy D. Double masked, placebo-controlled, randomized trial of lutein and antioxidant suplementation in the intervention of atrophic age-related
macular degeneration: the Veterans LAST study (Lutein Antioxidant Supplementation Trial). Optometry 2004; 75(4):216-30.
sar, kaca mikroskopis (kacamata baca positif
tinggi) atau alat bantu elektronik (CCTV/ close
circuit television). Selain itu, dapat digunakan
alat bantu non-optik seperti buku dengan
cetakan huruf besar, tiposkop, pencahayaantambahan untuk membantu membaca dan
memodifikasi lingkungan dengan pemberian
warna yang kontras di dalam rumah.45
SARAN
Risiko ARMD dapat diperkecil dengan
menghindari faktor risiko yang dapat dicegah
dan berupaya hidup sehat. Diharapkan setiap
oftalmolog dapat melakukan skrining peme-riksaan fundus karena kebanyakan kasus ARMD
tanpa keluhan tajam penglihatan bila belum
melibatkan penglihatan sentral. Berisiko CNV
apabila dijumpai lima atau lebih drusen, ter-
dapat satu atau lebih drusen berukuran besar,
adanya hiperpigmentasi fokal dan adanya ri-
wayat hipertensi sistemik.15
Apabila terdapat risiko CNV, penderita dididik
untuk memantau sendiri penglihatannya
dengan menggunakan kartu Amsler.
CDK 194_vol39_no6_th2012 ok.indd 436CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 436 6/8/2012 2:33:53 PM6/8/2012 2:33:53 PM
-
8/12/2019 09_194Age-Related Macular Degeneration
7/7
437CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
34. Amin HI, Donald HR, Johnson RN, Ai E, Schatz H. Age-related macular degeneration. In: Tasman W, Jaeger EA, editors. Duanes Clinical Ophthalmology (CD-Rom). Baltimore:Lippincott
Willians & Wilkins;2003.
35. Olsen TW, Feng X, Kasper TJ, Rath PP, Steuer ER. Fluorescein angiographic lesion type frequency in neovascular age-related macular degeneration. Ophthalmology 2004;111: 250-5.
36. Lanzetta P, Michieletto P, Pirracchio A, Bandello F. Early vascular changes induced by transpupillary thermotherapy of choroidal neovascularization. Ophthalmology 2002;109: 1098-104.
37. Reichel E, Berrocal AM, Kroll AJ, Desai V, Duker JS, Puliafito CA. Transpupillary thermotherapy of occult subfoveal chroidal neovascularization in patients with age-related macular degen-eration. Ophthalmology 1999;106: 1908-14.
38. The Eyetech Study Group.Anti-vascular endothelial growth factor therapy for subfoveal choroidal neovascularization secondary to age-related macular degeneration. Phase II study result.
Ophthalmology 2003;110: 979-86.
39. Jonas JB, Kreissig I, Hugger P, Sauder G, Jonas SP, Degenring R. Intravitreal riamcinolone acetonide for exudative age related macular degeneration.Br J Ophthalmol. 2003;110: 979-86.
40. Ciulia TA, Danis RP, Harris A. Age-related macular degeneration: a review of experimental treatments. Surv Ophthalmol. 1998;43:136-46.
41. Char DH, Irvine AI, Posner MD, Quivey J, Phillips TL, Kroll S. Randomized trial of radiation for Age-related macular degeneration. Am J Ophthalmol. 1999; 127:574-8.
42. Fuji GY, de Juan, Jr Eugene, Hartranft CD, Jensen PS. Limited macular translocation.In: Ryan SJ, editors. Surgical retina. 3rd ed. Vol. 3. Singapore: Mosby;2001:2580-95.
43. Lewis H, Kaiser PK, Lewis S, Estafanous M. Macular translokasi for subfoveal choroidal neovascularization in age-related macular degeneration: A prospective study. Am J Ophthalmol.
1999;128:135-46.
44. Del Priore LV, Kaplan HJ, Tezel TH, Hayashi N, Berger AS, Green WR. Retinal pigment epithelial cell transplantation after subfoveal membranctomy in age-related macular degeneration:
Clinicopathologic correlation. Am J Ophthalmol. 2001;131:472-80.
45. Kraut JA. Vision rehabilitation. In: Tasman W, Jaeger EA, editors. Duanes Clinical Ophthalmology (CD-ROM). Baltimore: Lippincott Willians & Wilkins;2003.